migas
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah ada
Cadangan sumber energi tak terbarukan dari fosil ini
kian menyusut. Diperkirakan cadangan minyak bumi
ini hanya akan bertahan sampai 15 tahun mendatang.
Kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan bahan bakar
minyak ini tidak kunjung dapat dipersempit. Tak heran
harga minyak bumi di pasar internasional membumbung
lima kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Sudah beberapa dekade APBN negara kita tergantung pada
minyak bumi. Membumbungnya harga minyak dunia memang
meningkatkan nilai pendapatan negara dari sektor migas. Namun di
sisi lain, beban pengeluaran subsidi Bahan Bakar Minyak (“BBM”)
pun semakin membengkak. Apalagi sejak tahun 2005, nilai Impor
BBM negara kita lebih besar dari nilai ekspornya
Sejak 2005 pemerintah menyusun berbagai regulasi dan negara kita
tidak luput dari masalah energi yang dihadapi kebanyakan negara di
dunia. Pertumbuhan penduduk dan industrialisasi masif tidak dapat
diimbangi pasokan energi primer yang utamanya pedoman untuk
pemerintah dan para pemangku kepentingan energi mengatasi
peranan yang lebih besar terhadap sumber energi alternatif untuk
mengurangi ketergantungan pada masalah energi nasional, menuju
suatu ketahanan energi yang berkesinambungan.Di antaranya
Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
yang menargetkan bahwa pada tahun 2025 tercapai elastisitas
energi kurang dari 1 (satu) dan bauran energi primer yang optimal
dengan memberi minyak bumi.
Bila pada saat ini minyak bumi
mendominasi 49% sumber energi mentah
pada bauran energi. Diikuti gas 20% dan
24,5% batu bara. Perpres No 5 tahun
2006, mengamanatkan untuk menekan
ketergantungan kepada minyak bumi
sampai 20% dan memperbesar peranan
gas bumi sampai 30%, batubara 33% dan
Energi baru dan terbarukan 17% pada
bauran energi di tahun 2025.
Pemilihan gas sebagai pengganti bahan
bakar minyak didasari pada sejumlah
pertimbangan. Antara lain, melimpahnya
cadangan gas alam di negeri ini, yang
diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan
hingga 60 tahun ke depan.
Konversi minyak ke gas akan mengurangi
emisi karbon sebesar 95 persen, emisi
karbon dioksida sebesar 25 persen, emisi
HC sebesar 80 persen, dan emisi NOx
sebesar 30 persen sehingga diversifikasi
ke gas ini merupakan solusi yang ramah
lingkungan.
Gas juga bisa dipakai untuk seluruh
sektor, industri, pembangkit listrik,
rumah tangga dan transportasi. Hal ini
dibandingkan dengan berbagai sumber
energi alternatif lain seperti biomasa yang
masih dalam tahap pengembangan.
Yang terpenting, dari aspek ekonomis, gas
bumi lebih murah dibandingkan dengan
minyak bumi. Kendati disediakan ke
berbagai kelompok masyarakat dengan
subsidi oleh pemerintah, beban subsidi jauh
lebih ringan ketimbang anggaran subsidi
pada BBM.
Secara ringkas, beberapa fakta yang perlu
kita cermati terkait konsumsi BBM dan
diversifikasinya kepada beberapa energi
alternatif, termasuk, BBG adalah sebagai
berikut :
a. Sumber daya minyak semakin menipis dan
sumber daya gas masih relatif lebih besar,
mendorong diversifikasi energi, serta mendukung
penggunaan energi yang lebih bersih
b. Mengendalikan subsidi BBM sehingga
mengurangi beban fiskal
c. Mengendalikan lingkungan dari polusi udara
Dengan demikian, langkah strategis yang patut
ditempuh sebagai solusi sinergis antara lain sebagai
berikut :
a. Perpindahan penggunaan BBM ke BBG
disegala sektor harus segera dilakukan untuk
meningkatkan ketahanan energi nasional
b. Pemanfaatan BBG untuk transportasi akan
didorong sesuai dengan ketersediaan gas dan
percepatan pembangunan infrastruktur.
c. BBG didahulukan untuk dimanfaatkan di daerah
yang tersedia sumber gas bumi dan infrastruktur
penyaluran.
Export Domestic
Catatan :
*) Outlook berdasarkan data realisasi per 31 Desember 2013
Penyaluran gas ke domestik terus mengalami peningkatan rata-rata 9% sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2013.
Saat ini ketahanan energi kita memang sedang mengalami fluktuasi yang tajam.
Penyebabnya adalah tidak tercapainya target lifting minyak di tahun 2013 ini.
Kegagalan ini juga dipengaruhi sebab tidak ditemukannya reservoir baru yang bersifat
komersil. Akibatnya, produksi BBM terus menurun, di sisi lain kebutuhan akan BBM
terus meningkat. Untuk mengatasi keuangan negara, pemerintah telah melakukan
kebijakan untuk mengurangi subsidi dengan menaikkan harga BBM sebesar 44%.
Namun ini juga sebenarnya bukan solusi
yang terbaik, sebab menaikkan harga BBM
selain berdampak sosial juga hanya bersifat
sementara. sebab harga minyak dunia akan
terus mengalamai fluktuasi, terpengaruh
oleh krisis politik di negara-negara penghasil
minyak.
Seperti kita ketahui dampak krisis Timur
Tengah dan Afrika Utara terhadap ekonomi
global ini tentu saja membuat kekhawatiran
yang sangat beralasan. Kawasan ini merupakan
kawasan yang sangat strategis dalam lalu
lintas perdagangan dunia termasuk di
dalamnya adalah minyak selain minyak nabati
dan gandum. Mesir di sini sangat memegang
peranan penting selaku negara yang dilewati
terusan Suez, yang menghubungkan laut
merah dan mediterania.
Dengan terjadinya gejolak di Mesir beberapa
saat yang lalu, maka mendorong kenaikan
harga minyak dunia yang hampir mencapai
US$100/barrel. Dan kenaikan harga minyak
ini akan terus bertambah dan sulit untuk
dikontrol terlebih lagi dengan gejolak yang
terjadi di Lybia.
Krisis politik dikawasan ini berkelanjutan
dapat mengakibatkan proses pemulihan
ekonomi yang sedang berlangsung serta
upaya menurunkan harga di sektor pangan
dapat terganggu. Harapan kita semoga kondisi
dikawasan ini segera membaik, yang tentunya
di ikuti pula dengan membaiknya harga
pangan serta peningkatan harga komoditas
minyak mentah dibeberapa kawasan di dunia.
Untuk keluar dari permasalahan krisis energi
yang ada, terutama terhadap ketergantungan
BBM, sebenarnya Pemerintah sudah men-
canangkan program diversifikasi energi, sesuai
amanat Undang-Undang nomor 30 tahun
2007 tentang perlunya diversifikasi energi
untuk mengurangi penggunaan minyak bumi.
Hal ini juga sejalan dengan Perpres nomor 5
tahun 2006 bahwa target bauran penggunaan
minyak bumi dari semula 51% menjadi 20% di
tahun 2025.
Amanat ini menganjurkan kita untuk
beralih ke migas Non Konvensional. Migas
Non Konvensional yang dikenal dengan
singkatan MNK berdasarkan Permen ESDM
Nomor 5 Tahun 2012 adalah Minyak dan Gas
Bumi yang diusahakan dari reservoir tempat
terbentuknya Minyak dan Gas Bumi dengan
permeabilitas rendah (low permeability)
antara lain Shale Oil, Shale Gas, Tight Sand
Gas, Gas Methane Batubara (GMB) dan
Methane Hydrate, dengan memakai
teknologi tertentu.
--
Kebijakan Energi Nasional
Pemerintah sudah mencanangkan konversi
dari BBM ke BBG sejak tahun 2007, namun
kurang dukungan dari semua pihak untuk
merealisasikannya. Penyebabnya adalah
ketika itu harga minyak masih murah dan
infrastuktur belum terpenuhi. Disparitas harga
yang tinggi antara BBM bersubsidi dengan
BBG tidak feasible untuk diterapkan kala itu.
Namun sekarang pemerintah tidak mampu
lagi memberi subsidi sebesar saat itu. Seluruh
warga negara harusnya memiliki kewajiban
untuk mendukung proses percepatan
diversifikasi energi ini. Salah satu upaya
diversifikasi energi ini adalah konversi BBM ke
BBG. Gas yang dipakai antara lain LNG,
CNG dan Shale Gas. LNG adalah gas alam
(terutama metana) dalam bentuk cair, tidak
berwarna, tidak berbau, non-korosif dan tidak
beracun.
LNG diproduksi ketika gas alam didinginkan
sampai minus 259 derajat Fahrenheit atau
sekitar -160 derajat Celcius melalui proses
yang dikenal sebagai Liquifaction. CNG adalah
LNG dalam bentuk gas. Sedangkan Shale
Gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan
batuan shale atau tempat terbentuknya gas
bumi. Lama proses yang diperlukan untuk
mengubah batuan shale menjadi gas sekitar
lima tahun.
Potensi Shale Gas di negara kita sangat
menjanjikan, yakni di North Sumatra 338
TCF (Trilliun Cubic Feet), Central Sumatra
558 TCF, South Sumatra 964 TCF, East
Kalimantan 964 TCF, West Papua 6489 TCF
(EnergyToday.com).
International Energy Agency (IEA)
mengatakan, dalam Laporan Pasar Gas
Jangka Menengah (Medium-Term Gas Market
Report/MTGMR), gas alam akan terus
meningkatkan pangsa dari bauran energi
global, tumbuh sebesar 2,4% per tahun antara
sekarang dan 2018, terlebih lagi menurut data
SKK Migas, perlu diperhitungkan bahwa 90%
cekungan di negara kita bagian barat yang kaya
minyak sudah dieksplorasi. Sementara itu,
cekungan di kawasan negara kita timur yang
kaya akan gas baru 10% yang dieksplorasi.
Berdasarkan kenyataan itu, kita memang
akan lebih banyak menghasilkan gas daripada
minyak dalam 5-6 tahun ke depan.
Minyak tetap menjadi bahan bakar dominan untuk memenuhi kebutuhan energi
negara kita . Dari tahun ke tahun jumlah penduduk negara kita sebagai salah satu
negara berkembang di dunia terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan
ini menimbulkan berbagai dampak terhadap aspek kehidupan manusia,
salah satunya penggunaan energi yang makin bertambah baik di sektor industri,
transportasi, rumah tangga, dan lain sebagainya.
Diketahui bahwa konsumsi energi final per
sektor di negara kita semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Konsumsi energi meningkat
sebesar 764 juta Setara Barel Minyak
(SBM) dari tahun 2000 sampai 2011. Sektor
dengan konsumsi energi terbesar juga
mengalami perubahan. Pada tahun 2000
sektor rumah tangga mendominasi konsumsi
energi sebesar 38,8% yang kemudian disusul
sektor industri sebesar 36,5%. Sedangkan
pada tahun 2011 sektor industri menduduki
posisi teratas yaitu sebesar 37,2% dan
kemudian sektor rumah tangga sebesar
30,7%.
Konsumsi energi terbesar kita dari tahun
ke tahun adalah jenis BBM. BBM yang
berasal dari fosil, ini paling banyak dipakai
oleh masyarakat di negara kita , baik dalam
sektor industri (untuk bahan bakar mesin),
transportasi (bensin dan solar), rumah tangga
(minyak tanah), dan lain sebagainya. Selain
BBM, batubara juga merupakan energi yang
berasal dari fosil. Ketergantungan negara kita
terhadap bahan bakar fosil hampir mencapai
angka 97% .
Pemanfaatan BBM sebagai energi di
negara kita sudah melewati batas wajar. Tiap
tahun negara ini harus mengimpor BBM
sebab kebutuhan masyarakatnya yang tinggi
sehingga memberi pengaruh yang kurang
baik terhadap neraca perdagangan. Bahkan
pada Januari-Juli 2013 defisit migas sudah
mencapai US$ 7,6 miliar.
Penggunaan energi yang tidak terkendali ini
membuat pemerintah turut campur tangan.
Sudah banyak kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi permasalahan
di bidang energi. Baru-baru ini Dewan Energi
Nasional (DEN) dan Komisi VII DPR RI
telah menyepakati Rancangan Kebijakan
Energi Nasional atau R-KEN untuk diproses
lebih lanjut menjadi Kebijakan Energi
Nasional (KEN). KEN ini bertujuan untuk
pengelolaan dan sasaran penyediaan energi
nasional sampai tahun 2050 mendatang
yang mengacu pada energi baru terbarukan
--
Perkembangan Peningkatan Pemakaian BBM
(EBT), bauran energi, pengelolaan batubara,
gas bumi, harga subsidi energi, dan juga
ketentuan pengurangan subsidi energi.
