harta waris

  





Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau 

penetapan pengadilan. Perihal putusan atau penetapan pengadilan adalah 

pengadilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia  

Nomor 48 Tahun 2009  Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 

2009). Di dalam pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 disebutkan bahwa 

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah  Agung dan badan 

peradilan yang berada di bawahnya dalam  lingkungan peradilan umum, 

lingkungan peradilan agama,  lingkungan peradilan militer, lingkungan 

peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.  

Badan peradilan yang dimaksud meliputi peradilan umum, 

peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara. Peradilan 

umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan 

perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peradilan 

agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan 

perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan 

peraturan perundang-undangan. Peradilan militer berwenang memeriksa, 

mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan 

ketentuan peraturan perundang-undangan. Peradilan tata usaha negara 

berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa 

tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 

sebagaimana pasal 25 UU No. 48 Tahun 2009. 


Badan peradilan tersebut di antaranya adalah Peradilan Agama 

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 

Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UU Peradilan  Agama). Peradilan 

Agama menurut pasal 1 angka 1 UU Peradilan Agama adalah peradilan 

bagi orang-orang yang beragama Islam. Peradilan Agama hanya 

diperuntukan bagi pencari keadilan yang beragama Islam, pencari keadilan 

sebagaimana dimaksud oleh pasal 2 UU Peradilan Agama yang 

menentukan bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan 

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai 

perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 

Dijelaskan lebih lanjut oleh Penjelasan Pasal 2 UU Peradilan Agama 

bahwa yang dimaksud dengan “rakyat pencari keadilan” adalah setiap 

orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang mencari 

keadilan pada pengadilan di Indonesia. 

Di antara kewenangan Pengadilan Agama, pada Pasal 49 

Peradilan  Agama berkaitan dengan wewenang Pengadilan Agama, di 

antaranya memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat 

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang waris. 

Kompetensi Peradilan Agama salah satunya memeriksa, memutus, dan 

menyelesaikan perkara di tingkat pertama di bidang perkawinan; waris, 

termasuk di antaranya masalah ekonomi syariah.  


Sistem kewarisan Islam, yang paling dominan dianut di Indonesia 

ialah ajaran Ahlus Sunnah Waljamaah.2 Meskipun demikian pada dasarnya 

Hukum Kewarisan Islam bersumber kepada beberapa ayat Al-Qur’an 

sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Besar Muhammad 

SAW dan hadits rasul yang terdiri dari ucapan, perbuatan dan hal-hal yang 

didiamkan Rasul. Baik dalam Al-Qur’an maupun hadits-hadits dasar 

hukum kewarisan itu ada yang secara tegas mengatur, dan ada yang secara 

tersirat, bahkan kadang-kadang hanya berisi pokok-pokoknya saja, yang 

paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum kewarisan itu dalam surat 

An-Nisa di samping surah-surah lainnya sebagai pembantu.

 Mengenai dasar hukum pewarisan, dijabarkan lebih lanjut oleh 

KHI, yang keberadaannya didasarkan atas Keputusan Menteri Agama 

Republik Indonesia tanggal 22 Juli 1991 No. 154 Tahun 1991 tentang 

Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik  Indonesia Nomor 1 Tahun 1991.4 

Sungguhpun dasar hukumnya belum berupa peraturan perundang-

undangan, namun ketentuan-ketentuan KHI banyak yang telah menjadi 

yurisprudensi sehingga kedudukannya sama dengan undang-undang. 

Pemeriksaan di sidang pengadilan, perlu adanya bantuan hukum, 

Pasal 60 C UU Peradilan Agama, bahwa bantuan hukum diberikan secara 

cuma-cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap 

perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Bantuan hukum yang 

                                                            

diberikan secara cuma-cuma termasuk biaya eksekusi. Hal ini berarti 

bahwa putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum tetap dan 

dapat dilakukan eksekusi. 

Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat 

dijelaskan bahwa ditinjau dari segi kewenangan lelang, lelang eksekusi 

dilaksanakan oleh Kantor Lelang, dari segi jenis lelang dibedakan antara 

lelang eksekusi; lelang non-eksekusi wajib; dan lelang non-eksekusi  

sukarela. Lelang eksekusi didasarkan atas penetapan pengadilan dalam hal 

ini Pengadilan Negeri, kecuali jika pemegang hak tanggungan merupakan 

lembaga yang menggunakan sistem syariah, maka permohonan  dilakukan  

oleh  Pengadilan Agama. Hal ini berarti bahwa Pengadilan Agama 

mempunyai wewenang menerbitkan eksekusi sebatas mengenai eksekusi 

benda jaminan pada perbankan syariah. 

Eksekusi harta waris didasarkan atas penetapan Pengadilan 

Agama terjadi dalam kasus sebidang tanah seluas lebih kurang 9.250 m² 

Sertifikat  Hak  Milik  Nomor 102 atas nama Nyani terletak di Desa Gadu, 

Kecamatan Sambong, Kabupaten  Blora. Bidang tanah tersebut diperoleh 

Nyani (anak kandung) dari Wirodikromo Kasngat atas dasar hibah dengan 

bukti Akta Hibah Nomor 14/ PPAT/VIII/1986, tanggal 18 Agustus 1986 

akta hibah kemudian  ditindaklanjuti  dengan diterbitkannya Sertifikat Hak 

Milik Nomor  102 tanggal 21 November 1988. Bidang tanah tersebut oleh 

Nyani dijual kepada Ardhono Naresworo dengan bukti Akta Jual Beli 

Nomor 43 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT Elizabeth Estiningsih, 

S.H., dengan harga pembelian harga Rp 480.000.000,00 (empat ratus 

delapan puluh juta rupiah). 

 

 

Mahkamah Agung yang memeriksa pada tingkat kasasi dalam 

putusannya Nomor 1781 K/Pdt/2013, amarnya menolak permohonan 

kasasi dari Para Pemohon Kasasi KPKNL Semarang, Muslih Ahyani, 

SE.,MM., Mangun, Joko  Sutrisno, Sukarsih, Marsam, Kasti dan Dami.  

Putusan Mahkamah Agung dalam kasus sebagaimana tersebut di 

atas dapat dijelaskan bahwa bidang tanah sengketa telah dihibahkan dan 

penerima hibah telah melakukan balik nama. Penerima hibah menjual 

bidang tanah dilangsungkan sesuai dengan prosedur yang benar dan telah 

dilakukan balik nama, namun ahli waris penghibah mempermasalahkan, 

kemudian diselesaikan secara damai dengan menjual lelang harta waris 

didasarkan atas penetapan Pengadilan Agama. 

 

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh lingkungan peradilan 

di bawah Mahkamah Agung telah diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 

1945 yang menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh 

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di 

bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan 

agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata 

usaha negara.  

M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa keempat lingkungan 

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung ini, merupakan 

penyelenggara kekuasaan Negara di bidang yudikatif. Oleh karena itu, 

secara konstitusional bertindak menyelenggarakan peradilan guna 

menegakkan hukum dan keadilan (to enforce the truth and justice), 

dalam kedudukannya sebagai pengadilan Negara (state court). Dengan 

demikian, Pasal 24 ayat (2) UUD dan Pasal 2 Jo. Pasal 10 ayat (2) UU 

No. 48 Tahun 2009 merupakan landasan sistem peradilan Negara (state 

court system) di Indonesia, yang dibagi dan terpisah berdasarkan 

yuridiksi atau separation  court system based on jurisdiction.5 

Pembagian empat lingkungan peradilan tersebut menunjukan 

adanya pemisahan yurisdiksi antar lingkungan peradilan yang 

menimbulkan pembagian kewenangan (kekuasaan) absolut atau atribusi 

kekuasaan yang berbeda-beda dan tertentu pada tiap-tiap lingkungan 

peradilan. Sehingga jenis perkara tertentu yang merupakan kewenangan 

                                                             

 

satu lingkungan peradilan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh 

pengadilan lain. 

