cyber crime 23

Tampilkan postingan dengan label cyber crime 23. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cyber crime 23. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 November 2024

cyber crime 23




 ikriminalisasi dalam pasal 35 yaitu  

dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum, 

melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, 

penghilangan, pengeruskan informasi elektronik atau

dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi 

elektronik atau dokumen elektronik tersbut dianggap

seolah-olah data yang otentik. 

j. Perbuatan yang dikriminalisasi dalam pasal 36 yaitu  

dengan senagaja dan tanpa haka tau melawan hukum 

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 s/d 

Pasal 34 yang dapat mengakibtkan kerugian bagi orang 

lain. 

k. Ketentuan pasal 37 tidak mengatur perbuatan yang 

dilarang tetapi mengatur mengenai yurisdiksi atas 

perbuatan yang dilakuakn di luar wilayah Indonesian

terhadap sasaran atau objek yang ada di wilayah 

indonesia. 

berdasar  rumusan perbuatan yang dikriminalisasi sebagai tindak 

pidana siber dalam UU ITE terdapat unsur delik yang dirumuskan, 

yaitu unsur ―dengan sengaja‖ dan ―tanpa hak‖. Dalam beberapa pasal 

unsur ―tanpa hak‖ dirumuskan alternatif dengan ―melawan hukum‖, 

yaitu Pasal 30 sampai dengan Pasal 36. pemakaian  kata ―dengan 

sengaja‖ menagndung arti bahwa tindak pidana Siber sebagaimana 

diatur dalam UU ITE diancam dengan pidana apanila dilakukanb 

dentgan sengaja. Perbuatan yang dilakukan dengan kelalaian atau 

kebetulan bukan merupakan tindak pidana dan tidak diancam dengan 

pidana. CYBERCRIME 

A. Pengertian dan Karakteristik Cybercrime

Secara terminologis, kejahatan di bidang teknologi informasi 

dengan basis komputer sebagaimana terjadi saat ini, dapat disebut 

dengan beberapa istilah yaitu computer misuse, computer abuse, 

computer fraud, computer-related crime, computer-assisted crime, 

atau computer crime.13

Istilah cyberspace pertama kali digunakan untuk menjelaskan 

dunia yang terhubung langsung (online) ke internet oleh Jhon Perry 

Barlow pada tahun 1990. Secara etimologis, istilah cyberspace

sebagai suatu kata merupakan suatu istilah baru yang hanya dapat 

ditemukan di dalam kamus mutakhir Cambridge Advanced Learner's 

Dictionary memberikan definisi cyberspace sebagai “the Internet 

considered as an imaginary area without limits where you can meet 

people and discover information about any subject”. Yakni 

pertimbangan internet sebagai suatu area imajiner tanpa batas,dimana 

anda bisa bertemu dengan banyak orang dan memperoleh  informasi 

tentang berbagai hal. Perkembangan teknologi komputer juga 

menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan 

cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang dikenal

dengan Cybercrime

Dalam dua dokumen Kongres PBB yang dikutip oleh Barda 

Nawawi Arief, mengenai The Prevention of Crime and the Treatment 

of Offenders di Havana Cuba pada tahun 1990 dan di Wina Austria

pada tahun 2000, menjelaskan adanya dua istilah yang terkait dengan 

pengertian Cyber crime, yaitu cyber crime dan computer related 

crime. Dalam back ground paper untuk lokakarya Kongres PBB 

X/2000 di Wina Austria, istilah cyber crime dibagi dalam dua 

kategori. Pertama, cyber crime dalam arti sempit (in a narrow sense) 

disebut computer crime. Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a 

broader sense) disebut computer related crime. Lengkapnya sebagai 

berikut:15

1. Cyber crime in a narrow sense (computer crime): any legal 

behaviour directed by means of electronic operations that targets 

the security of computer system and the data processed byh them. 

2. Cyber crime in a broader sense (computer related crime): any 

illegal behaviour committed by means on in relation to, a 

computer system or network, including such crime as illegal 

possess Pion, offering or distributing information by means of a 

computer system or network. 

Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu aktivitas 

kejahatan yang berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) dan 

komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi 

internet sebagai media utama untuk melangsungkan kejahatan.16

Secara umum pengertian Cybercrime yaitu  perbuatan tanpa ijin dan 

melawan hukum dengan memakai  komputer sebagai fasilitas

utama atau target untuk melakukan kejahatan, dengan atau tanpa 

merubah dan atau merusak sistem komputer yang digunakan.17

Perlu kita ketahui pelaku cybercrime yaitu  mereka yang 

memiliki keahlian tinggi dalam ilmu computer, pelaku cybercrime 

umumnya menguasai algoritma dan pemrograman computer unutk 

membuat script/kode malware, mereka dapat menganalisa cara kerja 

system computer dan jaringan, dan mampu menemukan celah pasa 

system yang kemudian akan memakai  kelemahan ini  untuk 

dapat masuk sehingga tindakan kejahatan seperti pencurian data dapat 

berhasil dilakukan. 

Karakteristik khusus dari kejahatan siber antara lain 

menyangkut 5 hal sebagai berikut :18

1. Ruang lingkup kejahatan 

Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini juga bersifat 

global.Cybercrime sering kali dilakukan secara transnasional, 

melintasi batas antarnegara sehingga sulit dipastikan yuridiksi hukum 

Negara mana yang berlaku terhadapnya. 

2. Sifat Kejahatan 

Sifat kejahatan di dunia maya yang non-violence, atau tidak 

menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat. Jika kejahatan 

konvensional sering kali menimbulkan kekacauan maka kejahatan 

di internetbersifat sebaliknya.Oleh sebab  itu, ketakutan atas

kejahatan ini  tidak mudah timbul meskipun bias saja kerusakan 

yang diakibatkan oleh kejahatan cyber dapat lebih dahsyat dari pada 

kejahatan – kejahatan lain.

3. Pelaku Kejahatan 

Jika pelaku kejahatan konvensional mudah diidentifikasi dan memiliki 

tipe tertentu maka pelakucybercrime bersifat lebih universal meski 

memiliki ciri khusus yaitu kejahatan dilakukan oleh orang – orang 

yang menguasai pemakaian  internet beserta aplikasinya. Pelaku 

kejahatan ini  tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu. 

