pns 6




 garan memberitahukan pagu

alokasi Dana Belanja Pensiun kepada KPA.

 Pasal 5

(1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (2), KPA mengajukan permintaan penyediaan

Dana Belanja Pensiun kepada Direktur Jenderal Anggaran.

(2) Berdasarkan permintaan penyediaan dana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran

bersama dengan KPA melaksanakan penelaahan atas

rencana penggunaan alokasi Dana Belanja Pensiun.

(3) Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat

Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara

Umum Negara untuk keperluan belanja pensiun.

(4) Berdasarkan Surat Penetapan Rencana Kerja dan

Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), KPA menyusun Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran (DIPA) guna memperoleh

pengesahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 6

Dalam rangka pencairan Dana Belanja Pensiun, KPA

menunjuk:

a. pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan

yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/

penanggungjawab kegiatan/pembuat komitmen, yang

selanjutnya disebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); dan

b. pejabat yang diberi wewenang untuk menguji tagihan

kepada negara dan menandatangani Surat Perintah

Membayar (SPM), yang selanjutnya disebut Pejabat

Penandatangan SPM.

Pasal 7

(1) PT Taspen (Persero) menyampaikan surat tagihan belanja

pensiun kepada KPA dengan dilampiri:

a. kuitansi/tanda terima senilai jumlah bruto; dan

b. Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak yang

ditandatangani oleh pejabat PT Taspen (Persero), yang

dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Menteri ini.

(2) Jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a merupakan jumlah dari pensiun pokok, tunjangan-

tunjangan dan pembulatan penghasilan.

 Pasal 8

(1) Berdasarkan surat tagihan belanja pensiun sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7, PPK menerbitkan dan

menyampaikan Surat Permintaan Pembayaran Langsung

(SPP-LS) kepada Pejabat Penandatangan SPM dengan

dilampiri:

a. Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja dari PPK;

dan

b. kuitansi/tanda terima yang telah disetujui oleh PPK.

(2) Dalam hal PPK berhalangan, KPA dapat melaksanakan

tugas-tugas PPK.

 Pasal 9

(1) Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,

Pejabat Penandatangan SPM menerbitkan dan

menyampaikan SPM-LS kepada Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara dengan dilampiri Surat Pernyataan

Tanggungjawab Belanja.

(2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 Pasal 10

Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat

Perintah Pencairan Dana untuk untung PT Taspen (Persero)

pada rekening bank yang ditunjuk.

 Pasal 11

PT Taspen (Persero) harus memotong, menyimpan, membayar

atau menyerahkan, menatausahakan dan mem–

pertanggungjawabkan potongan belanja pensiun yang menjadi

hak Negara/Daerah untuk keuntungan Kas Negara/Kas Daerah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 12

(1) Dalam hal terdapat tuntutan ganti kerugian negara yang

telah diserahkan pengurusan piutangnya kepada Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang berkoordinasi dengan PT

Taspen (Persero).

(2) Penyelesaian piutang negara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) dengan

menyetorkan bagian dana pensiun kepada Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Bagian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari yang diterima

oleh penerima pensiun untuk pelunasan tuntutan ganti

kerugian negara.

Pasal 13

PT Taspen (Persero) menyetorkan potongan belanja pensiun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan bagian dana

pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan

ayat (3) ke Kas Negara/Kas Daerah paling lambat tanggal 10

bulan berikutnya.

Pasal 14

Dalam hal PT Taspen (Persero) tidak dapat melakukan penagihan

atas sisa piutang negara kepada penerima manfaat pensiun, PT

Taspen (Persero) menyampaikan sisa piutang negara tersebut

kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melalui KPA.

 Pasal 15

(1) PT Taspen (Persero) harus melakukan potongan alimentasi

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.

(2) Potongan alimentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan potongan pensiun dalam rangka pemberian

nafkah kepada anak atau mantan istri penerima pensiun

yang diberikan atas dasar putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3) PT Taspen (Persero) harus melakukan potongan terhadap

pensiunan untuk iuran kesehatan dan menyetorkan kepada

PT Askes (Persero).

(4) Mekanisme penyetoran iuran kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur melalui Perjanjian Kerja

Sama antara PT Taspen (Persero) dan PT Askes (Persero).

 Pasal 16

(1) PT Taspen (Persero) bertanggung jawab sepenuhnya atas

penggunaan Dana Belanja Pensiun yang diterimanya.