Pembagian kewenangan absolut masing-masing lembaga 

peradilan, telah ditegaskan dalam Pasal 25 UU No. 48/2009 tentang 

Kekuasaan Kehakiman yang menjelaskan sebagai berikut:6 

a. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi 

badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, 

peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. 

b. Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang 

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata 

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

c. Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang 

memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara 

orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan 

perundang-undangan. 

d. Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang 

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer 

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

e. Peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan 

sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan 

perundang-undangan. 

                                                             

Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai 

pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di 

persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu 

perkara atau sengketa antara para pihak.7 Produk hukum hakim 

bukanlah satu-satunya bentuk untuk menyelesaikan perkara, di samping 

putusan hakim masih ada penetapan hakim. Penyelesaian perkara dalam 

peradilan contentieus disebut putusan, sedangkan penyelesaian perkara 

dalam peradilan voluntair disebut penetapan.8 

Lelang dibedakan berdasarkan sebab obyek lelang dijual dan 

penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Sifat 

lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara:  

1) lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/ 

penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu 

sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 

2) lelang non-eksekusi adalah lelang selain lelang eksekusi yang 

meliputi lelang non-eksekusi wajib dan lelang non eksekusi sukarela.  

Sifat lelang ditinjau dari sudut penjual dalam hubungannya dengan 

barang yang akan dilelang, dibedakan antara lelang yang sifatnya wajib, 

yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor 

Lelang dan lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. 

Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan 

penjualan barang milik negara/ daerah dan kekayaan negara yang 

                                                            

dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku. Lelang Non Eksekusi 

Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan kehendak perorangan atau 

badan untuk menjual barang miliknya. 

Wewenang Pengadilan Agama mengajukan eksekusi melalui 

lelang terhadap putusannya di bidang kewarisan Islam dapat dijelaskan 

bahwa salah satu wewenang Pengadilan Agama sebagaimana pasal 49 

UU Pengadilan Agama adalah menyelesaikan sengketa waris. Hal ini 

berarti bahwa Pengadilan Agama mempunyai wewenang untuk 

memeriksa, memutus dan melaksanakan putusan pengadilan atau 

dikenal dengan eksekusi.  Kaitannya dengan bentuk putusan Pengadilan 

Agama dapat berupa vonis atau putusan dan dapat pula berupa 

penetapan, sehingga jika Pengadilan agama Blora menerbitkan 

penetapan yang isinya eksekusi berupa penjualan lelang atas bidang 

tanah dari sengketa warisan, maka eksekusi tersebut adalah 

berlandaskan hukum dan sah menurut hukum. 

 

2. WEWENANG KANTOR LELANG UMUM MELAKUKAN 

LELANG EKSEKUSI WARIS ATAS PUTUSAN PENGADILAN 

AGAMA 

Lelang berdasarkan penetapan pengadilan yang dikenal dengan 

fiat ekskusi didasarkan atas ketentuan pasal 224 HIR, bahwa surat asli 

dari pada surat hipotek dan surat hutang yang diperkuat di hadapan 

notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan "Atas nama 

Undang-undang" berkekuatan sama dengan putusan hakim, jika surat 

yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal 


 

menjalankannya dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan ketua 

pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berhutang 

itu diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang 

dinyatakan pada pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan 

pengertian, bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan, jika sudah 

diizinkan dengan keputusan hakim. Jika hal menjalankan keputusan itu 

harus dijalankan sama sekali atau sebagian di luar daerah hukum 

pengadilan negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, 

maka peraturan-peraturan pada pasal 195 ayat kedua dan yang 

berikutnya dituruti. 

