November 2024

Sabtu, 30 November 2024

teknologi komunikasi 5


 


italnya berkembang dengan sangat pesat. 


Gordon E. Moore, co-founder Intel yang merupakan perusahaan produsen “otak komputer” 


terlaris di dunia pada 1965 menawarkan teori menarik. Menurutnya perkembangan jumlah 


transistor dalam sebuah mikrocip yang menjadi inti teknologi digital berkembang secara 


eksponensial. Setiap dua tahun, jumlah transistor bertambah dua kali lipat. Artinya setiap 


dua tahun teknologi digital yang ada di sekitar kita setidaknya berkembang dua kali lipat 


lebih canggih. Teori ini awalnya hanya dipakai  untuk memproyeksikan perkembangan 


teknologi komputasi pada era 1960-an. Namun, ternyata pola ini  masih konsisten 


terjadi sampai saat ini (Ourworldindata, 2020)


Perkembangan komputer yang semakin cepat berpengaruh juga pada perkembangan 


berbagai hal yang berkaitan dengan teknologi digital, baik perangkatnya, platform di dunia 


digitalnya, maupun peluang dan tantangannya. Lima tahun yang lalu kita mungkin belum 


membayangkan akan menikmati fasilitas ojek yang dipanggil kapan pun kita butuhkan. Kita 


juga mungkin dulu belum mampu membayangkan teknologi yang memungkinkan membeli 


seporsi martabak di pinggir jalan tanpa harus membayar dengan uang tunai. Hal yang 


beberapa tahun lalu tak lazim dilakukan saat ini menjadi hal yang biasa saja.


Hal yang sama terjadi pada konteks keamanan digital. Perkembangan teknologi juga berarti 


membuka peluang lahirnya beragam modus kejahatan baru yang mengancam keamanan 


digital kita. Namun, pada saat yang bersamaan, tindakan pengamanan digital, baik yang 


bersifat teknis seperti pengamanan perangkat digital maupun yang bersifat penguatan 


ketahanan diri, dalam menghadapi tantangan dunia digital juga turut berkembang 


mengikuti tren yang terjadi.

KOMPETENSI KEAMANAN DIGITAL


Modul ini merupakan modul dasar yang memetakan area kompetensi keamanan digital 


yang diturunkan dari kurikulum literasi digital dalam Peta Jalan Literasi Digital 2021-2024 


(Kominfo, Siberkreasi & Deloitte, 2020). Kurikum ini kemudian diinterpretasikan dan 


dikembangkan oleh Japelidi dengan melakukan elaborasi terhadap 10 kompetensi literasi 


digital Japelidi yang sudah dibumikan dalam berbagai kegiatan dari penulisan seri buku 


panduan literasi digital, riset kompetensi literasi digital masyarakat hingga melakukan 


kampanye melawan hoaks COVID-19 (Kurnia & Wijayantom 2020).


Modul dengan tema keamanan digital ini merupakan salah satu modul dari empat seri 


modul kolaborasi Kominfo, Japelidi dan Siberkreasi dengan tema keterampilan digital, 


budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Modul ini dirancang untuk bisa dipakai  


sebagai media pembelajaran guna membangun ketangguhan pemakai  internet agar celah 


terbukanya kebocoran identitas digital maupun data pribadi bisa tertutup rapat. Tak hanya 


memahami berbagai istilah terkait keamanan digital, pembaca modul diajak memahami 


berbagai strategi, langkah maupun tips untuk meningkatkan keamanan digital baik untuk 


dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, pembaca modul ini - baik pemakai  


media digital maupun pengajar atau pegiat literasi digital bisa mengasah kompetensi 


keamanan digital mereka.


Kompetensi keamanan digital dalam modul ini didefinisikan sebagai kecakapan individual 


yang bersifat formal dan mau tidak mau bersentuhan dengan aspek hukum positif. Secara 


individual, ada  tiga area kecakapan keamanan digital yang wajib dimiliki oleh pemakai  


media digital.


Pertama, kecakapan keamanan digital yang bersifat kognitif untuk memahami berbagai 


konsep dan mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras) 


maupun terhadap identitas digital dan data diri. Hanya dengan penguasaan pengetahuan 


yang memadai maka pemakai  media digital bisa melindungi diri beragam ancaman 


keamanan digital. Misalnya dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai

strategi untuk melakukan proteksi terhadap perangkat keras maupun lunak akan membantu 


meningkatkan keamanan perangkat digital yang kita gunakan.


Kedua, kecakapan keamanan digital yang bersifat afektif pada dasarnya bertumpu pada 


empati agar pemakai  media digital punya kesadaran bahwa keamanan digital bukan 


sekadar tentang perlindungan perangkat digital sendiri dan data diri sendiri. Keamanan 


digital juga merupakan perlindungan perangkat digital media digital lainnya agar sistem 


keamanan digital yang ada di “rumah” kita maupun “rumah” orang lain dan “rumah-rumah” 


di sekitar kita aman dan tidak kemasukan pembobol yang bisa jadi merusak “rumah” tapi 


juga mengambil “barang-barang” kita. Rumah bisa di sini bisa dianalogikan sebagai sistem 


keamanan digital kita, sedang  barang-barang bisa diartikan sebagai identitas digital dan 


data diri di platform digital. Jika perasaan, empati dan kesadaran kita untuk menjaga dunia 


maya kita bersama agar aman, maka kita yaitu  warga digital yang bertanggung jawab.


Ketiga, kecakapan keamanan digital yang bersifat konatif atau behavioral yang merupakan 


langkah-langkah praktis untuk melakukan perlindungan identitas digital dan data diri. 


Misalnya saja selalu memastikan memakai  sandi yang kuat dan memperbaharuinya 


secara berkala.


Kecakapan yang bertumpu pada perilaku ini bisa dipandu dengan 10 kompetensi literasi 


digital Japelidi. Pertama, pastikan akses perangkat digital dan platform yang dipakai  


aman, dengan sandi yang kuat, selalu baru dan dijaga kerahasiaannya. Kedua, bersikap 


selektif saat menerima atau mencari informasi. Tidak semua informasi yang beredar di 


dunia digital atau kita terima layak dipercaya kebenarannya. Ketiga dengan memahami 


berbagai peluang dan ancaman di media digital. Hal ini termasuk juga memahami 


bagaimana strategi melindungi diri dan orang-orang di sekitar kita. Keempat dengan 


mengasah keterampilan analisis terhadap berbagai situasi. Keterampilan analisis yang baik 


akan membuat kita jauh lebih aman ketika bermedia digital karena kita akan terbiasa 


membedakan mana informasi yang berkualitas dan mana saja yang lebih baik diabaikan.


Kompetensi kelima yaitu  kemampuan untuk memverifikasi. Keterampilan ini sangat erat 


kaitannya dalam pengamanan diri karena verifikasi akan menghilangkan keraguan atas

suatu informasi. Memilih tempat yang tepat dalam memverifikasi data juga menjadi 


tantangan tersendiri. Keenam, mengevaluasi informasi-informasi yang kita dapatkan dan 


membuat kesimpulan tindak lanjut atas informasi ini . Kompetensi berikutnya 


merupakan kompetensi untuk mendistribusikan informasi yang sudah kita pastikan tidak 


akan membahayakan diri sendiri atau orang lain. Diperlukan kejelian agar distribusi 


informasi ini tidak justru menjadi bumerang. Hal yang sama juga berlaku pada kompetensi 


kedelapan, yaitu keterampilan untuk memproduksi konten yang tidak membahayakan diri 


sendiri dan tidak membahayakan orang lain. Patut kita hindari konten-konten yang berisiko 


membongkar data pribadi diri dan orang lain karena ada ancaman serius dari perilaku 


ini .


Bila pada tahapan-tahapan ini  sudah dikuasai, maka kompetensi berikutnya yaitu  


berpartisipasi. Partisipasi dalam konteks keamanan digital bisa kita lakukan dalam membuat 


sebuah lingkungan digital yang aman. Baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Kita bisa 


ikut melakukan pengawasan konten, melakukan pelaporan atau sekadar aktif dalam usaha  


sosialisasi keamanan digital. Puncak dari kompetensi literasi digital yaitu  kolaborasi. Pada 


tahapan ini kita bisa berperan aktif sebagai kolaborator dalam menciptakan suasana yang 


aman dan nyaman. Menjadi penggerak bagi masyarakat sekitar maupun komunitas di dunia 


maya.


Meskipun kesepuluh kompetensi ini  dapat dibedakan secara terpisah, namun dalam 


pelaksanaannya seluruh kompetensi itu sebenarnya saling berkesinambungan. Untuk bisa 


berkolaborasi dengan baik maka kita perlu menguasai kompetensi lain yang lebih sederhana 


dan bertahap semakin kompleks.


TANTANGAN KEAMANAN DIGITAL


Modus-modus tindakan yang mengancam keamanan digital serta berbagai strategi 


penguatan diri untuk menghindari ancaman keamanan yang dituliskan pada modul ini 


relevan untuk menjawab tantangan yang ada pada dalam rentang waktu saat ini. Namun, 


pada dua tahun mendatang bisa jadi tantangannya berubah menjadi semakin kompleks dan 


berbahaya. Kelima tantangan yang kita bahas pada modul ini juga akan mengalami 


perubahan menjadi semakin menantang.

Pertama, fitur proteksi yang semakin beragam demikian juga platform yang semakin 


berkembang termasuk juga ancamannya. Jika kita yaitu  pemakai  yang hanya 


memakai  perangkat digital untuk kegiatan sehari-hari dan setia dengan produk-produk 


asli, perubahan ini sebenarnya tidak terlalu menjadi kendala. Para pakar yang membangun 


perangkat digital setiap saat juga selalu melakukan pembaruan sistem pengamanan 


sehingga pemakai nya selalu terlindungi. Namun ada baiknya kita juga selalu membuka 


mata atas beragam isu keamanan digital yang mengintai proteksi perangkat digital.


Kedua, kompleksitas identitas digital dan data pribadi yang tak mudah untuk dilindungi. 


Seperti yang sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya, celah digital terbesar sebenarnya 


justru ada pada pemakai  digital. Penyedia layanan digital sudah menyiapkan sederet 


strategi untuk mencegah pembobolan. Namun, terkadang pemakai nya yang abai akan 


pentingnya data digital dan ceroboh saat melakukan aktivitas di dunia digital. Kecerobohan 


ini selalu menjadi cara paling efektif bagi peretas untuk menembus sistem keamanan. Di 


masa mendatang, akan makin banyak strategi dipakai  untuk mengelabui pemakai  


sehingga kecerobohan yang kecil sekalipun berpotensi mengancam keamanan data kita.


Ketiga, ragam penipuan digital yang semakin banyak. Jika dilihat trennya, jumlah kejahatan 


digital dalam bentuk penipuan juga semakin meningkat seiring semakin aktifnya kita di 


dunia digital. Para penipu seakan tidak pernah lelah untuk mencoba menipu dengan 


beragam cara. Lagi-lagi, keterampilan pemakai  menjadi kunci pengamanan utama yang 


dapat memblokir serangan penipu.


Keempat, rekam jejak yang dimanfaatkan lebih banyak negatifnya dari positifnya. Data kita 


yaitu  sebuah komoditas yang sangat berharga. Semakin banyak kalangan yang menyadari 


nilai data kita dan nilai rekam jejak manusia. Maka menjaga rekam jejak saat ini menjadi 


sebuah langkah yang harus dilakukan agar kita tak sampai merugi di kemudian hari.


Yang terakhir, kelima, minor safety untuk anak yang semakin menantang terutama saat 


pandemi. Kecanduan, layanan digital untuk anak yang semakin menarik, dan semakin 


kecilnya ruang bermain akan semakin mengancam tumbuh kembang anak di masa

mendatang. Para orang tua, kerabat, dan saudara terdekat harus mulai sadar akan hal ini. 


Anak-anak yaitu  masa depan kita sehingga menjaga mereka sebaik-baiknya menjadi tugas 


lingkungan di mana anak itu tinggal.


Untuk menjawab tantangan ini, kolaborasi antara individu pemakai  perangkat digital, 


industri digital, dan regulasi yang kuat harus terjalin dengan baik. Hanya mengandalkan 


salah satu komponen saja tidak akan menghasilkan lingkungan digital yang aman dan 


nyaman karena setiap komponen menjadi kunci dalam pengamanan digital.


PENGEMBANGAN MODUL KEAMANAN DIGITAL


Sebagai sebuah usaha  literasi digital yang tidak pernah berhenti, modul ini akan 


mempertahankan pola yang saat ini sudah ada. Seperti penyusunan dengan pendekatan 


yang praktis dari kurikulum yang sudah disusun, melengkapi modul dengan konsep, strategi 


dan tips-tips praktis, dan dukungan kasus-kasus empiris yang bisa menjadi pembelajaran 


bersama. Bentuk modul yang diperkaya dengan ilustrasi dan visualisasi juga akan menjadi 


kekuatan karena melalui penyampaian visualisasi yang menarik dan menyederhanakan, 


konsep yang sulit akan lebih mudah dipahami.


Materi-materi seputar penjelasan aspek hukum juga menjadi fokus pada masa mendatang. 


Modul ini juga akan mempertahankan rekomendasi untuk kelompok minoritas dan 


mengembangkannya menjadi lebih komprehensif pada pembaruan berikutnya. sedang  


sebagai sarana mempermudah pemakai  modul untuk merefleksikan diri, modul ini juga 


memperkaya diri dengan evaluasi dan dan lembar evaluasi untuk diri sendiri atau anak didik 


maupun peserta program literasi digital.


Modul Aman Bermedia Digital ini rencananya akan terus mengalami pembaharuan atau 


pengembangan setiap tahun agar bisa merespons perubahan lanskap dunia digital yang 


terjadi tidak hanya di negara kita , melainkan juga secara global. Untuk mendukung 


pembaharuan atau pengembangan ini , tim penyusun juga akan terus mengevaluasi 


berbagai kajian yang mendasari penyusunan modul ini, termasuk mengevaluasi ulang 


kurikulum literasi digital yang ada dan menimbang apakah kurikulumnya masih bisa relevan 


dengan kondisi terbaru.

Kurikulum-kurikulum literasi digital yang dipakai  pada modul ini merupakan hasil refleksi 


dan kajian ilmiah atas beragam fenomena yang terjadi di sekitar kita. Modul ini 


menggabungkan beragam perspektif yang dipakai dalam kurikulum-kurikulum ini  


untuk dapat disarikan dalam wujud panduan praktis. Berbeda dengan kajian ilmu alam yang


bersifat pasti, kajian literasi digital masuk dalam ranah ilmu sosial yang juga tidak pernah 


berhenti bergerak dan tidak bisa digeneralisasi. Perlu ada peninjauan ulang secara berkala 


berdasar  fenomena yang terjadi serta berbagai saran dan masukan yang diberikan.


Tim penyusun juga menyadari walaupun modul edisi ini sudah disusun dengan 


mempertimbangkan beragam konteks dan kepentingan, modul ini masih jauh dari 


sempurna. Modul ini baru membahas keamanan digital yang ditujukan bagi masyarakat 


yang sudah cukup memiliki kemampuan untuk mengakses media digital dengan fasilitas 


yang memadai. Modul ini juga


Namun, modul ini belum banyak menyentuh kalangan masyarakat yang masih mengalami 


hambatan dalam mengakses teknologi digital dengan lancar. Sebagai contoh, modul ini 


belum menyentuh usaha  literasi digital bagi warga yang berada di kawasan tertinggal, 


terdepan, dan terluar (3T) yang masih mengalami kendala teknis maupun kendala secara 


pribadi. Modul ini juga belum banyak membahas strategi pengembangan literasi digital bagi 


masyarakat disabilitas, mereka yang berusia lanjut, kelompok minoritas, perempuan, dan 


anak. Kekurangan-kekurangan itu menjadi catatan dan akan menjadi pekerjaan rumah yang 


harus dituntaskan di kemudian hari karena akses internet yang sehat dan aman yaitu  hak 


seluruh warga negara tanpa terkecuali.

teknologi komunikasi 4



 karya berkualitas yang pernah kita buat bisa muncul dan 


menjadi catatan nama baik.


Data is the new oil. Terminologi mengenai data sebagai tambang baru nampaknya 


dipahami betul oleh perusahaan-perusahaan yang memakai  internet sebagai basisnya. 


Saat ini data menjadi hal yang diperjual belikan . Kita pasti pernah menerima 


telepon atau SMS tentang informasi togel, jual nomor HP yang mirip dengan nomor kita, 


penawaran asuransi, dan lain sebagainya. Pernahkah kita bertanya, dari mana mereka 


mendapatkan nomor ponsel kita? Hal ini memberikan kita gambaran, bahwa jejak digital 


kita yang tertinggal seringkali disalahgunakan oleh orang lain. Mungkin ketika kita masuk ke 


sebuah web, dan mendaftarkan akun, atau ketika kita masuk ke situs belanja daring dan 


mengisi data diri. Website pun semakin canggih sehingga saat ini website telah dapat 


membaca kebiasaan kita.


Cookie yaitu  salah satu cara untuk menghubungkan beberapa tindakan oleh satu 


pemakai  ke dalam satu aliran yang terhubung. Cookie berupa rangkaian huruf dan angka 


yang berubah-ubah sesuatu tanpa makna yang melekat yang dikirimkan situs web ke 


browser web kita. Jejak digital dalam bentuk cookie dipakai  untuk membuat Internet 


lebih bermanfaat, dan juga dapat membantu membuat transaksi individu lebih aman karena 


situs ini  telah mendapatkan informasi spesifik tentang perilaku kita. Keputusan 


keamanan transaksi bergantung pada kombinasi beberapa faktor, termasuk cookie. 