(2) PT Taspen (Persero) menyampaikan laporan penggunaan

Dana Belanja Pensiun kepada KPA berupa laporan realisasi

pembayaran pensiun.

Pasal 17

(1) KPA bertanggung jawab terhadap penyaluran Dana

Belanja Pensiun dari Kas Negara kepada PT Taspen

(Persero).

(2) KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) KPA dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk

melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan

pembayaran pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen

(Persero).

 Pasal 18

(1) KPA dan PT Taspen (Persero) melakukan perhitungan

selisih lebih/kurang atas realisasi pembayaran manfaat

pensiun untuk menentukan selisih lebih/kurang

pembayaran manfaat pensiun setelah bulan pembayaran.

(2) Apabila berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih lebih antara dana

yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran

manfaat pensiun, selisih lebih tersebut diperhitungkan

untuk pembayaran manfaat pensiun bulan berikutnya.

(3) Apabila berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih kurang antara dana

yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran

manfaat pensiun, jumlah selisih kurang dimaksud akan

dibayarkan pada pembayaran bulan berikutnya.

(4) Dalam hal terdapat manfaat pensiun yang tidak dibayarkan

kepada penerima pensiun/diambil oleh penerima manfaat

pensiun, kelebihan tersebut diperhitungkan untuk

pembayaran manfaat pensiun bulan berikutnya.

(5) Apabila berdasarkan hasil perhitungan akhir tahun

berkenaan terdapat selisih lebih antara dana yang diterima

PT Taspen (Persero) dengan pembayaran manfaat pensiun,

PT Taspen (Persero) harus menyetorkan kelebihan

pembayaran tersebut ke Rekening Kas Negara.

Pasal 19

Dalam hal alokasi dana pada tahun berkenaan tidak mencukupi

untuk membayar manfaat pensiun, Pemerintah dapat

memenuhi kekurangan tersebut pada tahun anggaran berjalan

dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.

 Pasal 20

Penggunaan Dana Belanja Pensiun sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (1), dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa

yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

 Pasal 21

(1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 terdapat selisih kurang antara

dana yang diterima PT Taspen (Persero) dengan

pembayaran manfaat pensiun, jumlah selisih kurang

dimaksud dapat dibayarkan melalui APBN tahun anggaran

berjalan dengan memperhatikan kemampuan keuangan

negara.

(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 terdapat selisih lebih antara dana

yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran

manfaat pensiun, PT Taspen (Persero) harus menyetorkan

kelebihan pembayaran tersebut ke Rekening Kas Negara.

 Pasal 22

Dalam rangka perhitungan pengalokasian dana pembayaran

belanja pensiun tahun anggaran berikutnya, Menteri Keuangan

cq. Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan monitoring

dan evaluasi atas penggunaan Dana Belanja Pensiun.

Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan

Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Anggaran

dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, baik sendiri-sendiri

maupun bersama-sama sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 24

Peraturan Menteri ini masih berlaku sepanjang dana untuk

belanja pensiun masih dianggarkan dalam APBN.

Pasal 25

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2010 tentang Tata

Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan Per–

tanggungjawaban Dana APBN Yang Kegiatannya Dilaksanakan

Oleh PT Taspen (Persero), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 Pasal 26

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya

dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Januari 2013

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 16 Januari 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

                                 ttd.

               AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013

NOMOR 90

Pengembangan karier adalah proses pelaksanaan (implementasi)

perencanaan karier. Pengembangan karier pegawai dapat dilakukan

melalui dua cara, yaitu Diklat dan cara non–Diklat.

Contoh pengembangan karier melalui Diklat adalah:

1. menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar negeri);

2. memberi pelatihan (di dalam atau di luar organisasi);

3. memberi pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).

Contoh pengembangan karier melalui non–Diklat adalah:

1. memberi penghargaan kepada pegawai;

2. menghukum pegawai;

3. mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi;

4. merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan

semula.

276 277

A. Kriteria yang Menentukan Efektivitas Karier

Pegawai

PENGEMBANGAN

KARIER PEGAWAI

BAB 7

Beberapa kriteria yang menentukan karier, yaitu sebagai berikut.

1. Kinerja

Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang

memiliki kinerja baik dan selalu produktif.

2. Sikap

Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang

memiliki sikap karier positif, dinamis, progresif, dan

mengutamakan kepentingan perusahaan daripada kepentingan

pribadinya.