Lelang   dilaksanakan  oleh  Kantor   Pelayanan  Kekayaan  

Negara  dan  Lelang Semarang didasarkan atas penetapan Pengadilan 

Agama  Blora  tertanggal  14  April  2010 Nomor  952/ Pdt/G/2009/ PA. 

Bla, kemudian Pengadilan Agama Blora menerbitkan penetapan Nomor 

01/ Pdt.Eks/ 2011/PA Bla., yang berarti termasuk lelang ekskusi 

berdasarkan atas penetapan pengadilan atau yang disebut dengan fiat 

eksekusi dengan mendasarkan ketentuan pasal 224 HIR, bahwa Surat 

asli dari pada surat hipotek dan surat hutang yang diperkuat di hadapan 

notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan "Atas nama 

Undang-undang" berkekuatan sama dengan putusan hakim, jika surat 

yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal 

menjalankannya dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan ketua 

pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berhutang 

itu diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang 

dinyatakan pada pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan 


pengertian, bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan, jika sudah 

diizinkan dengan keputusan hakim. 

Prosedur lelang merupakan rangkaian perbuatan-perbuatan yang 

dilakukan sebelum lelang dilaksanakan disebut prosedur persiapan 

lelang/ pra lelang, saat lelang dilaksanakan dan setelah lelang 

dilaksanakan. Prosedur pelaksanaan lelang dapat kita bagi dalam 3 (tiga) 

tahap, yaitu: 

1. Tahap pra lelang/ persiapan lelang 

2. Tahap pelaksanaan lelang 

3. Tahap pasca lelang 

1) Pra Lelang 

Juklak Lelang tidak memberikan definisi tentang pra lelang. 

Pengertian Pra Lelang adalah rangkaian kegiatan yang harus dilalui 

sebelum hari lelang dan merupakan bagian yang harus dipersiapkan 

secara matang dan profesional guna mengoptimalkan hasil lelang.9 

Rangkaian Pelaksanaan Pra Lelang adalah sebagai berikut: 

1. Penandatanganan Kerjasama (MOU/SPK) 

2. Penerimaan Dokumen 

3. Pengecekan Aspek Hukum (Legal) 

4. Peninjauan Awal (Primary Survey) 

5. Penilaian Aset (Appraisal) 

6. Perbaikan Ringan (Minor Repair) dan Pembersihan (Cleaning) 

7. Keamanan (Security) 

8. Penjelasan Aset 

                                                             

9. Pemasaran  (Marketing) 

10.Pameran (Open House) 

11.Pengumuman Lelang 

Lelang atas dasar penetapan Peradilan Agama Agama  Blora  

tertanggal  14  April  2010 Nomor  952/ Pdt/G/2009/ PA. Bla, 

kemudian Pengadilan Agama Blora menerbitkan penetapan Nomor 

01/ Pdt.Eks/ 2011/PA Bla, setelah pejabat lelang mengumumkan 

adanya lelang berdasarkan Surat Kabar Suara Muria  edisi  Rabu  16  

Februari  2011 yang  menyatakan  Pengumuman  Lelang  Nomor  01/ 

Pdt.Eks/ 2011/PA  Bla. Hal ini berarti bahwa persyaratan lelang 

yakni Pra Lelang telah dilaksanakan atau dipenuhi. 

2) Pelaksanaan Lelang 

Pelaksanaan lelang adalah suatu rangkaian kegiatan yang 

dilakukan dan merupakan puncak dari seluruh kegiatan lelang, 

setelah melewati tahapan pra lelang. 

Pelaksanaan lelang tersebut terdiri dari: 

Sebelum lelang dilaksanakan, peserta lelang wajib memenuhi syarat–

syarat untuk mengikuti lelang yaitu sebagai berikut: 

a. Melakukan penyetoran uang jaminan yang telah ditentukan. 

b. Calon  pembeli  wajib  mengetahui  hak  dan  kewajibannya,  

termasuk  

pembayaran biaya/ pajak yang dikeluarkan sesuai peraturan yang 

berlaku. 

c. Memastikan bahwa aset yang akan dibeli sudah dilihat dalam 

kondisi sebagaimana adanya (sesuai  dengan informasi/ 

 

spesifikasi/ particular yang diberikan) untuk menghindari keluhan 

di kemudian waktu. 