4. Modus Kejahatan 

Dalam hal ini, keunikan kejahatan ini yaitu  pemakaian  tekhnologi 

informasi dalam modus operandi. Itulah sebabnya mengapa modus 

operandi dalam dunia cyber ini  sulit dimengerti oleh orang –

orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer, tekhnik 

pemrogramannya dan seluk beluk dunia cyber. 

5. Jenis Kerugian yang ditimbulkan 

Kerugian yang ditimbulkan dari kejahatan ini dapat bersifat material 

maupun non-material. Cybercrime berpotensi menimbulkan kerugian 

pada banyak bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya yang lebih 

besar dampaknya dibandingkan dengan kejahatan berintensitas tinggi 

lainnya. 

B. Jenis-jenis Cyber Crime 

Beberapa jenis cybercrime, dalam beberapa literature dan praktiknya 

dikelompokan dalam beberapa bentuk, antara lain :19

1. Unauthorized Access Merupakan kejahatan yang terjadi 

ketika seseorang emasuki atau menyusup ke dalam suatu 

sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau 

tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer 

yang dimasukinya.

2. Illegal Contents Merupakan kejahatn yang dilakukan 

dengan memasukkan data atau informasi ke internet 

tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat 

dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban 

umum, contohnya yaitu  penyebaran pornografi.

3. Penyebaran virus secara sengaja, Penyebaran virus pada 

umumnya dilakukan dengan memakai  email. Sering 

kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak

menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke

tempat lain melalui emailnya.

4. Data Forgery, Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan 

memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang 

ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki 

oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis 

web database. 

5. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion, Cyber 

Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan 

jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata 

terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan 

komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion 

merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan 

membuat gangguan, perusakan atau penghancuran 

terhadap suatu data, program komputer atau sistem 

jaringan komputer yang terhubung dengan internet. 

6. Cyberstalking Kejahatan jenis ini dilakukan untuk 

mengganggu atau melecehkan seseorang dengan 

memanfaatkan komputer, misalnya memakai  e-mail 

dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan ini

menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan 

memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi sebab  

kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu 

tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.

7. Carding, Carding merupakan kejahatan yang dilakukan 

untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan 

digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. 

8. Hacking dan Cracker, Istilah hacker biasanya mengacu 

pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari 

sistem komputer secara detail dan bagaimana 

meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering 

melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya 

disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya 

yaitu  hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya 

untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet 

memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan 

account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, 

menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. 

Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of 

Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan 

melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat 

memberikan layanan. 

9. Cybersquatting and Typosquatting, Cybersquatting 

merupakan kejahatan yang dilakukan dengan 

mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan 

kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan 

ini  dengan harga yang lebih mahal. Adapun 

typosquatting yaitu  kejahatan dengan membuat domain

plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain

orang lain. Nama ini  merupakan nama domain 

saingan perusahaan.

10.Hijacking, Hijacking merupakan kejahatan melakukan 

pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering 

terjadi yaitu  Software Piracy (pembajakan perangkat 

lunak). 

11.Cyber Terorism Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber 

terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, 

termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.

C. Faktor Pendorong Terjadinya Cyber Crime 

Kemajuan teknologi informasi dapat ditandai dengan 

meningkatnya pemakaian  internet, meningkatnya pemakaian  

internet dapat memberikan dampak positif namun dampak negatif 

akibat kemajuan teknologi sangat banyak dan sering kali menjadi 

pidana.. Menurut Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, bahwa 

cyber crime lahir disebabkan sebab  faktor kurangnya kemampuan

atau pengetahuan dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus 

siber.20

 

Antara teknologi informasi dengan operator yang mengawaki 

memiliki  hubungan yang erat sekali, keduanya tidak dapat 

dipisahkan. Sumber daya manusia dalam teknologi informasi 

memiliki  peranan penting sebagai pengendali dari sebuah alat. 

Apakah alat itu digunakan sebagai sarana kebajikan untuk mencapai 

kesejahteraan umat manusia, ataukah alat itu akan dikriminalisasikan   sehingga dapat merusak kepentingan negara dan warga . 

Teknologi sebagai hasil temuan dan pengembangan manusia 

kemudian dimanfaatkan, untuk perbaikan umat, namun di sisi lain 

dapat membawa petaka bagi umat manusia sebagai akibat adanya 

penyimpangan. Di Indonesia sumber daya pengelola teknologi 

informasi ini cukup, namun sumber daya manusia untuk memproduksi 

atau menciptakan teknologi ini masih kurang. Penyebabnya ada 

berbagai hal, di antaranya kurangnya tenaga peneliti dan kurangnya 

biaya penelitian atau mungkin kurangnya perhatian dan apresiasi 

terhadap penelitian. sehingga sumber daya manusia di Indonesia lebih 

banyak sebagai pengguna saja dan jumlahnya cukup banyak.21

Dengan adanya teknologi sebagai sarana untuk mencapai tujuan, 

di antaranya media internet sebagai wahana untuk berkomunikasi, 

secara sosiologi terbentuklah sebuah komunitas baru di dunia maya 

yakni komunitas para pecandu internet yang saling berkomunikasi, 

bertukar pikiran berdasar  prinsip kebebasan dan keseim– bangan 

di antara para pecandu atau maniak dunia maya ini . Komunitas 

ini yaitu  sebuah populasi gaya baru sebagai gejala sosial, dan sangat 

setrategis untuk diperhitungkan, sebab dari media ini banyak hikmah 

yang bisa didapat. Dari hal yng tidak tahu menjadi tahu, yang tahu jadi 

semakin pintar, sementara yang pintar semakin canggih. Terjadinya 

perkembangan teknologi dan laju perkembangan warga  diketahui 

dengan cepat dan akurat, dan mereka saling bertukar pikiran serta 

dapat melakukan rechecking di antara mereka sendiri. 