Kebijakan lain yang sudah dilakukan
pemerintah negara kita sejak lama dan sering
menimbulkan pro-kontra dari banyak pihak
ialah subsidi bagi masyarakat yang kurang
mampu. Subsidi merupakan alokasi anggaran
yang disalurkan melalui perusahaan/
lembaga yang memproduksi dan menjual
barang serta jasa yang memenuhi hajat hidup
orang banyak. Kebijakan subsidi ini juga turut
melaksanakan fungsi distribusi pemerintah
dalam RAPBN 2014. Fungsi ini
bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan
seluruh masyarakat negara kita . Oleh sebab
itu, dengan adanya subsidi energi, harga jual
lebih dapat dijangkau masyarakat. Namun
tetap harus mempertimbangkan kemampuan
keuangan negara.
Subsidi yang dilakukan pemerintah dibagi
menjadi dua, yaitu subsidi energi dan subsidi
non energi. Pada tahun 2014 rencana alokasi
belanja subsidi energi sebesar 284,7 triliun
rupiah, yang terdiri atas subsidi listrik 89,8
triliun rupiah dan subsidi BBM 194,9 triliun
rupiah. Sedangkan belanja subsidi non energi
hanya sebesar 51,6 triliun rupiah. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah tanggap
akan kebutuhan energi masyarakat yang
besar dan daya beli masyarakat yang masih
rendah.
Kebijakan subsidi energi memang memiliki
manfaat dan kelemahan yang harus dikaji
lebih matang guna tindaklanjutnya di masa
mendatang. Manfaat subsidi secara umum
ialah membantu kegiatan ekonomi bagi
masyarakat sebab mereka merasa terbantu
dengan harga BBM yang didapat dengan
harga lebih murah.
Kendati begitu, ada kelemahan dari kebijakan
ini, selain membuat perilaku masyarakat tetap
hidup boros energi, barang atau jasa yang
disubsidi juga kadang-kadang juga tidak tepat
sasaran. Subsidi yang seharusnya diterima
oleh warga yang kurang mampu malah
dinikmati oleh golongan yang tidak berhak.
--
Perkembangan Peningkatan Pemakaian BBM
Perkembangan Subsidi
BBM di negara kita
Pemerintah memperkirakan impor minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak
(BBM) memang akan terus meningkat sebab konsumsi BBM yang memang
meningkat terus. Meningkatnya impor minyak mentah dan BBM ini merupakan
hal yang wajar sebab produksi minyak nasional yang terus turun dan tidak
bertambahnya kapasitas kilang yang ada.
Berkaca pada tahun 2013, jika tidak
dilakukan upaya menaikkan harga BBM
bersubsidi, pembatasan BBM Bersubsidi,
dan mempercepat program diversifikasi
BBM ke BBG tentu realisasi penyaluran BBM
bersubsidi akan melewati kuota yang sudah
ditetapkan sebesar 48 juta kl. Hal ini terlihat
dari realisasi penyaluran BBM bersubsidi
hingga 31 Desember 2013 mencapai 46,36
juta kiloliter (kl) atau sekitar 3,5 persen di
bawah kuota 2013.
Salah satu penyebab penurunan penyaluran
Premium adalah dengan adanya kenaikan
harga BBM bersubsidi, yaitu di Bulan Juli
di mana penyaluran anjlok dari rata-rata
80.645 kl menjadi hanya 76.386 kl. Tren
penurunan itu sendiri sebenarnya telah terjadi
di awal-awal tahun di mana tiga bulan pertama
penyaluran Premium berada di bawah kuota.
Dalam enam tahun terakhir, Premium rata-
rata tumbuh 8,5 persen per tahun, Solar
tumbuh rata-rata 6,2 persen. Sementara
itu, Kerosene turun 30,9 persen menyusul
keberhasilan program konversi Minyak Tanah
ke LPG.
Kendati begitu negara kita setiap hari
tetap mengalami defisit BBM, saat ini
sudah mencapai 608.000 barel per hari
(bph). Kekurangan itu hampir 50% dari
total konsumsi BBM dalam negeri yang
mencapai 1,26 juta bph. Defisit BBM ini
beriringan dengan tingginya impor BBM dan
peningkatan konsumsi nasional yang tidak
disertai dengan penambahan kilang baru.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi negara kita
sebesar 6%, sementara kebutuhan akan
BBM meningkat sekitar 8-9% per tahun.
Setidaknya negara kita membutuhkan dua
kilang baru guna mengurangi ketergantungan
terhadap impor BBM.
Volume BBM Bersubsidi
Kebutuhan BBM negara kita dipenuhi dari
Kilang dalam negeri dan impor. Impor BBM
dibutuhkan untuk menutupi terbatasnya
kilang dalam negeri. Selain itu, negara kita juga
masih mengimpor minyak mentah khususnya
dari Timur Tengah antara lain sebab tidak
tersedianya minyak mentah yang dapat
--
Perkembangan Subsidi BBM di negara kita
diproses menjadi pelumas untuk Kilang
Cilacap yang didesain untuk memproduksi
BBM dan Pelumas (dual purposes).
Setiap tahunnya volume BBM bersubsidi
terus mengalami peningkatan. Pada tahun
2011, realisasi volume BBM bersubsidi yang
terdiri dari Premium, Minyak Tanah, dan
Solar, sebesar 41,79 juta Kilo Liter (KL),
ada peningkatan sebesar 3,53 juta KL
jika dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu
sebesar 38,26 juta KL.
Pada tahun 2013, realisasi volume BBM
bersubsidi lebih rendah sebesar 3,6% dari
kuota yang telah ditetapkan sebesar 48
juta KL. Hal ini sebagai hasil dari upaya
pengendalian jenis BBM tertentu yang
dilaksanakan melalui Permen ESDM
01 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Penggunaan BBM, penyesuaian harga
BBM Tertentu dengan kompensasi bantuan
langsung sementara kepada masyarakat
dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
penggunaan produk gas baik untuk
transportasi (BBG) serta konversi minyak
tanah ke LPG 3 Kg. Untuk perkiraan volume
BBM bersubsidi pada tahun 2014 sesuai
dengan APBN sebesar 48 Juta KL.
• Pertumbuhan konsumsi Premium ± 8% per tahun dan Minyak Solar ± 5% per tahun
• Konsumsi Minyak Tanah menurun sebab konversi Minyak Tanah ke LPG
• Pertumbuhan kendaraan roda empat adalah 1,1 juta unit sedangkan sepeda motor 6 juta unit pada tahun 2013
Perkembangan Subsidi BBM di negara kita
Pemanfaatan BBM Subsidi Yang
Tidak Tepat Sasaran
Salah satu tantangan yang perlu disolusikan
adalah menyediakan alternatif pengganti
minyak bumi, yang ketersediaannya mulai
menipis dipelbagai belahan dunia. Potensi
energi alternatif ini diantaranya
adalah gas bumi. Paralel dengan ragam
energi alternatif lainnya -termasuk energi
baru dan terbarukan-, gas bumi berpotensi
memenuhi berbagai kebutuhan terhadap
sumber-sumber energi handal serta memiliki
ketersediaan yang berkelanjutan.
Strategi pengelolaan energi nasional ini
tentunya menyasar pada berkurangnya
ketergantungan masyarakat negara kita ,
termasuk di dalamnya kalangan industri,
transportasi dan rumah tangga, terhadap
minyak bumi sebagai sumber energi. Tak
dapat dipungkiri, bahwa ketersediaan
minyak bumi yang semakin “langka”
memicu fluktuasi harga yang sangat
signifikan, yaitu dengan kecenderungan
yang terus melonjak dari waktu ke waktu.
Belum lagi pengaruh sentimen pasar dan
kondisi geopolitik negara produsen minyak
kerap mempengaruhi pergolakan harga
minyak bumi secara global.
Ragam kondisi ini di atas tentunya
sangat mempengaruhi negara kita sebagai
negara pengimpor minyak bumi yang masih
memberlakukan sistem subsidi terhadap
konsumsi minyak bumi, terutama BBM.
Kecenderungan harga minyak bumi yang
menunjukkan tren yang terus melonjak ini,
baik secara langsung dan tidak langsung,
semakin menggerus postur APBN. Setiap
kenaikan harga minyak bumi yang terjadi
secara global tentunya berdampak pada
konsekuensi logis kenaikan biaya subsidi
BBM.
Kondisi yang sudah tidak ideal bagi neraca
keuangan negara kita ini semakin dibebani
oleh ketidaktepatan “penikmat” subsidi.
Berdasarkan data yang disajikan oleh
berbagai sumber lembaga pemerintahan,
tercatat bahwa penikmat subsidi BBM
terbesar justru adalah masyarakat negara kita
yang telah berkecukupan. Hal ini tentunya
perlu dibenahi secara mendasar tanpa
harus mengorbankan potensi pertumbuhan
ekonomi negara kita secara menyeluruh.
Satu hal patut dicermati adalah, ketidak-
tepatan pemberian dan penerima subsidi ini,
salah satunya dipicu oleh masih sedikitnya
sumber energi alternatif bagi pengganti BBM
yang dipatok dengan harga bersaing. Dengan
demikian, masyarakat baik dari golongan
yang layak menerima subsidi maupun tidak
layak menerima subsidi, seolah-olah terlena
dengan keberadaan BBM bersubsidi.
Oleh sebab nya, langkah pemerintah untuk
menyesuaikan harga BBM bersubsidi dan
meningkatkan keberadaan sumber energi
alternatifnya, merupakan strategi yang sangat
tepat. Implementasi strategi ini setidaknya
memiliki dampak yang signifikan terhadap
beberapa hal sekaligus.
Pertama, penyesuaian harga BBM
bersubsidi diharapkan mampu mengurangi
beban/ pengeluaran negara yang mengalir
--
Perkembangan Subsidi BBM di negara kita
kepada sebagian kecil masyarakat “tidak
tepat sasaran”. Penghematan melalui
mekanisme penyesuaian harga BBM
ini selanjutnya dapat dialokasikan
kepada sektor-sektor lain yang lebih tepat
sasaran. Salah satunya kepada lapisan
masyarakat yang kurang beruntung. Lebih
jauh, dana ini dapat pula dimanfaatkan
untuk merealisasikan rangkaian program
percepatan pembangunan ragam
infrastruktur dasar yang pada gilirannya
mampu meningkatkan potensi kesejahteraan
masyarakat secara luas. Dengan demikian,
implementasinya mampu menciptakan
tingkat kesejahteraan yang hakiki, bertumbuh
dan berkesinambungan.
Kedua, penyesuaian harga BBM bersubsidi
ini ditujukan pula untuk meningkatkan
pemberdayaan sumber-sumber energi
alternatif yang potensinya masih sangat besar
di negara kita . Hal ini tentu saja berdampak
pada peningkatan nilai ekonomi yang cukup
signifikan dari beberapa sektor sekaligus.
Diantaranya potensi peningkatan realisasi
nilai ekonomis dari berbagai sumber energi
yang ada; serta terjadinya peluang bisnis
dan potensi investasi dalam bidang energi
alternatif.
Semua hal ini di atas tentu bermuara
pada pengelolaan sumber-sumber energi
yang mampu menciptakan ketahanan energi
nasional yang berdampak nyata terhadap
peningkatan dan pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat yang terus bertumbuh dan
berkesinambungan.
Gas alam sering juga disebut sebagai gas
Bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar
fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari
metana CH4). Ia dapat ditemukan di ladang
minyak, ladang gas Bumi dan juga tambang
batubara. Ketika gas yang kaya dengan
metana diproduksi melalui pembusukan oleh
bakteri anaerobik dari bahan-bahan organik
selain dari fosil, maka ia disebut biogas.
Sumber biogas dapat ditemukan di rawa-
rawa, tempat pembuangan akhir sampah,
serta penampungan kotoran mahluk hidup.
Komponen utama dalam gas alam adalah
metana (CH4), yang merupakan molekul
hidrokarbon rantai terpendek dan teringan.
Gas alam juga mengandung molekul-
molekul hidrokarbon yang lebih berat
seperti etana (C2H6), propana (C3H8) dan
butana (C4H10), selain juga gas-gas yang
mengandung sulfur (belerang). Gas alam juga
merupakan sumber utama untuk sumber gas
helium.