3. Kemampuan adaptasi

Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang

memiliki kemampuan beradaptasi dengan jabatannya,

pekerjaannya, konsumen, masyarakat, lingkungan dunia usaha,

dan lainnya sehingga memudahkan mempromosikan objek

usahanya.

4. Identitas

Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang

memiliki identitas karier yang berwawasan, memiliki kepribadian

yang pasti, konsisten dalam pekerjaan yang digelutinya, dan

memiliki rencana untuk kemajuan pada masa depannya.

Adapun tahapan karier, menurut James L. Gibson (1996: 320),

adalah sebagai berikut.

1. Pembentukan karier

Karier pegawai perlu dibentuk dan dibangun oleh dirinya dan

perusahaan demi masa depannya sehingga pegawai akan lebih

terampil dan profesional dalam menjalankan tugasnya.

2. Pengembangan karier

Pegawai perlu mengembangkan kariernya dengan berbagai

cara. Demikian pula, perusahaan bertanggung jawab terhadap

pengembangan karier pegawai dengan memberikan fasilitas

yang menunjang pengembangannya.

3. Pemeliharaan karier

Pemeliharaan karier berkaitan dengan peningkatan

kesejahteraan pegawai dan mempertahankannya. Jabatan yang

diperoleh pegawai perlu dibina secara intensif agar pemenuhan

tanggung jawabnya lebih baik dan meningkatkan produktivitas

kerja perusahaan.

4. Penarikan diri dari karir

Seorang pegawai, demi kariernya, dapat mengundurkan diri

dari karier tertentu untuk berpindah pada karier lainnya, seperti

berpindah dari jabatan yang selama ini dipegangnya. Karena

menurutnya jabatan itu kurang sesuai, demi kariernya ia

meminta pindah agar jabatannya diganti yang lebih sesuai

dengan keahliannya. Dengan cara inilah, pegawai akan lebih

prospektif dalam meniti kariernya.

Faktor yang  memengaruhi manajemen karier adalah sebagai

berikut.

1. Hubungan pegawai dan organisasi. Hubungan pegawai dengan

perusahaan harus menjadi hubungan kemitraan  yang dibangun

bersama dengan prinsip saling bertanggung jawab dan saling

mengawasi kinerjanya sehingga setiap pegawai akan

memengaruhi pengembangan karier masing-masing.

2. Personalia pegawai. Bagian kepegawaian dituntut mengelola

karier dan membantu pegawai dalam mengurus kariernya.

Misalnya, mengurus kenaikan pangkat sehingga pegawai tidak

ditekan oleh cara-cara personalia yang membiarkan bahkan

memberlakukan birokrasi yang ketat.

3. Faktor eksternal. Faktor ini dapat menjadi motivator

pengembangan karier pegawai dan juga tantangan untuk

meningkatkan solusi permasalahan yang dihadapi pegawai.

4. Politicking dalam organisasi. Situasi dan kondisi perusahaan tidak

akan terbebas dari pengaruh sosial, politik, dan ekonomi yang

naik turun ataupun yang berada dalam kemapanan. Oleh

karena itu, pegawai harus memiliki kemampuan membaca

keinginan atau kehendak zaman.

B. Faktor yang Memengaruhi Manajemen Karier

5. Sistem penghargaan. Pegawai akan meningkatkan kinerjanya

apabila seluruh jasanya mendapat penghargaan yang adil dan

layak, serta menyejahterakan.

6. Jumlah pegawai. Kuantitas pegawai akan menjadi tantangan

tersendiri dalam rangka mengelola karier, bahkan bagi pegawai

akan lebih kompetitif meraih kariernya.

7. Ukuran organisasi. Besar atau kecilnya organisasi menjadi

penentu kemudahan dan kesulitan mengelola karier. Akan

tetapi, bagi pegawai, pengelolaan karier bergantung pada

dirinya sendiri.

8. Kultur organisasi. Pegawai dan perusahaan yang tegas

menjalankan aturan organisasi yang berkaitan dengan

pengembangan dan pengelolaan karier pegawai akan

mendorong pegawai untuk lebih enerjik dalam kinerjanya.

9. Tipe Manajemen. Pengelolaan kerier juga berkaitan dengan tipe

manajemen atau tipe kepemimpinan yang diterapkan dalam

organisasi. Apabila pimpinan menggunakan tipe demokrasi,

pegawai akan merasa diberi peluang dan kesempatan untuk

memberikan pendapat dan pemikirannya mengenai

pengembangan karier.