Secara emosional, mereka melekatkan dirinya kepada teman di 

dunia maya. salah satu bentuk komunitasa itu yaitu  mailing list. Di 

yahoo terdapat komunitas dan kemudian difasilitasi oleh yahoo dalam

bentuk group.yahoo.com. Dalam mailing list mereka dapat berdiskusi 

tentang suatau masalah, namun mereka tidak harus menghidupkan 

komputer dan internet secara bersamaan, sedangkan chatting, di antara 

mereka harus sama-sama menghidupkan komputer.22

Selain tiga faktor diatas, ada juga beberapa hal yang menyebabkan 

makin maraknya kejahatan komputer diantaranya :23

Akses internet yang tidak terbatas, Di zaman sekarang ini internet 

bukanlah hal yang langka lagi, sebab  semua orang telah 

memanfaatkan fasilitas internet. Dengan memakai  internet kita 

diberikan kenyamanan kemudahan dalam mengakses segala sesuatu 

tanpa ada batasannya. Dengan kenyaman itu lah yang merupakan 

faktor utama bagi sebagian oknum untuk melakukan tindak kejahatan 

Cybercrime dengan mudahnya. Kelalaian pengguna computer, Hal ini 

merupakan salah satu penyebab utama kejahatan komputer. Seperti 

kita ketahui orang-orang memakai  fasilitas internet selalu 

memasukan semua data-data penting ke dalam internet. Sehingga 

memberikan kemudahan bagi sbagian oknum untuk melakukan 

kejahatan. 

Mudah dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak 

diperlukan peralatan yang super modern, Inilah yang merupakan 

faktor pendorong terjadinya kejahatan di dunia maya. sebab  seperti 

kita bahwa internet merupakan sebuah alat yang dengan mudahnya 

kita gunakan tanpa memerlukan alat-alat khusus dalam 

mengunakannya. Namunpendorong utama tindak kejahatan di internet 

yaitu susahnya melacak orang yang menyalahgunakan fasilitas dari 

internet ini . Para pelaku merupakan orang yang pada umumnya cerdas, 

memiliki  rasa ingin tahu yang besar, dan fanatik akan teknologi 

komputer, Hal ini merupakan faktor yang sulit untuk di hindari, 

sebab  kelebihan atau kecerdasan dalam mengakses internet yang di 

miliki seseorang di zaman sekarang ini banyak yang di salah gunakan 

demi memperoleh  keuntungan semata. Sehingga sulit untuk di 

hindari. 

Sistem keamanan jaringan yang lemah, Seperti kita ketahui bahwa 

orang-orang dalam memakai  fasilitas internet kebanyakan lebih 

mementingkan desain yang di milikinya dengan menyepelekan tingkat 

keamanannya. Sehingga dengan lemahnya sistem keamanan jaringan 

ini  menjadi celah besar sebagian oknum untuk melakukan tindak 

kejahatan. 

Kurangnya perhatian warga , warga  dan penegak hukum 

saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap 

kejahatan konvensional. Pada kenyataannya para pelaku kejahatan 

komputer masih terus melakukan aksi kejahatannya. Hal ini 

disebabkan sebab  rendahnya faktor pengetahuan tentang pemakaian  

internet yang lebih dalam pada warga .

CYBER CRIME SEBAGAI KEJAHATAN TRANSNASIONAL 

A. Pengertian Kejahatan Transnasional 

Cyber crime merupakan suatu kejahatan yang dapat dikatakan 

sebagai kerjahatan baru, sebab  kejahatan siber memiliki karakteristik 

yang sangat khusus jika dibandigkan dengan kejahatan-kejahatan 

konvensional. Cyber Crime muncul bersamaan dengan lahirnya 

kemajuan teknologi informasi. R. Nitibaskara mengatakan bahwa: 

―Interaksi sosial yang meminimalisir kehadiran secara fisik, 

merupakan ciri lain revolusi teknologi informasi. Dengan interaksi 

semacam ini, penyimpangan hubungan sosial yang berupa kejahatan 

(crime), akan menyesuaikan bentuknya dengan karakter baru

ini .‖ Ringkasnya, sesuai dengan ungkapan ―kejahatan merupakan 

produk dari warga nya sendiri‖ (crime is a product of society its 

self), ―habitat‖ baru ini, dengan segala bentuk pola interaksi yang ada 

di dalamnya, akan menghasilkan jenis-jenis kejahatan yang berbeda 

dengan kejahatan-kejahatan ini berada dalam satu kelompok besar 

yang dikenal dengan istilah ―cyber crime”. 24

Dengan memperhatikan jenis-jenis cyber crime yang dibahas pada 

bab sebelumnya dapat digambarkan bahwa cyber crime memiliki cirri￾ciri khusus, yaitu (1) tanpa kekerasan, (2) sedikit melibatkan kontak 

fisik, (3) memakai  peralatan, (4) memanfaatkan jaringan 

telematika (telekomunikasi, media, dan informatika) global.25 Melihat 

cirri ke 3 dan 4, terlihat jelas cyber crime dapat dilakukan dimana saja, 

kapan saja, serta berdampak kemana saja, seperti tanpa batas 

(borderless). Kondisi ini mengakibatkan tempat terjadinya cyber 

crime, pelaku, korban, serta akibat yang timbul bisa terjadi di

beberapa Negara, disinilah terlihat aspek dari transnasional cyber 

crime. 

Dari penjelasan diatas kemudian dapat didefinisikan bahwa 

kejahatan transnasional atau transnational crime yaitu  kejahatan 

dengan akibat yang ditimbulkan terjadi di lebih dari satu negara, 

dengan melibatkan warga negara lebih dari satu negara, sarana dan 

prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas￾batas teritorial suatu negara. 

Jadi istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk 

menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional 

(di dalam batas wilayah negara), tetapi dalam beberapa hal terkait 

kepentingan negara-negara lain. Sehingga lebih dari satu negara yang 

berkepentingan atau yang terkait dengan kejahatan itu. Kejahatan 

transnasional jelas menunjukkan perbedaannya dengan kejahatan atau 

tindak pidana dalam pengertian nasional semata-mata. Sifatnya yang 

transnasional yang meliputi hampir semua aspek nasional maupun 

internasional, baik privat maupun publik, politik maupun bukan 

politik. Oleh sebab  itu, dalam memberantas cyber crime diperlukan 

penanganan yang serius serta melibatkan kerjasama internasional baik 

yang sifatnya regional maupun multilateral. 