Pengembang web telah menetapkan cookie sebagai salah satu cara paling nyaman untuk 


menambahkan ketekunan dan keamanan pada pengalaman web Anda, itulah mengapa 


cookie ada di mana-mana ,

Saat ini banyak website dan aplikasi yang tanpa kita sadari mengumpulkan jejak digital kita 


untuk kemudian mereka jual pada pihak lainnya. Mengapa data jejak digital kita menjadi 


komoditas? Bayangkan bila situs tempat kita bertransaksi daring merekam perilaku belanja 


para pemakai nya. Mulai dari benda apa yang kita beli, berapa banyak, kemana 


pengirimannya, jenis kelamin yang membeli, ulasan terhadap barang ini , dan banyak 


hal lainnya. Tentu data ini dapat dipakai  untuk menganalisa pasar, dan sangat 


bermanfaat bagi para produsen barang yang diperjual belikan.

Untuk memastikan bahwa situs dan aplikasi yang kita gunakan tidak membahayakan jejak 


digital kita, maka ada baiknya bila kita memeriksa dan membandingkan sistem keamanan 


situs web, aplikasi, dan metode transaksi elektronik yang ditawarkan oleh perorangan, toko, 


perusahaan, dan penyedia jasa perantara sebelum melakukan transaksi daring ,

Selain dimanfaatkan oleh situs dan aplikasi daring, jejak digital juga banyak dimanfaatkan 


dalam dunia kerja. Banyak perusahaan baik skala besar dan kecil, yang saat ini 


memakai  teknologi internet untuk mencari tahu tentang latar belakang karyawan yang 


akan dipekerjakan atau pun informasi tentang karyawan yang sedang bekerja. Pepatah lama 


'Pilih teman Anda dengan bijak' sangatlah relevan dengan konteks jejaring sosial daring saat 


ini. Semakin banyak individu harus berhati-hati dalam memakai  jaringan secara umum 


karena perusahaan semakin senang memakai  informasi yang dikumpulkan dari jaringan 


sosial untuk menilai calon karyawan mereka ,

Keberadaan dan tingkah laku kita semakin besar kemungkinannya untuk diketahui oleh 


orang lain melalui jejak digital yang kita tinggalkan. Dengan mempelajari rekam jejak digital 


kita melalui media sosial dan internet, perusahaan dapat memutuskan apakah mereka akan 


mempekerjakan kita atau tidak. Hal ini tentu menguntungkan bagi sebagian dari kita, dan 


merugikan bagi sebagian yang lain. Perlu diingat bahwa apa pun yang masuk ke internet 


dapat ditemukan hanya dalam waktu beberapa menit.


Meskipun media sosial seseorang tidak selalu menggambarkan keadaan sebenarnya dari 


orang ini , namun seringkali media sosial menjadi patokan untuk menilai. Banyak orang 


mengambil kesimpulan tentang orang lain hanya berdasar  unggahan yang ia tinggalkan 


pada media sosialnya. Dalam dunia kerja, berdasar  artikel yang di unggah oleh 


Linovhr.com (2018), ada  beberapa parameter yang bisa dipakai menilai calon karyawan 


melalui media sosialnya antara lain kalimat yang sering diunggah di media sosial, foto-foto 


di media sosial, interaksi yang dilakukan, serta lingkaran pertemanan calon pelamar. 

Anggota Asosiasi Digital Forensik negara kita , Mukhlis Prasetyo Aji, dalam sebuah kesempatan 


menyatakan bahwa orang bisa terganjal dan susah mendapatkan pekerjaan karena jejak 


digitalnya. Mukhlis menuturkan, saat ini jejak digital sudah menjadi rujukan banyak lembaga 


atau perusahaan untuk merekrut tenaga kerja. Hal ini dapat terlihat dari salah satu syarat 


dimana pelamar wajib mencantumkan identitas media sosial mereka. Bukan tanpa alasan, 


perusahaan atau lembaga ini  akan menelusuri kepribadian calon pekerjanya melalui 


rekam jejak di media sosial. Jika sang pelamar santun dan bijak dalam bermedia sosial, besar 


kemungkinan akan berdampak positif ,

Oleh karena itu, menyampaikan sebuah pernyataan di media sosial haruslah berhati-hati. 


Apabila yang kita tuliskan dianggap merugikan pihak lain, maka sangat mungkin kita menjadi 


tersangka atas dakwaan perbuatan tak menyenangkan, ujaran kebencian, dan lainnya. Pada 


sisi yang lain, jejak digital kita pun dapat dipakai  untuk meningkatkan kinerja kita di dunia 


kerja. Ada empat jenis motivasi utama pemakai an media sosial dengan jejak digital 


mereka. Keempat hal ini  yaitu  memperkuat jaringan sosial, mencari teman yang 


cocok dan matang, mengembangkan usaha dan mencari koneksi bisnis ,

REKAM JEJAK DIGITAL SULIT DIHILANGKAN


Beberapa dari kita pasti bertanya, bagaimana cara menghapus jejak digital? Jawabannya 


yaitu , tidak ada. Kita bisa saja meminta penyedia platform media digital untuk menghapus 


data yang kita miliki. Kita juga bisa menghapus atau menutup akun. Namun, dalam konteks 


kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri. Di luar sana ada orang-orang yang 


mungkin sudah menangkap tampilan layar atau mengarsipkan dokumen pribadi yang 


pernah kita unggah. Jika kejadiannya seperti ini, maka hampir mustahil untuk menghapus 


jejak ini secara utuh.


Untuk itu, kita harus berhati-hati ketika melakukan sesuatu di dunia digital. Di masa 


sekarang, dengan media sosial yang sudah menjadi keseharian, kita menjadi sangat mudah 


memberikan komen dan mempublikasikan sesuatu. Pepatah mengatakan, Mulutmu 


harimaumu. Sedikit di modifikasi untuk masa sekarang, Jarimu Harimaumu. Kadang kita 


tidak dapat mengerem apa yang kita komentarkan. (CNN negara kita , 2019). Lalu apakah yang

sudah kita publikasikan dapat kembali kita tarik? Bisa, namun tidak semua data kita menjadi 


hilang. Masih ada data cadangan yang tersisa di digital, sehingga data ini  dapat 


sewaktu-waktu ditarik kembali. Hal itu bisa terjadi meskipun kita telah menghapus seluruh 


informasi yang kita sebarkan sebelumnya. Ingat, jejak digital kita terekam selamanya dan 


secara otomatis tersimpan di berbagai belahan dunia

Di era pemakai an teknologi dan internet yang semakin maju, cara-cara dalam mencari 


informasi pun semakin beragam dan praktis sehingga sangat mudah bagi orang untuk 


mengorek informasi tentang kita di internet. Seperti dalam kasus-kasus cyberbullying, dapat 


dilihat bahwa cyberbullying banyak terungkap setelah ditelusuri dari rekam jejak digital 


korban dan pelakunya. Secara umum konten cyberbullying bisa dikirimkan oleh individual

 maupun kelompok secara berulang kali yang isinya bisa tentang individu maupun kelompok 


lainnya dengan unsur konten yang bersifat kejam, vulgar, mengancam, mempermalukan, 


melecehkan, menakut-nakuti dan atau yang sesuatu yang berbahaya . Jejak ini lah yang tertinggal ketika kita mempublikasikan sesuatu.


ada  banyak cara untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan serta 


cara melindungi jejak digital kita. Salah satu yang paling sederhana yaitu  dengan selalu 


menyempatkan untuk membaca syarat dan ketentuan aplikasi, media sosial dan juga situs 


web yang kita akses. Bagian ini memang terasa menjemukan untuk dibaca, tetapi 


mencermatinya bisa berguna di kemudian hari. Jika ada pilihan untuk tidak merekam jejak 


digital dan membagikannya ke pihak ketiga, kita bisa memilih opsi ini  sehingga jejak 


digital kita aman. Kebiasaan lain yang patut diasah yaitu  kebiasaan untuk membatasi jenis 


data yang Anda bagikan. Jangan mengunggah informasi sensitif atau data pribadi seperti 


KTP, SIM, Paspor, PIN dan lainnya di media sosial. 


Berbicara tentang berbagai kasus dan juga cara-cara melindungi rekam jejak digital, kita juga 


perlu mengetahui di mana posisi kita berdiri dalam dunia digital. Perlindungan terhadap 


rekam jejak seharusnya diberikan oleh pemerintah dan menjadi tanggung jawab normatif 


sebagai pengayom. Pada praktiknya, melalui kasus-kasus di atas dapat kita lihat dan 


temukan bahwa peraturan yang kini disediakan oleh pemerintah tidaklah ideal untuk 


melindungi. Alih-alih melindungi, sering kali peraturan ini malah menjebak dan menjerat 


masyarakat. Hingga saat ini, yang ada hanyalah perihal perlindungan data pribadi dalam UU 


ITE pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, PP No 71/2019 (PSTE) dan PM Kominfo No 20/2016. 


Keduanya menjadi dasar dalam melindungi jejak digital yang juga menjadi bagian dari data 


pribadi kita. Namun, perlu kita ketahui bahwa kedua ini saja tidak cukup untuk 


menanggulangi. Dibutuhkan instrumen hukum secara spesifik yang mengadopsi perihal 


rekam jejak digital ini secara komprehensif. Selama aturan spesifik belum ada, maka kita 


harus mencari melalui aturan-aturan lain yang dapat dikaitkan dengan jejak digital.


Cara lain untuk mengelola jejak digital kita yaitu  dengan mempelajari dan menerapkan 


prinsip-prinsip literasi digital. Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital), telah 


mengembangkan 10 Kompetensi Digital untuk memudahkan kita mengelola jejak digital.

 Pertama, kemampuan mengakses sudah melekat pada setiap orang yang secara aktif 


memakai  sarana internet dalam kehidupannya sehari-hari. Setiap saat, setiap detik 


ketika kita membuka internet, maka di saat itu pula kita sudah meninggalkan jejak kita di 


dunia digital, tanpa terkecuali.


Kedua, setelah kita memiliki kemampuan kompetensi mengakses media digital, maka 


pemahaman kita harus lebih diasah. Di sinilah tahapan kompetensi memahami kita


jalankan. Apabila sebelumnya kita hanya mengetahui sedikit tentang rekam jejak digital, 


maka kompetensi memahami ini membawa kita untuk mendalami dan mencari tahu lagi 


lebih banyak tentang jejak digital. Apabila kita telah memahami, maka akan lebih mudah 


bagi kita untuk mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya. 


Ketiga, mengetahui bentuk-bentuk rekam jejak digital merupakan salah satu tahapan dari 


kompetensi menganalisis dalam literasi digital. Kita harus cermat dan jeli menganalisis 


setiap kegiatan daring kita yang pasti meninggalkan jejak digital. Menerbitkan blog dan 


mengunggah pembaruan media sosial yaitu  cara populer lainnya untuk memperluas jejak 


digital kita. Setiap tweet yang kita posting di Twitter, setiap pembaruan status yang kita


publikasikan di Facebook, dan setiap foto yang kita bagikan di Instagram berkontribusi pada 


jejak digital kita. Semakin banyak kita menghabiskan waktu di situs jejaring sosial, semakin 


besar jejak digital kita. Bahkan mengklik "menyukai" halaman atau kiriman Facebook 


menambah jejak digital kita, karena datanya disimpan di server Facebook.


Keempat, setelah kemudian kita tahu dan memahami lebih dalam tentang jejak digital, 


maka kita harus mulai menyeleksi apa saja yang kita unggah. Proses ini harus dilakukan agar 


kita waspada atas setiap jejak digital yang kita tinggalkan. Setiap orang yang memakai  


Internet memiliki jejak digital, jadi itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Namun, 


sebaiknya pertimbangkan jejak data apa yang hendak kita tinggalkan. Misalnya, dengan 


menyeleksi, kita dapat mencegah mengirim email yang kurang sopan, yang terlalu “pedas”, 


dan lain sebagainya, karena pesan ini  mungkin tetap daring selamanya. Ini juga dapat 


membuat kita lebih berhati-hati dengan apa yang kita publikasikan di situs web serta media 


sosial. Meskipun kita sering kali dapat menghapus konten dari situs media sosial, setelah

 data digital dibagikan secara daring tidak ada jaminan bahwa kita dapat menghapusnya dari 


Internet.


Kelima, verifikasi harus kita lakukan untuk memastikan apakah Langkah yang akan kita 


lakukan dapat berpotensi meninggalkan jejak digital yang berdampak buruk atau tidak. 


Dengan memverifikasi informasi yang keluar dan masuk, kita dapat memastikan bahwa 


informasi yang kita sebarkan yaitu  informasi yang baik. Selain itu, perlu juga dilakukan 


verifikasi terhadap situs atau aplikasi yang kita gunakan. Hal ini diperlukan untuk 


menghindari kita memakai  website atau aplikasi yang telah disusupi sehingga jejak 


digital kita dicuri atau bahkan dipakai  untuk kejahatan. 


Keenam, evaluasi atas berbagai kegiatan daring kita menjadi bagian tak terpisahkan ketika 


kita membahas beragam contoh kasus yang berkaitan erat dengan jejak digital di media 


daring. Tak bisa dipungkiri, seringkali orang cenderung abai atau menganggap remeh 


kegiatan daring yang sangat umum dan sehari-hari kita lakukan. Seolah kita lupa bahwa 


setiap Langkah kita mengklik apapun di internet akan meninggalkan jejak yang menetap dan 


sulit dihapus begitu saja. Evaluasi secara berkala terhadap data-data yang kita tinggalkan, 


akun yang kita miliki dan hal-hal lain terkait dengan keberadaan digital kita dapat 


melindungi kita dari penyalahgunaan jejak digital oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.


Ketujuh, saat ini, ketika kita mendistribusikan informasi dengan memakai  perangkat 


digital, kita juga telah meninggalkan jejak digital. Contohnya ketika kita meneruskan pesan 


di WhatsApp, muncul tanda panah yang menandakan kita meneruskan pesan. Atau proses 


mencuitkan kembali di Twitter, repost di Instagram dan lain-lain. Untuk itu, kita perlu 


mengetahui bahwa proses distribusi yang kita lakukan pun tidak terlepas dari jejak digital 


kita sehingga kita dapat berhati-hati dalam melakukan proses distribusi.


Kedelapan, kemampuan kita dalam memproduksi rekam jejak digital yang baik perlu untuk 


ditingkatkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa jejak berupa data yang telah kita produksi akan 


tertinggal lama di internet. Meskipun kita telah menghapusnya, internet telah menduplikasi 


jejak kita dan membuatnya tetap ada. Oleh karenanya, kita perlu memperhatikan serta 


waspada akan jejak yang kita hasilkan

Kesembilan, pengetahuan yang telah kita dapatkan tentang rekam jejak digital ini akan 


semakin bermanfaat bila dapat kita bagikan pada orang lain. Kompetensi partisipasi 


mengajak kita untuk dapat turut serta dalam melindungi jejak digital kita dan juga orang 


lain. Tidak hanya melindungi, namun juga memperindah jejak digital kita. Partisipasi dapat 


dilakukan dengan tidak turut menyebarkan jejak digital orang lain, tidak menyalahgunakan 


jejak digital, serta melakukan pengecekan jejak digital kita masing-masing secara berkala. 


Kolaborasi, yaitu  kompetensi yang paling akhir dicapai dalam 10 kompetensi literasi digital 


Japelidi. Sangat sederhana, kolaborasi yang dimaksud yaitu  bagaimana kita sebagai orang￾orang yang memiliki rekam jejak digital, berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka 


partisipasi kita menjaga rekam jejak digital kita. Banyak hal dapat kita kerjakan sendirian. 


Namun akan semakin besar dampaknya bila kita mengerjakannya Bersama-sama. Untuk itu 


diperlukan kolaborasi.


SIMPULAN DAN REKOMENDASI


Dalam pengembangannya, bab ini sangat terbuka untuk menerima masukan dan saran dari 


pihak-pihak terkait mengenai perlindungan dan pemanfaatan rekam jejak digital. 


Diharapkan bahwa pada pengembangan kedepan, bab ini dapat memperoleh masukan 


dengan mempertimbangkan macam-macam pembaca dan pemakai  yang merupakan 


target dari bab ini. Tentunya segmentasi pembaca akan sangat beragam, seiring dengan 


beragamnya pemakai  ranah digital saat ini. Sebagai perhatian khusus, pengembangan 


diperlukan terutama bagi kelompok terpinggirkan (anak, perempuan dan kaum difabel), 


masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), serta juga berdasar  


kategori usia. Seluruhnya yaitu  mereka yang pernah bersinggungan dengan perangkat 


digital, apa pun itu. Untuk itu, perlu dilakukan pendekatan-pendekatan spesifik agar dapat 


menjangkau seluruh lapisan, terutama bagi lapisan masyarakat yang rentan 


penyalahgunaan rekam jejak digital. Selain itu, banyak hal dapat dilakukan, terutama bila 


kita mengelaborasi 10 kompetensi literasi digital Japelidi.


Untuk itu, berikut yaitu  beberapa rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan untuk 


meningkatkan kecakapan dan pengetahuan tentang rekam jejak digital ini.



Untuk menutup bagian ini, mari kita pikirkan kembali. Jenis informasi apa yang ingin kita 


temukan tentang diri kita secara daring dalam 10 tahun mendatang?


Kita memiliki kendali atas jejak digital kita. Pada sisi lainnya, jejak digital juga yaitu  hal 


yang tidak dapat kita kendalikan karena berada pada pihak lain. Namun, kita dapat 


membuat keputusan tentang apa yang kita publikasikan di internet, media sosial, platform


pesan dan sebagainya, meskipun kita tidak dapat mengontrol bagaimana orang lain 


mempersepsikan diri kita. Penting bagi kita untuk dapat membentuk dan menjaga jejak 


digital kita, sebaik-baiknya sejauh yang kita dapat lakukan.


CONTOH BENTUK EVALUASI KEMAMPUAN PERLINDUNGAN REKAM JEJAK DIGITAL


Isilah lembar evaluasi di bawah ini berdasar  pengalaman sehari-hari untuk mengukur 


kemampuan perlindungan rekam jejak digital berdasar  aspek perilaku. Form ini dapat 


diisi oleh pemakai  platform digital sebagai lembar evaluasi diri. lsian ini juga dapat diisi 


oleh pengajar atau pegiat literasi digital dalam mengevaluasi peserta didik, dan juga 


dipakai  dalam program-program literasi digital.

