cyber crime 25
angkan dunia yang memproduksi barang
dan jasa yang layak dikonsumsi oleh warga . Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan
harapan bagi seluruh warga Indonesia, untuk memperoleh
perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang
dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.
C. Asas-asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Asas hukum menurut Paul Scholten yaitu kecenderungan yang
memberikan suatu penilaian yang bersifat etis terhadap hukum. Begitu
pula menurut H.J. Hommes, asas hukum bukanlah norma hukum yang
konkrit, melainkan sebagai dasar umum atau petunjuk bagi hukum
yang berlaku. Sepakat dengan pendapat ini , menurut Satjipto
Rahardjo asas hukum mengandung tuntutan etis, merupakan jembatan
antara peraturan dan cita-cita sosial dan pandangan etis warga .44
Terdapat lima asas penting yang diatur dalam Undang-undang
perlindungan konsumen Pasal 2 UUPK dan dijabarkan lebih lanjut
dalam penjelasan atas pasal 2 UUPK , yaitu:
1. Asas manfaat;
2. Asas keadilan;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas keamanan dan keselamatan;
5. Asas kepastian hukum.
Asas manfaat dimaksudkan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat bagi kepentingan konsumen
serta pelaku usaha secara keseluruhan. Artinya asas ini mengharapkan
bahwa pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan konsumen
tidak bermaksud untuk menempatkan salah satu pihak konsumen
maupun pelaku usaha diatas pihak lainnya atau sebaliknya, tetapi untuk memberikan kepada para pihak yakni, pelaku usaha dan
konsumen, tentang hak apa saja yang diperoleh kedua pihak. Dengan
demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakkan hukum
perlindungan konsumen dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan
warga dan pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan
berbangsa. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi atau
keterlibatan seluruh rakyat dapat diwujudkan semaksimal mungkin
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan
penegakkan hukum perlindungan konsumen indonesia, konsumen dan
pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban
yang berimbang. sebab itu, undang-undang ini mengatur sejumlah
hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha (produsen).45
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki
agar konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah mampu memperoleh
manfaat yang sama imbangnya sesuai hak dan kewajibannya.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam pemakaian , pemakaian dan pemanfaaatan barang
atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini mengharapkan
bahwa adanya jaminan hukum terhadap konsumen yang akan
memperoleh berbagai macam manfaat dari produk yang dipakai atau
dikonsumsi oleh konsumen, begitu pula sebaliknya produk yang dipakai atau dikonsumsi tidak akan mengancam keselamatan harta
bendanya.
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin
kepastian hukum. Artinya asas ini mengharapkan aturan-aturan
tentang hak dan kewajiban yang terdapat di undang-undang
perlindungan konsumen harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan.
Guna menjamin terlaksananya undang-undang ini setiap peraturan
perundang-undangan yang mengatur hubungan antara pelaku usaha
dan konsumen harus mengikuti dan mengacu mengacu dan mengikuti
kelima asas ini , sebab dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen.
berdasar isi Pasal 2 UUPK, terlihat bahwa rumusannya
merujuk pada filosofi pembangunan nasional yakni pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan falsafah NKRI.
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal ini , bila diperhatikan
substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas, yaitu :
1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas
keamanan dan keselamatan konsumen;
2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas
keseimbangan;
3. Asas kepastian hukum.
Menurut Radbruch Friedman menerangkan ketiga macam asas
ini yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sebagai tiga ide dasar hukum‖ atau ―tiga nilai dasar hukum‖,47 artinya dapat
disamakan dengan asas hukum. Dari ketiga macam asas yang
disebutkan sering menjadi sorotan utama yaitu masalah keadilan,
dimana Friedman menyebutkan bahwa: “In terms of law, justice will
be judget as how law treats people and how it distributes its benefits
and cost,” dan dalam hubungan ini Friedman juga menyatakan
bahwa “every function of law, general or specific, is allocative”.
Sebagai asas hukum, secara langsung menempatkan asas ini
menjadi awal rujukan, baik dalam pengaturan perundang-undangan
maupun dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
perlindungan konsumen. Asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum oleh banyak ahli hukum disebut juga sebagai tujuan hukum.
Permasalahannya, sebagai tujuan hukum, baik Radbruch Friedman
maupun Achmad Ali mengemukakan adanya kesulitan untuk
mewujudkannya secara bersamaan. Achmad Ali berpendapat, bila
dikatakan tujuan hukum sekaligus mewujudkan keadilan, kemanfaatan
dan kepastian hukum, apakah hal itu tidak menimbulkan masalah?
Pada kenyataannya tujuan yang satu dan tujuan lainnya sering
berbenturan satu sama lain. Sebagai contoh, dalam suatu kasus hukum
tertentu bila hakim menginginkan putusannya ―adil‖ menurut
pandangannya, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi
warga luas, demikian pula sebaliknya.49
Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Tujuan perlindungan konsumen mencakup aktivitas-aktivitas
penciptaan dan penyelenggaraan perlindungan konsumen. Dalam
Pasal 3 UUPK telah dijelaskan mengenai tujuan konsumen, yakni :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk memperoleh informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur
dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Tujuan dari perlindungan konsumen ini seakan-akan disusun
secara bertahap, mulai dari kesadaran hingga pemberdayaaan kualitas
barang atau jasa. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan perlindungan
konsumen tidak harus melalui tahapan-tahapan berdasar susunan
dalam pasal 3 UUPK ini . Namun melihat pada urgensinya.
Sebagai contoh, tujuan yang tercantum dalam nomor enam yakni,
tujuan untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa, untuk
mencapainya tidak harus menunggu tujuan yang tercantum dalam
nomor pertama tercapai terlebih dahulu. Idealnya, pencapaian tujuan
perlindungan konsumen dilakukan secara simultan atau serempak.