B. Yurisdiksi Suatu Negara dalam Kejahatan Transnasional 

Cyber space merupakan dunia virtual atau biasa disebut dengan

dunia maya dimana dunia virtual ini  tidak mengenal batas 

wilayah, sehingga dapat menimbulkan masalah tersendiri yang 

berkaitan dengan yurisdksi, Yurisdiksi merupakan suatu wilayah 

dalam hal berlakunya suatu peraturan perundang-undangan dalam 

kekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda atau 

peristiwa (hukum). Mengacu kepada asas umum dalam hukum 

internasional, bahwasannya setiap negara itu memiliki kedaulatan

dalam wilayahnya, sehingga suatu negara tidak dapat malampui 

kedaulatannya dalam melaksanakan suatu tindakan yang berada dalam 

wilayah negara lain.26

Penerapan yurisdiksi criminal suatu Negara berdaulat berdasar  

hukum internasional dilaksanakan berdasar  beberpa prinsip 

yurisdiksi antara lain : 

1. Prinsip Teritorial, Dapat menerapkan yuriskdiksi nasionalnya 

terhadap semua orang (baik warga negara atau asing), badan 

hukum dan semua benda yang berada di dalamnya. Prinsip 

territorial merupakan prinsip yurisdiksi yang utama yang 

dilaksankan dalam melaksanakan yurisdiksi Negara 

2. Prinsip Nasional Aktif, Prinsip berdasar  pada nasionalitas 

atau kewarganegaraan. Dalam hal ini nasionalitas pelaku 

kejahatan. Di sini kewarganegaraan pelaku menjadi titik taut 

diberlakukannya yurisdiksi negara asal. berdasar  prinsip 

ini Negara memiliki  yurisdiksi terhadap warga negaranya 

yang melakukan tindak pidana di dalam yurisdiksi Negara 

lain. 

3. Prinsip Nasional Pasif, Prinsip yang didasarkan pada 

kewarganegaraan dari korban kejahatan. berdasar  prinsip 

ini sutau Negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku 

tindak pidana di luar negeri yang merugikan warga 

negaranya.

4. Prinsip Perlindungan Hukum internasional menyatakan

bahwasannya suatu negara dapat menerapkan hukum 

nasionalnya kepada pelaku kejahatan walupun kejahatan itu 

dilakukan di luar wilayah negara ini , yang mana tindak pidana kejahatan yang dilakukan merupakan suatu tindakan 

yang dapat mengacam kepentingan negara yang 

bersangkutan. 

5. Prinsip Universal pada dasarnya tidak mensyaratkan adanya 

suatu hubungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu 

hukum pidana dapat diberlakukan jika  dalam suatu tindak 

pidana yang telah dilakukan oleh seseorang itu bertentangan 

dengan nilai-nilai universal dalam suatu negara dan

bertentngan dengan kepentingan warga  secara luas. 

Secara garis besar, yurisdiksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu 

pertama yaitu  yurisdiksi perdata dimana kewenangan hukum suatu 

negaraterdapat obyek perkara dalam yang di dalamnya dalam lingkup 

hukum privat yang memikiki unsur asing maupun unsur nasional, 

yang kedua yaitu  yurisdiksi pidana dimana kewenangan hukum 

suatu negara terdapat obyek perkara yang dalam ketentuannya telah 

melanggar hukum publik dan memiliki unsur asing. 

Asas au dedere au Judicare merupakan salah satu pedoman yang 

dapat dijadikan tolak ukur dalam hal penanggulangan tindak pidana 

internasional, asas ini secara tersurat menyebutkan bahwa setiap 

negara berkwajiban untuk berkolaborasi dengan negara lain untuk 

dapat menunutu serta mengadili setiap orang yang patut di duga telah 

melakukan suatu tindak pidana internasional. Tentang masalah 

yurisdiksi di internet/cyber space, Darrel Menthe mengemukakan 

suatu teori bahwa dalam hal berinteraksi dalam dunia virtual terdapat 

dua hal yang mendasari yaitu memberikan informasi dan mengambil 

informasi kedalam serta keluar dunia virtual atau dalam hal ini yaitu  

dunia cyber. 

Dalam hal ini ada dua peran yang berbeda secara nyata yaitu the 

uploader yang memberi informasi ke dalam dunia cyber dan the downloader sebagai pengambil informasi di kemudian hari; dengan 

tidak memperhatikan identitas keduanya (baik the uploader maupun 

the downloader). Teori yang dikemukakan oleh Darrel Menthe ini 

disebut sebagai The Theory of the Uploader and the Downloader. 

Johnson dan Post berpendapat bahwa penerapan prinsip-prinsip 

tradisional dari “Due Process and personal jurisdiction” tidak sesuai 

dan mengacaukan jika  diterapkan pada cyberspace. Menurut 

Johnson dan Post, cyberspace harus diperlakukan sebagai suatu ruang 

yang terpisah dari dunia nyata dengan menerapkan hukum yang 

berbeda untuk cyberspace (cyberspace should be treated as a separate 

“space” from the “real world” by applying distinct law to 

cyberspace).

Selanjutnya menurut Barda Nawawi Arief, bahwa sistem hukum 

dan jurisdiksi nasional/teritorial memang memiliki  keterbatasan 

sebab  tidaklah mudah menjangkau pelaku tindak pidana di ruang 

cyber yang tidak berbatas. Namun tidak berarti ruang cyber dibiarkan 

bebas tanpa hukum. Ruang cyber merupakan bagian atau perluasan 

dari ―lingkungan‖ (―environment‖) dan ―lingkungan hidup‖ (“life 

environment”) yang perlu dipelihara dan dijaga kualitasnya; jadi 

merupakan suatu ―kepentingan hukum‖ yang harus dilindungi. Oleh 

sebab  itu, jurisdiksi legislatif atau “jurisdiction to prescribe” , tetap 

dapat dan harus difungsikan untuk menanggulangi “cybercrime” yang 

merupakan dimensi baru dari ”environmental crime”. Masalah 

yurisdiksi yang timbul lebih banyak sebagai yurisdiksi horisontal, 

artinya negara manakah yang berhak untuk memutuskan atau 

melaksanakan yurisidiksi di dunia mayantara (cyberspace); hal ini 

muncul sebab  sulitnya untuk menetapkan diwilayah mana dunia 

mayantara (cyberspace) dapat dikenai jurisdiksi.

Menghadapi masalah jurisdiksi di dunia mayantara ini serta mem￾perhatikan ketentuan dalam Convention on Cybercrime, Barda 

Nawawi Arief mengemukakan ,digunakannya asas universal atau 

prinsip ubikuitas (the principle of ubiquity) untuk menanggulangi 

masalah kejahatan cyber. Prinsip ubikuitas yaitu  prinsip yang 

menyatakan bahwa delik-delik yang dilakukan/terjadi sebagian 

wilayah teritorial negara dan sebagian di luar teritorial suatu negara, 

harus dapat dibawa ke dalam jurisdiksi setiap negara yang terkait. 