URGENSI MEMAHAMI PENTINGNYA KEAMANAN ANAK


Teknologi komunikasi dan informasi berkembang sangat cepat. Kemunculan media baru 


dalam hal ini internet, semakin memudahkan kita dalam mengakses informasi. Tentu 


banyak diantara kita tidak asing lagi dengan Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp dan 


sebagainya. Nama-nama tadi merupakan sebagian aplikasi yang disediakan untuk 


memudahkan kita agar dapat berkomunikasi dengan banyak orang. Dengan memiliki salah 


satu atau lebih aplikasi ini , kita sudah dapat terhubung dengan dunia luar yang sangat 


luas. Kita dengan mudahnya dapat mengakses berbagai informasi dan dengan mudahnya 


membagikan informasi.


Itulah mengapa, era ini dikenal juga sebagai era digital, yakni era di mana informasi semakin 


mudah dan cepat diperoleh, selanjutnya disebarluaskan memakai  teknologi digital. 


Teknologi digital sendiri yaitu  teknologi yang memakai  sistem komputerisasi yang 


terhubung dengan internet. pemakai an teknologi digital yang tepat tentu saja akan 


membawa dampak positif, sebaliknya jika dipakai  dengan tidak tepat maka akan 


membawa dampak negatif bagi pemakai nya. Di negara kita , pemakai  teknologi digital 


cukup tinggi, terutama pemakai an gawai untuk mengakses internet, khususnya media 


sosial. berdasar  data tahun 2017, tercatat 92,82% pemakai  media sosial di negara kita , 


didominasi oleh generasi milenial, yakni sebanyak 97,4% ,

Dalam media digital, setidaknya ada empat hal yang perlu mendapat perhatian dari kita 


semua, yakni pembuat pesan, sifat pesan, cara penyebaran pesan dan dampak pesan. 


Pertama, pembuat pesan, semua orang dapat membuat pesan sehingga anak-anak pun 


tertarik memiliki akun sendiri, menampilkan diri dan berinteraksi dengan orang lain yang 


tidak dikenal. Hal ini menimbulkan ancaman sekaligus kesempatan terutama berkaitan 


dengan privasi dan keselamatan anak-anak. Kedua, sifat pesan media digital, sangat 


beragam karena bersumber dari seluruh penjuru dunia, terlebih sebagian besar tidak

disaring oleh pekerja media profesional. Hal ini membuat anak-anak menerima aneka pesan 


yang sangat mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya keluarga mereka. 


Ketiga, penyebaran pesan, penyedia layanan media digital ingin mendapatkan keuntungan 


ekonomi maka mereka merancang medianya agar menarik. Keempat, dampak pesan, jika 


dipakai  secara baik media digital yaitu  sumber pengetahuan tak terbatas. pemakai  


dapat memakai nya untuk belajar hal-hal praktis hingga rumit. Kita dapat lebih 


produktif jika mampu memanfaatkan media digital ini dengan baik. Namun, konten negatif 


yang berdampak buruk juga banyak bertebaran di dunia maya seperti berita palsu, 


kekerasan, pornografi dan sebagainya.


Saat kita berinteraksi dengan pemakai  media digital lainnya, kita harus memperhatikan


bahwa apa yang kita lakukan akan berdampak bagi mereka. Karena pemakai  media digital 


tidak terbatas, mencakup semua orang termasuk difabel, perempuan, anak, lansia dan juga 


berasal dari beragam wilayah termasuk kawasan 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan). Oleh 


karena itu, ada banyak faktor yang sebaiknya kita pertimbangkan sebelum berbagi informasi 


dengan pemakai  media digital lainnya. Pertama, kita harus memastikan informasi ini  


bisa dipercaya. Kedua, kita juga harus mempertimbangkan nilai manfaat informasi ini  


jika dibagikan. Tak heran jika untuk mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam berbagi 


informasi, banyak kampanye literasi digital dilakukan oleh berbagai organisasi atau 


komunitas, misalnya saja dengan slogan yang jamak dipakai : saring sebelum sharing



Secara umum, meskipun aplikasi media digital mempunyai ketentuan usia pemakai nya, 


tapi dalam praktiknya, yang lumrah saat ini ketika anak-anak dari berbagai usia, pendidikan, 


latar belakang sosial maupun wilayah, juga lincah berselancar di media sosial dengan gawai 


yang mereka miliki. pemakai an aplikasi media sosial pada anak-anak hingga saat ini masih 


menjadi perhatian tersendiri bagi para penggiat literasi digital. Karena kelompok anak-anak 


merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai kejahatan digital di dunia maya. 


Banyak kasus yang mengancam keselamatan terhadap anak di bawah umur yang terjadi

karena disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan memakai  media sosial 


dengan baik dan benar.

 menunjukkan mengenai beberapa aspek positif dan aspek negatif dari 


pemakai an media sosial pada anak. Selanjutnya dari gambar tadi kita juga bisa mengetahui 


bahwa sejumlah besar anak-anak dan remaja telah terekspos konten pornografi terutama 


yang muncul tidak dengan sengaja saat mengakses media sosial.


Kebanyakan anak-anak tidak terlalu memahami atau bahkan tidak peduli akan bahaya yang 


dapat mengancam mereka. Selain itu, anak-anak dapat dengan mudahnya saling berbagi 


informasi termasuk data yang sifatnya pribadi, bahkan dengan orang yang baru dikenalnya. 


Lalu apa yang dimaksud dengan informasi pribadi? Segala hal yang dapat mengidentifikasi 


kita itulah informasi pribadi, contohnya nama lengkap, alamat rumah, nomor kartu

identitas, nama ibu kandung, riwayat kesehatan, nomor telepon dan sebagainya ,

Selain untuk saling bertukar informasi, media digital juga menawarkan hiburan secara 


daring. Salah satu hiburan yang digemari hampir sebagian besar pemakai  gawai yaitu  


bermain game, baik perorangan maupun tim. Game memiliki konten yang mirip dengan 


produk media hiburan pada umumnya. Konten dalam game bisa memiliki konsekuensi efek 


yang positif maupun negatif, efek yang sesuai dengan norma dan regulasi di negara kita  


maupun yang tidak. Kekerasan, pornografi, yaitu  sedikit dari banyak muatan konten dalam 


game yang harus dapat disikapi dengan bijak oleh para pemainnya, termasuk di negara kita  



Melihat kenyataan seperti ini, maka perlu adanya kesadaran terhadap keselamatan digital 


anak-anak terutama mereka yang masih di bawah umur. Sehingga literasi digital menjadi hal 


yang penting. Hal ini juga didukung oleh riset Japelidi tahun 2017, dimana kegiatan yang 


berkaitan dengan literasi digital di negara kita  masih lebih banyak berfokus di lembaga 


pendidikan, bukan di masyarakat secara langsung. 


Untuk itulah maka bab terakhir dalam Modul Digital Safety ini menekankan pada anak-anak 


saat beraktivitas memakai  media digital. Sebab sebagai pribadi pemakai  media digital, 


anak-anak perlu membekali dirinya agar dapat terhindar dari berbagai ancaman 


keselamatan yang mengintai saat beraktivitas memakai  media digital. Beberapa 


pertanyaan berikut akan memandu kita dalam memakai  modul ini. Pertama, Apa saja 


aspek keselamatan anak di media digital? Kedua, Bagaimana cara mencegah dan mengatasi 


ancaman keselamatan pada anak saat memakai  media digital berikut contoh kasus? 


Ketiga, Rekomendasi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan pemahaman terhadap 


ancaman keselamatan anak bermedia digital? Keempat, Proteksi keamanan seperti apa 


yang ditawarkan kepada anak-anak terutama yang berkebutuhan khusus (penyandang 


disabilitas), perempuan dan mereka yang berada di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan 


Terluar)?

Modul ini juga dilengkapi dengan evaluasi dan lembar evaluasi pada bagian akhir, untuk 


menguji pemahaman kita berkaitan dengan keamanan dan keselamatan anak-anak dalam 


dunia digital. Sehingga pada akhirnya, kita bisa membantu anak-anak agar memiliki 


kemampuan untuk melindungi diri saat memakai  media digital.


ASPEK-ASPEK KESELAMATAN ANAK DI MEDIA DIGITAL


Ketertarikan anak-anak terhadap media digital memang sudah tidak diragukan. Berbagai 


kemudahan dan kesenangan yang ditawarkan menjadi salah satu daya tarik. Apalagi saat ini, 


saat pandemi COVID-19 sedang melanda dunia, termasuk negara kita , di mana banyak 


aktifitas tatap muka yang dibatasi, maka ketergantungan akan gawai menjadi sangat besar.


berdasar  survei yang penulis lakukan terhadap beberapa anak, terlihat bahwa hampir 


sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan bermain gawai. Saat menunggu atau 


setelah menyelesaikan tugas sekolah, yaitu  waktu di mana kebanyakan mereka 


menghabiskan waktu dengan bermain gawai. Aktivitas dengan gawai yang biasa dilakukan 


yaitu  bermain game, berselancar di dunia maya melalui akun media sosial yang dimiliki 


hingga memakai  berbagai aplikasi yang ditawarkan seperti TikTok. Semua itu mereka 


lakukan untuk mengisi waktu luang yang banyak kosong karena harus beraktivitas dari 


rumah dan juga untuk menunjukkan eksistensi mereka.


Sebenarnya tidak ada larangan pemakai an gawai oleh anak-anak, meskipun patut 


diperhatikan bahwa orangtua sebaiknya mendampingi mereka. Sebab, anak-anak belum 


sepenuhnya paham akan ancaman yang mengintai keselamatannya. Ancaman ini  bisa 


muncul tiba-tiba tanpa mereka sadari. Berikut ini beberapa aspek keselamatan anak yang 


disebabkan oleh pemakai an media digital.


Pertama, perundungan (bullying) yang terjadi secara daring sering memanfaatkan berbagai 


fasilitas pesan singkat, email hingga media sosial. Perundungan dapat diartikan sebagai 


perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik maupun sosial yang diterima 


seseorang atau sekelompok orang. Korban perundungan tidak terbatas, bisa anak-anak 


maupun dewasa, berasal dari berbagai latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi bahkan

hingga mereka yang berkebutuhan khusus atau difabel. Pelaku perundungan juga bisa 


beragam, seusia atau lebih tua, dikenal atau bahkan tidak dikenal sama sekali.


Kasus perundungan di media digital terjadi karena unggahan konten yang sifatnya pribadi. 


Konten ini  kemudian viral lalu dibagikan berkali-kali oleh banyak orang ke berbagai 


media sosial. Bermacam komentar bermunculan, mulai dari isi konten sampai ke keluarga, 


teman, sekolah, tempat kerja dan sebagainya. Korban perundungan biasanya menjadi 


depresi, mengurung diri, kehilangan kepercayaan diri hingga keinginan untuk mengakhiri 


hidup. Seperti kasus perundungan yang menimpa Zara Adhisty, salah satu artis negara kita , 


yang mengunggah video dengan kekasihnya di Instagram menjadi sorotan publik. Dalam 


kasus ini Zara kemudian memilih untuk menghilang ,Infografis berikut 


bisa membantu kita untuk mengetahui bentuk perundungan yang biasa terjadi melalui 


media digital  Kedua, perdagangan orang. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berupa perekrutan, 


pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang 


disertai dengan ancaman dan intimidasi bertujuan untuk eksploitasi baik dalam negeri 


maupun luar negeri (Sukmawati dkk, 2019). Tindak perdagangan orang seperti ini bukan saja 


menyasar orang dewasa namun dengan maraknya media sosial, tindak ini juga menyasar 


terutama perempuan dan anak-anak. Salah satu bentuk kasus perdagangan orang yang 


berhasil diungkap yaitu  praktik perdagangan anak di Surabaya yang dilakukan melalui 


media sosial instagram (Rianda, 2018). Tindak perdagangan orang seringkali dilatarbelakangi


oleh kesulitan secara ekonomi, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan. Kehadiran 


media digital seperti saat ini sering dimanfaatkan oleh para pelaku untuk membujuk 


korbannya. Oleh karena itu, kemampuan memanfaatkan media secara cerdas yaitu  suatu 


keharusan guna mencegah tindak pidana perdagangan orang. Infografis di bawah ini dapat 


kita gunakan sebagai salah satu pedoman untuk menghindari tindak perdagangan orang.

Ketiga, pencurian data pribadi. Pencurian data pribadi melalui media digital menjadi 


sorotan banyak pihak karena rentan dipakai  untuk pelanggaran lain seperti penipuan

akun, pemalsuan dokumen, perdagangan orang hingga terorisme. Pencurian identitas 


terutama secara digital merupakan kegiatan ilegal pengambilan informasi pribadi seseorang 


melalui internet yang biasanya akan dipergunakan untuk melakukan kejahatan lain dan akan 


sangat merugikan korban , Berbagai macam masalah yang sering ditemukan 


dalam hal keamanan informasi antara lain penyadapan pasif, penyadapan aktif, penipuan 


dan lain-lain. Dalam prakteknya, pencurian data dapat berwujud dalam pembacaan suatu 


data file teks oleh pihak yang tidak berwenang, memanipulasi data file teks, kerusakan data 


akibat buruknya konektivitas fisik ataupun keamanan dari data ini , Berikut ini yaitu  gambar modus pencurian yang saat ini marak di media daring.

Keempat, pelecehan seksual dan pornografi. Pelecehan seksual yaitu  perilaku yang terkait 


dengan seks yang tak diinginkan, perilaku yang dianggap melanggar norma kesopanan dan 


kesusilaan. Pornografi bisa diartikan sebagai segala konten yang memuat eksploitasi seksual 


yang melanggar norma kesusilaan. Pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana 


saja, termasuk secara daring demikian juga dengan pornografi. Pelecehan seksual dan 


pornografi secara daring melalui media digital kerap menimpa perempuan dan anak-anak, 


dengan beragam bentuk, mulai dari tulisan, pesan suara, animasi, percakapan baik dalam 


bentuk gambar, foto maupun video. Salah satu kasus munculnya pelecehan ini bisa dimulai 


dari hal yang sederhana, misalnya berkenalan melalui media digital. Hubungan yang terjalin 


bisa berlanjut hingga tahap di mana kedua belah pihak mulai saling mengirimkan informasi, 


biasanya foto atau video yang sifatnya pribadi/intim. Suatu saat korban (biasanya 


perempuan) akan diancam foto atau video pribadi tadi akan disebarkan jika tidak menuruti 


keinginan pelaku , Agar anak dapat terhindar dari pelecehan seksual 


secara daring, maka kita perlu mengoptimalkan pengasuhan digital, pengasuhan yang 


bertujuan untuk menghindarkan anak dari ancaman dan memaksimalkan potensi digital.

Kelima, penipuan. Kemudahan mengakses informasi memakai  media digital juga 


memudahkan seseorang melakukan tindak penipuan atau terjebak dalam kasus penipuan. 


Apalagi belakangan ini aktivitas pemakai an media secara daring juga meningkat. Sepanjang 


2019, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim mencatat 1.617 kasus penipuan secara 


daring. Rinciannya, sebanyak 534 kasus terjadi di Instagram, 413 kasus di WhatsApp dan 


sisanya 304 kasus terjadi di Facebook (liputan6). Umumnya modus yang dipakai  yaitu  


dengan memberikan penawaran yang mengatasnamakan perusahaan ataupun perorangan, 


dengan iming-iming hadiah baik berupa uang maupun jasa lainnya. Jika tidak waspada maka 


kita akan terjebak dan mengambil penawaran ini . Seperti kasus yang menimpa hampir 


400 orang yang tergiur lelang sepatu merek tertentu di Instagram. Pelaku setelah 


melakukan lelang, selanjutnya meminta pemenang lelang untuk mengirim uang, tetapi 


sepatu tadi tidak dikirimkan kepada pemenang ,Gambar berikut ini dapat 


membantu kita untuk berhati-hati terutama bertransaksi secara daring.

Keenam, kekerasan. Kekerasan dapat diartikan sebagai tindakan spontan emosional dari 


sebagian individu dan kelompok yang marah karena terpengaruh isu yang berlanjut 


menjelma menjadi tindak kekerasan ,  Konten kekerasan mudah dijumpai di 


dunia digital. Data yang ditunjukkan pakar media Sonia Livingston menyimpulkan bahwa 1 


dari 3 anak melihat muatan kekerasan dan kebencian secara daring. Hal ini menunjukkan 


bahwa potensi anak untuk terpengaruh konten media sangat besar. Salah satu pemicu  


kekerasan melalui media digital yaitu  melalui game. Kemudahan seseorang untuk 


mengakses berbagai bentuk game secara daring, sangat didukung oleh teknologi saat ini.

Berbagai konten game yang ditawarkan, tidak hanya bersifat positif tetapi banyak juga yang 


bersifat negatif. Konten game yang bersifat negatif tentu memiliki dampak negatif juga 


seperti pornografi, perilaku menyimpang, kekerasan dan perjudian. Adanya Peraturan 


Menteri Komunikasi dan Informatika No. 11 Tahun 2016 mengenai Klasifikasi Permainan 


Interaktif Elektronik dianggap belum cukup mampu dalam mengatasi dampak negatif game


terhadap para pemainnya. Sebagai contoh, seorang gadis berusia 15 tahun tega membunuh 


seorang anak berusia lima tahun, dengan alasan karena terpengaruh film dan game


Ketujuh, kecanduan. Gawai saat ini menjadi salah satu alat yang wajib dibawa kemana￾mana. Banyak hal yang dapat diselesaikan melalui gawai, karena dengan sekali klik kita bisa 


mendapatkan apa yang diinginkan. Kemudahan inilah yang membuat kita tidak bisa 


dipisahkan dari gawai, karena ada orang yang bisa lupa bawa uang tetapi tidak melupakan 


gawainya. Ketergantungan akan gawai dengan segala kemudahan yang ditawarkan pada 


akhirnya menimbulkan kecanduan. Ada yang kecanduan belanja, kecanduan main game, 


kecanduan memakai  aplikasi TikTok, kecanduan berselancar di media sosial dan 


sebagainya. Sindrom kecanduan gawai ini dinamakan nomofobia yang berasal dari istilah 


“no-mobile-phone-phobia”. Seperti yang dialami oleh seorang pemuda yang nekat mencuri 


karena tidak memiliki uang untuk bermain game secara daring (pontianak.kompas.com). 


untuk lebih jelasnya, kita bisa lihat infografis berikut yang menginformasikan mengenai 


beberapa tipe anak-anak yang kecanduan pada gawai.