Metana adalah gas rumah kaca yang dapat
menciptakan pemanasan global ketika
terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap
sebagai polutan ketimbang sumber energi
yang berguna. Meskipun begitu, metana di
atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi
karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah
kaca dari metana yang terlepas ke udara
relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber
metana yang berasal dari makhluk hidup
kebanyakan berasal dari rayap, ternak
(mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar
emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per
tahun secara berturut-turut).
Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2),
hidrogen sulfida (H2S), dan air dapat juga
terkandung di dalam gas alam. Merkuri
dapat juga terkandung dalam jumlah kecil.
Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan
sumber ladang gasnya.
Campuran organosulfur dan hidrogen sulfida
adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas
yang harus dipisahkan . Gas dengan jumlah
pengotor sulfur yang signifikan dinamakan
sour gas dan sering disebut juga sebagai
“acid gas (gas asam)”. Gas alam yang telah
diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa
dan tidak berbau. Akan tetapi, sebelum gas
ini didistribusikan ke pengguna akhir,
biasanya gas ini diberi bau dengan
menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi
bila terjadi kebocoran gas. Gas alam yang
telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak
berbahaya, akan tetapi gas alam tanpa proses
dapat menyebabkan tercekiknya pernapasan
sebab ia dapat mengurangi kandungan
oksigen di udara pada level yang dapat
membahayakan.
Gas alam dapat berbahaya sebab
sifatnya yang sangat mudah terbakar dan
menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan
dari udara, sehingga cenderung mudah
tersebar di atmosfer. Akan tetapi bila ia
berada dalam ruang tertutup, seperti dalam
rumah, konsentrasi gas dapat mencapai titik
campuran yang mudah meledak, yang jika
tersulut api, dapat menyebabkan ledakan
yang dapat menghancurkan bangunan.
Kandungan metana yang berbahaya di udara
adalah antara 5% hingga 15%.
Ledakan untuk gas alam terkompresi di
kendaraan, umumnya tidak mengkhawatirkan
sebab sifatnya yang lebih ringan, dan
konsentrasi yang di luar rentang 5 - 15% yang
dapat menimbulkan ledakan.
Jenis-Jenis Gas Alam
Meskipun sebagian besar terdiri dari metana,
ada hidrokarbon lain yang berkontribusi
terhadap susunan gas alam. Setelah gas
alam dimurnikan, bermacam hidrokarbon
ini secara terpisah dapat dipakai sebagai
berbagai sumber energi.
• Metana (CH4). Gas alam dimurnikan
menjadi metana sebelum dipakai oleh
konsumen. Metana adalah komponen
yang paling berlimpah pada gas alam
murni, sangat mudah terbakar dan dapat
dipakai untuk berbagai keperluan
sebagai sumber energi. Sebelum metana
dapat dibakar, terlebih dahulu harus
dimurnikan dari gas alam yang ditemukan
dalam sumur minyak, sumur gas dan
sumur kondensat. Setelah diproses
dari gas alam, metana dipakai untuk
menghasilkan listrik melalui turbin uap.
Gas metana ini juga dikirim ke rumah
melalui jaringan pipa dan dipakai untuk
memasak, pemanas udara dan kegiatan
lainnya di rumah.
• Etana (C2H6). Etana merupakan
kom ponen energi yang paling banyak
berikutnya yang ditemukan dalam gas
alam. Etana adalah hidrokarbon dan hasil
dari penyulingan minyak bumi. Dengan
nilai kalor lebih tinggi dari metana, etana
dipakai dalam beberapa cara setelah
terisolasi dari gas alam. Setelah dipisahkan
dari gas alam, etana sering dipakai
untuk memproduksi etilen dan produk
polyethylene. Pada gilirannya etana
dipakai untuk memproduksi kemasan,
isolasi, kawat dan produk konsumen
lainnya.
• Propana (C3H8). Propana adalah
sumber energi berlimpah yang ditemukan
dalam gas alam dan diproses dalam
bentuk gas atau cair. Sering disalurkan
melalui pipa gas, propana dapat dipakai
untuk berbagai tujuan. Sering kali propana
dipakai untuk bahan bakar mesin,
memasak dengan kompor, dan untuk
pemanas sentral di rumah atau bangunan
yang lebih besar. Propana juga dipakai
untuk memanggang barbekyu sebab
output energi yang tinggi dan portabilitas-
nya. Beberapa bus dan kendaraan besar
dijalankan memakai propana, dan
pada banyak rumah juga memakai
gas propana untuk bahan bakar kompor,
pemanas air dan kebutuhan lainnya.
• Butana (C4H10). Ditemukan pada
gas alam, butana tidak melimpah seperti
hidrokarbon lainnya, tetapi masih
merupakan sumber energi yang layak
dan dapat dipakai untuk berbagai
tujuan. Diisolasi selama pengolahan gas
alam, butana mencapai sampai sekitar 20
persen dari komposisi gas alam. Butana
sering menjadi komponen pada gas untuk
mobil. Unit pendingin dan korek gas juga
memakai sejumlah besar butana
sebagai bahan bakar. Aerosol kaleng juga
memakai butana sebagai propelan,
tapi pemakaian ini telah dianggap
berbahaya bagi lingkungan.
Potensi Gas Alam di negara kita
Cadangan gas alam negara kita saat ini
mencapai lima kali cadang minyak bumi
negara kita , yakni yang sudah proven adalah
157,14 trillion standard cubic feet (TSCF)
dan bisa dipakai hingga 46 tahun, sedangkan
estimasi cadangan yang belum proven
mencapai 594,43 TSCF (174 tahun).
Potensi gas ini akan semakin besar bila
ditambahkan coal bed methane (CBM)
berjumlah 453,3 TSCF (133 tahun). Belum
lagi ditambahkan shale gas (gas yang berada
didalam batuan induk), seperti dilansir Harian
Kontan, sebesar 574 TSCF yang mampu
dipakai hingga 168 tahun.
Pemanfaatan gas alam di negara kita dimulai
pada tahun 1960-an dimana produksi gas
alam dari ladang gas alam PT Stanvac
negara kita di Pendopo, Sumatera Selatan
dikirim melalui pipa gas ke pabrik pupuk
Pusri IA, PT Pupuk Sriwidjaja di Palembang.
Perkembangan pemanfaatan gas alam di
negara kita meningkat pesat sejak tahun
1974, dimana PERTAMINA mulai memasok
gas alam melalui pipa gas dari ladang gas
alam di Prabumulih, Sumatera Selatan ke
pabrik pupuk Pusri II, Pusri III dan Pusri IV di
Palembang.
sebab sudah terlalu tua dan tidak efisien,
pada tahun 1993 Pusri IA ditutup, dan
digantikan oleh Pusri IB yang dibangun oleh
putera-puteri bangsa negara kita sendiri. Pada
masa itu Pusri IB merupakan pabrik pupuk
paling modern di Asia, sebab memakai
teknologi tinggi.
Di Jawa Barat, pada waktu yang bersamaan,
1974, PERTAMINA juga memasok gas alam
melalui pipa gas dari ladang gas alam di lepas
pantai (off shore) laut Jawa dan kawasan
Cirebon untuk pabrik pupuk dan industri
menengah dan berat di kawasan Jawa Barat
dan Cilegon Banten. Pipa gas alam yang
membentang dari kawasan Cirebon menuju
Cilegon, Banten memasok gas alam antara
lain ke pabrik semen, pabrik pupuk, pabrik
keramik, pabrik baja dan pembangkit listrik
tenaga gas dan uap.
Selain untuk kebutuhan dalam negeri, gas
alam di negara kita juga di ekspor dalam
bentuk LNG (Liquefied Natural Gas).
Salah satu daerah penghasil gas alam
terbesar di negara kita adalah Nanggröe
Aceh Darussalam. Sumber gas alam yang
ada di daerah Kota Lhokseumawe
dikelola oleh PT Arun NGL Company. Gas
alam telah diproduksikan sejak tahun 1979
dan diekspor ke Jepang dan Korea Selatan.
Selain itu di Krueng Geukuh, Nanggröe Aceh
Barôh (kabupaten Aceh Utara) juga ada
PT Pupuk Iskandar Muda pabrik pupuk urea,
dengan bahan baku dari gas alam.
Keunggulan Ekonomis Gas Alam
Gas alam dianggap lebih efesien sebab
memiliki pembakaran yang lebih sempurna
dan bersih (clean burning) sehingga
perawatan mesin menjadi lebih murah.
Dengan pembakaran yang bersih, gas alam
menjadi lebih ramah lingkungan sebab
bebas dari logam berat, sulfur dan emosi
NOx yang sangat rendah. Jika dilihat dari sisi
finansial, gas alam yang langsung dari pipa
gas lebih hemat seperempat kali dari harga
minyak bumi. Jika sudah berbentuk LNG,
lebih murah setengah harga dari minyak bumi.
Dampak yang bisa dirasakan adalah
pemerintah dapat mengurangi subsidi minyak,
banyak energi jadi lebih murah sehingga
menghemat anggaran negara. Selain itu,
penggunaan gas sebagai pembangkit
listrik sangat responsif terhadap beban dan
fleksibel dalam pegoperasiannya sehingga
dapat mendukung stabilitas jaringan.
Manfaat Gas Alam
Gas alam sekarang ini telah menjadi sumber
energi alternatif yang banyak dipakai oleh
masyarakat dunia untuk berbagai keperluan,
baik untuk perumahan, komersial maupun
industri. Dari tahun ke tahun penggunaan
gas alam selalu meningkat. Hal ini sebab
banyaknya keuntungan yang didapat dari
penggunaan gas alam dibanding dengan
sumber energi lain. Energi yang dihasilkan
gas alam lebih efisien. Tidak seperti
halnya dengan minyak bumi dan batubara,
penggunaannya jauh lebih bersih dan
sangat ramah lingkungan sehingga tidak
menimbulkan polusi terhadap lingkungan.
Disamping itu, gas alam juga mempunyai
beberapa keunggulan lain, seperti tidak
berwarna, tidak berbau, tidak korosif dan
tidak beracun.
Secara garis besar pemanfaatan gas alam
dibagi atas 3 kelompok yaitu :
1. Gas alam sebagai bahan bakar.
Antara lain sebagai bahan bakar
Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap,
bahan bakar industri ringan, menengah
dan berat, bahan bakar kendaraan
bermotor (BBG/NGV), sebagai
keperluan untuk kebutuhan rumah tangga
hotel, restoran dan sebagainya. Gas alam
terkompresi (Compressed natural gas,
CNG) adalah alternatif bahan Keunggulan
Ekonomis Gas Alam
Gas alam dianggap lebih efesien
sebab memiliki pembakaran yang lebih
sempurna dan bersih (clean burning)
sehingga perawaran mesin menjadi lebih
murah. Dengan pembakaran yang bersih,
gas alam menjadi lebih ramah lingkungan
sebab bebas dari logam berat, sulfur
dan emosi NOx yang sangat rendah.
Jika dilihat dari sisi finansial, gas alam
yang langsung dari pipa gas lebih hemat
seperempat kali dari harga minyak bumi.
Jika sudah berbentuk LNG, lebih murah
setengah harga dari minyak bumi.
Dampak yang bisa dirasakan adalah
pemerintah dapat mengurangi subsidi
minyak, banyak energi jadi lebih murah
sehingga menghemat anggaran negara.
Selain itu, penggunaan gas sebagai
pembangkit listrik sangat responsif
terhadap beban dan fleksibel dalam
pegoperasiannya sehingga dapat
mendukung stabilitas jaringan.
2. Gas alam sebagai bahan baku
Antara lain bahan baku pabrik pupuk,
petrokimia, metanol, bahan baku plastik
LDPE (low density polyethylene), LLDPE
(linear low density polyethylene), HDPE
(high density polyethylen), PE (poly
ethylene), PVC (poly vinyl chloride),
C3 dan C4-nya untuk LPG, CO2-nya
untuk soft drink, dry ice pengawet
makanan, hujan buatan, industri besi
tuang, pengelasan dan bahan pemadam
api ringan.
3. Gas alam sebagai komoditas
energi untuk ekspor
Gas alam yang paling besar dipakai
untuk komoditas ekspor di dunia yaitu
LNG (Liquified Natural Gas) atau
gas alam cair. Gas alam cair Liquefied
Natural Gas (LNG) adalah gas alam
yang telah diproses untuk menghilangkan
ketidakmurnian dan hidrokarbon berat
dan kemudian dikondensasi menjadi
cairan pada tekan atmosfer dengan
mendinginkannya sekitar -160° Celcius.