Lelang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan  

Negara  dan  Lelang  Semarang  tanggal 15 September 2011, dengan 

pejabat lelang Muslih Ahyani, S.E., M.M.,  NIP. 

19780424000011001. Hal berarti bahwa lelang telah terjadi dan 

dilaksanakan, sehingga prosedur lelang yakni pelaksanaan lelang 

diawali dengan pra lelang, lelang dan pasca lelang dengan 

diterbitkannya risalah lelang oleh Pejabat Lelang telah dipenuhi. 

3) Pasca Lelang/Pemenang Lelang 

a. Setelah pelaksanaan lelang selesai pemenang lelang akan 

diberikan Berita Acara Pemenang Lelang. 

b. Selanjutnya  pemenang  lelang  menyelesaikan  seluruh  

kewajiban  sesuai  dengan persyaratan lelang. 

c. Apabila pemenang lelang telah menyelesaikan seluruh 

kewajibannya maka diberikan Risalah Lelang. 

Lelang diselenggarakan oleh pejabat lelang. Pejabat lelang 

menurut pasal 1 Juklah Lelang adalah orang yang berdasarkan 

peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk 

melaksanakan penjualan barang secara lelang. Pejabat lelang yang 

dimaksud adalah pejabat yang oleh undang-undang diberi wewenang 

khusus untuk melaksanakan penjualan di muka umum. Pejabat yang 

oleh undang-undang diberi wewenang untuk melakukan penjualan di 

muka umum. 

 

Lelang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan  

Negara dan Lelang Semarang  tanggal 15 September 2011, dan 

sebagai pemenang lelang adalah Joko Soetrisno, Muslih Ahyani, 

S.E., M.M selaku Pejabat Lelang telah menerbitkan Risalah  Lelang 

Nomor 1142/2011 sebagai bukti yang diberikan kepada pemenang 

lelang. 

Kasus Posisi: 

Sebidang tanah seluas lebih kurang 9.250 m² Sertifikat  Hak  

Milik  Nomor 102 atas nama Nyani terletak di Desa  Gadu, Kecamatan 

Sambong, Kabupaten Blora. Sebidang tanah tersebut diperoleh Nyani 

(anak kandung) dari Wirodikromo Kasngat atas dasar hibah dengan 

bukti Akta Hibah Nomor 14/ PPAT/VIII/1986, tanggal 18 Agustus 1986 

akta hibah kemudian  ditindaklanjuti  dengan diterbitkannya Sertifikat 

Hak Milik Nomor  102 tanggal 21 November 1988. Bidang tanah 

tersebut oleh Nyani dijual kepada Ardhono Naresworo dengan bukti 

Akta Jual Beli Nomor 43 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT  

Elizabeth Estiningsih,  S.H., dengan harga pembelian harga Rp 

480.000.000,00 (empat ratus delapan puluh juta rupiah). 

Ardhono Naresworo yang merasa telah membeli sebidang tanah 

seluas lebih kurang 9.250 m² Sertifikat  Hak  Milik  Nomor 102 atas 

nama Nyani dengan bukti Akta Jual Beli Nomor 43 yang dibuat di 

hadapan Notaris/PPAT Elizabeth Estiningsih, S.H, dan telah dilakukan 

balik nama sehingga pada sertifikat semula atas nama Nyani menjadi 

atas nama Ardhono Naresworo, setelah mengetahui/ membaca dari surat 

kabar Suara Muria edisi Rabu 16 Februari 2011 yang menyatakan  

 

Pengumuman  Lelang  Nomor  01/Pdt.Eks/2011/PA  Bla.,  tentang  

tanah  sawah  obyek  sengketa, kemudian  pada  tanggal 13 April 2011 

Ardhono Naresworo datang di Kantor Pelayanan Kekayaan  Negara  dan  

Lelang  Semarang  ternyata benar  adanya  dan  diberi penjelasan, yaitu 

pada  tanggal  14  April  dilaksanakan  lelang  ke 2 (dua) dan  pemegang 

lelangnya yaitu Joko  Sutrisno. Ardhono Naresworo mengajukan 

keberatan secara tertulis dan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan 

Lelang Semarang  dan Pengadilan Agama Blora. 