Pengertian Transaksi E-Commerce
E-Commerce atau Electronic Commerce juga biasa diterjemahkan
dalam bahasa indonesia sebagai ―perdagangan elektronik‖ yaitu
kegiatan yang berkaitan dengan pembelian, penjualan, pemasaran
barang atau jasa dengan memakai sistem elektronik seperti
internet atau jaringan komputer. E-commerce juga melibatkan
aktivitas yang berkaitan dengan proses transaksi elektronik seperti
transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, data persediaan
sistem pengolahan dilakukan oleh sistem komputer atau jaringan
komputer, dan lain sebagainya.
Kegiatan perdagangan di warga telah berkembang sangat
pesat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor salah satunya dengan
berkembangnya teknologi yang berbasis internet yang dikenal dengan
nama E-commerce. Perkembangan E-commerce tidak terlepas dari
laju pertumbuhan dunia maya/internet sebab E-commerce berjalan
melalui jaringan internet. Pertumbuhan pengguna internet yang
sedemikian pesatnya merupakan suatu kenyataan yang membuat
internet menjadi media yang efektif baik untuk perseorangan maupun
perusahaan untuk mempromosikan atau menjual barang dan atau jasa
kepada konsumen yang berada diseluruh dunia. E-Commerce
merupakan jenis bisnis modern yang tidak menghadirkan pelaku
bisnis secara fisik (non-fice) dan tidak memakai tanda tangan asli
(non-sign).
Sebagai suatu perdagangan dengan basis teknologi caggih, Ecommerce telah mereformasi perdagangan konvensional di mana
interaksi antara konsumen dengan perusahaan yang sebelumnya
dilakukan secara langsung (face to face) menjadi interaksi tidak
langsung. E-commerce telah merubah pandangan bisnis klasik dengan
cara menumbuhkan macam-macam cara interaksi antara produsen dan konsumen di dunia maya. Sistem perdagangan yang digunakan dalam
E–commerce dirancang guna penandatanganan secara elektronik.
Penandatanganan elektronik ini dirancang dimulai dari saat proses
jual-beli, pemeriksaan hingga pengiriman. Oleh sebab itu
ketersediaan informasi yang benar dan akurat mengenai konsumen
dengan perusahaan dalam E-commerce merupakan suatu persyaratan
mutlak. Permasalahan akibat liberalisasi perdagangan melalui internet
diwujudkan dalam bentuk pengaduan/komplain dari konsumen atas
barang atau jasa yang dikonsumsinya.
E-commerce dapat diartikan sebagai segala bentuk transaksi
perdagangan atau perniagaan barang atau jasa (trade of goods and
services) dengan memakai media elektronik. Adapun ruang
lingkup E-commerce meliputi tiga sisi yakni segmentasi bisnis ke
bisnis, bisnis ke konsumen dan konsumen ke konsumen.
E. Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam
Mengakomodasi Transaksi E-commerce
UUPK belum dapat melindungi konsumen dalam transaksi Ecommerce sebab ketentuan–ketentuan yang tercantum dalam UUPK
belum mengakomodir hak–hak konsumen dalam transaksi Ecommerce. Hal ini disebab kan E-commerce memiliki ciri
khas/karakteristik tersendiri dibandingkan dengan
transaksi konvensional. Karakteristik ini yaitu : tidak
bertemunya penjual dan pembeli, media yang digunakan yaitu
internet, transaksi dapat terjadi melintasi batas–batas yuridis suatu
negara, barang yang diperjualbelikan dapat berupa barang/jasa atau
produk digital seperti software. Dalam hukum positif Indonesia, hak –
hak konsumen diakomodir dalam Pasal 4 UUPK yang terdiri dari. Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang maupun jasa. Hak untuk memilih barang maupun jasa serta
memperoleh barang atau jasa ini sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang maupun jasa.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa
yang digunakan. Hak untuk memperoleh advokasi perlindungan, dan
usaha penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak untuk memperoleh pembinaan dan pendidikan konsumen. Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Hak untuk memperoleh kompensasi, ganti rugi
penggantian, jika barang atau jasa yang diterima tidak dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Mengenai transaksi E-commerce terutama dalam pemenuhan hak–
hak konsumen sangat riskan sekali untuk dilanggar, dalam hal ini
konsumen tidak memperoleh hak–haknya secara penuh dalam
transaksi E-commerce. Hak–hak ini antara lain hak atas
kenyamanan, hak atas informasi, hak untuk didengar pendapat, serta
hak untuk memperoleh advokasi.
Beraneka ragam kasus yang muncul berkenaan dengan tumbuh
kembangnya metode-metode transaksi secara elektronik terutama
faktor keamanan dalam E-commerce tentunya sangat merugikan
konsumen. Padahal dengan adanya jaminan dalam transaksi Ecommerce ini sangat diperlukan untuk menumbuhkan tingkat
kepercayaan konsumen. Dengan tidak diperhatikannya jaminan
keamanan dikhawatirkan akan mengakibatkan pergeseran substansi yang terkandung dalam transaksi E-commerce menuju ke arah
ketidakpastian yang akan menghambat perkembangan E-commerce.
jika diperhatikan, hak–hak konsumen yang secara normatif
diatur oleh UUPK seakan-akan terbatas pada kegiatan perdagangan
yang bersifat konvensional. Di sisi lain perlindungan difokuskan
hanya pada posisi konsumen serta posisi produk yang diperdagangkan
sedangkan perlindungan dari posisi pelaku usaha seperti informasiinformasi umum mengenai identitas perusahaan pelaku usaha dan
jaminan kerahasiaan data-data milik konsumen belum diakomodir
oleh UUPK, padahal hak–hak ini sangat penting untuk diatur
untuk keamanan konsumen dalam bertransaksi