LNG ditransportasi memakai
kendaraan yang dirancang khusus dan
ditaruh dalam tangki yang juga dirancang
khusus. LNG memiliki isi sekitar 1/640
dari gas alam pada Suhu dan Tekanan
Standar, membuatnya lebih hemat untuk
ditransportasi jarak jauh di mana jalur pipa
tidak ada. Ketika memindahkan gas alam
dengan jalur pipa tidak memungkinkan
atau tidak ekonomis, maka gas alam dapat
ditransportasi oleh kendaraan LNG.
Saat ini teknologi manusia juga telah
mampu memakai gas alam untuk air
conditioner (AC), seperti yang dipakai
di bandara Bangkok, Thailand dan
beberapa bangunan gedung perguruan
tinggi di Australia.
Transportasi Gas Alam
sebab berbentuk gas, maka salah satu
tantangan dalam pemanfaatannya terletak
pada proses pengangkutan dari lokasi
tambang ke pengguna. Gas alam pada
dasarnya diangkut melalui 3 cara yaitu
transportasi melalui pipa, transportasi dalam
bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) dan
Transportasi dalam bentuk Compressed
Natural Gas (CNG).
Transportasi dalam bentuk LNG dilakukan
dengan kapal tanker LNG (Train), biasanya
untuk pengangkutan jarak jauh. Sedang
pengangkutan dalam bentuk CNG dapat
dipakai untuk jarak dekat dan menegah,
termasuk antar pulau. Pengangkutan CNG
dapat dilakukan dengan mobil tangki CNG
untuk di darat dan kapal tanker CNG untuk
di laut, oleh sebab itu, untuk memanfaatkan
gas alam ini perlu dibangun infrastruktur yang
memadai.
Di negara kita , Badan Pengatur Hilir Migas
(BPH Hilir Migas) telah menyusun Master
Plan “Sistem Jaringan Induk Transmisi Gas
Nasional Terpadu”. Dalam waktu yang tidak
lama lagi sistem jaringan pipa gas alam
akan membentang sambung menyambung
dari Nangroe Aceh Darussalam-Sumatera
Utara-Sumatera Tengah-Sumatera Selatan-
Jawa-Sulawesi dan Kalimantan. Saat ini
jaringan pipa gas di negara kita dimiliki oleh
PERTAMINA dan PGN dan masih terlokalisir
terpisah-pisah pada daerah-daerah tertentu,
misalnya di Sumatera Utara, Sumatera
Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa
Timur dan Kalimantan Timur.
Carrier LNG dapat dipakai untuk
mentransportasi gas alam cair (liquefied
natural gas, LNG) menyeberangi samudra,
sedangkan truk tangki dapat membawa
gas alam cair atau gas alam terkompresi
(compressed natural gas, CNG) dalam
jarak dekat. Mereka dapat mentransportasi
gas alam secara langsung ke pengguna-
akhir atau ke titik distribusi, seperti jalur
pipa untuk transportasi lebih lanjut. Hal ini
masih membutuhkan biaya yang besar untuk
fasilitas tambahan untuk pencairan gas atau
kompresi di titik produksi, dan penggasan
atau dekompresi di titik pengguna-akhir atau
ke jalur pipa.
Peranan Gas Alam Dalam
Pembangunan Nasional
Di sektor energi, gas alam saat ini memasok
sekitar 19% dari pasokan energi primer
nasional. Gas alam menempati posisi ketiga
setelah minyak dan batubara. Sedangkan
untuk pembangkit listrik, saat ini gas bumi
menyumbang sekitar 14% dari pasokan listrik
nasional, setelah batubara dan bahan bakar
minyak. Mengingat tingginya harga minyak
dan relatif besarnya cadangan gas nasional
dibandingkan dengan minyak, maka upaya
upaya untuk menggantikan peran BBM
dengan gas perlu untuk semakin digalakkan.
Namun upaya ini perlu juga diimbangi dengan
pengaturan alokasi penggunaan gas produksi
dalam negeri.
Gas alam dapat dipakai dalam pembangkit
listrik dalam bentuk combine cycle yang
sering disebut dengan pembangkit listrik
tenaga gas dan uap (PLTGU). Istilah ini
PLTGU merupakan gabungan dari PLTU dan
PLTG. Gas buang PLTG yang masih memiliki
temperatur yang tinggi dipakai untuk
mengubah air menjadi uap di perangkat
Heat Recovery Steam Generator. Uap yang
terbentuk ini selanjutnya dipakai untuk
memutar turbin uap untuk menghasilkan
listrik. Termasuk ke dalam pembangkit jenis
ini adalah PLTGU Muara karang, PLTGU
Grati, PLTGU cilegon dan PLTGU Belawan.
Penggunaan pembangkit listrik jenis PLTGU
ini menjadikan jumlah listrik yang dihasilkan
tiap satuan bahan bakar menjadi lebih tinggi.
Dari sisi lingkungan, jumlah karbondioksida
yang dihasilkan untuk tiap satuan listrik
yang dihasilkan pun kecil sehingga
memberi beban lingkungan yang lebih
kecil dibandingkan bahan bakar fosil lainnya,
khususnya batubara.
Gas alam memiliki peran strategis sebagai
bahan baku industri petrokimia. Industri
petrokimia sering dibagi menjadi 3 kelompok
berdasarkan bahan baku yang dipakai ,
yaitu petrikimia C1, petrokimia olefin dan
petrokimia aromatik. Petrokimia C1 adalah
petrokimia dengan bahan baku metana
yang memiliki 1 buah atom C, petrokimia
olefin adalah petrokimia dengan bahan baku
hidrokarbon mengandung ikatan karbon
rangkap, sedang petrokimia aromatik adalah
petrokimia dengan bahan baku hidrokarbon
mengandung gugus aromatik, masing masing
petrokimia ini telah berkembang
menjadi pohon industri yang besar dengan
produk yang beraneka ragam, mengisi
berbagai sendi sendi kehidupan masyarakat.
Industri petrokimia C1/metana memiliki
dua jalur industri utama, yaitu jalur gas
sintetik dan jalur methanol. Jalur gas
sintetik sering disebut pula jalur ammonia
sebab di dalam jalur ini, produk dengan
volume terbesar berupa ammonia. Gas
sintetik yaitu gas hidrogen dan karbon
monoksida dapat dihasilkan dari metana
melalui steam reforming. Gas metana yang
telah bebas dari sulfur direaksikan dengan
steam menghasilkan gas hidrogen dan
karbonmonoksida. Gas karbondioksida
yang dihasilkan dapat dioptimalkan lebih
lanjut untuk menghasilkan hidrogen
melalui reaksi water gas shift reaction.
Gas CO direaksikan dengan air menjadi
karbondioksida dan gas hidrogen.
Gas hidrogen yang dihasilkan dapat
dipakai sebagai bahan baku berbagai
industri, misalnya industri ammonia,
hidrogen peroksida, beberapa jenis
aldehida dan sebagainya. Dari beberapa
produk ini , sebagian besar dipakai
untuk memproduksi ammonia. Amonia
merupakan bahan baku pembuatan urea
dan asam nitrat. Sebagian besar ammonia
dipakai untuk menghasilkan urea sebab
kebutuhannya yang besar baik untuk
industri maupun pertanian, perkebunan dan
perikanan. Di industri, urea dapat dipakai
sebagai bahan baku industri pada rantai
industri selanjutnya, diantaranya adalah
industri melamin, resin melamin dan asam
siklamat. Asam siklamat merupakan bahan
baku sodium siklamat yang dipakai
sebagai pemanis buatan.
Asam nitrat merupakan bahan baku
pembuatan ammonium nitrat yang dapat
dipakai sebagai bahan peledak yang
diperlukan pada pertambangan seperti pada
pertambangan batubara. Asam nitrat dapat
pula dipakai sebagai bahan baku industri
selulosa nitrat yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kegunaan.
Dari gambaran ringkas dan sederhana ini
dapat diketahui betapa banyaknya industri
yang dapat ditumbuhkan dari bahan baku
awal berupa gas alam. Ketersediaan bahan
baku di dalam negeri memberi peluang
yang besar untuk tumbuhnya berbagai
industri dalam pohon industri petrokimia
berbasis metana. Oleh sebab itu gas alam
dapat diletakkan sebagai salah satu pilar
industrialisasi nasional.
Uraian ringkas di atas tergambar bahwa gas
alam telah menempati peran penting dalam
pembangunan sektor energi, industri dan
juga penyediaan pangan nasional. Melihat
pentingnya peran ini , sungguh sulit
dipahami jika gas alam nasional tetap terus
akan dijual ke luar negeri. Selama ini, porsi
untuk ekspor lebih besar daripada volume
untuk pasar domestik. Secara akumulatif
dalam kontrak jual beli gas dari tahun 2003
hingga 2007, alokasi domestik baru sekitar
48 persen sedang sisanya 52% diekspor ke
luar negeri.
Patut diberikan apresiasi bahwa sejak tahun
2009 persentase gas untuk kebutuhan
dalam negeri telah meningkat dan melebihi
50% dari volume produksi. Upaya ini perlu
dijaga konsistensinya sehingga gas alam
dari bumi nusantara dapat dipakai untuk
memberi nilai tambah di dalam negeri.
Dengan demikian kekayaan alam ini
dapat memberi manfaat yang sebesar
besarnya bagi masyarakat sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945.
Ramah Lingkungan
Salah satu varian gas alam yang dipergunakan
pada sektor transportasi, yaitu LPG Autogas
atau LGV menghasilkan emisi gas buang yang
jauh lebih rendah dibandingkan gasoline.
LGV memiliki gas buang lebih rendah 20%
dibandingkan gasoline.
Dari penelitian yang dilakukan di Australia
untuk jarak tempuh 10.000 km/tahun:
(a) Kendaraan 4 silinder dengan konsumsi
bensin 12 liter/100 km jika memakai
LGV dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak
420 kg/tahun; (b) Kendaraan 6 silinder
dengan konsumsi bensin 15 liter/100km
jika memakai LPG dapat mengurangi
emisi CO2 sebanyak 525 kg/tahun; (c)
Kendaraan 8 silinder dengan konsumsi
bensin 20 liter/100km jika memakai
LPG dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak
700 kg/tahun.
Dengan asumsi untuk kendaraan 4 silinder
dengan jarak tempuh 10.000 km/tahun
dan konsumsi premium 12 liter/100 km
(1.200 liter/tahun), jika bahan bakarnya
dialihkan dari bensin premium ke LPG dapat
mengurangi emisi CO2 sebanyak 420 kg/
tahun.
Jika 10 juta kiloliter bensin premium yang
dikonsumsi dialihkan ke LPG maka potensi
pengurangan emisi CO2 sebanyak 3,5
juta ton per tahun. Jika seluruh bensin
premium yang dikonsumsi pada tahun 2012
(24,41juta kiloliter) dialihkan ke LPG maka
potensi pengurangan emisi CO2 sebesar 8,5
juta ton pertahun.
Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi, Pemerintah memberi prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk
kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak
Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
Dalam rangka menjamin ketersediaan dan
kelancaran pendistribusian Bahan Bakar
Minyak serta pemanfaatan gas bumi untuk
kebutuhan dalam negeri, Pemerintah
menetapkan dan mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan antara lain:
1. Pengurangan Subsidi
- Peraturan Pemerintah No. 30/2009
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 36/2004 Tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas
Bumi: Sesuai ketentuan Pasal 72: Harga
Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diatur
dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah.
- Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun
2013 tentang Pengendalian Penggunaan
Bahan Bakar Minyak
--
Kebijakan Pemerintah
2. Pengurangan CO2
• RAN GRK adalah dokumen rencana kerja
untuk pelaksanaan berbagai kegiatan
yang secara langsung dan tidak langsung
menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai
dengan target pembangunan nasional
• Pasal 3 Perpres 61/2011:
RAN GRK merupakan pedoman bagi:
a. Kementerian/lembaga untuk
melakukan perencanaan, pelaksanaan,
serta monitoring dan evaluasi rencana
aksi penurunan emisi GRK
b. Pemerintah Daerah dalam penyusunan
RAD-GRK
32
--
Kebijakan Pemerintah
Target Penurunan Emisi GRK PER
Bidang
Kebijakan yang dilaksanakan untuk
mengurangi emisi adalah sebagai berikut:
1. Penghematan penggunaan energi final
melalui penggunaan teknologi yang lebih
efisien maupun penghematan energi
2. Penggunaan bahan bakar yang lebih
efisien
3. Peningkatan penggunaan energi baru
terbarukan
4. Pemanfaatan teknologi bersih
(pembangkit transportasi)
5. Pengembangan transportasi massal
rendah emisi, berlanjut dan ramah
lingkungan
6. Reklamasi lahan tambang
Meningkatnya pemanasan global yang
memicu perubahan iklim terjadi akibat
meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan manusia. Beberapa kegiatan yang
mengemisikan gas rumah kaca antara lain
berasal dari penggunaan bahan bakar fosil,
pengelolaan hutan dan produk samping atau
limbah dari kegiatan industri migas.