Prinsip ubikuitas ini pernah direkomendasikan dalam “International 

Meeting of Experts on The Use of Criminal Sanction in The Protection 

of Environment, Internationally, Domestic and Regionally di Portland, 

Oregon, Amerika Serikat, tanggal 19-23 Maret 1994.27

C. Yurisdiksi Hukum Pidana Indonesia dalam Cybercrime

Tindak pidana siber merupakan salah satu kejahatan tarnsnasional 

dimana kejahatan ini terjadi tanpa batas, dalam hal ini akan terdapat 

permasalahan terkait dengan yurisdiksi suatu negara dalam hal 

menegakan hukum jika  terjadi kejahatan siber. Negara Indonesia 

telah memiliki paying hukum terkiat peraturan perundang-undangan 

yang khusus mengatur mengenai kejahatan siber dan didalamnya 

termuat aturan mengenai yurisdiksi yang telah memiliki asas universal 

yaitu Undnag-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas 

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan 

Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) Hal ini dapat dilihat 

dalam Pasal 2 Undang-Undang ITE yang menyebutkan bahwa : 

―Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan 

perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik 

yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah 

hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum

Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan 

kepentingan Indonesia‖. 

Undang-undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi yang sangat 

luas, pada pokoknya menjelaskan mengenai bahwa Undang-Undang 

ITE mengatur mengenai perbuatan hukum yang dilakukan di 

Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga 

dapat berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan diluar wilayah 

negara Indonesia dan/atau dilkukan oleh warga negara Indonesia 

maupun warga negara asing yang memiliki akibat hukum di wilayah 

negara Indonesia dengan menimbulkan kerugian. Yang dimaksud 

dengan ―merugikan‖ meliputi tetapi tidak terbatas pada kepentingan 

ekonomi nasioanl, perlindungan data strategis, harkat dan martabat 

bangsa, pertahanan dan keamnan negara, kedaulatan negara, warga 

negara serta badan hukum Indonesia. 

Di dalam tindak pidana yang tidak bersifat lintas batas negara 

dikenal tiga macam yurisdiksi: 

1. Yurisdiksi legislatif (jurisdiction to prescribe), yaitu 

kekuasaan membuat peraturan atau perundang-undangan yang 

mengatur hubungan atau status hukum orang atau peristiwa￾peristiwa hukum di dalam wilayahnya. Kewenangan seperti 

ini biasanya dilaksanakan oleh badan legislatif sehingga 

seringkali disebut pula sebagai yurisdiksi legislatif atau 

preskriptif. 

2. Yurisdiksi yudikatif (jurisdiction to adjudicate), yaitu 

kekuasaan pengadilan untuk mengadili orang (subyek hukum) 

yang melanggar peraturan atau perundang-undangan. 

3. Yurisdiksi eksekutif (jurisdiction to enforce), yaitu kekuasaan 

negara untuk memaksakan atau menegakkan (enforce) agar 

subyek hukum menaati hukum. Tindakan pemaksaan ini 

dilakukan oleh badan eksekutif negara yang umumnya tampak 

pada bidang-bidang ekonomi, misalnya kekuasaan untuk

menolak atau memberi izin, kontrak-kontrak, dan lain- lain. 

berdasar  ketiga kategori yurisdiksi di atas, perbuatan yang 

dapat menimbulkan masalah dalam Undang-Undang ITE yaitu  

ketika Warga Negara Indonesia melakukan tindak pidana di luar 

wilayah negara Indonesia dan akibatnya tidak timbul di wilayah 

negara Indonesia. Hal tesebut berkaitan erat dengan masalah 

yurisdiksi dimana kewenangan mengadili dan penerapan hukum serta 

kewenangan melaksanakan putusan, sebab  hal ini  berkaitan pula 

dengan keadualayan suatu wilayah dan kedaualatan hukum suatu 

negara. sebab  konstitusi suatu negara tidak dapat dipaksakan kepada 

negara lain sebab  dapat bertentangan dengan kedaulatan dan 

konstitusi negara lain, oleh sebab  itu hanya berlaku di negara yang 

bersangkutan saja, sehingga dibutuhkan kesepakatan Internasional dan 

kerjasama dengan negara-negara lain dalam menanggulangi tindak 

pidana teknologi informasi. 

D. Penegekan Hukum Tindak Pidama Cybercrime 

Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan 

keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum 

inilah yang nantinya menjadi pikiran badan pembuat undang-undang 

yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum. Perumusan 

pikiran pembuat hukum dituangkan dalam peraturan hukum yang 

nantinya menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. 

Pada kenyataannya proses penegakan hukum memuncak pada

pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum.28 Aparat penegak 

hukum di Indonesia yaitu  hakim, jaksa, polisi. Hakim yaitu  salah 

satu aparat penegak hukum yang melaksanakan suatu sistem peradilan 

yang memiliki  tugas untuk menerima dan memutus perkara dengan 

seadil-adilnya. 

Hakim yaitu  pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman 

yang diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang 

kekuasaan kehakiman. Dalam rangka penegakan hukum di Indonesia 

tugas hakim yaitu  menegakkan hukum dan keadilan melalui perkara￾perkara yang dihadapkan kepadanya. Jaksa yaitu  aparat penegak 

hukum yang merupakan pejabat fungsional yang diberikan wewenang 

oleh undangundang dan pelasanaan putusan pengadilan. Selanjutnya 

yaitu  Polisi, polisi sebagai penegak hukum dituntut melaksanakan 

profesinya secara baik dengan dilandasi etika profesi. Etika profesi 

ini  berpokok pangkal pada ketentuan yang menentukan peranan 

polisi sebagai penegak hukum. Polisi dituntut untuk melaksanakan 

profesinya dengan adil dan bijaksana, serta mendatangkan keamanan 

dan ketenteraman. Penegakan hukum selalu akan melibatkan manusia 

di dalamnya dan dengan demikian hal ini  tingkah laku manusia 

terlibat di dalamnya. Hukum tidak bias tegak dengan sendirinya 

sehingga melibatkan aparat penegak hukum, dan aparat dalam 

mewujudkan tegaknya hukum harus dengan undang-undang, sarana , 

dan kultur, sehingga hukum dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya 

sesuai dengan cita hukum itu sendiri.