Beberapa aspek-aspek keselamatan anak terutama di dunia digital harus menjadi perhatian 


kita bersama baik sebagai orang tua, guru maupun pendamping anak dan pegiat literasi 


digital yang tertarik pada isu anak. Terutama karena anak-anak biasanya hanya tahu 


memakai  tanpa tahu dampak lanjutan dari pemakai annya.


MENCEGAH DAN MENGATASI ANCAMAN KESELAMATAN ANAK MELALUI MEDIA DIGITAL


Anak-anak di bawah umur yaitu  anak-anak yang masih berada dalam pengawasan orang 


tua. Secara umum, definisi anak-anak dilekatkan pada anak-anak yang berusia 0 hingga 18 


tahun. Pada rentang usia ini, , seorang anak 


sedang berada pada masa pertumbuhannya, baik secara fisik, kognitif, maupun moral. 


Artinya, seorang anak dinilai belum memiliki kemampuan untuk membentengi diri dari 


berbagai efek buruk, termasuk dalam mengkonsumsi pesan yang disiarkan melalui berbagai 


media. Kondisi ini  juga membuat anak menjadi khalayak yang paling berisiko terpapar 


dampak negatif pemakai an media termasuk media digital karena mereka belum 


sepenuhnya mempunyai keterampilan berpikir kritis.


Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya di bagian awal bab ini, pengalaman anak￾anak berhadapan dengan layar gawai, komputer, laptop dan berbagai perangkat yang 


terhubung dengan jaringan internet terutama di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang 


ini sangatlah tinggi. Untuk itu, kita perlu mengalihkan perhatian mereka dari perangkat￾perangkat tadi atau istilahnya kita melakukan diet gawai untuk anak-anak. Lalu, apa yang 


perlu kita lakukan?


usaha  yang paling awal yang bisa dilakukan yaitu  menanamkan tiga nilai penting dalam 


memakai  media digital, yakni pertama, mengembangkan kreativitas di era digital 


melalui berbagai pengalaman memakai  media digital. Pengalaman itu meliputi 


keterampilan mengolah kata, suara, angka, gambar, dan sebagainya. Pengalaman juga 


didapat melalui pengenalan berbagai bentuk media digital seperti website, media sosial, 


piranti lunak, dan aplikasi layanan. Kemampuan dan kreativitas untuk menjelajahi berbagai 


sudut dan potensi media digital sangat penting dalam menunjang kehidupan generasi di 


masa depan. Kedua, kolaborasi, yakni nilai yang dibawa oleh media digital karena

cakupannya yang nyaris tak berbatas, dari sisi isi maupun pemakai annya. Media digital 


memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan banyak orang dengan 


mudah. Agar tak tersesat, anak-anak perlu belajar berinteraksi dan bekerjasama dengan 


orang dari beragam latar belakang budaya dan keterampilan. Oleh karena itu keterampilan 


berkomunikasi, bernegosiasi, menghargai pendapat orang lain, hingga membagi tugas harus 


dikuasai oleh anak. Orang tua perlu merancang kegiatan di luar sekolah yang tidak berfokus 


pada kompetisi tapi kolaborasi untuk mengembangkan kemampuan ini. Ketiga, kritis dalam 


berpikir penting diajarkan pada anak-anak. Mereka menghadapi media digital yang memuat 


berbagai konten dan pesan dari seluruh penjuru dunia dengan nilai-nilai yang berbeda. 


Maka setiap keluarga perlu menanamkan nilai-nilai kehidupan yang diafirmasi setiap 


keluarga pada anak-anaknya. Jika hal itu berhasil dilakukan orang tua maka anak-anak akan 


mengembangkan pola pikir dan sikap kritis dalam bermedia dan mampu memanfaatkan 


fasilitas media yang serba canggih untuk kegiatan-kegiatan positif (Herlina dkk, 2018)

Selain ketiga hal di atas, kita juga harus memiliki kompetensi yang memadai dalam 


mengarahkan anak-anak sehingga dapat mencegah mereka menjadi pelaku atau korban dari 


pemakai an media digital. Kompetensi sendiri diartikan sebagai kemampuan seseorang 


dalam melakukan sesuatu. Kompetensi dapat dipelajari dan dikuasai oleh individu. 


Kompetensi juga merupakan keterampilan yang bertahap dan penguasaan kompetensi yang

lebih mendasar diperlukan untuk menguasai kompetensi selanjutnya. Merujuk pada hal di 


atas, maka ada beberapa kompetensi yang perlu diketahui dan diajarkan kepada anak dalam 


usaha  mencegah dan mengatasi ketika terjadi situasi yang mengancam keselamatan, yakni:


Mengakses media digital


Kemampuan mengakses media digital perlu ditanamkan sejak awal, sebagai pedoman bagi 


anak-anak saat mereka memakai  media digital ini . Kemampuan mengakses ini 


tidak terbatas pada keterampilan teknis saat mereka berinteraksi dengan media digital, 


melainkan juga cara mereka memperoleh dan menyebarkan informasi. Kita memiliki 


kewajiban untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak, informasi seperti apa yang 


layak untuk dicari dan layak untuk disebarluaskan. Jika memungkinkan, ada pembatasan 


dalam pemakai an media digital pada anak. Hal lain yang juga dapat kita lakukan yaitu  


dengan menutup beberapa konten atau laman yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak


Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses 


media digital yaitu :


Pertama, kemampuan memilih media sosial – mendampingi anak-anak saat mereka baru 


memulai mencoba memakai  media sosial yaitu  keputusan yang bijak. Pilihlah media 


sosial yang cocok dengan usia dan kebutuhannya. Jika anak-anak sudah memiliki media 


sosial, kita perlu mendampingi mereka untuk memastikan bahwa media sosial yang telah 


dipilih memang benar-benar sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Mintalah anak-anak 


untuk sedapat mungkin mematuhi kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing media 


sosial sebagai syarat bagi para pemakai nya demikian pula dengan berbagai perubahan 


dalam layanan yang diberikan. Gambar berikut ini bisa kita gunakan untuk memberikan 


pemahaman kepada anak-anak berkaitan dengan sifat  dari media sosial.

Kedua, kemampuan menyaring informasi – beragam informasi dapat dengan mudah 


diperoleh sekaligus dibagikan secara daring. Tugas kita di sini yaitu  mengajarkan kepada 


anak-anak cara untuk mendeteksi dan menyaring informasi yang layak diterima. Lalu, 


seperti apa informasi yang layak diterima itu? Informasi yang layak diterima yaitu  


informasi yang berasal dari sumber yang kredibel, sumber yang dapat dipercaya. Selain itu 


kita juga perlu menanamkan nilai-nilai kekerasan dan pornografi sehingga mereka dapat 


menolak konten sejenis itu yang tiba-tiba muncul saat mengakses media digital. Berikut 


beberapa tips yang dapat kita gunakan untuk mencegah anak-anak terpapar konten negatif 


terutama pornografi.

Ketiga, kemampuan mengatur waktu. Kemampuan mengakses media digital perlu kita 


imbangi dengan kemampuan mengatur waktu pemakai an. Oleh karena itu kita perlu 


memastikan bahwa waktu pemakai an media digital tidak mengganggu aktivitas penting 


sehari-hari anak-anak seperti belajar, beristirahat, beribadah, berinteraksi langsung dengan 


keluarga dan lainnya. Pastikan anak-anak bisa membagi waktu ini  dengan baik, salah

satu yang dapat dilakukan yaitu  membuat kesepakatan berapa lama waktu yang dapat 


dipakai  dan kapan mereka bisa mengakses media digital.


Mendistribusi informasi melalui media digital


Kemampuan mendistribusi berbagai informasi juga perlu dilakukan, karena biasanya 


kesalahan dalam mendistribusi inilah yang menjadi salah satu sumber ancaman 


keselamatan anak-anak di dunia digital. Anak-anak perlu kita ajarkan untuk tidak dengan 


gegabah mendistribusikan informasi terutama informasi pribadi melalui media digital baik 


berupa tulisan, gambar maupun video. Disamping itu, kita juga perlu memberikan 


pemahaman mengenai cara-cara menyampaikan pesan dengan baik. Karena seringkali 


maksud baik ditanggapi keliru karena cara penyampaiannya yang kurang tepat.


Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam 


mendistribusikan informasi melalui media digital yaitu :


Pertama, kemampuan membagi informasi. Pemahaman bahwa tidak setiap informasi yang 


kita peroleh, harus dibagikan kepada orang lain perlu diberikan sejak awal kepada anak -


anak. Biasakan anak-anak untuk membaca dan memahami terlebih dahulu seluruh 


informasi yang diperoleh. Mintalah anak-anak untuk terlebih dahulu mempertimbangkan 


apakah informasi ini  dapat dibagikan kepada orang lain, atau berhenti sampai diri 


sendiri. Pertimbangkan juga apakah informasi yang akan kita bagikan itu yaitu  informasi 


yang valid, yang dapat dipercaya sumbernya. Salah satu yang bisa kita jadikan sebagai 


pertimbangan yaitu  manfaat dari informasi tadi, jika bermanfaat maka bisa dibagikan, 


tetapi kalau tidak, sebaiknya tidak perlu dibagikan.


Kedua, kemampuan mengemas informasi. Berbagai informasi yang kita peroleh melalui 


media digital tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena ada beberapa informasi yang 


sifatnya hoaks. Anak-anak juga perlu dibekali dengan kemampuan mengolah informasi yang 


ingin mereka bagikan, seperti pemilihan bahasa atau kata-kata, pemilihan gambar atau foto. 


Karena kemasan pesan juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan sebelum mereka 


membagikannya. Gaya penyampaian ini bisa berupa pilihan atas informasi atau data yang 


ingin ditekankan, visualisasi penyerta informasi serta penyesuaian dengan karakter media

sosial yang dipakai . sedang  bahasa berkaitan dengan pilihan kata dan hubungan 


antarparagraf yang membentuk keseluruhan makna pesan. Dengan demikian, distribusi 


konten yang dilakukan dapat menarik perhatian warganet lainnya guna mendukung 


tercapainya tujuan yang diinginkan. Gambar berikut merupakan salah satu cara yang dapat 


membantu kita mengemas informasi yang dapat membawa dampak positif bagi mereka 


yang menerimanya.

Ketiga, Kemampuan mengenal teman dan lingkungan, ketika kita ingin mendistribusikan 


pesan kepada orang lain melalui media digital, sebaiknya juga perlu mengenal siapa saja 


teman yang akan menerimanya. Dengan mengetahui siapa penerima pesan maka akan 


meminimalisir kesalahan dalam pengemasan pesan, karena beda penerima pesan maka 


beda juga cara pesan dikemas. Selain perlu mengetahui siapa penerima pesan, perlu juga 


mengetahui di lingkungan seperti apa pesan ini  akan kita sebar. Jangan sampai,

setelah kita membagikan pesan ini , ternyata respon yang kita terima tidak seperti 


yang kita harapkan.


Partisipasi terkait media digital


Berpartisipasi dalam dunia digital berarti bersama-sama turut dalam menyampaikan 


berbagai informasi berkaitan dengan aspek keselamatan pemakai  media digital itu sendiri. 


Membagikan informasi berkaitan dengan aspek-aspek kekerasan yang bisa muncul yang 


dapat mengancam keselamatan diri sendiri maupun orang lain, proaktif mengingatkan 


teman-teman sebaya agar berhati-hati ketika memakai  media digital, aktif menolak 


perilaku perundungan, pelecehan, penipuan sebagainya merupakan beberapa hal terkait 


kemampuan berpartisipasi. Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan 


kemampuan dalam partisipasi terkait media digital yaitu :


Pertama, kemampuan menyampaikan informasi yang baik dan etis. Kemudahan berbagi 


informasi juga perlu didukung dengan kemampuan memberi masukan secara konstruktif 


atas pendapat orang lainnya dalam platform tertentu. Kemampuan dalam menyampaikan 


informasi seperti berkomentar menanggapi informasi orang lain, perlu kita lakukan dengan 


baik dan etis. Salah satunya dengan cara menyertakan tautan berita yang benar untuk 


memperkuat bukti berita yang kita bagikan. Sebab, walaupun kita tidak berhadapan secara 


langsung dengan lawan bicara, namun ada etika yang perlu dipatuhi oleh pemakai  media 


digital.


Kedua, kemampuan memakai  media digital secara produktif. Selain saling berbagi 


informasi, anak-anak bisa kita dorong untuk memakai  media digital untuk hal-hal yang 


sifatnya produktif, seperti belajar bahasa, melukis atau menggambar, belajar berbagai 


kerajinan tangan, memasak, merakit robot hingga keterampilan mengolah data. Jika sejak 


dini anak-anak sudah kita ajak untuk memanfaatkan media digital secara efektif, maka kelak 


mereka akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang bisa dimanfaatkan untuk masa 


depan.


Ketiga, kemampuan melaporkan pelanggaran dalam pemakai an media digital. Kita perlu 


mengajarkan anak-anak untuk berani melaporkan berbagai pelanggaran yang mereka

jumpai atau bahkan alami selama memakai  media digital. Pemerintah dalam hal ini 


Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah menyediakan sistem aduan terkait konten￾konten negatif ini . Ada 12 kategori konten negatif yang bisa dilaporkan, yakni 


pornografi/pornografi anak, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan/kekerasan anak, 


fitnah/pencemaran nama baik, pelanggaran kekayaan intelektual, produk dengan aturan 


khusus, provokasi SARA, berita bohong, terorisme/radikalisme, dan informasi/dokumen 


elektronik melanggar UU (kominfo.go.id)

Keempat, kemampuan berkata ‘tidak’ terhadap ajakan negatif. Walaupun kelompok anak￾anak merupakan kelompok yang belum sepenuhnya mampu berpikir kritis, namun kita perlu 


memberikan pemahaman mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan 


dengan memakai  media digital. Kita perlu mengajarkan kepada anak-anak agar mampu 


berkata ‘tidak’ terhadap berbagai ajakan yang bersifat negatif yang nantinya akan 


menimbulkan ancaman kekerasan terhadap diri mereka.

Kolaborasi melalui media digital


Kemampuan kolaborasi merupakan kemampuan yang unik, karena dimulai dari diri sendiri. 


Berkolaborasi melalui media digital artinya bekerja sama dengan banyak pihak untuk 


menghasilkan konten yang sifatnya positif. Sehingga kemampuan kolaborasi tidak saja 


berguna bagi individu tetapi juga berguna secara kolektif. Anak-anak bisa memulainya 


dengan selalu saling mengingatkan diantara mereka agar bisa terhindar dari terpaan 


konten-konten negatif. Bisa juga dengan bergabung dalam suatu forum atau komunitas di 


mana di dalamnya mereka bisa merancang konten-konten kreatif sendiri untuk mereka 


bagikan kepada anak-anak seusia. Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk 


meningkatkan kemampuan dalam melakukan kolaborasi melalui media digital yaitu :


Pertama, kemampuan untuk bergabung dalam forum atau komunitas. yaitu  tugas kita 


sebagai orangtua, guru, pendamping anak atau pegiat untuk mengajak anak-anak agar mau 


bergabung dalam salah satu komunitas yang sesuai dengan keinginan mereka. Melalui 


komunitas yang dipilih itu, diharapkan anak-anak bisa mengasah keterampilan dan 


kemampuan mereka. Misalnya, jika mereka ingin agar hak anak itu diperhatikan maka salah 


satu wadah yang menyediakannya yaitu  Forum Anak Nasional (FAN). FAN yaitu  sebuah 


organisasi anak yang dibina oleh Pemerintah Republik negara kita , melalui Kementerian 


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Anak-anak yang tergabung dalam forum 


ini bisa bebas berekspresi, berkomunikasi dan berinteraksi dalam rangka pemenuhan hak 


partisipasi anak

Kedua, kemampuan menciptakan pertemanan. Media digital memudahkan kita untuk 


kembali menjalin hubungan dengan teman-teman lama atau saudara yang sudah lama tidak 


berjumpa. Media digital juga bisa menjadi tempat untuk mendapatkan teman baru, teman 


yang bisa saja memiliki pandangan yang sama dengan kita mengenai suatu topik. Anak-anak 


bisa mencoba untuk persoalan yang berada di sekitar mereka dan memberi solusi nyata 


dengan berkolaborasi bersama teman-temannya, misalnya menggalang dana untuk anak￾anak yang kurang mampu. Tentu saja, kolaborasi ini perlu didampingi oleh orangtua atau 


pendamping anak.

Selanjutnya, mari kita cermati contoh kasus berikut ini.


Kasat Reskrim Polres Bogor, Ajun Komisaris Benny Cahyadi mengatakan bahwa 


duel ala gladiator itu bermula karena saling ejek di media sosial Facebook (FB)


kemudian berlanjut hingga janjian untuk berkelahi pada Kamis 14 Maret 2019 


malam. "Iya di FB, keduanya AH dan MR saling ejek sehingga berkelahi 


didampingi masing-masing kelompok," katanya di Mapolres Bogor, Senin 


(18/3/2019). "Ini bukan tawuran tapi lebih ke individu dan mereka tidak saling 


mengenal," tambahnya. Atas perbuatannya, MR akan dikenakan Pasal 80 ayat 3 


UU No 35/2014 perubahan atas UU No 23/2002, tentang Perlindungan Anak dan 


atau Pasal 184 ayat 4 KUHP dengan ancaman pidana penjara 15 tahun (sumber: 


kompas.com)


Berita di atas merupakan kutipan berita yang dimuat di kompas.com tanggal 18 Maret 2019. 