Kumulatif Reduksi CO2 pada Kegiatan
KESDM (Infrastruktur Ditjen Migas)
Total CO2 yang direduksi (2009-2013)
0,1594 Juta Ton terdiri dari :
- Rumah Tangga : 0,0201 Juta Ton
- Transportasi : 0,1393 Juta Ton
- Kilang Mini LPG : 0,0000 Juta Ton
RAN - GRK SEKTOR ENERGI 2010 - 2020
--
Kebijakan Pemerintah
3. Alternatif Energi
Kebutuhan bahan bakar minyak di dalam
negeri mengalami peningkatan yang cukup
tinggi dan untuk menjamin ketersediaan
sumber energi ini juga harus melalui
upaya-upaya yang tidak mudah, menyikapi
hal ini Pemerintah membuat suatu
kebijakan terkait dengan penggunaan
alternatif energi sebagai pengganti bahan
bakar minyak.
Keberpihakan Pada Energi Baru dan
Terbarukan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,
Jero Wacik meyakini sepenuhnya bahwa
energi baru dan terbarukan akan mampu
menyelamatkan nasib bangsa negara kita
dimasa mendatang. “Kalau ada yang hendak
saya wariskan dalam hidup, itu adalah
energi baru dan terbarukan. Inilah yang
akan menyelamatkan bangsa kita di masa
depan. Masa minyak sudah lewat. Kita harus
turunkan peran minyak dalam pemanfaatan
energi. sebab sudah langka dan mahal.
Tidak boleh lagi kita tergantung minyak,”
paparnya serius.
negara kita masih memiliki sumber energi
lainnya yang sangat potensial. Mengenai
keyakinannya ini , Menteri ESDM
menyebutkan bahwa pada akhir 2014,
akan ada proyek 10 ribu megawatt tahap
pertama selesai. Setelah itu, program 10
ribu megawatt tahap kedua akan segera
dimulai dengan memanfaatkan sumber-
sumber energi baru dan terbarukan.
“Geotermal akan masuk ke situ 4000-an
megawatt, kemudian pembangkit listrik
tenaga air atau hydro power, baik yang
besar maupun kecil,” jelasnya.
Ketika menjelaskan mengenai perubahan
target pemanfaatan energi dimasa
mendatang, Jero memaparkan bahwa dalam
Kebijakan Energi Nasional, yang sekarang
menunggu ketuk palu DPR, akan ada
perubahan dibanding Peraturan Presiden
Nomor 5 Tahun 2006 dalam porsi bauran
energi untuk pembangkit listrik.
“Untuk energi baru dan terbarukan akan naik
dahsyat angkanya menjadi 25 persen, dari
sebelumnya 5,7 persen dan 17 persen. Gas
untuk transportasi belum dihitung. Padahal
kita akan bergerak ke situ. Mobil-mobil kita
akan memakai gas semua ke depan,”
ujarnya.
Situs berita Jerman, Deutsche Welle,
pada 16 Januari 2013 menulis laporan
terbaru Renewable Energy Policy
Network 21st Century (REN21) bertajuk
Global Future Report Renewables.
Dalam laporan ini tertera perkiraan
pertumbuhan energi baru dan terbarukan
di masa mendatang. Sekretaris Jenderal
REN21, Christine Lins mengemukakan
bahwa energi terbarukan memasok sekitar
25 persen dari kebutuhan energi global.
Laporan jaringan yang bermarkas di Paris,
Perancis ini, berdasarkan wawancara
dengan 170 pakar energi dan 50 pusat
pemikir di seluruh dunia. Christine Lins
menerangkan, keuntungan terbesar energi
baru dan terbarukan adalah biaya produksi
yang relatif rendah dan ramah lingkungan.
Potensi Energi Baru dan Terbarukan
Secara singkat, negara kita merupakan
surga energi alternatif. Matahari bersinar
sepanjang tahun. Energi surya ini berperan
ganda, yaitu turut menggerakkan udara
--
Kebijakan Pemerintah
DASAR HUKUM
1. Undang-Undang tentang Minyak dan Gas
Bumi Nomor 22 tahun 2001
2. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006
tentang kebijakan energi nasional
3. Peraturan Presiden Nomor 64 th 2012
tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan
Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk
Transportasi Jalan
4. Peraturan Presiden Nomor 61 tahun
2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Tentang Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca
5. Peraturan Menteri ESDM Nomor 03
tahun 2010 tentang Alokasi pemanfaatan
gas bumi untuk pemenuhan kebutuhan
dalam negeri
6. Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun
2013 tentang Pengendalian Penggunaan
Bahan Bakar Minyak
7. Keputusan Menteri ESDM nomor
2261/K/12/MEM/2013 tentang Harga
jual Gas Bumi dari Kontraktor Kontrak
Kerja sama dan Badan Usaha Pemegang
Izin Usaha Gas Bumi Melalui Pipa yang
Dialokasikan untuk Bahan Bakar Gas
Transportasi
menjadi angin. Selaras, “cincin api” yang
membalur di sekeliling kawasan Nusantara
menjadi tempat tumbuhnya kerucut gunung
api pemberi panas bumi dan penyimpan
potensi air terjun. Tak hanya itu, jalur arus
laut dunia mengalir deras di antara ribuan
pulau dan kepulauan di negara kita .
Hampir seluruh provinsi di negara kita
memiliki potensi sumber energi alternatif
yang mumpuni, khususnya yang tergolong
dalam kategori energi baru dan terbarukan.
Sedikitnya tersedia 9 jenis energi ini ,
yaitu hidro, mikro-hidro, panas bumi, surya,
uranium dan thorium, biomassa, angin,
arus laut dan terakhir shale gas. Ditilik dari
ketersediaannya, maka pada setiap kawasan,
masing-masing sumber energi baru dan
terbarukan ini dapat dipilah menjadi sumber
energi dengan jumlah cadangan berlimpah,
dan sumber energi dengan cadangan dalam
jumlah terbatas.
--
Kebijakan Pemerintah
Berdasarkan Perpres No. 64 Tahun 2012
tentang Penyediaan, Pendistribusian dan
Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk
Transportasi Jalan:
• Menteri ESDM menetapkan ketersediaan,
alokasi dan mutu (spesifikasi) Bahan
Bakar Gas berupa CNG (Pasal 3)
• Untuk pertama kali sampai dengan akhir
tahun 2013, PT Pertamina (Persero)
mendapat penugasan untuk melakukan
penyediaan dan pendistribusian Bahan
Bakar Gas berupa CNG (Pasal 7 ayat 1)
• Penyediaan dan pemasangan Konverter
Kit dilaksanakan oleh Badan Usaha melalui
penugasan dari Menteri Perindustrian
(Pasal 10 Ayat 1)
• Tahapan (penyediaan dan pemasangan
Konverter Kit) ditetapkan oleh Menteri
Perindustrian setelah berkoordinasi
dengan instansi terkait (Pasal 11 Ayat 2)
• Menteri Perindustrian melakukan
pengaturan, pengawasan dan verifikasi
terhadap pelaksanaan kegiatan
penyediaan dan pemasangan Konverter
Kit (Pasal 17 Ayat 1)
• Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
melakukan pengaturan, pembinaan
dan pengawasan mengenai aspek
keselamatan tabung yang dipergunakan
dalam penggunaan Bahan Bakar Gas
untuk transportasi jalan (Pasal 18 ayat 1)
• Menteri Perhubungan melakukan
pengaturan, pembinaan dan pengawasan
mengenai sertifikasi tenaga teknis, bengkel
dan keselamatan serta persyaratan
teknis dan laik jalan kendaraan bermotor
yang memakai Bahan Bakar Gas
berupa CNG dan kendaraan bermotor
pengangkut CNG (Pasal 19 Ayat 1)
• Untuk tahun 2012, pelaksanaan
penyediaan dan pemasangan
Konverter Kit dilaksanakan oleh
Menteri ESDM berkoordinasi dengan
Menteri Perindustrian (Pasal 22)
Beberapa landasan hukum lain yang
menaungi program diversifikasi dan konversi
BBM ke BBG, antara lain adalah sebagai
berikut :
• Perpres 15 Tahun 2012 tentang Harga
Jual Eceran dan Konsumen Pengguna
Jenis BBM Tertentu (Revisi Perpres
55/2005 dan Perpres 9/2006)
• Perubahan Konsumen Pengguna BBM
Bersubsidi
• Pembatasan Penggunaan Jenis BBM
Tertentu oleh pengguna secara bertahap
• Badan Pengatur melakukan pengaturan,
pengawasan dan verifikasi terhadap
kelancaran dan ketepatan pelaksanaan
pendistribusian Jenis BBM Tertentu bagi
konsumen pengguna
• Surat Keputusan Menko Perekonomian
No. KEP-14/M.EKON/03/2012
• Koordinasi perumusan kebijakan
pengendalian BBM Bersubsidi
• Koordinasi pelaksanaan kebijakan
pengendalian BBM Bersubsidi
• Koordinasi evaluasi kebijakan
pengendalian BBM Bersubsidi
• Peraturan Menteri Perhubungan No 39
Tahun 2012 tentang Penggunaan Bahan
Bakar Gas Jenis Compressed
Natural Gas pada Kendaraan Bermotor.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 03 Tahun
2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan gas
Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam
Negeri:
a. Pemanfaatan gas bumi diprioritaskan
untuk kebutuhan Dalam Negeri dengan
tetap mempertimbangkan keekonomian
pengembangan lapangan.
b. Alokasi pemanfaatan cadangan gas bumi
yang baru diketemukan, diprioritaskan
untuk memenuhi kebutuhan setempat.
Apabila ada kelebihan dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
wilayah lainnya.
c. Pemanfaatan gas bumi untuk
Dalam Negeri dilakukan dengan
mempertimbangkan ketersediaan
infrastruktur, besarnya cadangan dan
keekonomian lapangan, dengan urutan
prioritas:
1. Upaya peningkatan produksi minyak
dan gas bumi
2. Sebagai bahan baku industri pupuk
3. Sebagai penyediaan tenaga listrik dan
4. Sebagai bahan bakar/ bahan baku
untuk industri lainnya
Perpindahan penggunaan BBM ke BBG
dilaksanakan untuk meningkatkan ketahanan
energi baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Sumber daya minyak bumi yang
semakin menipis dan kondisi sumber
daya gas bumi yang masih cukup besar
mendorong untuk dilakukannya diversifikasi
energi dengan dukungan ketersediaan gas
dan percepatan pembangunan infrastruktur.
Program diversifikasi BBM ke BBG yang
dilakukan Pemerintah bersama Instansi
Pusat lainnya adalah:
---
Daerah Konversi 2007- ‐2008
Daerah Konversi 2009
Daerah Konversi 2010
Rencana Konversi 2012, namun belum
terealisasi secara keseluruhan
Rencana Konversi 2013 (beberapa
merupakan lanjutan tahun 2012)
Sesuai dengan Perpres No 104/2007
tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan
Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, maka
penerima paket perdana LPG 3 kg (sasaran
konversi) adalah:
• Rumah tangga, yaitu konsumen yang
mempunyai legalitas penduduk,
memakai minyak tanah untuk
memasak dalam lingkup rumah tangga
dan tidak mempunyai kompor gas
• Usaha mikro, yaitu konsumen dengan
usaha produktif milik perorangan
yang mempunyai legalitas penduduk,
memakai minyak tanah untuk
memasak dalam lingkup usaha mikro dan
tidak mempunyai kompor gas
Pada awal tahun 2013 direncanakan akan
melakukan pendistribusian paket perdana
LPG tabung 3 kg sebanyak 1.732.814
paket dengan volume isi ulang LPG Tabung
3 Kg sebanyak 3,83 juta MT dan meliputi
wilayah konversi di 10 (sepuluh) Provinsi
antara lain Aceh, Sumatera Barat, Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Tengah.