Hal ini menunjukan bahwa tanntangan yang dihadapi oleh aparat 

penegak hukum bukan tidak mungkin sangatlah banyak Penegak 

hukum tidak hanya dituntut untuk professional dan tepat dalam menerapkan normannya akan tetapi juga dituntut dapat membuktikan 

kebenaran atas dakwaan kejahatan yang terkadang dipengaruhi oleh 

rangsangan dari prilaku masyrakat untuk sama-sama menjadi 

pelanggar hukum. Pendapat Soerjono Soekanto mengatakan bahwa 

pokok penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang 

mempengaruhinya. Faktor-faktor ini , yaitu  sebagai berikut:29

1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundang￾undangan yang berlaku di Indonesia. 

2. Faktor penegk hukum, yakni pihak-pihak yang 

membentuk maupun menerapkan hukum. 

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan 

hukum 

4. Faktor warga , yakni lingkungan dimana hukum 

ini  berlaku atau diterapkan. 

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan 

rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam 

pergaulan hidup. 

Dari kelima faktor ini  saling berkaitan dengan eratnya sebab  

antara yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Kelima 

faktor ini  dapat dikatakan esensi dari penegakan hukum, dan 

dapat dijadikan tolok ukur daripada keefektifitasan penegak hukum di 

Indonesia. 

Kejahatan teknologi informasi atau cybercrime memiliki karakter 

yang berbeda dengan tindak pidana lainnya baik dari segi pelaku, 

korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh 

penanganan dan pengaturan khusus di luar Kitab Undang-Undang 

Hukum Pidana (KUHP) dan juga Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Terkait dengan hukum pembuktian biasanya 

akan memunculkan sebuah posisi dilema, di salah satu sisi diharapkan 

agar hukum dapat mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, di 

sisi yang lain perlu juga pengakuan hukum terhadap berbagai jenis￾jenis perkembangan teknologi digital untuk berfungsi sebagai alat 

bukti di pengadilan. Pembuktian memegang peranan yang penting 

dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian inilah yang 

menentukan bersalah atau tidaknya seseorang yang diajukan di muka 

pengadilan. jika  hasil pembuktian dengan alat bukti yang 

ditentukan dengan undang-undang tidak cukup membuktikan 

kesalahan dari orang ini  maka akan dilepaskan dari hukuman, 

sebaliknya jika  kesalahan dapat dibuktikan maka dinyatakan 

bersalah dan dijatuhi hukuman. Oleh sebab  itu harus berhati-hati, 

cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan masalah 

pembuktian.30

Muncul kesulitan dalam penerapan hukum dan penegakan hukum 

terhadap tindak pidana cybercrime yakni dalam penyelesaian tindak 

pidana ini  , kondisi yang paperless (tidak memakai  kertas) 

ini menimbulkan masalah dalam pembuktian mengenai informasi 

yang diproses, disimpan, atau dikirim secara elektronik. mendasar 

pemakaian  bukti elektronik dalam proses pembuktian perkara pidana, 

khususnya yaitu tidak adanya patokan atau dasar pemakaian  bukti 

elektronik di dalam perundang-undangan kita. Selain itu sulitnya 

mengungkap tindak pidana ini  baik pelaku, dan kejahtan yang 

sering sekali sulit untuk dibuktikan sehingga hal ini  menjadi 

tantangan tersendiri dalam penegakan hukum tindak pidana 

cybercrime. Setiap penegak hukum diberi kewenangan berdasar  Peraturan 

Perundang-undangan yang berlaku untuk menjelaskan tugasnya. 

Dalam penanganan tindak pidana cybercrime, hukum acara yang 

digunakan yaitu hukum acara berdasar  KUHAP. Hal ini  

memang tidak disebutkan secara jelas dalam atas Undang-undan 

Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 

tetapi sebab  undang-undang ini  tidak menetukan lain maka 

KUHAP berlaku bagi tindak pidana yang termuat dalam Undang￾undan Nomor 11 tahun 2008. Dalam Pasal 42 UU Undang-undan 

Nomor 11 tahun 2008 disebutkan : ―Penyidikan terhadap tindak 

pidana sebagimana dimaksud dalam undang-undang ini dilakukan 

berdasar  ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan Ketentuan 

dalam Undang-undang ini.‖ Hal ini  juga ditegaskan dalam UU 

No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, bahwa dalam perubahan 

ini  sama sekali tidak merubah Pasal 43. 

berdasar  pasal ini  sehingga dapat ditafsirkan bahwa 

Hukum Acara Pidana yang diatur dalam KUHAP merupakan lex 

genaralis, sedangkan ketentuan acara dalam UU No 11 tahun 2008 

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No 19 Tahun 

2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi 

dan Transaksi Elektronik, ini merupakan lex specialis. Dengan 

demikian sepanjang tidak terdapat ketentuan lain maka ketentuan 

hukum acara yang digunakan seperti yang terdapat dalam KUHAP. 

Ketentran yang diatur lain dalam UU ITE ini yaitu menyangkut proses 

penyidikan dan penambahan satu alat bukti lain dalam penanganan 

tindak pidana yang diatur dalam UU ITE. Pelaksanaan penyelidikan 

tindak pidana cybercrime agak sedikit berbeda dengan penyelidikan 

tindak pidana lainya, pejabat dalam hal ini yaitu  pejabat polisi  

Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang￾undang ini untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1 angka 4 KUHAP) 

dihadapkan pada masalah dari mana dan dimana penyelidikan harus 

dimulai. Akibat perbuatan tindak pidana cybercrime seperti cyber 

porno, cyber terrorism, hacking , dll baik yang diketahui pertama kali 

oleh penyelidik yang sedang melukan cyber-patroling maupun 

berdasar  laporan dari korban tindak pidana cybercrime, diketahui 

melalui layar monitor suatu komputer yang terhubung dengan jaringan 

melalui koneksi internet, ataupun terjun langsung ke warnet-warnet. 

Proses awal penyelidikan harus melibatkan komputer, alat elektronik 

seperti handphone maupun android, tablet, dan jaringannya yang 

terkoneksi dengan suatu jaringan dan terkoneksi melalui internet. 

Bukti-bukti dalam suatu tindak pidan cybercrime biasanya sealu dapat 

tersimpan di dalam sistem alat alat elektronik ini  ataupun sistem 

komputer. 