Ardhono Naresworo menggugat Pemerintah Republik Indonesia 

cq.  Departemen Keuangan Republik Indonesia cq. Kepala Kantor 

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Semarang. Muslih 

Ahyani, S.E., M.M.,  NIP. 19780424000011001, KPKNL, Semarang, 

Mangun, Joko  Sutrisno, Sukarsih,  Marsam, Kasti, Dami dan Joko 

Sutrisno. 

Pengadilan  Negeri  Blora  dalam putusannya  Nomor  

28/Pdt.G/2011/PN  Bla.,  tanggal  28  Juni  2012, amarnya mengabulkan 

gugatan Ardhono Naresworo untuk sebagian; menyatakan bahwa 

Ardhono Naresworo adalah pembeli yang beritikad baik;  Menyatakan 

bahwa Mangun, Joko  Sutrisno, Sukarsih,  Marsam, Kasti, dan Dami  

adalah  anak-anak  dan  ahli  waris  dari almarhum Wirodikromo 

Kasngat. Menyatakan  bahwa  KPKNL, Semarang. Muslih Ahyani, S.E., 

M.M.,  telah  melakukan perbuatan melawan hukum. 

Pengadilan Negeri Blora yang memeriksa pada tingkat pertama 

dalam putusannya dibatalkan  oleh  Pengadilan Tinggi Semarang pada 

tingkat banding dengan Putusan Nomor 375/PDT/2012/PT.SMG., 

 

mengabulkan gugatan Ardhono Naresworo/ Pembanding untuk 

sebagian; menyatakan Ardhono Naresworo/Pembanding adalah pembeli 

yang beritikad baik yang harus dilindungi hukum, sehingga “Akta Jual 

Beli” Nomor 43/Blora  yang  dibuat  di  Notaris  Elizabeth  Estiningsih, 

S.H., di  Blora  adalah  sah, SHM Nomor 102 atas nama Nyani yang 

berada di Desa Gadu, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora seluas 

9.250 m², adalah milik sah dari Ardhono Naresworo; Menyatakan 

bahwa Mangun, Joko  Sutrisno, Sukarsih, Marsam, Kasti, Dami adalah 

anak-anak  dan  ahli  waris  dari  almarhum  Wirodikromo Kasngat. 

Menyatakan bahwa Mangun, Sukarsih,  Marsam, Kasti, Dami, Joko 

Sutrisno    KPKNL, Semarang. Muslih Ahyani, S.E., M.M.,  telah  

melakukan perbuatan melawan hukum, menetapkan  tanah obyek  

sengketa (SHM  Nomor 102) harta peninggalan almarhum Wirodikromo 

Kasngat yang telah  dihibahkan kepada  Nyani  bt. Wirodikromo  

Kasngat adalah  sah menurut hukum. 

Menyatakan  Akta  Perdamaian  yang  tertuang  dalam  putusan  

PA  Blora tanggal 14 April 2010 Nomor 952/Pdt.G/2009/PA Bla., 

dinyatakan tidak  berlaku; menyatakan pelaksanaan lelang tanggal 15 

September 2011 dan Risalah  Lelang Nomor 1142/2011 yang dibuat 

oleh pejabat lelang bertentangan dengan  Permenkeu Nomor 

93/PMK.06/2010 jo. Peraturan Dirjen Kekayaan Negara  Nomor  Per-

03/KN/2010  jo.  Surat  Direktur  Lelang  tanggal 11 November 2011 

mengenai Petunjuk pelaksanaan lelang dan pembatalan lelang adalah 

cacat hukum dan batal demi hukum. Menyatakan peralihan SHM 

Nomor 102 an. Nyani atau orang lain adalah tidak sah. 