1. Konversi Minyak Tanah ke LPG
---
Realisasi pendistribusian paket perdana
LPG tabung 3 Kg tahun 2013 yang telah
dibagikan adalah sebanyak 1.301.075
paket. Penghematan subsidi BBM (nett)
Melakukan diversifikasi pasokan energi untuk mengurangi
ketergantungan terhadap BBM, khususnya minyak tanah untuk
dialihkan ke LPG
Mengurangi penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi sebab
LPG lebih aman dari penyalahgunaan
Melakukan efisiensi anggaran pemerintah sebab penggunaan
LPG lebih efisien dan subsidinya relatif lebih kecil daripada
subsidi minyak tanah
Menyediakan bahan bakar yang praktis, bersih dan efisien untuk
rumah tangga dan usaha mikro
Tujuan Program
Pengalihan Minyak
Tanah Ke LPG
yang diperoleh melalui pelaksanaan konversi
minyak tanah ke LPG pada tahun 2013
adalah sebesar Rp 29.420,7 milyar.
VOLUME TABUNG LPG 3 KG
Sejak tahun 2007 s.d. 2013 telah
mendistribusikan paket perdana LPG 3 kg
di 30 provinsi. Realisasi pada tahun 2007
s.d. 2013 telah mengalami peningkatan
penggunaan LPG 3 Kg dari 0,2 juta
MT menjadi 4,4 juta MT, hal ini sebagai
akibat adanya peningkatan pertambahan
penduduk, peningkatan kesadaran
masyarakat dalam memakai LPG 3
kg, per ubahan budaya masyarakat dalam
rangka penggunaan energi bersih dan ramah
lingkungan dan tambahan paket konversi
tahun 2013 dengan jumlah paket sebesar ±
1,3 juta paket. Untuk perkiraan volume LPG
3 Kg pada tahun 2014 sesuai dengan APBN
sebesar 4,78 juta MT. Dari tahun 2007 s.d.
tahun 2013 program konversi minyak tanah
ke LPG 3 Kg dapat menghemat subsidi
sebesar Rp. 107,6 Triliun.
KUOTA DAN REALISASI VOLUME LPG 3 KG 2007 – 2014
*kuota APBN 2014 sebesar 4,78 juta MT
KUOTA DAN REALISASI VOLUME LPG 3 KG 2007 – 2014
LANDASAN HUKUM YANG DIPAKAI UNTUK PROGRAM INI ADALAH:
1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
3) Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian,
dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg.
4) Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan
Pendistribusian LPG.
2) Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
1) Bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan
keamanan pasokan energi dalam negeri.
2) Mengurangi ketergantungan penggunaan energi yang berasal dari
minyak bumi salah satunya dengan mengalihkan ke energi lainnya.
3) Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu
peranan minyak bumi menjadi kurang dari 20% dan peranan gas bumi
menjadi lebih dari 30% terhadap konsumsi energi nasional.
---
Pola Pengawasan Distribusi Tabung LPG 3
Kg:
• Pengawasan terhadap penyediaan dan
pendistribusian dilakukan dalam rangka
jaminan pasokan dan mencegah terjadinya
kelangkaan
• Melakukan verifikasi terhadap
pendistribusian paket perdana LPG
tabung 3 kg sehingga tepat guna dan
tepat sasaran
• Melakukan verifikasi terhadap realisasi
penyediaan dan pendistribusian LPG
tabung 3 kg pada setiap lembaga penyalur,
terutama pada titik serahnya (agen) yang
akan dijadikan dasar pembayaran subsidi
oleh Kementerian Keuangan
2. Jaringan Gas
Pemanfaatan gas bumi telah menjadi
salah satu prioritas nasional. sebab itu,
Pemerintah telah melakukan sejumlah upaya
untuk diversifikasi energi. Selain konversi
BBM ke BBG untuk sektor transportasi,
Pemerintah pun menetapkan pembangunan
jaringan gas untuk rumah tangga agar dapat
memanfaatkan sumber daya alam ini secara
optimal.
Keseriusan Pemerintah dalam diversifikasi
energi melalui pendistribusian gas bumi
bagi rumah tangga dikuatkan dengan
diterbitkannya Peraturan Presiden No. 19
tahun 2010. Peraturan Presiden ini
mengatur tentang Rencana Kerja Pemerintah
tahun 2011 berkaitan dengan energi, yaitu
pembangunan jaringan gas bumi untuk
rumah tangga secara gratis.
Peraturan ini menjadi landasan
dalam penugasan penyediaan infrastruktur
jaringan gas bumi untuk rumah tangga
UPAYA PENGHEMATAN
Pengendalian BBM
Bersubsidi melalui Permen
ESDM No 01 Tahun 2013
Penghematan 1,5 juta KL
Konversi Minyak Tanah
ke LPG
Penghematan dari 10 jt KL
menjadi 1,7 jt KL minyak
tanah, penghematan sekitar
Rp 85T
Penggunaan Gas Bumi
untuk Rumah Tangga
(Jargas)
Pembangunan 70.000
sambungan rumah
Konversi BBM ke BBG
Terpasang konverter kit
sekitar 5000 kendaraan
pada 2012, penghematan
Rp 270 M/tahun
UPAYA PENGHEMATAN BBM YANG TELAH DILAKUKAN
---
bagi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM). Turunnya Peraturan
Presiden ini juga dilatarbelakangi oleh
ketidaktertarikan badan usaha-badan usaha
untuk membangun jaringan gas bumi bagi
rumah tangga. Hal ini disebabkan minimnya
keuntungan dalam pengelolaannya.
Adapun tujuan dari pembangunan jaringan
gas untuk rumah tangga adalah diversifikasi
energi, pengurangan subsidi, penyediaan
energi bersih dan murah, serta konversi
minyak tanah ke LPG sebagai percepatan
pengurangan konsumsi minyak bumi.
Pemanfaatan gas bumi ini ditengarai mampu
menguntungkan kedua pihak, Pemerintah
dan masyarakat.
Dari kacamata Pemerintah, konversi
minyak ke gas akan mengurangi subsidi
yang digelontorkan Pemerintah selama
ini. Pengurangan subsidi, tentu saja, akan
menghemat anggaran negara. Sementara,
dari sisi masyarakat, dengan memanfaatkan
gas bumi, masyarakat akan mendapat bahan
bakar yang lebih bersih, lebih sehat, lebih
murah dan lebih aman.
Sebuah program pun dicanangkan
Pemerintah untuk optimalisasi pemanfaatan
gas bumi, yaitu Program Jaringan Gas Kota
(Jargas). Jaringan gas dibangun di kota-kota
atau daerah yang dekat dengan sumber gas
bumi dan telah memiliki jaringan transmisi
gas bumi. Setiap tahunnya, Pemerintah
menargetkan sambungan gas untuk rumah
tangga di empat desa dalam dua wilayah
kota/kabupaten.
Pada tahun 2011, Pemerintah telah
membangun 25 ribu sambungan rumah
tangga di Kota Bontang, Sengkang, Rusun
Jabodetabek, Bekasi Tahap II, dan Sidoarjo
Tahap II. Di tahun 2012, Pemerintah
menargetkan 16 ribu sambungan rumah
tangga yang tersebar di lima wilayah, dengan
3.000-4.000 sambungan untuk setiap
kelurahan. Untuk pembangunan ini ,
Pemerintah menetapkan investasi sebesar
Rp 230 miliar.
Untuk tahun 2013, Kementerian ESDM telah
menyiapkan investasi sebesar Rp 250 miliar
yang diambil dari APBN untuk pembangunan
jaringan gas di lima kota. Kelima kota ini
adalah Sorong (Papua), Subang (Jawa
Barat), Ogan Ilir (Sumatra Selatan), Blora
(Jawa Tengah), dan Sidoarjo (Jawa Timur).
Berdasarkan roadmap pembangunan
jaringan distribusi gas bumi untuk rumah
tangga tahun 2008—2014, Pemerintah akan
menyelesaikan FEED dan DEDC di 4 wilayah
(Cilegon, Tenggarong, Nunukan, dan Blora)
serta membangun jaringan gas di Samarinda,
Muara Enin, Lampung, dan Pekanbaru.
Terhitung, sejak tahun 2009 hingga tahun
2012, Pemerintah telah membangun 57
ribu sambungan gas rumah tangga. Jumlah
ini terdiri atas 3.311 Sambungan
Rumah (SR) di Palembang, 2.900 SR di
Surabaya, 8.647 SR di Surabaya, 4.000 SR
di Depok, 3.666 SR di Tarakan, 4.628 SR di
Bekasi, 3.960 SR di Bontang, 4.172 SR di
Sengkang, 5.234 SR di Rusun Jabodetabek,
4.650 SR di Prabumulih, serta di Jambi,
Bogor, dan Cirebon masing-masing 4.000
---
Penyediaan jaringan gas bumi untuk rumah
tangga ini membutuhkan kerja sama dari
berbagai pihak. Bukan hanya Pemerintah,
tetapi juga swasta, BUMN, dan perbankan.
Sedangkan untuk pasokan gas, Pemerintah
menggandeng beberapa perusahaan. Antara
lain Petrochina Kepala Burung, Pertamina EP,
Total EP Indonesie, dan Inpex Corporation.
Dalam hal pembiayaan, Pemerintah
juga berharap Pemerintah Daerah dapat
berkontribusi dalam pembangunan jaringan
infrastruktur gas sebab terbatasnya
anggaran yang disediakan Pemerintah pusat.
Tak dipungkiri bahwa pemanfaatan gas bumi
dalam negeri masih menemukan berbagai
kendala. Kendala ini meliputi tiga hal
utama, yaitu infrastruktur, suplai/pasokan,
dan harga. Saat ini, negara kita telah memiliki
infrastruktur gas bumi untuk keperluan
domestik maupun ekspor—seperti kilang
LNG di Arun (Aceh), di Bontang (Kalimantan
Timur), dan di Tangguh (Papua)—juga jaringan
pipa gas bumi untuk keperluan industri,
listrik, komersial, dan rumah tangga. Namun,
infrastruktur ini masih belum memadai
untuk memaksimalkan pemanfaatan gas
bumi.
Dengan demikian, dibutuhkan sebuah
kebijakan nasional yang mampu mendorong
perbaikan sistem kelembagaan dan layanan
birokrasi Pemerintah, baik di pusat maupun
daerah, serta meningkatkan antarlembaga di
sektor migas. Kehadiran BUMN/BUMD yang
bertanggung jawab atas penyediaan gas bumi
bagi sektor tranportasi dan rumah tangga,
mengingat ketidaktertarikan badan usaha
untuk mengelola jaringan gas bumi untuk
rumah tangga sebab keuntungan minim.
Road Map Pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga
• Bojonegoro
• Lhokseumawe
• Gresik
• Riau
1. Semarang,
Jateng
2. Bulungan
3. Sidoarjo
4. Kab. Bekasi
5. Lhokseumawe
---
Sinergi antarlembaga pemerintah dan swasta
pun sangat diharapkan dapat terwujud
sebab akan mampu menciptakan efisiensi,
mendorong produktivitas, serta memperkuat
perekonomian nasional. Pada akhirnya, hal
ini akan menciptakan kemandirian
dan ketahanan energi nasional di masa-masa
mendatang.Kriteria Penetapan Rencana
Pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi
Untuk Rumah Tangga:
1. Adanya alokasi gas bumi;
2. Dekat dengan jaringan distribusi gas
bertekanan rendah;
3. Pertimbangan teknis (misalnya : Lebar
jalan menuju rumah > 2 meter);
4. Tersedianya anggaran untuk pelak sanaan;
5. Pertimbangan dari Pemerintah Daerah.
Pemerintah telah membangun Jaringan
Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga
di 16 Kota di negara kita sejumlah 57.877
Sambungan Rumah selama periode tahun
2009 – 2012. Pada tahun 2013 realisasi
jaringan distribusi gas bumi untuk rumah
tangga di negara kita yang telah dibangun
sejumlah 15.623 SR sehingga sampai
dengan tahun 2013, jumlah keseluruhan
jaringan distribusi gas bumi untuk rumah
tangga yang telah dibangun adalah sejumlah
73.500 SR.
3. Konversi BBM ke BBG
Program konversi BBM ke BBG melalui
penggunaan Liquefied Gas for Vehicles
(LGV) dan Compressed Natural Gas (CNG).
Liquefied Gas for Vehicles (LGV) merupakan
bahan bakar gas yang diformulasikan untuk
kendaraan bermotor yang memakai
spark ignition engine terdiri dari campuran
propane (C3) dan butane (C4). LGV
mempunyai kualitas pembakaran yang
setara dengan RON 98, ramah lingkungan
dan tekanannya berkisar 8 – 12 bar. LGV
ini lebih fleksibel dipakai untuk
daerah-daerah yang jauh dari sumber gas
atau tidak memiliki pipa gas bumi.