Dengan Demikian inti dari suatu proses penyelidikan yaitu  

bagaimana menemukan dan selanjutnya menyita alat alat atau barang 

elektronik maupun komputer milik tersangka. Dari komputer 

ini lah penyelidikan dapat menentukan apakah ada bukti-bukti 

tindak pidana. Karakteristik tindak pidana cybercrime berbeda dengan 

tindak pidana yang lain , karakteristik bentuk tindak pidana 

cybercrime antara yang satu dengan yang lain pun berbeda hal ini 

disebab kan modus operandi yang digunakan berbeda. Sehingga 

dengan demikian dalam penegakan hukum dan dalam proses 

beracaranya dari tahap penyelidikan dan penyidikan memerlukan 

ketentuan khusus. Ketentuan khusus yang berkaitan dengan acara 

pidana yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, 

yang telah dirubah oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016  

tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 

tentang informasi dan transaksi elektronik yaitu  sebagai berikut; 

1. Diakuinya alat bukti elektronik yang berupa informasi 

elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang 

sah dalam pembuktian tindak pidana cybercrime. 

2. Adanya wewenang khusus yang diberiakan kepada 

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan 

Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di 

bidang Teknologi Informasi dan transaksi elektronik

sebagai penyidik. 

3. Adanya kewenangan penyidik, penuntut umum, dan 

hakim untuk meminta keterangan kepada penyedia jasa

dan penyelenggara sistem elektronik mengenai data-data 

yang berhubungan dengan tindak pidana, dengan tetap

terikat terhadap privasi, kerahasian, dan kelancaran 

layanan publik, integritas data dan keutuhan data. 

4. Adanya wewenang terhadap penyidik untuk melakukan 

penggeledahan, penyitaan terhadap sistem elektronik yang 

terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas 

izin ketua pengadilan negeri setempat, hal ini menghindari 

agar sistem elektronik ini  tidak bias hapus oleh 

pelaku dan menghindari agar pelacakan pelaku berjalan 

cepat, sehingga jejak pelaku mudah untuk ditemukan. 

usaha  penegakan hukum terhadap tindak pidana cybercrime 

selain dengan aturan-aturan ini  seharusnya juga diimbangi 

dengan skill dan kemampuan penegak hukumnya dalam 

pemberantasan tindak pidana cybercrime. Hal ini disebab kan modus￾modus tindak pidana cybercrime semakin hari semakin berkembang

dikhawatirkan kejahatan ini  akan merajalela dan pelaku-pelaku 

sulit untuk dilacak dan ditangkap, sehingga dapat merugikan 

warga  dan Negara dan bahkan dunia luas.

Dalam sistem hukum pembuktian di Indonesia, terdapat beberapa 

doktrin pengelompokan alat bukti, yang membagi alat bukti ke dalam 

kategori oral evidence, documentary evidence, material evidence, dan 

electronic evidence. Berikut pembagian pada masing-masing kategori: 

1. Oral Evidence

a. Perdata (keterangan saksi, pengakuan, dan sumpah) 

b. Pidana (keterangan saksi, keterangan ahli, dan 

keterangan terdakwa) 

2. Documentary Evidence

a. Perdata (surat dan pesangkaan) 

b. Pidana (surat dan petunjuk) 

3. Material Evidence 

a. Perdata (tidak dikenal) 

b. Pidana (barang yang digunakan untuk melakukan 

tindak pidana, barang yang digunakan untuk 

membantu tindak pidana, barang yang merupakan hasil

dari suatu tindak pidana, barang yang diperoleh dari 

suatu tindak pidana, dan informasi dalam arti khusus) 

4. Electronic Evidence

a. Konsep pengelompokan alat bukti menjadi alat bukti 

tertulis dan elektronik. Tidak dikenal di Indonesia

b. Konsep ini  terutama berkembang di Negara-negara 

common law.

c. Pengaturannya tidak melahirkan alat nukti baru, tetapi 

memperluas alat bukti yang masuk kategori 

documentary evidence.

KUHAP telah mengatur mengenai alat bukti yang sah yang 

dapat diajukan dalam sidang peradilan, pembuktian tidak dirumuskan 

dalam KUHAP dapat dianggap bahwa alat bukti ini  tidak 

memiliki kekuatan hukum yang mngikat. Adapun alat bukti yang sah

menurut Pasal 184 KUHAP yaitu  sebagai berikut : 

1. Keterangan Saksi 

Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah 

sebagaimna disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, pembuktian dalam 

perkara pidana akan selalu merujuk pada keterangan saksi. Pengertian 

saksi menurut KUHAP yaitu  orang yang mengetahui tentang suatu 

peristiwa hukum pidana yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri, 

sehingga dapat membuat terang suatu peristiwa hukum pidana dalam 

proses penyidikan, penuntutan serta peradilan 

Dalam Pasal 185 KUHAP menjelaskan bahwa, keterangan saksi dapat 

dinyatakan sebagai alat bukti yaitu  jika  saksi menyatakan di

hadapan pengadilan, keterangan satu orang saksi tidak cukup 

menjadikan keterangan ini  sebagai bukti, sebab  satu orang saksi 

tidak bisa dianggap sebagai bukti sehingga harus disertai dengn suatu 

alat bukti yang sah lainnya. Keterangan beberapa saksi yang berdiri 

sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan 

sebagai suatu alat bukti yang sah jika  keterangan saksi itu ada 

hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat 

membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Dalam hal 

ini jika keterangan yang diberikan oleh saksi merupakan suatu hasil 

pemikiran saja biak itu merupakan suatu pendapat atau rekaan maka 

hal ini  tidak dapat dikatakan sebagai sketerangan saksi.

Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus 

dengan sungguh-sungguh memperhatikan terkait hal-hal beriku, yaitu 

persamaan keterangan saksi yang satu dengan saksi yang lainnya, 

persamaan antara keterangan saksi dengan alat bukti lainnya yang 

berhubungan dengan peristiwa hukum ini , dasar yang digunakan 

oleh saksi dalam hal memberikan keterangan tertentu. 

 Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai dengan 

yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun jika  keterangan dari 

saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti 

sah yang lain. 

Pada umumnya semua orang dapat menjadi seorang saksi, namun 

demikian ada pengecualian khusus yang menjadikan mereka tidak 

dapat bersaksi. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 168

KUHAP yang pada pooknya menyebutkan bahwa Keluarga sedarah 

atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat 

ketiga dari terdakwa atau bersama-sama sebagai sebagai terdakwa, 

saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, 

saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang memiliki  

hubungan sebab  perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa 

samapai derajat ketiga, dan suami atau istri terdakwa meskipun sudah 

bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. 