Penulis sengaja memberikan penekanan dengan menebalkan beberapa kalimat untuk 


menunjukkan salah satu dari 4 kemampuan yang sudah dikemukakan sebelumnya. 


Kemampuan yang dimaksud yaitu  kemampuan mendistribuskan pesan. Dari berita 


ini  kita bisa belajar bahwa pertama, tidak semua orang suka dengan pesan yang kita

bagikan apalagi jika pesan ini  berupa ejekan; kedua, tidak semua orang di media sosial 


itu kita kenal dengan baik bahkan ada yang tidak kita kenal sama sekali; ketiga, ketika kita 


emosional menanggapi suatu pesan, hal buruk akan terjadi; dan keempat, konsekuensi 


hukum atas tindakan gegabah sudah menunggu. Sehingga sekali lagi, berhati-hatilah dalam 


memakai  media digital. Kuasailah minimal 4 kemampuan ini  (akses, distribusi, 


partisipasi dan kolaborasi) agar kita aman bermedia digital.


SARAN DAN REKOMENDASI LITERASI KEAMANAN DIGITAL


Tidak dipungkiri bahwa kehadiran media digital membawa perubahan baik positif maupun 


negatif dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemampuan para pemakai , termasuk anak-anak, 


dalam mengoperasikan dan kepatuhan mereka akan aturan bermedia digital menjadi salah 


tuntutan yang tidak tertulis. Kita memahami bahwa anak-anak lebih cepat mengetahui 


perkembangan teknologi namun itu bukan berarti mereka juga memahami cara 


memakai  teknologi ini  dengan baik. Untuk itulah pendampingan tetap kita 


berikan kepada anak-anak agar mereka bisa terhindar dari berbagai aspek ancaman 


keselamatan dalam pemakai an media digital. Selain itu, peningkatan kompetensi literasi 


digital pada anak-anak juga harus terus dilakukan, terutama berkaitan dengan kompetensi 


mengakses, kompetensi mendistribusi, kompetensi partisipasi dan kompetensi kolaborasi.


Anak-anak sebagai pemakai  media digital perlu kita beri pemahaman mengenai berbagai 


ancaman keselamatan yang mengintai saat mereka memakai  media digital. Berikut 


rekomendasi yang bisa diberikan terkait keamanan digital, khususnya bagi anak-anak.

Untuk difabel, kita perlu memperjuangkan kesetaraan dalam pemakai an media digital. 


Ancaman keselamatan yang paling sering diterima oleh difabel yaitu  perundungan, 


sebagaimana tampak pada gambar berikut

Perundungan yang diterima oleh difabel di dunia nyata maupun media digital sama 


buruknya. Oleh karena itu, berilah motivasi kepada difabel bahwa mereka setara dengan 


semua orang dalam segala bidang. Kita juga bisa melatih difabel untuk tidak takut bersuara, 


menceritakan atau melaporkan perlakuan yang kurang menyenangkan yang mereka terima 


terutama melalui media digital.


Untuk perempuan, kita perlu menyadari bahwa perempuan baik dewasa maupun anak￾anak, merupakan kelompok yang paling rentan mendapatkan kekerasan melalui media 


digital. Perempuan biasanya lebih mengedepankan emosi atau perasaan, apalagi jika sudah 


berhubungan dengan romantisme atau asmara, 

Oleh karena itu kita perlu memberikan pemahaman bahwa apa yang tampak di media 


digital tidak selamanya sesuai kenyataan. Kewaspadaan perempuan perlu ditingkatkan saat 


menerima informasi. Biasakan untuk selalu melakukan pengecekan ketika menerima pesan 


terutama yang menawarkan sesuatu, terutama terhadap pesan-pesan yang mencurigakan.


Untuk masyarakat di kawasan 3T, kita perlu memberikan sosialisasi mengenai berbagai 


macam dampak positif dan negatif berkaitan dengan pemakai an media digital. Perlu juga 


diberikan penekanan pada berbagai aspek ancaman keselamatan bagi pemakai nya. Selain 


itu, kita juga bisa mengadakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan 


terutama kemampuan untuk mengakses, mendistribusi, berpartisipasi dan berkolaborasi 


melalui media digital.


berdasar  rekomendasi yang sudah diberikan, maka bab mengenai keamanan anak di 


platform digital ini masih dapat dikembangkan lagi, terutama berkaitan dengan keselamatan 


pemakai  media digital bagi difabel, perempuan dan masyarakat di Kawasan 3T. Selain 


pengelompokan khalayak, modul ini juga bisa dikembangkan untuk menyasar keselamatan 


anak-anak yang didasarkan pada pengelompokan usia (anak, remaja, dewasa). Karena 


disadari atau tidak, kehadiran teknologi digital juga menyentuh mereka sehingga perlu ada 


variasi literasi digital terkait perlindungan keamanan digital yang khusus ditujukan kepada 


kelompok-kelompok ini

EVALUASI KOMPETENSI MENGENALI DAN MENINGKATKAN KEAMANAN DIGITAL


Setelah menyelesaikan modul ini, kita diharapkan memiliki kemampuan untuk mengetahui, 


mengenali dan menerapkan keamanan digital terutama bagi anak-anak. Dengan kata lain, 


ada tiga aspek yang hendak disasar dalam evaluasi ini yakni berkaitan dengan aspek kognitif, 


afektif dan konatif. Untuk lebih jelaskan dapat dilihat pada table ,CONTOH INSTRUMEN EVALUASI


Untuk menguji pemahaman berkaitan dengan keamanan anak di platform digital, maka 


salah satu contoh instrumen evaluasi (kegiatan) yang dilakukan yaitu  berkaitan dengan 


mencegah dan mengatasi ancaman keselamatan anak di bawah umur dalam pemakai an 


media digital, dilihat dari aspek konatif. Dalam bab ini, telah diuraikan mengenai beberapa 


aspek keselamatan digital yang dihadapi ketika kita memakai  media digital. Peserta 


diminta menceritakan pengalamannya berkaitan aspek-aspek keselamatan ini . 


Selanjutnya peserta memberikan caranya mencegah dan mengatasi kondisi yang dialaminya 


ini .


Ingat, bahwa cara kita memperlakukan orang lain di dunia digital merupakan gambaran cara 


yang sama kita memperlakukan orang lain di dunia nyata.

INTERNET DAN KEAMANAN DIGITAL


Internet dan media digital lahir dari harapan bahwa dunia maya ini akan membuka dimensi 


baru yang menghapus sekat ruang dan waktu di dunia nyata. Tujuannya mulia, memberikan 


kebebasan bagi manusia untuk berkreasi dengan sumber daya yang terjangkau dan 


meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memberikan akses yang luas dan merata bagi 


setiap pemakai nya untuk mencari informasi, memperoleh pengetahuan, dan berkontribusi 


dengan menghasilkan karya-karya yang dapat dinikmati oleh pemakai  digital yang lain.


Namun, suatu penciptaan selalu memiliki dua sisi, peluang dan ancaman. Dalam peluang 


yang besar untuk berkreasi, lahir pula ancaman dari kebebasan berkreasi dan berekspresi 


ini. Ancaman-ancaman yang dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab ini bertujuan 


memanfaatkan kelengahan pemakai  digital yang tidak sadar akan besarnya harga atas 


informasi yang dimilikinya. Maka dari itu, kesadaran untuk mengamankan diri, keluarga, dan 


sesama pemakai  digital yaitu  salah satu kompetensi literasi digital yang penting untuk 


dimiliki.


Menghadirkan keamanan digital yaitu  proses yang mencangkup berbagai dimensi. Mulai 


dari menyiapkan perangkat yang aman untuk melindungi dan menjalankan kegiatan 


bermedia digital, menjaga data-data pribadi, menghindari usaha  penipuan, menjaga 


perilaku saat bermedia digital hingga membangun ketahanan diri sejak usia dini. Pada bab￾bab sebelumnya kita sudah membahas berbagai usaha  untuk menghadirkan lingkungan 


digital yang aman dan nyaman. Prosesnya memang tidak mudah, diperlukan usaha  yang 


serius untuk bisa mewujudkan lingkungan digital yang aman. Namun, ketika semua sudah 


tertata dengan baik maka pengamanan digital ini pada dasarnya ada untuk membantu kita 


untuk menjadi lebih produktif.

Dengan lingkungan yang aman untuk beraktivitas di dunia digital, kita tidak perlu lagi 


khawatir akan adanya ancaman yang datang dan mengganggu produktivitas kita. Aktivitas 


mencari informasi, berinteraksi di dunia maya, berkreasi dan berkolaborasi dengan para 


pemakai  digital lainnya akan membantu kita untuk mengaktualisasi diri dan meninggalkan 


jejak-jejak digital positif yang juga bisa dinikmati pemakai  digital yang lain.


Pada akhirnya, mengulas dan mendiskusikan teknologi digital merupakan sebuah proses 


belajar tanpa ujung. Teknologi digital, baik dalam konteks piranti digital maupun 


perkembangan medium di dalam dunia dig


teknologi komunikasi 3



 kan pada platform ini . Selain melakukan verifikasi pada platform, perlu 


juga melakukan verifikasi pada akun pemakai  platform yang akan melakukan transaksi 


dengan kita, baik sebagai penjual maupun pembeli. Jangan lupa, kita harus selalu 


memastikan transaksi daring yang dimediasi ini  memakai  platform keuangan

yang mereka sediakan bukan rekening pribadi untuk menghindari penyalahgunaan data 


pribadi kita. Selain itu, kita juga harus memastikan keamanan perangkat lunak maupun 


keras yang kita gunakan untuk bertransaksi daring.


Pentingnya perlindungan data pribadi ini juga ditekankan baik oleh instansi pemerintah, 


korporasi maupun komunitas sebagai bentuk tanggung jawab mereka. Salah satu contoh 


kampanye perlindungan data pribadi ini dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat  Dalam poster digital ini , pesan utama yang disampaikan yaitu  ragam tips melindungi 


data pribadi di internet dari pemakai an sandi yang sulit dan berbeda untuk akun yang 


berbeda, mengatur privasi, menjaga data pribadi, memastikan tautan, memastikan situs 


yang dikunjungi, memastikan keamanan jaringan internet, memastikan akses saat 


bergabung pada aplikasi tertentu, sekaligus juga menghargai privasi pemakai  platform


digital lainnya. Di sini terlihat bahwa perlindungan data pribadi tak hanya tentang data diri  tapi juga data orang lain sebagai tanggung jawab pemakai  platform sebagai warga digital 


yang baik dan bertanggung jawab.


Kampanye perlindungan data pribadi juga dilakukan oleh industri yang mengelola platform


digital misalnya saja Traveloka yang berkolaborasi dengan Tirto.id untuk mengajak 


pemakai nya untuk menjaga data pribadi secara bersama

pesan yang ingin disampaikan yaitu  soal pentingnya data 


pribadi untuk kita simpan sendiri dan tidak dibagikan, setiap akun yaitu  privat sehingga poin dari Traveloka tidak bisa diperjualbelikan dan ajakan untuk siaga sehingga kalau ada 


aktivitas mencurigakan segera melaporkan pada platform.


Pentingnya untuk tidak menyebarkan data pribadi orang lain juga ditekankan oleh Japelidi 


dalam kampanyenya melawan hoaks COVID-19 ,Dalam poster digital di atas, penegasan tentang perlindungan data pribadi, dalam hal ini 


khususnya pasien COVID-19, dilindungi oleh berbagai produk hukum yang berlaku di 


negara kita . Poster ini menekankan pentingnya melindungi data diri orang lain yang dijamin 


oleh hukum.


Pentingnya aspek hukum ini juga ditegaskan oleh beberapa poster digital ,

Kedua poster digital di atas menunjukkan pentingnya memahami aspek hukum dalam 


perlindungan data pribadi supaya  kita bisa menjadi warga negara sekaligus warga digital 


yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan digital bersama.


MEMAHAMI DAN MELINDUNGI PERSONAL IDENTIFICATION NUMBER (PIN)


Seringkali untuk memudahkan kita memakai  beragam platform digital, kita 


memakai  angka sandi atau Personal Identification Number (PIN) yang sama. Namun, 


apakah sandi yang sama untuk beragam akun yang berbeda itu aman? Sebelum pertanyaan ini  dijawab, mari kita pahami dulu konsep PIN dalam perlindungan data pribadi 


sebagai salah satu kemampuan keamanan digital.


PIN yaitu  angka sandi yang hanya diketahui oleh pemakai  platform digital dan sistem 


autentikasi platform digital ini  . Biasanya PIN yang terdiri 


dari 4 hingga 6 digit angka dipakai  sebagai cara sistem melakukan identifikasi terhadap 


pemakai  agar akses ke sistem ini  terbuka dan pemakai  bisa memanfaatkan aneka 


fitur dan layanan dalam platform digital. Selain terkait dengan akses, PIN juga dipakai  


untuk membedakan pemakai  satunya dengan pemakai  lainnya.


Biasanya PIN memakai  kode yang numerik dan biasanya dipakai  dalam berbagai 


macam kegiatan transaksi keuangan daring maupun transaksi lainnya yang memakai  


sistem digital , Sebagai contoh, PIN biasa dipakai  untuk 


melakukan aneka transaksi melalui internet banking hingga sistem keamanan pintu rumah. 


Bahkan, PIN juga dipakai  untuk pengaman sepeda motor yang memakai  sistem 


pengaman ganda (double smart lock) bersamaan dengan Radio-Frequency Identification


(RFID)  ,


Untuk menjaga keamanan identitas digital dan data pribadi kita, kemampuan kita 


memakai  PIN yaitu  kemampuan dasar yang selalu bisa kita asah. Dalam poster digital 


yang dikeluarkan oleh Ansonalex.com (2012, Oktober 10) sebagaimana terlihat dalam 


gambar III.6, terlihat sejarah PIN yang biasanya terdiri dari 4 hingga 6 digit sebagai proses 


autentikasi pemakai  saat masuk ke dalam suatu sistem digital.


Bagaimana caranya kita bisa memakai  PIN dengan baik dan aman? Pertama, 


hindari memilih kombinasi angka yang mudah ditebak, misalnya tanggal dan tahun lahir. 


Pilihlah kombinasi angka yang potensi keamanannya tinggi dengan selalu membuat PIN 


yang susah untuk diprediksi orang lain. Kedua, sebaiknya kita tidak menuliskan PIN di kartu 


identitas kita ataupun secarik kertas yang ditaruh di dompet. Dengan begitu, jika dompet 


kita tertinggal atau hilang, tidak ada potensi kerugian yang bisa ditimbulkan. Ketiga, 


gunakan PIN yang berbeda untuk kepentingan yang berbeda supaya  tingkat keamanannya

lebih tinggi. Keempat, jika kita memasukkan PIN di berbagai mesin, misalnya ATM, di tempat 


terbuka, selalu tutupkan tangan kita supaya  tidak ada orang yang melihatnya.

contoh kampanye untuk mengajak pemakai  platform digital 


untuk selalu memastikan keamanan PIN sebagai salah satu langkah yang penting menjaga 


keamanan identitas digital dan data pribadi.


KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MELINDUNGI TWO-FACTOR AUTHENTICATION (2FA)


Dalam memakai  surat elektronik (surel) seringkali kita merasa enggan saat login, kita


masih diminta untuk melakukan konfirmasi lagi untuk memastikan bahwa kita yaitu  


pemakai  yang terdaftar dalam sistem. Autentikasi tahap dua ini kadang dilakukan dengan 


menjawab pertanyaan tambahan, memasukkan kode yang dikirim melalui short message


service (SMS) atau kadang dengan melakukan persetujuan ke telepon pintar kita. Sering kita 


kemudian berucap, ‘Mau masuk akun surat elektronik sendiri kok repot ya?’.


Proses autentikasi seperti ini tak tanya kita temukan saat akan mengakses surat elektronik 


tapi juga saat melakukan transaksi daring maupun saat memakai  berbagai akun 


platform digital lainnya. Nah, apa sih yang disebut dengan Two-Factor authentication (2FA) 


ini ? Bagaimana kemudian kita bisa melindungi 2FA ini?


Two-factor authentication (2FA) yaitu  keamanan pemakai an sistem digital yang 


membutuhkan dua faktor identifikasi (Susianto & Yulianti, 2015). Dalam bahasa lain bisa 


dikatakan bahwa 2FA yaitu  fitur keamanan yang dipakai  untuk melakukan autentikasi 


ulang apakah pemakai  yang akan login yaitu  benar-benar pemilik akun ini  dan 


terdaftar dalam sistem ,


Proses autentikasi dua faktor ini dilakukan dengan cara identifikasi pemakai  berdasar  


dua faktor sebagai komponen informasi yang hanya diketahui oleh pemakai  dan sistem. 


Biasanya langkah pertama yaitu  pemakai  login melalui username atau email untuk masuk 


ke sistem. Langkah berikutnya, pemakai  dikonfirmasi lagi dengan beberapa faktor sebagai 


langkah tambahan untuk memastikan. ada  beberapa faktor yang biasa dipakai  oleh 


berbagai sistem digital dalam proses 2FA sebagaimana terlihat dalam bagan di bawah ini.

Kedua langkah identifikasi ini harus benar, sebab jika tidak maka pemakai  tidak akan bisa 


masuk ke sistem. Apapun pilihan yang dilakukan oleh sistem, pada dasarnya Two-factor 


Authentication ini yaitu  usaha  dari sistem platform digital untuk memastikan keamanan 


akses akun oleh pemakai  yang betul-betul berhak dan terdaftar. Dengan begitu, sangat 


kecil kemungkinan akun pemakai  akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung 


jawab. Meskipun begitu, proses Two-factor Authentication tidaklah bisa menjamin 100% 


keamanan akses akun pemakai . Untuk itu, setiap pemakai  wajib untuk selalu berhati-hati 


dalam menjaga kerahasiaan data pribadi.