Compressed Natural Gas (CNG)
merupakan bahan bakar gas yang dibuat
melalui proses kompresi metana (CH4) yang
diekstrak dari gas alam. CNG disimpan dan
didistribusikan dalam bejana tekan berbentuk
silinder dan tekanan yang dimiliki CNG adalah
200 bar dengan ukuran tangki yang lebih
besar ketimbang LGV. Penggunaan CNG
telah meluas di berbagai negara terutama
untuk transportasi umum dan biasanya
dipakai di daerah-daerah yang memiliki
sumber gas atau ada pipa gas bumi.
Keuntungan Penggunaan CNG:
• Efisiensi Mesin Meningkat
• Harga lebih murah (40 -50%) dari harga
BBM
• Aman, sebab CNG memiliki berat jenis
yang lebih ringan daripada udara
• Emisi yang dihasilkan lebih rendah dari
BBM
• Daya tahan penggunaan oil/pelumas
meninggat sebab mesin tidak bekerja
keras
• Ring piston awet
• Tidak menimbulkan mengelitik (knocking)
• Busi tidak cepat kotor (pembakaran
bersih)
• Mesin lebih awet
• Kendaraan masih dapat dioperasikan
dengan memakai BBM maupun Gas
• Tabung CNG aman, telah diuji min. 1,5
X dari max. tekanan operasinya dan
dilengkapi dengan katup pengaman
• CNG tidak perlu impor
---
Untuk mewujudkan konversi kendaraan BBM
ke kendaraan bahan bakar gas harus tersedia
minimal 3 komponen utama, yaitu:
- Kendaraan BBM yang akan dikonversi
(pengguna)
- Tersedia bengkel bahan bakar gas
termasuk di dalamnya Converter Kit
(C-Kit)
- Tersedia gas/ Stasiun Pengisian.
Pemasangan Konverter Kit
1. Teknisi tersertifikasi berjumlah 75 orang.
Mekanisme Diversifikasi Kendaraan BBM Ke BBG
2. Diperlukan 2 orang teknisi untuk
pemasangan 1 unit konverter kit.
3. Kapasitas pemasangan saat ini mencapai
35 – 40 unit konverter kit/hari.
4. Tidak diperlukan penggantian maupun
modifikasi pada bagian manapun
5. Tinggal pasang peralatan CNG pada mobil
6. Pengemudi dengan mudah dapat memilih
pengoperasian dengan BBM atau gas
---
Realisasi Pemberian Bantuan Converter Kit Oleh Ditjen Migas Untuk Kendaraan Dinas Dan
Transportasi Umum Tahun 2011 - 2012
Selama tahun 2013, realisasi pengadaan dan
pemasangan konverter kit adalah sebanyak
2000 unit yang terdiri dari konverter kit
untuk LGV sebanyak 750 unit (Jabodetabek
741 unit dan Bali 9 unit) dan untuk CNG
sebanyak 1.250 unit (Jabodetabek 825 unit,
Surabaya 260 unit dan Palembang 165 unit)
---
Pembangunan Infrastruktur Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi
Road Map Pembangunan Infrastruktur SPBG Untuk Kendaraan Bermotor Tahun 2010 – 2014
---
4. Floating Storage Regasi fication
Unit (FSRU)
Floating Storage Regasification Unit
(FSRU) merupakan kapal tanki yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara LNG dan tempat terjadinya proses
regasifikasi LNG sehingga gas bisa dipasok
langsung ke konsumen.
• Pembangunan fasilitas LNG Receiving
Terminal di Jawa Barat dibangun oleh PT
Nusantara Regas joint venture antara PT.
PGN (Persero) Tbk. dan PT. Pertamina
(Persero) dengan sumber gas dari
Bontang.
• Gas dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan pembangkit listrik di PLN
Muara Karang dan Tanjung Priok. FSRU
Jawa Barat yang berlokasi sekitar 15
km dari PLTGU Muara Karang dengan
kapasitas sebesar 3 MTPA (400
MMSCFD).
• FSRU Jawa Barat telah selesai dibangun
dan telah beroperasi secara komersial
(COD) pada Mei 2012 serta telah
diresmikan oleh RI-1 pada tanggal 6
Desember 2012.
FSRU adalah semacam tangki tempat
penyimpanan sementara Liquefied
Natural Gas (LNG) di atas sebuah kapal
yang tertambat. Tangki inilah yang akan
menampung sementara LNG yang dipasok
dari luar. Selain itu, di atas kapal itu juga
dilakukan proses regasifikasi LNG, sehingga
gas yang dihasilkan dapat langsung dipasok
kepada konsumen.
---
FSRU ditujukan untuk penyimpanan
LNG. Terminal ini juga dilengkapi dengan
kemampuan untuk mengkonversi gas
natural menjadi gas LNG. Terminal yang
memakai badan kapal yang sebelumnya
berfungsi sebagai pengangkut LNG ini
terhubungkan dengan sumur lepas pantai
dan terminal penyimpanan gas melalui pipa
di dasar laut.
Desain kapal sebagai terminal terbagi dalam
beberapa tanki utama. Untuk tanki yang
difungsikan sebagai pabrik yang mengolah
kembali gas ditempatkan pada tanki depan.
Sementara untuk ruang kontrol dan mesin
utilitas berada di buritan kapal.
Tanker LNG yang memuat gas dari kapal
terminal apung akan berposisi secara
berdampingan sisi dengan sisi ketika proses
pemindahan muatan. Proses membuang
jangkar, memuat gas dan mengangkat
jangkar akan memakan waktu sekitar 24 jam.
Proses dan sistem utilitas telah dipilih dan
didesain untuk kemudahan pengoperasian
dan perawatan.
Desain FSRU berbasis pada bebebrapa
aspek yang memudahkan pekerjaan bongkar
muat gas dan proses pengubahan gas itu
sendiri. Maka beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah, kapasitas penyimpanan
LNG mencapai 129 ribu m3. Kebutuhan
Akomodasi (ruang inap dan kerja pekerja
terminal), masa menambat terminal apung
(penambatan permanen) bertahan dalam
puluhan tahun.
Aspek teknis lainnya adalah kemampuan
pengiriman gas keluar maksimal hingga
2,75 BSCMPA dengan tekanan gas keluar
85 bar. Terminal ini beroperasi di perairan
dengan kedalaman air 50 hingga 150 m
serta memperhatikan lokasi penempatan
terminal dengan memperhitungkan kondisi
lingkungan membuang jangkar, diantaranya
faktor cuaca, kecepatan angin dan
pergerakan ombak.
Bentuk FSRU bukanlah baru digagas dalam
industri gas. Sebelumnya, terminal apung
telah diimplementasikan dalam industri
minyak bumi. Seperti kebanyakan teknologi
minyak bumi yang diadopsi oleh industri
gas, demikian pula keberadaan FSRU ini.
Ia adalaah satu upaya eksisting dari FSO
(Floating Storage Oil).
Instalasi FSRU yang dapat dilakukan di atas
perairan, dekat dengan sumur pengeboran
sumber gas diyakini sebagai salah satu cara
menekan biaya investasi. Lebih murah jika
dibandingkan menyebar pipa bawah laut
dan menghubungkannya dari sumur lepas
pantai ke pabrik pengolahan gas atau gudang
penyimpan LNG yang berada di daratan.
Penghematan diklaim cukup besar dengan
pengadaan terminal yang mampu beroperasi
dengan penambatan tetap, dapat bertahan
dalam hitungan puluhan tahun ini. Hanya
saja beberapa hal tetap perlu diperhatikan.
Yakni kecepatan angin, kondisi ombak dan
beberapa penanda cuaca lainnya.
Deskripsi Sistem
• Penambatan
ada turret (menara) di bagian depan
kapal yang telah dimodifikasi bentuknya
menyesuaikan haluan kapal. Turret akan
berfungsi memberi support sepanjang
52
---
garis sauh, pengungkit fleksibel dan
terhubung dengan deretan kontrol/
servis. Turret ditempatkan di atas piringan
berputar yang memungkinkan pergerakan
berputar hingga 360 derajat.
• Side by Side Mooring System
Terminal apung mengizinkan kapal
pengangkut LNG untuk bersandar dalam
memuat gas LNG ke dalam kapalnya.
Salah satu yang penting diatur adalah
jadwal kedatangan pengangkut LNG.
Kemudian kapal pengangkut akan
berposisi berdampingan saat harus
memindahkan muatan ke atas kapalnya
dari terminal apung. Perhatikan beberapa
hal penting diantaranya :
• Posisi Spatbor primer dan sekunder
• Tali jangkar dari nilon. Tali ini harus
terhubung dengan bagian kabel
pengangkut LNG oleh belenggu
(rantai) khusus.
• Pemutar timah hitam untuk memandu
tali nilon sangat dibutuhkan.
• Kait pengungkit lepas cepat yang
terintegrasi dengan tuas pengungkit
yang menyesuaikan dengan muatan
gas.
Selama proses pemuatan material, kapal
kargo memerlukan panduan dari dua
kapal penarik berbobot 50 ton. Setelah
melepas jangkar harus pula disebarkan
tali melintang yang dipakai untuk
membatasi gerakan horisontal kapal.
• Loading Arms
Batang pipa pengiriman ada tiga buah
dengan panjang 16 inchi, dua diantaranya
untuk mengirim LNG dan satu untuk
pengembalian uap. Dengan demikian
proses transfer membutuhkan waktu
sekitar 16 jam. Dengan buang sauh,
sandar dan angkat sauh total waktunya
adalah 24 jam.
Batang pipa yang dipakai sama halnya
dengan terminal yang ada di kilang
di pantai. Tentunya telah dimodifikasi
untuk meredam guncangan antara
kapal pengangkut dan FSRU. Terminal
juga dilengkapi dengan tahanan yang
berupa siku-siku yang mampu meredam
guncangan sejauh sekitar 0,5 m saat
bersisian dengan kapal pengangkut.
• LNG Regasification System
LNG dikirimkan dari tanki ke unit
regasifikasi. Di dalam ruang regasifikasi
ada pompa pendorong dan
pemanas uap. Pompa pendorong akan
meningkatkan tekanan hingga 90 bar
sebelum mendapat tekanan LNG dalam
bentuk uap, setelah melalui proses
penambahan tekanan akan melalui unit
fiscal metering dan dikirim ke pipa
di bawah laut melalui selang gas dan
pengungkit fleksibel. Data dari ruang
regasifikasi adalah : Tekanan maksimum
gas 85 bar, Aliran gas 240 ton/ jam dan
temperatur minimal gas 0o C dan unit
pengukur ditempatkan pada dek depan.
Sebagai kapal yang layaknya unit pabrik dan
terminal, telah pula dilengkapi dengan ruang
tenaga utama. Bahan bakar untuk FSRU dan
sistem elektrik di-support dari bahan bakar
gas. Meski demikian disiapkan pula sumber
elektrik cadangan seperti kerja mesin diesel
dalam keadaan emergensi. Yang berasal dari
support boiler berbahan bakar natural gas
murni.
---
Di negara kita , fasilitas FSRU ini memang
belum banyak. Sebab untuk membangun
satu fasilitas FSRU terbilang mahal. Per
unitnya bisa mencapai triliunan rupiah.
Pembangunan FSRU di Jawa Tengah saja
misalnya, investasi yang dibutuhkan mencapai
400 juta dolar atau sekitar 3,8 triliun rupiah.
Investasi yang harus dikeluarkan sangat
tergantung pada besarnya FSRU yang akan
dibangun disesuaikan dengan kebutuhan.
FSRU terdiri atas komponen dua komponen
utama, terdiri atas sejumlah tangki
penyimpanan LNG dan sebuah sistem
regasifikasi, yang ada di atas kapal.
Tipikal kapal FSRU memiliki panjang 350-
400 meter dan lebar hingga 70 meter. Kapal
ini memerlukan kedalaman air tertentu (pada
umumnya 160 ft) untuk singgah.
Tangki LNG yang berbentuk kubah tertanam
di atas kapal yang tertambat di dasar laut,
dengan kapasitas penampungan yang
bervariasi. Jumlah tangki ini biasanya lebih
dari satu buah. Tangki inilah yang akan
menampung LNG yang dipasok dari luar.
LNG yang berasal dari kapal pemasok (LNG
Carrier) disimpan sementara pada tangki
penyimpanan sebelum akhirnya melalui
proses regasifikasi.