 

Mahkamah Agung yang memeriksa pada tingkat kasasi dalam 

putusannya Nomor 1781 K/Pdt/2013, amarnya menolak permohonan 

kasasi dari Para Pemohon Kasasi KPKNL Semarang, Muslih Ahyani, 

SE.,MM., Mangun, Joko  Sutrisno, Sukarsih, Marsam, Kasti dan Dami.  

Analisis Masalah: 

Berdasarkan uraian kasus dan putusan Mahkamah Agung 

sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa Mahkamah Agung 

membatalkan lelang didasarkan atas penetapan Pengadilan Agama Blora 

tersebut bukan dengan alasan Pengadilan Agama Blora tidak 

mempunyai wewenang untuk menerbitkan permohonan lelang eksekusi, 

melainkan karena obyek lelang tersebut sebelumnya telah dijual oleh 

Nyani selaku penerima hibah. Hibah dari Wirodikromo Kasngat atas 

dasar hibah dengan bukti Akta Hibah Nomor 14/ PPAT/VIII/1986, 

tanggal 18 Agustus 1986 atas bidang tanah seluas lebih kurang 9.250 m² 

Sertifikat  Hak  Milik  Nomor 102 atas nama Nyani terletak di di  Desa  

Gadu,  Kecamatan  Sambong, Kabupaten  Blora, didasarkan akta hibah 

kemudian  ditindaklanjuti  dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik 

Nomor  102 tanggal 21 November 1988. 

Hibah didasarkan atas terpenuhinya syarat hibah dan hibah dibuat 

di hadapan PPAT dengan bukti Akta Hibah Nomor 14/ 

PPAT/VIII/1986, tanggal 18 Agustus 1986 akta hibah kemudian  

ditindaklanjuti  dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Nomor  102 

tanggal 21 November 1988. Sebidang tanah tersebut oleh Nyani dijual 

kepada Ardhono Naresworo dengan bukti Akta Jual Beli Nomor 43 

yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT  Elizabeth Estiningsih,  S.H., 

dengan harga pembelian harga Rp 480.000.000,00 (empat ratus delapan 

puluh juta rupiah).  

Nyani selaku pemegang hak atas tanah seluas lebih kurang 9.250 

m² Sertifikat  Hak  Milik  Nomor 102 atas nama Nyani terletak di di  

Desa  Gadu,  Kecamatan  Sambong, Kabupaten  Blora, sehingga sebagai 

pemilik sah atas sebidang tanah dan mempunyai hak untuk menjual 

tanah tersebut. Ardhono Naresworo selaku pembeli mempunyai hak 

untuk membeli bidang tanah tersebut dan disepakati dengan harga 

pembelian harga Rp 480.000.000,00 (empat ratus delapan puluh juta 

rupiah). Sebidang tanah tidak dalam sengketa, sehingga jual beli bidang 

tanah tersebut telah memenuhi syarat materiil sahnya jual beli hak atas 

tanah. Jual beli sebidang tanah diakhiri dengan dibuatnya bukti Akta 

Jual Beli Nomor 43 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT  Elizabeth 

Estiningsih,  S.H. 

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka Ardhono 

Naresworo adalah sebagai pembeli yang beritikad baik. Sebagai pembeli 

yang beritikad baik, maka Nyani bukan lagi sebagai pemilik atas 

sebidang tanah seluas lebih kurang 9.250 m² Sertifikat  Hak  Milik  

Nomor 102 yang semula atas nama Nyani terletak di di  Desa  Gadu,  

Kecamatan  Sambong, Kabupaten  Blora, dan telah dilakukan balik 

nama atas nama Ardhono Naresworo. Oleh karena bidang tanah tersebut 

bukan lagi milik Nyani, jika Nyani beserta ahli waris  Wirodikromo 

Kasngat, yakni Mangun, Sukarsih,  Marsam, Kasti dan Dami 

berdasarkan perjanjian perdamaian yang dikuatkan berdasarkan 

 

penetapan Pengadilan Asgama dan mengajukan permohonan lelang, 

maka permohonan lelang tersebut tidak berlandaskan hukum. 