Perencanaan karier merupakan salah satu  fungsi manajemen

karir. Perencanaan karier adalah perencanaan yang dilakukan 

pegawai dan organisasi mengenai karier pegawai, terutama

mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk

mencapai tujuan karier tertentu. Karier pegawai dirumuskan dengan

perencanaan yang matang oleh pegawainya dan organisasi.

Organisasi mencanangkan karier pegawai dengan persyaratan yang

sudah ditetapkan sebelumnya, sementara pegawai berusaha

memenuhi persyaratan yang harus ditempuh agar kariernya tercapai.

Oleh karena itu, perencanaan karier merupakan kegiatan atau usaha

perjalanan karier pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat

dilakukan untuk mencapai tujuan karier tersebut.

  Lima syarat perencanaan karier pegawai, yaitu sebagai berikut.

1. Dialog. Pegawai harus mengomunikasikan rencana kariernya

dengan sesama pegawai dan organisasi agar memperoleh

jawaban yang menyemangati rencana kariernya.

2. Bimbingan. Pegawai harus memperoleh bimbingan dan

pembinaan dari organisasi yang bertujuan meningkatkan

kariernya.

3. Keterlibatan individual. Pegawai harus terlibat dalam semua

aktivitas yang akan mengembangkan atau mendukung kariernya

agar lebih baik.

4. Umpan balik. Seluruh kinerja pegawai memperoleh sambutan

dan motivasi dari manajemen organisasi serta mendialogkannya

secara terbuka.

5. Mekanisme. Pegawai menjatuhkan pilihan dalam

mengembangkan kariernya melalui mekanisme yang benar dan

tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku.

Berkaitan dengan mekanisme perencanaan karier, ada beberapa

tahap yang perlu dilakukan dalam proses perencanaan karir

pegawai, yaitu sebagai berikut.

1. Analisis Kebutuhan Karier Individu

Analisis kebutuhan karier individu dalam hubungannya dengan

karier pegawai adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan

kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai  agar karier pegawai

yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan dengan

baik. Pada dasarnya, analisis kebutuhan karier individu ini dilakukan

oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai tersebut.

C. Perencanaan Karier dalam Manajemen

2. Analisis Peran–Kompetensi

Analisis peran–kompetensi adalah analisis untuk mengetahui

peran (atau jabatan) yang paling sesuai untuk seorang pegawai,

kemudian mengkaji kompetensi yang telah dikuasai dan kompetensi

yang belum dikuasai pegawai. Melalui analisis peran-kompensasi ini,

pegawai didorong untuk melihat prospek kariernya serta mengkaji

secara jujur dan kritis kompetensi yang sudah dikuasai dan

kompetensi yang belum dikuasai dalam rangka mejalankan peran-

peran yang ada.

Penilaian prestasi kerja adalah proses mengevaluasi atau menilai

prestasi kerja pegawai, termasuk PNS yang dilaksanakan oleh

pemerintah untuk memperbaiki keputusan personalia dan sebagai

umpan balik kepada karyawan  (Hani Handoko, 1985: 99). Prestasi

kerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut

Hasibuan (1995: 105), prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan

kesungguhan serta waktu.

Menurut  Moh. As’ud (1995: 47), prestasi kerja merupakan

kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebagai

ukuran keberhasilan dari bagian personalia, antara perusahaan dan

pegawai memerlukan umpan balik atas upayanya maka prestasi

kerja karyawan perlu mendapat penilaian. Penilaian prestasi kerja

adalah proses evaluatif yang dilaksanakan oleh organisasi.

A. Penilaian Prestasi Kerja

SISTEM PENILAIAN PRESTASI

KERJA DAN JAMINAN HARI TUA

BAB 8


serta menyusun rekomendasi perbaikan dan menetapkan hasil

penilaian.

Penilaian prestasi kerja PNS berhubungan dengan

pengembangan karier PNS, karena tanpa prestasi tidak akan ada

pengembangan karier yang baik dan meningkat. Penilaian prestasi

kerja PNS telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2011 yang diterbitkan dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. bahwa untuk mewujudkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil

berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang

dititikberatkan pada sistem prestasi kerja, perlu dilakukan

penilaian prestasi kerja;

b. bahwa penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil

sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai

Negeri Sipil sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

keadaan dan kebutuhan hukum dalam pembinaan Pegawai

Negeri Sipil;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b serta untuk memenuhi ketentuan

mengenai penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai

Negeri Sipil;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3890);

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan.