Selanjutnya dalam pasal 171 KUHAP juga menambahkan 

pengecualian untuk memberikan kesaksiaan dibawah sumpah, yakni 

berbunyi : 

a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum 

pernah kawin; 

b. Orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang￾kadang ingatannya baik kembali.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa keterangan saksi 

yang dinyatakan dimuka sidang mengenai apa yang ia lihat, ia

rasakan, ia alami yaitu  keterangan sebagai alat bukti (pasal 185 ayat 

(1)), bagaimana terhadap keterangan saksi yang diperoleh dari pihak 

ketiga? Misalnya, pihak ketiga menceritakan suatu hal kepada saksi 

bahwa telah terjadi pembunuhan. Kesaksian demikian yaitu  

disebut testimonium de auditu. Sesuai dengan penjelasan KUHAP 

yang mengatakan kesaksian de auditu tidak diperkenankan sebagai 

alat bukti. Selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yang 

mencari kebenaran material, dan pula untuk perlindungan terhadap 

hak-hak asasi manusia dimana keterangan seorang saksi yang hanya 

mendengar dari orang lain tidak terjamin kebenarannya, maka 

kesaksian de auditu atau hearsay evidence patut tidak dipakai di

Indonesia pula. 

Namun demikian, kesaksian de auditu perlu pula didengar oleh hakim. 

Walaupun tidak memiliki  nilai sebagai bukti kesaksian, tetapi dapat 

memperkuat keyakinan hakim bersumber pada dua alat bukti yang 

lain. Dalam hal lain juga dalam KUHAP tentang prinsip minimum 

pembuktian. Hal ini terdapat dalam pasal 183 yang berbunyi: 

―Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali 

kepada seorang kecuali jika  dengan sekurang-kurangnya dua alat 

bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar￾benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya‖.

Dalam pasal 185 ayat (2) juga menyebutkan sebagai berikut: 

―Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa 

terdakwa bersalah terhadap terhadap dakwaan yang didakwakan 

kepadanya‖.

M. Yahya Harahap megungkapkan bahwa bertitik tolak dari ketentuan 

pasal 185 ayat (2), keterangan seorang saksi saja belum dianggap

sebagai suatu alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan 

terdakwa (unus testis nullus testis). Ini berarti jika alat bukti yang 

dikemukakan penuntut umum yang terdiri dari seorang saksi saja 

tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti yang 

lain, kesaksian tunggal seperti ini tidak dapat dinilai sebagai alat bukti 

yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan 

dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. 

Namun jika  disuatu pesidangan seorang terdakwa mangaku 

kesalahan yang didakwakan kepadanya, dalam hal ini seorang saksi 

saja sudah dapat membuktikan kesalahan terdakwa. sebab  selain 

keterangan seorang saksi tadi, juga telah dicukupi dengan alat bukti 

keterangan terdakwa. Akhirnya telah terpenuhi ketentuan minimum 

pembuktian yakni keterangan saksi dan keterangan terdakwa. 

2. Keterangan ahli 

Pengertian keterangan ahli sebagai alat bukti hanya bisa didapat 

dengan melakukan pencarian dan menghubungkan dari beberapa 

ketentuan yang terpencar dalam pasal KUHAP, mulai dari Pasal 1 

angka 28, Pasal 120, Pasal 133, dan Pasal 179 dengan jalan merangkai 

pasal-pasal ini  maka akan memperjelas pengertian ahli sebagai 

alat bukti : 

a. Pasal 1 angka 28 

Pasal ini memberi pengertian apa yang dimaksud dengan 

keterangan ahli, yaitu keterangan yang diberikan oleh seorang 

yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperluakan 

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan 

pemeriksaan.

b. Pasal 120 ayat (1) KUHAP 

Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta 

pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian 

khusus. Dalam pasal ini kembali ditegaskan yang dimaksud 

dengan keterangan ahli ialah orang yang memiliki keahlian 

khusus yang akan memberi keterangan menurut 

pengetahuannya dengan sebaik-baiknya. 

c. Pasal 133 (1) KUHAP 

Dalam hal penyidikan untuk kepentingan peradilan mengenai 

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang 

diduga sebab  peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada 

ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 

d. Pasal 179 KUHAP menyatakan: 

1) Setiap orang diminta pendapatnya sebagai ahli 

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli 

lainnya wajib memberi keterangan ahli demi 

keadilan. 

2) Semua ketentuan ini  diatas untuk saksi 

berlaku juga bagi mereka yang memberikan 

keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa 

mereka mengucapkan sumpah atau janji akan 

memberikan keterangan yang sebaik-baiknya 

dan yang sebenarnya menurut pengetahuan 

dalam bidang keahliannya.

Sebenarnya jika  kita hubungkan Pasal 133 dan Pasal 186 KUHAP, 

maka dapat dilihat bahwa ternyata keterangan saksi tidak hanya 

diberikan di depan persidangan tetapi juga diberikan dalam rangka 

pemeriksaan penyidikan. 

3. Surat 

Alat bukti surat harus dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan 

dengan sumpah, diantaranya yaitu  sebagai berikut :

a. Berita acara atau surat resmi yang telah dibuat oleh 

pejabat yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, 

yang di dalamnya memuat mengenai fakta-fakta suatu 

kejadian baik yang didengar, dilihat atau yang dialaminya 

sendiri hatus disertai dengan alasan yang jelas dan tegas; 

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang￾undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai 

hal yang termasuk dalam tata laksanan yang menjadi 

tanggungjawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian 

sesuatu hal atau sesuatu keadaan; 

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat 

berdasar  keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu 

keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; 

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada 

hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. 

4. Petunjuk 

Dalam KUHAP, alat bukti petunjuk dapat dilihat dalam Pasal 188, 

Petunjuk yaitu  perbuatan, kejadian atau keadaan yang sebab  

persamaannya, Keternagan saksi

a. Surat; 

b. Keterangan Terdakwa.

Peniaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk atas 

kekusaha n suatu pembuktian dilakukan oleh hakim dengan 

pemeriksaan yang cermat dan harus berdasar  hati nuraninya. 

Dari penjelasan pasal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa petunuk 

yaitu  meruapkah salah satu alat bukti yang tidak langsung sebab  

dalam prosesnya hakim haruslah dapat menghubungkan suatu alat 

bukti dengan alat bukti lainnya dan haruslah memiliih yang ada

persamaannya antara yang satu de