Dari poster digital diatas, dijelaskan bahwa autentikasi dua tahap merupakan sistem 


pengamanan akun digital di mana pemakai  diwajibkan untuk memasukkan nama pemakai  


dan sandi yang dikombinasikan dengan tiga cara autentikasi: memakai  kata kunci

memakai  ponsel, dan memakai  sidik jari. Namun begitu, pemakai  harus berhati￾hati untuk tidak mudah memberikan nomor telepon genggam baik di dunia maya maupun 


dunia nyata, sebab nomor telepon genggam sering dipakai  sebagai tempat pengiriman 


konfirmasi terutama SMS dalam mendapatkan pelayanan berbagai platform digital.


KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MELINDUNGI ONE-TIME PASSWORDS (OTP)


Saat kita melakukan transaksi daring misalnya untuk melakukan pembelian baju di salah 


satu lokapasar, sering kita mendapatkan SMS yang berisi 6 digit angka yang harus kita 


masukkan untuk melanjutkan transaksi ini . Mungkin kita bertanya, ‘Bukankah sudah 


ada nama akun dan sandi? Mengapa juga harus repot-repot menunggu surat elektronik atau 


SMS untuk mendapatkan kode untuk melanjutkan transaksi?’


Sebagai pemakai  platform digital, kita tentu saja harus cermat, pemakai an kode unik yang 


khas dan difungsikan satu kali dalam satu transaksi inilah yang disebut dengan One-time 


Passwords (OTP). Dalam bahasa lain, OTP yaitu  sandi yang dimiliki oleh pemakai  platform


digital yang diubah secara teratur oleh sistem sehingga seorang pemakai  selalu login


dengan memakai  salah satu sandi dari daftar sandi yang dimilikinya. Kelebihan OTP 


yaitu  keamanan yang tinggi sehingga kemungkinannya kecil untuk diretas. sedang  


kelemahannya yaitu  pemakai  harus menjaga agar daftar sandi ini  selalu aman 


jangan sampai tercuri atau hilang (Yusuf, 2008).


Dalam praktiknya biasanya OTP hanya dipakai oleh pemakai  saat memperoleh layanan 


digital sehingga sistem ini lah yang biasanya mengirimkan 6-8 digit angka melalui SMS 


atau email yang dijaga hanya dipakai  sekali pakai oleh seorang pemakai . Biasanya 


sistem akan ketat sekali dalam menerima OTP yang dimasukkan oleh pemakai , salah satu 


nomor saja maka transaksi atau pelayanan akan berhenti atau gagal (Uzone.id 2020, 


November 6).


Dengan ketatnya sistem OTP ini bahkan bisa dikatakan bahwa bawa OTP yaitu  “rahasia 


antara anda dan yang diatas sana” (lihat Gambar III.8). Pesan yang ingin disampaikan oleh 


poster digital ini  yaitu  OTP merupakan salah satu perangkat keamanan yang 


merupakan kode verifikasi yang disampaikan langsung ke pemakai  melalui SMS agar bisa

dipakai  sekali pakai. Dengan begitu hanya pemakai  dan Tuhan yang tahu, tentu saja 


selain sistem yang dianggap bukan orang atau pemakai  lainnya atau bahkan pengelola 


platform digital,

Meskipun OTP dianggap sebagai sistem keamanan platform digital yang canggih, sebagai 


pemakai  yang hati-hati, kita sebaiknya tetap harus waspada dalam memakai nya 


dengan mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini:

Keenam strategi di atas pada dasarnya terdiri dari komitmen kita sebagai pemakai  media 


digital yang memegang penuh RAHASIA demi menjaga keamanan digital.




Dalam level individu, kemampuan kita sebagai pemakai  media digital dalam melindungi 


identitas digital dan data diri termasuk memahami dan mempraktikkan pemakai an PIN, 


2FA dan OTP yaitu  suatu kecakapan yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan. Jika 


dilihat dari konsep 10 kompetensi literasi digital Japelidi, kecakapan ini  seolah hanya 


terkait dengan kecakapan akses dan seolah bersifat teknis semata, padahal tidak.


Memang benar, kompetensi akses yang terkait pengaturan identitas digital dan data pribadi 


di perangkat keras dan lunak yang kita miliki juga di platform digital yang kita gunakan 


penting untuk melindungi identitas digital dan data diri. Namun kompetensi lain juga sama 


pentingnya. Sebagai pemakai  digital yang sadar akan keamanan digital, kita harus bisa 


melakukan seleksi informasi terkait identitas digital maupun data diri mana yang harus dilindungi. Kita juga harus memahami konsep perlindungan identitas digital dan data diri 


berikut ragam perangkatnya seperti PIN, T2FA, dan OTP.


Kita harus memastikan perlindungan identitas digital dan data diri sendiri, keluarga maupun 


orang lain saat kita membagikan pesan maupun memproduksinya sebelum kita sampaikan 


ke pemakai  media lainnya. Kita wajib terlibat baik secara individual dengan berpartisipasi 


dan secara kolektif dengan berkolaborasi jika menemukan pelanggaran identitas digital dan 


data diri di depan mata kita. Partisipasi dan kolaborasi yaitu  dua kompetensi penting 


untuk menyelesaikan beragam persoalan masyarakat digital termasuk perlindungan 


identitas digital dan data diri (Kurnia & Wijayanto, 2020). Seluruh kemampuan ini patut kita 


miliki agar kita menjadi pemakai  media digital yang tangguh menjaga keamanan data diri 


kita, keluarga dan orang lain di dunia maya.


Dalam level pasar, sudah sepantasnya pemangku kepentingan yang relevan baik pengusaha 


platform digital maupun pelaku pasar lainnya, bertanggung jawab untuk melindungi 


identitas digital dan data diri pemakai  yang ada dalam sistem mereka. Langkah-langkah 


menjaga keamanan harus diusaha kan seoptimal mungkin baik di dalam sistem maupun 


menjaga supaya  tidak mudah dibobol pihak yang mau menyalahgunakan identitas digital 


dan data pribadi yang disimpan dalam platform tertentu.


Dalam level negara, yaitu  kewajiban negara untuk melindungi identitas digital dan data 


pribadi warga negaranya melalui kebijakan yang adil dan mengedepankan asas hak asasi 


manusia terhadap perlindungan diri di dunia maya.


Dengan begitu, bab ini, masih sangat terbuka untuk dikembangkan agar seluruh pemangku 


kepentingan mampu bertanggung jawab untuk perlindungan identitas digital data diri. 


Pengembangan di masa depan bisa dilakukan dengan mempertimbangkan ragam khalayak 


yang akan disasar melalui pembelajaran maupun variasi program literasi digital. Ragam 


khalayak ini bisa dilihat dari pendekatan usianya, kelompok terpinggirkan (anak, perempuan 


dan kaum difabel), maupun masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). 


Pertimbangan lain juga bisa dilihat dari langkah aksinya yang bisa bersifat individual atau 


kolaboratif, pendekatan aksi yang formal melalui kurikulum sekolah atau perguruan tinggi maupun yang informal melalui aneka program, maupun ruang yang akan dipakai nya 


yakni daring atau luring 

Dengan pengayaan khalayak maupun program di masa depan, baik di level individu, pasar 


dan negara, niscaya usaha  perlindungan identitas digital dan data pribadi akan lebih 


ditingkatkan, sehingga persoalan-persoalan terkait hal ini  bisa diminimalisir sekuat 


mungkin dan keamanan digital bisa diciptakan.


Meskipun begitu, harus juga kita pahami konteks yang lebih luas, bahwa perlindungan 


identitas dan data pribadi bukan hanya tanggung jawab individu semata, baik pemakai 


maupun pengajar serta pegiat literasi digital. Keamanan digital juga tanggung jawab 


pemangku kepentingan lainnya seperti perbankan, pengelola aneka platform digital, 


maupun pemerintah.


EVALUASI KOMPETENSI PERLINDUNGAN IDENTITAS DIGITAL DAN DATA DIRI


Untuk melakukan pengukuran terhadap kecakapan pemakai  platform digital dalam 


melakukan perlindungan identitas dan data diri, kita bisa melakukan evaluasi dalam tiga 


area. Pertama, aspek kognitif atau pengetahuan mengenai perlindungan identitas digital 


dan data diri. Kedua, aspek afektif atau perasaan yang menunjukkan kesadaran pemakai  


platform digital akan pentingnya perlindungan identitas digital dan data diri sebagai 


perwujudan tanggung jawab sebagai warga negara dan warga digital yang baik. Ketiga, 


aspek konatif atau behavioural untuk melihat sejauh mana pengetahuan dan kesadaran 


melakukan perlindungan identitas digital dan data diri dalam kehidupan sehari-hari. Untuk 


memudahkan, tabel III.2 menjelaskan matriks kecakapan perlindungan identitas digital dan


data diri dalam ketiga aspek ini .

 

URGENSI MEMAHAMI PENIPUAN DIGITAL


Aktivitas pemakai an internet semakin meningkat bahkan sejak pandemi COVID-19. Mulai 


dari belajar hingga bertransaksi jual beli pun dilakukan secara daring. Data Asosiasi 


Penyelenggara Jasa Internet negara kita  (APJII) dan negara kita  Survey Center pada semester 


kedua menyebutkan bahwa penetrasi pemakai  internet di negara kita  196,71 juta jiwa atau 


sekitar 73,7% dari total populasi penduduk negara kita . pemakai  internet di negara kita  


memakai  telepon pintar atau smartphone untuk mengakses internet mencapai 95,4% 


(APJII & negara kita  Survey Center, 2020).


APJII juga mencatat aktivitas yang paling banyak dilakukan para pemakai  internet di 


negara kita  yaitu  berinteraksi dengan aplikasi pesan instan (29,3%) dan melalui media sosial 


(24,7%). Alasan aktivitas lain memakai  internet yaitu  untuk mengakses berita, 


layanan perbankan, mengakses hiburan, belanja daring, jualan daring, layanan informasi 


barang/jasa, layanan publik, layanan informasi pekerjaan, transportasi daring, game, e￾commerce, layanan informasi pendidikan, dan layanan informasi Kesehatan. Meningkatnya 


angka pemakai  internet berdampak pada meningkatnya pemakai  media sosial dan 


transaksi daring. Salah satu aktivitas pemakai an internet yang paling banyak kita lakukan 


yaitu  melakukan belanja daring.


Ragam alasan pemakai an internet ini  di atas, justru masyarakat akan dihadapkan 


pada berbagai kemungkinan risiko kejahatan pada dunia digital. Kepolisian Republik 


negara kita  sepanjang Januari s.d September 2020 menyebutkan bahwa ada  2.259 


laporan, di mana ragam laporan kasus kejahatan digital ini seperti penyebaran konten 


provokatif, penipuan daring, pornografi, akses ilegal, manipulasi data, pencurian 


data/identitas, perjudian, intersepsi ilegal, pemerasan, peretasan sistem elektronik, 


pengubahan tampilan situs dan gangguan sistem. Dari data ini sebanyak 649 kasus yang 


dilaporkan merupakan kasus penipuan daring, dengan posisi urutan kedua terbanyak

kasusnya. Kasus ini yaitu  yang terdata dan dilaporkan untuk penipuan digital, sementara 


ada juga yang tertipu tetapi tidak melaporkan bahkan kadang mengikhlaskan saja, dianggap 


sebagai musibah.


Pada data lima tahun terakhir, Kepolisian Republik negara kita  menyebutkan sejak 2016 


sampai dengan September 2020 ribuan kasus penipuan daring telah dilaporkan. Pada 2016 


terjadi laporan kasus penipuan daring sebanyak 1.570 kasus; tahun 2018 sebanyak 1.430; 


tahun 2019 sebanyak 1.781; dan tahun 2019 sebanyak 1.617 kasus; dan sampai dengan 


September 2020 telah ada 649 kasus yang dilaporkan. Seluruh kasus dalam 5 tahun terakhir 


berkisar 7.047 kasus.Penipuan digital yang dilaporkan banyak menyasar ketika kita melakukan aktivitas belanja 


dan bertransaksi secara daring melalui beragam layanan lokapasar (e-commerce) seperti 


Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, Orami, Bhinneka, Ralali, JD.ID atau Sociolla. 


Kenapa belanja daring menjadi target dalam penipuan digital? berdasar  data, belanja 


daring saat ini menjadi salah satu aktivitas tren warga digital. Aktivitas ini semakin populer 


dilakukan karena dianggap memberikan kemudahan bagi konsumen Pada bab ini, kita mendiskusikan berbagai jenis penipuan digital yang saat ini kasusnya 


semakin meningkat di negara kita . Bab ini juga akan memberikan pengenalan dasar mengenai 


penipuan digital yang terjadi dalam berbagai motif, mulai dari penawaran publikasi ilmiah, 


salah kirim pulsa, transfer palsu, kuota gratis, penipuan berkedok hadiah/menang undian, 


informasi lowongan pekerjaan, informasi bantuan, pelelangan barang dengan 


mengatasnamakan lembaga resmi, kredit murah/pinjaman daring, investasi, teknisi palsu, 


dan sebagainya. Dari pengenalan dasar penipuan ini diharapkan dapat menjadi panduan 


bagi kita di dalam mengembangkan pengetahuan dan kompetensi literasi digital tentang 


penipuan digital dengan fokus penguatan pada kompetensi menganalisis, memverifikasi dan 


mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan penipuan digital.


Bab ini juga mengantarkan kita untuk memahami berbagai aspek hukum yang dapat kita 


jadikan dasar ketika terjadi kasus penipuan digital, baik yang berkaitan dengan ketentuan 


teknis maupun ketentuan pidana diantaranya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang


No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang diubah sebagian oleh 


Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 


2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang 


Perlindungan Konsumen; Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan serta 


aturan hukum lainnya yang terkait dalam penipuan digital.


MENGENALI DAN MEMAHAMI PENIPUAN DIGITAL


Kemajuan teknologi internet memudahkan berbagai hal mulai dari berbagi informasi hingga 


proses jual beli barang atau jasa melalui berbagai macam aplikasi. Namun demikian, 


ada  oknum-oknum yang memanfaatkan kemajuan teknologi ini  dengan 


melakukan kejahatan siber/kejahatan digital. Berbelanja daring rentan menjadi incaran para 


pelaku kejahatan digital karena aktivitas ini memiliki beragam celah yang bisa dimanfaatkan, 


terutama dengan memanfaatkan kelengahan pemakai  teknologi digital.


Penipuan daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform media internet untuk 


menipu para korban dengan berbagai modus. Penipuan jenis ini memakai  sistem 


elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi) yang disalahgunakan untuk

menampilkan usaha  menjebak pemakai  internet dengan beragam cara. Strateginya 


biasanya dilakukan secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh 


korbannya (Sitompul, 2012; Elsina, 2015).


Modus penipuan digital lebih mengarah pada penipuan yang menimbulkan kerugian secara 


finansial. Salah satu contoh yang sering terjadi yaitu  penipuan produk secara daring. 


Modusnya dengan mengirimkan barang yang berbeda dengan yang dijanjikan saat transaksi 


dilakukan atau bahkan tidak mengirimkan barang sama sekali. Penipuan digital ini tidak 


hanya menimbulkan kerugian pada pembeli saja, karena ada  pula bentuk penipuan 


yang merugikan penjual. Misalnya pembeli yang melakukan transfer fiktif dan penjual lalai 


melakukan pengecekan kembali sehingga tertipu dengan mengirimkan produk yang 


dijualnya. Jika dipetakan, maka setidaknya ada  dua kerugian yang dialami konsumen 


seperti digambarkan dalam bagan di bawah ini.


Modus penipuan digital dilakukan dengan target awal yaitu  melakukan pencurian data 


digital, sehingga perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi menjadi bagian 


yang penting pada berbagai dunia ( & Cross, 2017). Identitas digital ini tentu saja 


tidaklah selalu sama dengan identitas kita dalam kehidupan nyata yang merupakan 


rangkuman sifat  kita baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap (Monggilo, Kurnia 


& Banyumurti, 2020). Informasi lebih detail tentang hal ini dapat dibaca di Bab III tentang 


perlindungan identitas digital dan data pribadi.


Selanjutnya pencurian data pribadi menjadi target dalam melakukan penipuan digital dan 


umumnya berkaitan dengan keuangan data-data yang dijual, biasanya didapat dari 


perusahaan maupun bank, dengan berisikan nama lengkap, tempat tinggal, tanggal lahir, 


Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon rumah, email, alamat kantor, jabatan, 


hingga nama ibu kandung (Nurdiani, 2020). Penipuan digital ini marak terjadi melalui media 


sosial. Modusnya pun berbeda-beda, mulai dari rekayasa sosial (social engineering), menjual 


produk di bawah harga pasar hingga membatasi komentar pada unggahan terkait.

Kita juga dapat memperhatikan bahwa cukup banyak kerugian yang dimunculkan dari 


kejahatan digital ini dengan kriteria penipuan digital yang mana dalam lima tahun terakhir 


sejak 2014 sampai dengan 2018 bahwa kerugian yang ditimbulkan kejahatan digital ini 


mencapai US$7.450,6 juta dengan rincian kerugian pada tahun 2014 sebesar US$800,49 


juta. Pada tahun 2015 kerugian mencapai US$1070,71 juta, kemudian pada tahun 2016 


kerugian mencapai US$1450,7 juta, tahun 2017 kerugian mencapai US$1418,7 juta, dan 


pada tahun 2018 kerugian mencapai US$2.710 juta.

Untuk menangkal kejahatan digital khususnya penipuan digital dengan berbagai modus 


sebagaimana ini  di atas, maka kita perlu pemahaman dan peningkatan literasi digital 


dalam kerangka ketahanan keamanan digital dengan minimal kompetensi yang dimiliki 


yaitu  kemampuan analisis, kemampuan verifikasi dan kemampuan evaluasi.