2. Penilaian prestasi kerja PNS adalah suatu proses penilaian secara

sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran

kerja pegawai dan perilaku kerja PNS.

3. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS

pada satuan organisasi sesuai dengan sasaran kerja pegawai

dan perilaku kerja.

4. Sasaran Kerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah

rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS.

5. Target adalah jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap

pelaksanaan tugas jabatan.

6. Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan

yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang

seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

7. Rencana kerja tahunan adalah rencana yang memuat kegiatan

tahunan dan target yang akan dicapai sebagai penjabaran dari

sasaran dan program yang telah ditetapkan oleh instansi

pemerintah.

B. Landasan Hukum Penilaian Prestasi Kerja PNS

8. Pejabat penilai adalah atasan langsung PNS yang dinilai,

dengan ketentuan paling rendah pejabat struktural eselon V atau

pejabat lain yang ditentukan.

9. Atasan pejabat penilai adalah atasan langsung dari pejabat

penilai.

10. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Pejabat Pembina

Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur wewenang

pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.

Pasal 2

Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas

pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja

dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Pasal 3

Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip:

a. objektif;

b. terukur;

c. akuntabel;

d. partisipatif; dan

e. transparan.

Pasal 4

Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur:

a. SKP; dan

b. perilaku kerja.

BAB II

SASARAN KERJA PEGAWAI

Pasal 5

(1) Setiap PNS wajib menyusun SKP sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 huruf a berdasarkan rencana kerja tahunan instansi.

(2) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kegiatan

tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu

penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur.

(3) SKP yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai.

(4) Dalam hal SKP yang disusun oleh PNS tidak disetujui oleh

pejabat penilai maka keputusannya diserahkan kepada atasan

pejabat penilai dan bersifat final.

(5) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap

tahun pada bulan Januari.

(6) Dalam hal terjadi perpindahan pegawai setelah bulan Januari

maka yang bersangkutan tetap menyusun SKP pada awal bulan

sesuai dengan surat perintah melaksanakan tugas atau surat

perintah menduduki jabatan.

Pasal 6

PNS yang tidak menyusun SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS.

Pasal 7

(1) SKP yang telah disetujui dan ditetapkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 menjadi dasar penilaian bagi pejabat penilai.

(2) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

aspek:

a. kuantitas;

b. kualitas;

c. waktu; dan

d. biaya.

(3) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan waktu, sesuai

dengan karakteristik, sifat, dan jenis kegiatan pada masing-

masing unit kerja.

(4) Dalam hal kegiatan tugas jabatan didukung oleh anggaran maka

penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi

pula aspek biaya.

(5) Berdasarkan aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap

instansi menyusun dan menetapkan standar teknis kegiatan

sesuai dengan karakteristik, sifat, jenis kegiatan, dan kebutuhan

tugas masing-masing jabatan.

(6) Instansi dalam menyusun standar teknis kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan pedoman yang

ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 8

(1) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a

dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja

dengan target.

(2) Dalam hal realisasi kerja melebihi dari target maka penilaian

SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) capaiannya dapat

lebih dari 100 (seratus).

Pasal 9

Dalam hal SKP tidak tercapai yang diakibatkan oleh faktor diluar

kemampuan individu PNS maka penilaian didasarkan pada

pertimbangan kondisi penyebabnya.

Pasal 10

Dalam hal PNS:

a. melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan

atau  pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas jabatan; dan/

atau

b. menunjukkan kreativitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam

melaksanakan tugas jabatan;  maka hasil penilaian menjadi

bagian dari penilaian capaian SKP.

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan

penilaian SKP diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian

Negara.

BAB III

PERILAKU KERJA

Pasal 12

(1) Penilaian perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

huruf b meliputi aspek:

a. orientasi pelayanan;

b. integritas;

c. komitmen;

d. disiplin;

e. kerja sama; dan

f. kepemimpinan.

(2) Penilaian kepemimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf f hanya dilakukan bagi PNS yang menduduki jabatan

struktural.

Pasal 13

(1) Penilaian perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

dilakukan melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap

PNS sesuai kriteria yang ditentukan.