Kantor Lelang melalui Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan 

Negara dan Lelang, Semarang, yakni Muslih Ahyani, S.E., M.M., 

melelang obyek sengketa, maka lelang tersebut tidak berlandaskan 

hukum. Apabila dalam pelaksanaannya Mahkamah Agung yang 

memeriksa pada tingkat kasasi dalam putusannya Nomor 1781 

K/Pdt/2013, amarnya menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon 

Kasasi KPKNL Semarang, Muslih Ahyani, SE.,MM., Mangun, Joko  

Sutrisno, Sukarsih, Marsam, Kasti dan Dami, maka putusan tersebut 

berlandaskan hukum. Hal ini berarti putusan Mahkamah Agung tersebut 

tidak ada kaitannya dengan kewenangan Pengadilan Agama yang 

menerbitkan penetapan mengeksekusi obyek lelang, melainkan karena 

obyek lelang tersebut bermasalah, karena Pejabat Lelang telah melelang 

obyek lelang yang bukan milik dari pemohon lelang. 

 

C. PENUTUP 

1. Kesimpulan  

a. Pengadilan Agama berwenang mengajukan eksekusi melalui lelang 

terhadap putusannya di bidang kewarisan Islam, karena kaitannya 

dengan pewarisan merupakan kompetensi peradilan Agama, dan 

yang mengajukan adalah pihak-pihak yang beragama Islam. 

Kaitannya dengan jenis-jenis putusan Pengadilan Agama, bahwa 

hukum acara peradilan agama adalah hukum acara perdata, selama 

Pengadilan Agama tidak menentukan lain. Kaitannya dengan jenis 

putusan di antaranya adalah penetapan pengadilan, sehingga jika 

Pengadilan Agama Blora menerbitkan penetapan yang isinya perihal 

permohonan lelang, maka penetapan Pengadilan Agama tersebut 

mempunyai kekuatan hukum. 

b. Kantor Lelang Umum berwenang melakukan lelang eksekusi atas 

putusan Pengadilan Agama mengenai sengketa waris, Mahkamah 

Agung yang memeriksa pada tingkat kasasi membatalkan lelang yang 

dilaksanakan oleh Kantor Lelang Semarang. Pembatalan tersebut 

tidak ada kaitannya dengan kewenangan Pengadilan Agama 

mengeksekusi obyek sengketa, melainkan karena yang dieksekusi 

dan dijual lelang tersebut adalah barang milik orang lain yang telah 

dibeli dengan itikad baik dibuktikan dengan akta jual beli yang 

dilakukan di hadapan PPAT dan telah dilakukan balik nama dari 

nama penjual menjadi nama pembeli pada sertifikat sebagai bukti 

pemilikan hak atas tanah. 

2. Saran  

a. Hendaknya mengenai kewenangan Pengadilan Agama menerbitkan 

penetapan atau putusan yang isinya perintah untuk melelang tidak 

dipermasalahkan, selama yang dijadikan obyek lelang adalah 

masalah yang merupakan kewenangan Pengadilan Agama 

sebagaimana pasal 49 UU Peradilan Agama.  

b. Hendaknya Kantor Lelang dalam melaksanakan lelang berdasarkan 

penetapan Pengadilan Agama lebih hati-hati dan selektif, karena 

hanya berdasarkan penetapan tidak memeriksa sertifikat hak atas 

 

 

tanah sebagai obyek lelang, yang dimaksudkan untuk menjalin 

kepastian hukum dan melindungi pemenang lelang.