Kemampuan analisis, verifikasi, dan evaluasi berkaitan dengan pemahaman awal mengapa 


terjadi penipuan digital, apa pengertian penipuan digital sebagaimana yang telah dijelaskan 


pada bagian awal di atas. Selanjutnya apa saja jenis dari penipuan digital termasuk 


mengenali dan memahami cara kerja penipuan digital. Setidaknya pemahaman tentang 


penipuan digital dengan berbagai kerugian serta aspek dan aturan hukum yang berkaitan 


dengan penipuan digital sebagaimana ini  di atas dapat membantu kita semua untuk 


tahu secara dasar mengenai penipuan digital. Tren serangan siber pada berbagai platform


media digital semakin meningkat, bahkan pada masa pandemi COVID-19. Hal ini menuntut 


ketahanan kita agar mampu menangkal kejahatan pada dunia maya ini. Serangan siber 


merupakan serangan yang berdampak dan membahayakan. Serangan siber dapat dilakukan 


oleh individu, kelompok, organisasi bahkan negara dengan cara meretas akun dengan 


menyasar keamanan sistem informasi pada perangkatdigital, jaringan infrastruktur maupun 


perangkat pribadi dengansumber anomin. Serangan siber ini bertujuan untuk mencuri,


mengubah, merugikan serta menghancurkan sasaran yang menjadi target mereka. Serangan 


siber yang membahayakan inilah yang kita sebut sebagai kejahatan siber.

Tren serangan siber di negara kita  meningkat dari tahun ke tahun, dengan tipe dan variasi 


serangan yang berbeda dari tahun sebelumnya, namun ada juga yang masih sama. Hal ini 


terjadi karena beberapa sebab, antara lain adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, 


kesempatan untuk melakukan kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan 


hukum. Rata-rata yang menjadi pelaku kejahatan yaitu  mereka yang lebih menguasai 


teknologi ini dan memakai  kemampuannya itu untuk melakukan akses yang tidak sah 


ke jaringan komputer orang lain. Jadi tren pelaku kejahatan siber cukup jelas yaitu mereka 


yang paham dan mahir dalam dunia digital ini (Danuri & Suharnawi, 2017).


Ragam Penipuan Digital


Dalam berbagai kasus serangan siber di atas, penipuan digital menjadi salah satu bentuk 


kejahatan digital yang cukup rentan dan banyak dialami oleh masyarakat. Setidaknya ada 


empat bentuk penipuan digital, yaitu scam, spam, phising, dan hacking.


Secara teknis, penipuan dapat bersifat social engineering dengan ragam bentuk yang kita 


terima mulai dari SMS, telepon, email bahkan dalam bentuk virus serta 


pembajakan/peretasan akun dan cloning platform yang kita miliki.


Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Scam


Scam merupakan bentuk penipuan digital yang paling umum. Pelaku kejahatan ini disebut 


scammer. Strateginya dengan memanfaatkan empati dan kelengahan pemakai . 


Metodenya beragam, bisa memakai  telepon, SMS, WhatsApp, email, maupun surat 


berantai. Beberapa varian scam diantaranya romance scam yang dikembangkan dari 


Nigerian Scam. Istilah nigerian scam lahir karena penipuan ini awalnya tersebar melalui 


email dengan modus seorang pengusaha kaya mencari partner untuk memindahkan 


kekayaannya ke negeri ini . Jika kasusnya di negara kita , maka sang scammer akan 


berdalih ingin memindahkan kekayaan ke negara kita . Korban scam akan diperlakukan secara 


telaten hingga meyakini bahwa si scammer betul-betul serius. Ujung dari penipuan ini

yaitu  scammer akan meminta sejumlah uang sebagai biaya transfer untuk memindahkan 


kekayaannya lintas negara.


Romance scam memakai  prinsip yang sama dengan Nigerian Scam. Bedanya, pada 


Romance scam pelaku berpura-pura mencari pasangan dan memanfaatkan empati korban 


yang dirayu untuk mau membantunya membiayai ongkos pindah negara. Tentu saja semua 


rayuan itu hanyalah tipuan agar korbannya percaya. Pelaku penipuan romance scam akan 


memakai  profil palsu atau dikenal dengan istilah profile cloning. Hal ini  bertujuan 


agar menarik perhatian calon korban (Salsabilah, Mulyadi & Agustanti 2021).


ada  beberapa modus scam dengan memainkan emosi korban sebagai berikut:

Untuk melihat bagaimana penipuan dengan kategori scam ini, berikut beberapa 


hal berkaitan dengan bagaimana teknis terjadinya scam, ciri-ciri scam, dan tips aman 


menghindari scam untuk menghindari penipuan digital terutama sebagai contoh pada saat 


melakukan belanja secara daring.

Scam sebagai penipuan penipuan digital merupakan kejahatan yang paling kerap terjadi. 


Pada era digital ini scam menjadi ancaman jika kita tidak waspada terhadap berbagai trik 


yang dilakukan oleh scammer. Scam selain berupa romance scam juga dapat berupa 


manipulasi psikologis, di mana pelaku akan memperdaya kita dengan memainkan trik psikologis. Pelaku akan meminta informasi kode PIN/OTP yang kita miliki dan selanjutnya 


meminta transfer uang. Hal yang harus dihindari dari penipuan scam yaitu  kita dapat 


menjaga identitas pribadi kita, tidak memberitahukan siapa pun kode PIN/OTP yang kita 


miliki serta kita juga harus lebih selektif ketika memakai  aplikasi untuk bertransaksi 


daring. Berikut kampanye yang dilakukan oleh Gopay dalam memberikan tips pada 


pemakai nya untuk menghindari scam.

Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Spam


Spam bisa terjadi dalam beragam bentuk, informasi mengganggu yang berbentuk iklan 


secara halus, informasi yang menjadi titik masuk bagi kejahatan siber seperti pemalsuan 


data, penipuan atau pencurian data (Alazab dan Broadhurst, 2015). Aktivitas spam pada 


dasarnya relatif mudah apabila melihat definisinya yang merupakan tindakan yang 


dilakukan bertubi-tubi atau berulang-ulang. Artinya pengirim informasi yang dikatakan 


melakukan spam yang disebut sebagai spammer bisa berada pada dua ciri yang memang 


dengan sengaja mengirimkan spam untuk berbuat kejahatan atau pengirim spam yang tidak 


mengetahui bahwa dirinya telah melakukan spam.


Email spam, selain berisi informasi tidak penting atau tidak relevan, tak jarang pula email 


spam menggiring penerima untuk mengklik tautan atau URL (Unique Related Location) 


tertentu. Ketika di klik URL ini akan mengarah kepada situs web yang mengandung malware 


atau virus yang dapat merusak sistem komputer penerima email atau mencuri data 


penerima email (lihat Bab I). Sisipan malware atau virus ini biasanya berbentuk pesan atau 


informasi dalam email spam ini  yang bersifat sosial atau kode-kode rumit (Putra, 2016).


Spam selain berupa email juga berupa panggilan telepon. Umumnya panggilan telepon ini 


beraneka ragam mulai dari layanan finansial, penawaran asuransi, operator, penipuan, dan 


penagih hutang. berdasar  data Truecaller (2020) sampai dengan 8 Desember 2020 


tercatat kurang lebih ada  100 panggilan spam yang dilaporkan

Bahkan data terkait spam dalam bentuk panggilan spam sepanjang tahun 2018 berupa 


telemarketing, perusahaan penagih hutang, penipuan uang, dan iklan agresif mencapai 


17.983 panggilan dengan nomor-nomor yang tidak diketahui.

Selain spam berupa email, panggilan, spam juga berbentuk SMS. SMS spam biasanya dikirim 


secara bertubi-tubi tanpa kita kehendaki yang dikirim oleh pelaku secara terus menerus 


yang berisi bahwa kita memperoleh hadiah, mencatut nama perusahaan-perusahaan dan 


menyebutkan mewakili dari nama perusahaan terkenal, bahkan menyertakan tautan palsu. 


Umumnya SMS spam memiliki tujuan ada juga yang bertujuan untuk melakukan promosi, 


menawarkan produk, namun yang perlu diwaspadai yaitu  yang bertujuan untuk 


melakukan penipuan.

Adapun cara untuk menghindari email, telepon maupun SMS spam dapat dilakukan dengan 


memanfaatkan fitur-fitur yang ada  dalam perangkat kita, misalnya dengan melakukan 


blokir. Berikut kampanye yang dilakukan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi negara kita  


(BRTI) dalam hal memperoleh telepon maupun SMS spam.

Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Phishing


Phishing merupakan kejahatan digital yang kerap ditemui oleh masyarakat negara kita . 


Phishing yaitu  istilah penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar kepada 


orang-orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat. 


Biasanya, phishing dilakukan dengan menduplikat situs web atau aplikasi bank atau 


provider. Ketika kita memasukkan informasi rahasia, uang kita akan langsung dikuras oleh 


cracker tadi. Kejahatan phishing ini dilakukan oleh oknum dengan menghubungi kita sebagai 


calon korbannya melalui email, telepon, atau pesan teks dengan mengaku dari lembaga sah. 


Biasanya oknum-oknum yang melakukan phishing akan menanyakan beberapa data sensitif 


seperti identitas pribadi, detail perbankan, kartu kredit, dan juga kata sandi. Bagi kita yang 


terjebak dalam kejahatan ini, informasi yang diperoleh pelaku dapat ia gunakan untuk 


mengakses akun penting yang kita miliki dan mengakibatkan pencurian identitas hingga 


kerugian finansial. Selain melalui email dan situs web, phishing juga bisa dilakukan melalui 


suara (vishing), SMS (smishing) dan juga beberapa teknik lainnya yang terus-menerus akan 


diperbarui oleh para penjahat dunia maya. Dan berdasar  data serangan phishing situs, 


surel, dan seluler mencapai pada kuartal II tahun 2020 mencapai kurang lebih 100, dimana


serangan dominan ke situs sebanyak 61, surel sebanyak 24, dan seluler 15 (Check Point, 


2020)


Phishing selama masa pandemi COVID-19 juga terus meningkat. Serangan siber ini menjadi 


kategori yang berbahaya. Proses kerja phishing umumnya bermaksud untuk menangkap 


informasi yang sangat sensitif seperti username, sandi


dan detail kartu kredit dalam bentuk meniru sebagai sebuah entitas yang dapat


dipercaya atau legitimate organization dan biasanya berkomunikasi secara


elektronik (Rachmawati, 2014). Pada masa COVID-19 sampai dengan Agustus 2020 serangan 


siber tertinggi berupa phishing mencapai 58 kasus (Interpol, 2020).


Cara kerja phishing ini juga biasanya ditujukan kepada pemakai  internet banking, karena


memakai  isian data (ID) pemakai  dan kata sandi, dan tidak menutup


kemungkinan untuk ditujukan ke pemakai  lainnya. Pelaku phising akan membuat sebuah

situs web yang menyerupai halaman utama layanan perbankan, lengkap dengan kolom isian 


nama pemakai  dan sandi. Korban yang tidak cermat akan mengisi kolom ini  karena 


mengira situs web ini  yaitu  situs web asli. Ketika data diisikan, pelaku phishing


tinggal mengambil rekaman data yang berhasil dicurinya melalui situs web phishing 


ini .


Selain itu phishing ini juga biasanya dilakukan melalui media-media sosial yang terhubung ke 


jaringan internet seperti melalui email/SMS dan situs web. Modus perbuatannya yang 


melalui email/SMS mengirimkan pesan. Kita mungkin pernah mendapatkan telepon dari 


orang yang mengaku teman lama. Mungkin juga telepon dari orang yang mengaku pegawai 


bank dan menyatakan bahwa kita sudah menerima hadiah. Setelah itu korban akan dipandu 


sehingga tanpa sadar membocorkan data pribadinya sendiri. Hal semacam ini juga lumrah 


dalam praktik phishing 

Selain itu phishing saat ini juga telah menyerang pada berbagai platform media sosial. Salah 


satu contoh Instagram yang terkena phishing.Jadi phishing dapat kita bedakan sesuai dengan tanda-tanda yang


umum sering terjadi diantaranya adanya email phishing yang biasanya berisi tautan situs 


web phishing atau kata kunci seperti permintaan sandi, login, dan lain-lain. Setidaknya ada 


beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendeteksi phishing yaitu melalui kesadaran kita 


untuk mengenali email/SMS/situs web phishing atau melalui piranti lunak yang tersedia 


seperti PhiGARo maupun Honeypot yang memang telah dipasang untuk mendeteksi adanya 


serangan phishing pada perangkat digital kita, di mana piranti lunak ini tentu saja akan terus 


dikembangkan oleh para ahli siber untuk mendeteksi serangan phishing yang semakin waktu 


semakin canggih cara dan modusnya.


Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Hacking


Hacking merupakan tindakan dari seorang yang disebut sebagai hacker yang sedang 


mencari kelemahan dari sebuah sistem komputer. Di mana hasilnya dapat berupa program 


kecil yang dapat dipakai  untuk masuk ke dalam sistem komputer ataupun memanfaatkan 


sistem ini  untuk suatu tujuan tertentu tanpa harus


memiliki user account (Murti, 2005: 38). Umumnya cara kerja para hacker yaitu  dengan 


melakukan pembobolan/peretasan sampai dengan percobaan keamanan situs situs web 


dan komputer dapat mereka lakukan. Berikut beberapa contoh kasus akun diretas hack


dengan berbagai cara, dari tokopedia yang dibobol hacker, pemberitahuan virus yang dapat 


membobol akun, hack situs web KPU Yogyakarta:

Pada sisi yang lain seorang hacker yang memiliki sisi baik, jika menemukan hal-hal indikasi 


penyimpangan/peretasan/pembobolan akan memberitahu sistem administrator, bahwa 


sistem komputer yang dimasukinya telah ada  kelemahan yang mungkin berbahaya bagi 


sistem komputer ini . Jika hasil dari hacking ini dimanfaatkan oleh orang yang tidak 


baik, maka tindakan ini  digolongkan ke dalam kejahatan siber.

MEMAHAMI ASPEK ATURAN DAN HUKUM


Selain itu, transaksi dalam elektronik ini mengandung banyak aspek hukum yang harus 


diperhatikan, baik dari segi perdata maupun pidana, diantaranya tentang perlindungan 


hukum bagi konsumen yang dirugikan, cara penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan 


konsumen, keabsahan kontrak secara elektronik yang dapat dilihat pada Undang-Undang 


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah sebagian 


dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang 


Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Rudiastari, 2015).


Contoh kasus pengenaan sanksi hukum kejahatan siber dalam bentuk phishing di negara kita  


dapat dikenakan UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 35 “Setiap Orang dengan sengaja dan 


tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, 


penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan 


tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ini  dianggap seolah￾olah data yang otentik” jo Pasal 51 ayat (1) “Setiap Orang yang memenuhi unsur 


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua 


belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”, 


karena phishing merupakan kejahatan siber yang membuat situs yang menyerupai situs asli 


yang resmi, padahal situs ini  yaitu  situs palsu. Cybercrime dalam bentuk phishing ini 


juga dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1), Pasal 45A ayat (1) karena phishing juga melakukan 


kebohongan untuk menyesatkan orang lain di mana mengarahkan orang yang dibohongi 


untuk mengakses sebuah tautan yang di mana tautan ini  ditujukan ke situs palsu dan 


memberikan suatu perintah untuk memperbarui informasi pribadinya yang rahasia ke dalam 


situs palsu yang telah dibuat oleh pelaku phishing, sehingga informasi pribadinya yang 


rahasia ini  diketahui oleh pelaku phishing dan menyebabkan orang ini  


mengalami kerugian (Gulo dkk., 2020)


Jadi ketentuan hukum untuk pelaku kejahatan spam, scam, phishing dan hacking juga ini 


dapat dikenakan:


Pasal 28 (1) UU ITE mengatur “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak 


menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian

konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Pasal 45A ayat (1) UU ITE yang mengatur


Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan 


menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dipidana dengan pidana 


penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak 


Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan 


Tindak Pidana Pencucian Uang pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) mengatur “Setiap 


Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, 


hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau memakai  Harta Kekayaan yang 


diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana 


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) 


tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” dan/atau 


Pasal 82 dan/atau Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tindak 


Pidana Transfer Dana dan/atau 378 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 6-20 


tahun


Dari penjelasan di atas, nampak bahwa sanksi hukum yang dikenakan pada pelaku penipuan 


digital sudah jelas diatur dalam perundangan. Dengan begitu, penting bagi kita untuk 


mempunyai kesadaran untuk melaporkan penipuan digital sebagaimana akan dijelaskan di 


bagian berikut.


Memahami Pelaporan Penipuan Digital


Penipuan digital dengan berbagai kategori scam, spam, phishing maupun hacking yang 


masuk dalam perangkat digital kita seperti email, telepon, maupun SMS selain dapat kita 


antisipasi dengan memakai  fitur-fitur perlindungan yang ada pada perangkat kita, 


misalnya dengan melakukan blokir atau kita dapat melakukan cek rekening penipu dan 


melakukan pelaporan. Berikut beberapa hal yang berkaitan dengan pelaporan penipuan 


digital baik melalui situs resmi maupun pelaporan secara langsung ke kepolisian terdekat. 


Adapun pelaporan dan pengecekan secara digital diantaranya:

1. Langkah yang dapat dilakukan yaitu  Laporkan kejahatan siber di sekitar kita melalui 


www.patrolisiber.id


2. Laporkan SMS spam ke Badan Regulasi Telekomunikasi negara kita  (BRTI) dengan cara 


melakukan tangkapan layar pada SMS spam dan nomor pengirim dengan 


menyertakan identitas ponsel kita yang telah teregistrasi NIK dan KK atau kirim 


aduan ke Twitter BRTI @aduanBRTI melalui direct message (DM).