(2) Pejabat penilai dalam melakukan penilaian perilaku kerja PNS

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan

masukan dari pejabat penilai lain yang setingkat di lingkungan

unit kerja masing-masing.

(3) Nilai perilaku kerja dapat diberikan paling tinggi 100 (seratus).

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria penilaian perilaku kerja

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) diatur dengan

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

BAB IV

PENILAIAN

Bagian Kesatu

Tata Cara Penilaian

Pasal 15

(1) Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKP dengan

penilaian perilaku kerja.

(2) Bobot nilai unsur SKP 60% (enam puluh persen) dan perilaku

kerja 40% (empat puluh persen).

Pasal 16

(1) Penilaian prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam 1 (satu) tahun.

(2) Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang

bersangkutan dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.

Pasal 17

Nilai prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

dinyatakan dengan angka dan sebutan sebagai berikut:

a. 91 – ke atas: sangat baik

b. 76 – 90: baik

c. 61 – 75: cukup

d. 51 – 60: kurang

e. 50 ke bawah: buruk

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian diatur dengan

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Bagian Kedua

Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai

Pasal 19

(1) Pejabat penilai wajib melakukan penilaian prestasi kerja

terhadap setiap PNS di lingkungan unit kerjanya.

(2) Pejabat penilai yang tidak melaksanakan penilaian prestasi kerja

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai disiplin PNS.

Pasal 20

Pejabat pembina kepegawaian sebagai pejabat penilai dan/atau

atasan pejabat penilai yang tertinggi di lingkungan unit kerja

masing-masing.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Penilaian

Pasal 21

(1) Hasil penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 diberikan secara langsung oleh pejabat penilai kepada

PNS yang dinilai.

(2) PNS yang dinilai dan telah menerima hasil penilaian prestasi

kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

menandatangani serta mengembalikan kepada pejabat penilai

paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya hasil

penilaian prestasi kerja.

Pasal 22

Dalam hal PNS yang dinilai dan/atau pejabat penilai tidak

menandatangani hasil penilaian prestasi kerja maka hasil penilaian

prestasi kerja ditetapkan oleh Atasan Pejabat Penilai.

Pasal 23

(1) Pejabat penilai wajib menyampaikan hasil penilaian prestasi

kerja kepada atasan pejabat penilai paling lama 14 (empat

belas) hari sejak tanggal diterimanya penilaian prestasi kerja.

(2) Hasil penilaian prestasi kerja mulai berlaku sesudah ada

pengesahan dari atasan pejabat penilai.

Pasal 24

Pejabat Penilai berdasarkan hasil penilaian prestasi kerja dapat

memberikan rekomendasi kepada pejabat yang secara fungsional

bertanggung jawab dibidang kepegawaian sebagai bahan pembinaan

terhadap PNS yang dinilai.

Bagian Keempat

Keberatan Hasil Penilaian

Pasal 25

(1) Dalam hal PNS yang dinilai keberatan atas hasil penilaian maka

PNS yang dinilai dapat mengajukan keberatan disertai dengan

alasan-alasannya kepada atasan pejabat penilai secara hierarki

paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima hasil penilaian

prestasi kerja.

(2) Atasan pejabat penilai berdasarkan keberatan yang diajukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memeriksa dengan

seksama hasil penilaian prestasi kerja yang disampaikan

kepadanya.

(3) Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

atasan pejabat penilai meminta penjelasan kepada pejabat

penilai dan PNS yang dinilai.

(4) Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

atasan pejabat penilai wajib menetapkan hasil penilaian prestasi

kerja dan bersifat final.

(5) Dalam hal terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat

Penilai dapat melakukan perubahan nilai prestasi kerja PNS.

BAB V

KETENTUAN LAIN

Pasal 26

Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Calon

PNS.

Pasal 27

Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diangkat sebagai pejabat

negara atau pimpinan/anggota lembaga nonstruktural dan tidak

diberhentikan dari jabatan organiknya dilakukan oleh pimpinan

instansi yang bersangkutan berdasarkan bahan dari instansi tempat

yang bersangkutan bekerja.

Pasal 28

(1) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang sedang menjalankan tugas

belajar di dalam negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan

menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang

diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah yang

bersangkutan.

(2) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang menjalankan tugas belajar

di luar negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan

menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang

diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah melalui

Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang

bersangkutan.