Proses regasifikasi LNG dilakukan
langsung di atas kapal tanpa harus dialirkan
atau dibawa ke pelabuhan terlebih dahulu .
Unit regasifikasi biasanya ditempatkan di
dek utama kapal dan biasanya disesuaikan
dengan kondisi penerima gas alam. Pada
proses ini, LNG yang berwujud cair akan
dipanaskan sehingga kembali berwujud
gas. Gas alam ini kemudian siap untuk
dialirkan ke masing-masing pengguna gas
alam.
Masing-masing bagian FSRU baik itu kapal,
tangki LNG, dan unit regasifikasi harus
memenuhi standar ketentuan yang berlaku.
Utilitas dan sistem lain yang dibutuhkan untuk
mendukung FSRU terdiri atas pembangkit
listrik, insturmentasi dan kontrol, serta sistem
dan standar keselamatan yang memadai.
Tengah Disiapkan Beberapa FSRU
Untuk mengatasi defisit gas, pemerintah
tengah gencar membangun beberapa FSRU
misalnya di Jawa Barat, Sumatera Utara dan
Jawa Tengah atau Jawa Timur.
Pengawasan dan monitoring pembangunan
FSRU merupakan salah satu program
prioritas Ditjen Migas Kementerian ESDM.
Pembangunan 3 FSRU ini merupakan
amanat Inpres No 01 tahun 2010 untuk
mengatasi defisit gas di atas 200 MMSCFD.
Dengan adanya infrastruktur LNG terminal
ini, diharapkan pasokan gas ke tempat yang
jauh dari sumber gas bumi dapat dilakukan
dalam bentuk pengiriman LNG. Sebelumnya,
pasokan kebutuhan gas bumi domestik
hanya dilakukan dengan memakai
jaringan pipa gas bumi.
Pada Mei 2014, FSRU Teluk Jakarta mulai
melakukan uji coba dengan mengalirkan gas
buat pembangkit milik PLN. Uji coba dimulai
pada 15 Mei. Ini adalah penampungan
gas dan regasifikasi terapung pertama
yang beroperasi di negara kita . FSRU
ini dioperasikan PT Nusantara Regas,
perusahaan patungan antara PT Pertamina
---
dan PT PGN Tbk. Pasokan gas alam cair
FRSU berasal dari Kilang Bontang sebanyak
11,75 juta ton dengan kontrak selama
sebelas tahun mulai tahun ini.
FSRU ini memiliki kapasitas total 3 juta
metrik ton per tahun. Sementara pasokan dari
Bontang hanya memenuhi separuh kapasitas
terminal penampungan dan regasifikasi
ini . Dengan adanya FSRU maka akan
sangat membantu memasok gas di daerah-
daerah yang defisit gas. “Saat ini Sumatera
dan Pulau Jawa yang kekurangan gas sebab
demand-nya banyak di Sumatera dan Jawa.
Supply-nya dari Kalimantan dan Papua jadi
butuh transportasi,” pungkasnya.
Prioritaskan Kebutuhan PLN
FSRU Teluk Jakarta dibangun dan
dioperasikan oleh PT Nusantara Regas,
anak perusahaan patungan PT. Pertamina
dan PT. Perusahaan Gas Negara (PGN)
yang dibentuk pada 14 April 2010 lalu.
Sedangkan FSRU Sumatera Utara akan
dibiayai pembangunannya oleh PGN, dan
FSRU Jawa Tengah dibiayai Pertamina.
Kapasitas FSRU Teluk Jakarta saat ini
mampu menampung LNG sebanyak 3 juta
ton per tahun dengan gas hasil regasifikasi
sebanyak ± 500 mmscfd. Pasokan gas
untuk kebutuhan fasilitas ini antara lain
diharapkan berasal dari gas di Kalimantan
Timur dengan volume sebesar 11,75 juta ton
selama 11 tahun. Dan dari kapasitas yang
tersedia itu, pemanfaatan LNG nantinya akan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gas
domestik khususnya pembangkit listrik milik
PLN.
Sesuai Head of Agreement (HoA) perjanjian
jual beli gas antara PT Nusantara Regas
dengan PLN pada 12 Oktober 2010,
volume gas yang dibutuhkan PLN untuk
pembangkit Muara Karang dan Tanjung
Priok mencapai ± 400 mmscfd. Dan saat
ini, dari total kapasitas yang dibutuhkan,
FSRU Teluk Jakarta baru mampu memenuhi
sekitar 50% dari kapasitas. Itu sebabnya PT
Nusantara Regas, saat ini sedang berupaya
maksimal mencari tambahan pasokan untuk
memenuhi kapasitas yang tersedia. Namun
demikian meski baru terpenuhi 50% dari
kebutuhannya, setidaknya PLN kini telah
mampu mengganti BBM yang di subsidi
pemerintah itu yang besarannya cukup
signifikan.
Untuk memasok gas ke dua pembangkit
listrik PLN itu, dilakukan melalui jaringan pipa
bawah laut (Subsea pipe line) berdiameter 24
inci sepanjang 15 km. Untuk pembangunan
jaringan pipanya, Nusantara Regas telah
menginvestasikan dananya sebesar 39 juta
dolar yang bersumber dari dana penyertaan
modal Pertamina dan PGN. Selain jaringan
pipa ini , Regas juga telah membangun
fasilitas stasiun penerima gas (onshore
receiving facilities [ORF]) yang berlokasi di
Muara Karang.
Percepatan Pembangunan Ekonomi
Dalam upaya mempercepat pembangunan
ekonomi, pemerintah memang telah
mengeluarkan kebijakan dengan membentuk
Master plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi negara kita atau yang
dikenal dengan MP3EI melalui Instruksi
Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2010. Isi master
---
plan, salah satu dari 17 proyek groundbreaking-
nya adalah Program Pembangunan Fasilitas
FSRU di beberapa daerah.
Dengan demikian, pembangunan fasilitas
FSRU merupakan program yang sangat
penting. Tujuan jangka panjangnya ditujukan
mendukung program pemerintah melakukan
diversifikasi energi guna mengatasi tantangan
keberlanjutan energi di masa mendatang.
Sementara, Pertagas sudah memperoleh
komitmen pembelian gas dari lima
perusahaan. Kelima pembeli itu terdiri dari
industri hingga perumahan.Permintaan gas
masing-masing antara 50–100 juta kaki
kubik per hari (MMSCFD). Pipa trans-Jawa
terdiri dari ruas pipa Semarang- Gresik
sepanjang 250 kilometer (km) milik Pertagas
dan Semarang-Cirebon sepanjang 230 km
milik PT Rakyasa Industri (Rekind).
Status pipa ini nantinya akan open
access sebagai solusi bagi pembeli dan
penjual. Apabila proyek pipa trans-Jawa
ini selesai, maka pasokan gas akan bisa
dialirkan dari sumur gas maupun dari FSRU
ini . Proyek FSRU Jateng direncanakan
berkapasitas 3 juta ton atau 400 juta kaki
kubik per hari (MMSCFD). Pekerjaan
konstruksi FSRU Jateng diperkirakan selama
13 bulan.
Pengembangan FSRU ini memang tidak lepas
dari makin tingginya permintaan gas domestik
di negara kita dari tahun ke tahu. Pada 2008,
misalnya, permintaan gas domestik telah
mencapai sekitar 2.000 mmscfd. Dan pada
2020, potensi permintaannya diperkirakan
melonjak hingga 4.500 mmscfd. Tingginya
potensi permintaan itu utamanya dipicu oleh
pertumbuhan kebutuhan pada pembangkit
listrik, industri, pupuk, transportasi dan
rumah tangga.
FSRU Teluk Jakarta maupun FSRU di
beberapa daerah nantinya, pemanfaatannya
memang sebagian besar akan diprioritaskan
untuk melayani kebutuhan pasokan gas untuk
pembangkit PLN dan industri. Alasannya,
pemerintah berharap dengan adanya jaminan
pasokan gas akan membuat perusahaan
listrik negara ini akan menjadi lebih sehat.
---
Membangun Kesadaran Masyarakat
Salah satu tantangan yang perlu disolusikan
adalah menyediakan alternatif pengganti
minyak bumi, yang ketersediaannya mulai
menipis di pelbagai belahan dunia. Potensi
energi alternatif ini diantaranya adalah
gas bumi. Paralel dengan ragam energi
alternatif lainnya termasuk energi baru dan
terbarukan-, gas bumi berpotensi memenuhi
berbagai kebutuhan terhadap sumber-
sumber energi handal serta memiliki
ketersediaan yang berkelanjutan.
Strategi pengelolaan energi nasional ini
tentunya menyasar pada berkurangnya
ketergantungan masyarakat negara kita ,
termasuk di dalamnya kalangan industri,
transportasi dan rumah tangga, terhadap
minyak bumi sebagai sumber energi.
Tak dapat dipungkiri, bahwa ketersediaan
minyak bumi yang semakin “langka” memicu
fluktuasi harga yang sangat signifikan,
yaitu dengan kecenderungan yang terus
melonjak dari waktu ke waktu. Belum lagi
pengaruh sentimen pasar dan kondisi
geopolitik negara produsen minyak kerap
mempengaruhi pergolakan harga minyak
bumi secara global.
Ragam kondisi ini di atas tentunya
sangat mempengaruhi negara kita sebagai
negara pengimpor minyak bumi yang masih
memberlakukan sistem subsidi terhadap
konsumsi minyak bumi, terutama BBM.
---
Kecenderungan harga minyak bumi yang
menunjukkan tren yang terus melonjak ini,
baik secara langsung dan tidak langsung,
semakin menggerus postur APBN. Setiap
kenaikan harga minyak bumi yang terjadi
secara global tentunya berdampak pada
konsekuensi logis kenaikan biaya subsidi
BBM.
Kondisi yang sudah tidak ideal bagi neraca
keuangan negara kita ini semakin dibebani
oleh ketidaktepatan “penikmat” subsidi.
Berdasarkan data yang disajikan oleh
berbagai sumber lembaga pemerintahan,
tercatat bahwa penikmat subsidi BBM
terbesar justru adalah masyarakat negara kita
yang telah berkecukupan. Hal ini tentunya
perlu dibenahi secara mendasar tanpa
harus mengorbankan potensi pertumbuhan
ekonomi negara kita secara menyeluruh.
Satu hal patut dicermati adalah,
ketidaktepatan pemberian dan penerima
subsidi ini, salah satunya dipicu oleh masih
sedikitnya sumber energi alternatif bagi
pengganti BBM yang dipatok dengan harga
bersaing. Kesemua hal ini di atas tentu
bermuara pada pengelolaan sumber-sumber
energi yang mampu menciptakan ketahanan
energi nasional yang berdampak nyata
terhadap peningkatan dan pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat yang terus
bertumbuh dan berkesinambungan.
Kita dapat memaknai kenaikan harga BBM
tahun lalu sebagai stepping stone menuju
kearah diversifikasi energi yang output-
nya adalah ketahanan energi nasional. Jika
kita tetap bergantung pada minyak bumi
maka negara ini dapat dipastikan jatuh dan
terpuruk. Coba kita tengok momen ketika
kita melakukan konversi dari minyak tanah
ke gas.
Program konversi minyak tanah ke LPG
3 Kg awalnya disikapi dengan keraguan
khususnya keamanan tabung LPG 3 kg,
namun dengan dilakukannya sosialisasi,
masyarakat dapat diyakinkan untuk
mengganti penggunaan minyak tanah ke
lpg 3 kg. Hal ini secara langsung berdampak
pada penghematan yang dapat dihasilkan
setiap tahunnya sejak tahun 2007.
Melalui konversi minyak tanah ke lpg 3kg
dimulai pada tahun 2007 dengan biaya
awal konversi Rp 900 miliar. Pada tahun
2009 total penghematan mencapai Rp 7,2
triliun dan terus berlanjut sampai dengan
akhir tahun 2013 program konversi minyak
tanah ke lpg 3 kg menghemat APBN beban
subsidi sebesar Rp 107,6 triliun.
Bayangkan jika program ini menuai
keberhasilan mungkin akan banyak APBN
yang dipakai untuk pengembangan
riset dan pembangunan infrastruktur. Kita
dapat mempelajari dari bangsa-bangsa lain
yang sudah memanfaatkan gas. Artinya jika
diversifikasi BBM ke BBG bisa dilakukan
maka ada tiga keuntungan yang didapat
yaitu mengendalikan subsidi BBM sehingga
mengurangi beban fiskal demi ketahanan
nasional, mengurangi beban biaya bahan
bakar pemilik kendaraan dan mengendalikan
lingkungan dari polusi udara.