3. Kita dapat melakukan pengecekan dan pelaporan rekening penipu mulai dari nama 


pemilik, nama bank, hingga rekaman transaksi sehingga nomor rekening penipu 


dapat dibekukan melalui:


a. CekRekening.id yang merupakan situs yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi 


dan Informatika dengan cara buka situs, pilih bank, masukkan nomor rekening 


dan klik periksa tombol rekening. Jika terindikasi melakukan penipuan klik 


”tambah laporan” dan isi kolom-kolom yang diperlukan. CekRekening.id juga 


merupakan situs yang dapat kita gunakan untuk melaporkan jika ada  


investasi palsu maupun kejahatan lainnya.


b. Kredibel.co.id yang merupakan situs untuk mengecek rekam jejak nomor 


rekening dan kredibilitas nomor rekening.


c. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan pengaduan ke 1-500-655 


atau email ke konsumen@ojk.go.id.


4. Kita juga dapat melapor ke situs Lapor.go.id merupakan situs Kepolisian Republik 


negara kita  dengan cara kita membuat akun terlebih dahulu dan laporkan penipuan 


yang kita alami. Selain situs resmi Lapor.go.id dapat juga mengadu melalui SMS ke 


1708, aplikasi LAPOR! atau melalui akun Twitter@LAPOR1708 dengan menyematkan 


#lapor.


5. Kita juga dapat melapor ke CS KK maupun CS penyedia layanan produk/CS e￾commerce seperti CS Shopee, CS Bukalapak, CS Tokopedia dan seterusnya.


6. Jika kita mengalami penipuan digital melalui Instagram, kita dapat melaporkan ke 


akun Instagram @negara kita blacklist.

Penipuan digital termasuk tipe kejahatan digital tertinggi di negara kita . Setidaknya ada  


4 kategori penipuan digital yaitu spam, scam, phishing, hacking. Penipuan digital tertinggi 


ada  pada kasus berbelanja daring, namun demikian pada berbagai hal juga ada  


ragam modus dan motif penipuan digital, karena itu kompetensi literasi digital dengan 


kemampuan analisis, verifikasi dan evaluasi menjadi elemen penting dalam diri kita untuk 


melindungi keamanan diri dan perangkat digital yang kita miliki dari penipuan digital.


Selain memahami berbagai jenis penipuan digital dan mengenal cara kerja yang mereka 


buat, kita juga memiliki kemampuan untuk proteksi terhadap berbagai kemungkinan 


peretasan akun yang kita miliki, setidaknya memanfaatkan fitur-fitur dalam perangkat 


digital kita dapat mencegah kejahatan digital. Kemampuan lain juga yang harus ada pada 


diri kita yaitu  mampu mengaplikasikan kompetensi literasi digital dengan tidak 


mendiamkan jika ada  indikasi penipuan digital, yaitu dengan cara melakukan pelaporan 


penipuan digital ke situs-situs resmi serta memahami berbagai ketentuan hukum yang 


berlaku berkaitan dengan penipuan digital.


Kompetensi literasi digital tidak hanya terbatas pada 4 komponen pada kejahatan digital di 


atas. Melakukan gerakan kampanye komprehensif kepada masyarakat agar memiliki 


kesadaran dalam hal bertransaksi digital ada baiknya melakukan kelayakan pengecekan 


harga, tidak tergiur dengan diskon atau harga miring yang ditawarkan untuk meminimalisir 


tindak pidana penipuan yang dapat terjadi. Selain itu kesadaran kita sebagai pemakai  


untuk terus ditingkatkan untuk membedakan antara berbagai jenis penipuan digital dan 


meningkatkan keamanan melalui piranti lunak yang kita miliki terutama mendeteksi scam, 


spam, phishing, dan hacking. Perlu penajaman konteks penipuan digital seperti pharming, 


social engineering yang massif, sniffing, money mule, di mana pada beberapa bagian 


ada  overlapping konsep dalam spam, phishing dan social engineering itu sendiri serta 


mengingat konsep ini  menjadi bagian kerangka penting dalam daya tahan keamanan 


digital kita dari penipuan digital ke depan serta pentingnya mempertajam interpretasi 


kategori penipuan digital dalam aturan hukum.

Pada bab ini, juga memberikan pertimbangan dalam kerangka keamanan digital dari modus 


penipuan digital bagi masyarakat dengan kriteria pendekatan usia, kelompok terpinggirkan 


(anak, perempuan dan kaum difabel), maupun masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar 


dan tertinggal), di mana dalam perlindungan diri dari penipuan digital seluruh pemangku 


kepentingan secara bersama-sama perlu baik dari pendekatan untuk memperoleh minimal 


pengetahuan modus penipuan digital serta keterampilan dalam mendeteksi adanya indikasi 


penipuan digital.

EVALUASI KOMPETENSI PENIPUAN DIGITAL


Untuk mengukur kemampuan literasi digital yang kita miliki berkaitan dengan pengetahuan 


dasar mengenai penipuan digital, setidaknya dapat diukur dengan aspek kognitif, afektif dan 


konatif, yang mana pada akhir modul ini, diharapkan kita mampu memiliki pengetahuan dan 


kesadaran bahwa transaksi digital yang kita lakukan rentan dengan berbagai kejahatan 


digital dalam hal ini yaitu  penipuan digital

CONTOH INSTRUMEN EVALUASI PENGETAHUAN DASAR MENGENAI PENIPUAN DIGITAL


Contoh instrumen ini hanya berkaitan dengan aspek kognitif dari penipuan digital, di mana 


pengetahuan menjadi fondasi dasar untuk mencegah dan mengatasi penipuan digital yang 


saat ini sedang marak dengan beragam modus dan beragam teknik yang dilakukan oleh para 


pelaku untuk meretas/membobol akun yang kita miliki. Kegiatan ini sebagai bentuk evaluasi 


diri berkaitan dengan ketahanan keamanan digital kita.

URGENSI PERLINDUNGAN REKAM JEJAK DIGITAL


Dunia digital saat ini memberikan masyarakat tempat dan teknologi yang memudahkan kita 


dalam beraktivitas. Sebagai pemakai  teknologi, tidak dapat kita pungkiri bahwa salah satu 


aspek yang harus kita perhatikan yaitu  keamanan kita di dunia digital (Digital Safety). 


Dalam aktivitas sehari-hari, setiap dari kita secara sadar atau tidak sadar telah meninggalkan 


banyak jejak di dunia maya. pemakai an teknologi yang melekat dengan kehidupan sehari￾hari kita juga telah meningkatkan kejahatan di dunia maya dengan mengakses perangkat 


lunak, gawai, dan terlebih menyambungkan diri kita dengan internet, kita telah memberikan 


akses pada pihak lain untuk mengetahui kebiasaan kita sehari-hari.


Teknologi yang semakin canggih dapat membaca dan memetakan kebiasaan kita hanya 


dengan membaca jejak yang kita tinggalkan. Mulai dari hal sederhana seperti pemakai an 


peta digital seperti Waze dan Google Maps, pola kita sehari-hari menjadi mudah untuk 


dipelajari oleh pihak lain. Kemudahan teknologi pun ternyata memiliki sisi yang perlu kita 


waspadai, yakni jejak-jejak kita di dunia maya. Jejak-jejak inilah yang disebut dengan jejak 


digital (digital footprints).


Jejak digital ini pula yang membentuk dan mengabadikan gambaran tentang siapa kita di 


dunia digital, yang bisa jadi lebih detail dari yang kita bayangkan. Apa pun yang kita lakukan 


saat melakukan aktivitas daring, penting bagi kita untuk mengetahui jenis jejak yang kita 


tinggalkan, dan apa efeknya bagi kita di kemudian hari (internetsociety.org, 2021).


Bab Jejak Digital ini disusun untuk membantu kita dalam mempelajari lebih lanjut tentang 


jejak digital dan juga membantu kita menentukan cara yang tepat untuk melindungi privasi 


kita di dunia digital. Dengan mengetahui bentuk rekam jejak digital, contoh kasus tentang 


rekam jejak digital serta memahami bahwa rekam jejak digital sulit dihilangkan, maka

diharapkan kita dapat mengembangkan kemampuan kita untuk melindungi diri sendiri, dan 


juga orang lain dalam ranah digital.


Penting pula bagi kita untuk memahami bahwa setiap tindakan yang kita lakukan memiliki 


konsekuensi, terlebih di ranah digital yang kita seringkali luput untuk memperhatikan dan 


berhati-hati. Konsekuensi hukum juga perlu kita pahami, karena beberapa kasus 


menunjukkan bahwa tidak hanya pelaku yang dapat dihukum namun juga korban 


penyalahgunaan rekam jejak digital dapat menjadi sasaran empuk.


Selain menjelaskan konsep, memberikan ilustrasi kasus dan menyampaikan langkah-langkah 


untuk melindungi jejak digital, bab ini juga akan memberikan penjelasan mengenai evaluasi 


untuk mengukur keterampilan perlindungan jejak digital. Evaluasi ini bisa dipakai  secara 


langsung oleh pemakai  media digital sebagai self-assessment (evaluasi diri) maupun oleh 


pengajar atau pegiat literasi digital untuk mengukur kompetensi perlindungan jejak digital 


peserta didik atau peserta program jejak digital. Penguatan kompetensi perlindungan jejak 


digital sangat penting untuk menjaga keamanan digital supaya  tidak terseret dalam 


penyalahgunaan identitas digital dan data diri kita maupun pemakai  media digital lainnya.


MENGETAHUI BENTUK REKAM JEJAK DIGITAL


Secara umum, jejak digital yaitu  jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan saat 


memakai  perangkat digital (dictionary.com, 2021). Salah satu ancaman terbesar bagi 


kaum muda di situs media sosial yaitu  jejak digital dan reputasi masa depan mereka 


tidak hanya perangkat digital, namun termasuk pula 


situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada 


media sosial, foto yang kita unggah, transaksi kita pada situs atau platform belanja daring, 


dan segala informasi yang kita kirimkan ke berbagai layanan daring yang ada.

Ketika kita mengunjungi berbagai situs web, melalui menu history pada browser kita dapat 


melihat bukti situs mana saja yang telah kita kunjungi. Rekaman aktivitas web yang kolektif 


dan saling berhubungan ini yang dikatakan sebagai jejak digital , Setiap kali kita mengunjungi situs web, kita telah mengungkapkan beberapa 


informasi tentang diri kita kepada pemilik situs web seperti alamat IP, lokasi geografis, jenis

peramban (browser) web dan sistem operasi, dan seringkali juga situs web yang terakhir kali 


kita kunjungi. Potongan-potongan informasi yang tampak relatif tidak berbahaya dan 


bahkan cukup anonim ini pun yaitu  jejak digital kita (internetsociety.org, 2021).


Jejak digital memiliki sisi positif dan juga sisi negatif yang perlu kita waspadai. Jejak digital 


dan keberadaan fisik orang-orang sekarang dapat dilacak dengan mudah sehingga 


seseorang kini harus melindungi anonimitas mereka secara daring dan juga luring dengan 


lebih menyeluruh ,Riset yang dilakukan oleh The Pew Research Center's 


Internet & American Life Project pada 2011 menyatakan bahwa Sekitar dua pertiga dari 


pemakai  situs jejaring sosial menaikkan keamanan dari akun jejaring sosial mereka. 63% 


dari mereka telah menghapus orang dari daftar "teman" mereka, 44% telah menghapus 


komentar yang dibuat oleh orang lain di profil mereka, dan 37% telah menghapus nama 


mereka dari foto yang diberi tag untuk mengidentifikasi diri mereka ,

Kekhawatiran atas pelanggaran privasi ini berawal dari temuan bahwa dunia digital telah 


merekam setiap gerak gerik kita. Cara termudah mengetahui jejak digital kita yaitu  dengan


mengetikkan nama kita pada search engine/mesin pencari digital seperti Google, Yahoo, 


Altavista, Yandex, dan sebagainya. Berapa banyak informasi yang kita temukan dan 


terhubung dengan kita dari hasil ini ?


Cara lain yaitu  dengan melakukan pencarian barang pada situs belanja daring. Meskipun 


kita telah menutup halaman toko daring ini , situs itu tetap akan memberikan kita 


referensi hasil pencarian yang cocok dengan pencarian kita sebelumnya. Atau, bahkan hasil 


pencarian kita akan terhubung dengan media sosial kita sehingga kita akan melihat iklan￾iklan yang berhubungan dengan pencarian kita ini  bertebaran di timeline. Hal ini 


memperlihatkan bahwa jejak penelusuran kita terekam di internet.

Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni jejak digital yang bersifat pasif dan jejak 


digital yang bersifat aktif. Mengetahui kedua jenis jejak digital ini penting untuk 


meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari tercecernya jejak digital kita.


Jejak digital pasif yaitu  jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja 


dan tanpa sepengetahuan kita. Biasanya dipakai  untuk mencari tahu profil pelanggan, 


target iklan, dan lain sebagainya. Jejak digital pasif ini tercipta saat kita mengunjungi situs 


web tertentu dan server web mungkin mencatat alamat IP kita, yang mengidentifikasi 


penyedia layanan Internet dan perkiraan lokasi. Meskipun alamat IP kita dapat berubah dan 


tidak menyertakan informasi pribadi apa pun, itu masih dianggap sebagai bagian dari jejak 


kita. Aspek yang lebih pribadi dari jejak digital yaitu  riwayat penelusuran kita, yang 


disimpan oleh beberapa mesin telusur saat kita masuk. Biasanya data ini diakses melalui 


cookie .

Pada dasarnya, jejak digital pasif ini tidak berbahaya, tetapi data jejak ini bisa menjadi 


masalah besar dalam beberapa keadaan. Masalah yang timbul dari jejak digital pasif ini 


antara lain yaitu  penjualan data aktivitas pelanggan oleh perusahaan pengelola website 


kepada pihak-pihak lain.

Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di 


platform digital (Vonbank, 2019). Contohnya seperti mengirim email, mempublikasikan di 


media sosial, mengisi formulir daring, dan lain sebagainya. Hal-hal ini  berkontribusi 


pada jejak digital aktif kita karena kita memberikan data untuk dilihat dan/atau disimpan 


oleh orang lain. Semakin banyak email yang kita kirim, semakin banyak jejak digital kita. Saat 


ini, banyak orang bahkan tidak berpikir sebelum mereka mempublikasikan sesuatu. Jejak 


digital aktif kita dapat mempengaruhi berbagai hal seperti ketika kita melamar pekerjaan 


baru. Perusahaan saat ini gemar untuk melihat profil media sosial calon pekerjanya sehingga 


kita perlu untuk berhati-hati dalam mengelola jejak digital aktif ini. Komentar kasar di 


Twitter atau foto yang pelanggaran aturan di Instagram sudah cukup untuk merusak 


peluang kerja dan reputasi kita.

Penting untuk berhati-hati dengan apa yang kita unggah di internet karena hal ini  


dapat dipakai  untuk merugikan kita. Semua yang kita publikasikan dapat dilihat oleh 


semua orang: calon pemberi kerja, guru, dan universitas. Namun, di masa penuh 


keterbukaan seperti sekarang ini, sudah seperti tidak ada Batasan tentang apa saja yang 


boleh dibagikan di media sosial. Survei yang dilakukan terhadap anak-anak di Amerika 


menunjukkan bahwa anak muda cenderung membagikan hal-hal yang privat di internet. 


Berikut yaitu  statistik tentang apa saja yang diungkapkan kebanyakan anak muda tentang 


diri mereka secara daring ,

Jejak digital yang kita tinggalkan pada dasarnya yaitu  hal yang netral. Akan tetapi, 


kenetralan ini  dapat menjadi positif atau negatif tergantung dari bagaimana kita atau 


pihak lain memanfaatkan data ini . Untuk membuat jejak digital yang positif, sangat

penting bagi kita untuk memahami implikasi, baik positif maupun negatif, dari tindakan kita 


di dunia maya.


DUA SISI JEJAK DIGITAL


Penyalahgunaan jejak digital yaitu  pemanfaatan jejak digital secara negatif. Netsafe 


mencatat beberapa hal negatif yang muncul dari penyalahgunaan jejak digital yang paling 


sering dilaporkan oleh pemakai  internet, antara lain: mempublikasikan informasi pribadi 


yang mengarah ke penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi pribadi 


atau bisnis yang dipakai  untuk serangan manipulasi psikologis.


Modus penyalahgunaan jejak digital lain yang juga sering dilakukan yaitu  menerbitkan 


atau berbagi informasi yang merusak reputasi, seperti kehilangan pekerjaan. Perilaku 


membocorkan informasi pribadi atau biasa disebut Selain ketiga modus ini , Netsafe 


juga mencatat modus lain dengan menerbitkan atau berbagi gambar atau video yang 


dipakai  untuk sexting, pemerasan, pelecehan berbasis gambar (terkadang disebut 


revenge porn) atau insiden pemerasan. Untuk perilaku semacam ini ancaman hukumannya 


bisa berlapis dan menyentuh hukum tentang pencemaran nama baik bahkan juga 


pemerasan.


Pemanfaatan jejak digital yaitu  pemakai an jejak digital secara positif. Jejak digital yang 


ditinggalkan seringkali dipakai  oleh aparat penegak hukum. Bagi mereka, jejak digital 


ini  akan sangat membantu dalam mengungkap kasus-kasus kriminal, baik yang 


berbasis dunia daring (cybercrime) maupun yang terjadi di dunia luring Bentuknya beragam. 


Mulai dari aktivitas sinyal seluler pada ponsel, riwayat login akun media sosial, sampai 


dengan jejak pengiriman SMS atau panggilan telepon. Bahkan, jika seseorang meretas 


sebuah situs web atau aplikasi berbasis Internet, sejatinya jejak digital itu akan tertinggal 


dan bisa dilacak (Kumparan.com, 2017).


Kita pun sebenarnya bisa merancang jejak digital yang baik. Misalnya dengan meninggalkan 


catatan karya atau prestasi di berbagai platform digital seperti media sosial maupun blog 


pribadi. Jejak-jejak digital positif yang kita tinggalkan ini di kemudian hari akan menjadi 


catatan diri kita di media digital. Harapannya ketika seseorang mengetikkan nama kita di

mesin pencari maka seluruh