Pasal 29

(1) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diperbantukan/

dipekerjakan pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/

Kota atau instansi pemerintah lainnya dilakukan oleh pejabat

penilai dimana yang bersangkutan bekerja.

(2) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diperbantukan/

dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional,

organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan

oleh pemerintah dilakukan oleh pimpinan instansi induknya

atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan bahan yang

diperoleh dari instansi tempat yang bersangkutan bekerja.

Pasal 30

(1) PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan/

anggota lembaga nonstruktural dan diberhentikan dari jabatan

organiknya, Cuti Diluar Tanggungan Negara, Masa Persiapan

Pensiun, diberhentikan sementara, dikecualikan dari kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2) Bagi PNS yang melakukan tugas belajar dan diperbantukan/

dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional,

organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan

oleh pemerintah dikecualikan dari kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5.

294 295

(3) Penilaian prestasi kerja bagi PNS sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diatur tersendiri dalam Peraturan Kepala Badan

Kepegawaian Negara.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai dilaksanakan, Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3134), dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

Pasal 32

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai dilaksanakan, semua

peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979

tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam

Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 33

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,

yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan bahwa yang

berwenang membuat penilaian prestasi kerja PNS adalah pejabat

penilai, yaitu atasan langsung dari PNS yang bersangkutan dengan

ketentuan paling rendah pejabat eselon V atau pejabat lain yang

ditentukan.

Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa

terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah bertahun-tahun

mengabdikan dirinya kepada Negara.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

Pokok-pokok Kepegawaian:

1. Janda, ialah isteri sah menurut hukum dari Pegawai Negeri Sipil

atau penerima pensiun-pegawai yang meninggal dunia;

2. Duda, ialah suami yang sah menurut hukum dari Pegawai

Negeri Sipil wanita atau penerima pensiun-pegawai wanita,

yang meninggal dunia dan tidak mempunyai isteri lain;

3. Anak, ialah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak

yang disahkan menurut Undang-undang Negara dari Pegawai

Negeri Sipil, penerima pensiun, atau penerima pensiun-janda/

duda.

Dasar pensiun yang dipakai untuk menentukan besarnya

pensiun/pensiun pokok, ialah gaji pokok terakhir sebulan yang

berhak diterima oleh pegawai yang berkepentingan berdasarkan

peraturan gaji yang berlaku baginya.

Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya

pensiun untuk selanjutnya disebut masa-kerja untuk pensiun ialah:

(1) Waktu bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil;

(2) Waktu bekerja sebagai anggota ABRI;

(3) Waktu  bekerja  sebagai tenaga bulanan/harian dengan

menerima penghasilan dari Anggaran Negara atau Anggaran

Perusahaan Negara, Bank Negara;

(4) Masa selama menjalankan kewajiban berbakti sebagai pelajar

dalam Pemerintah Republik Indonesia pada masa perjuangan

phisik;

(5) Masa berjuang sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan;

(6) Masa berjuang sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan;

C. Jaminan Hari Tua bagi PNS: Pensiun Janda dan Duda

(7) Waktu bekerja sebagai Pegawai pada sekolah partikelir

bersubsidi.

Pemberian pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan bagian

pensiun-janda ditetapkan oleh pejabat yang berhak memberhentikan

pegawai yang bersangkutan, di bawah pengawasan dan koordinasi

Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Di atas pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda atau bagian

pensiun-janda diberikan tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan

dan tunjangan-tunjangan umum atau bantuan-bantuan umum

lainnya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Pegawai

Negeri Sipil.

Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai

Negeri Sipil berhak menerima pensiun-pegawai, jikalau ia pada saat

pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil:

(1) telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun

dan mempunyai masa-kerja untuk pensiun sekurang- kurangnya

20 (dua puluh) tahun;

(2) oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan

berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan Pegawai

Negeri Sipil, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan

apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani yang

disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban

jabatannya; atau

(3) mempunyai masa-kerja sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun

dan oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen

Kesehatan berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan

Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam

jabatan apapun  juga karena keadaan jasmani atau rohani, yang

tidak disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban

jabatannya.

Usia Pegawai Negeri Sipil untuk penetapan hak atas pensiun

ditentukan atas dasar tanggal kelahiran yang disebut pada

pengangkatan pertama sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut bukti-

bukti yang sah. Apabila mengenai tanggal kelahiran itu tidak

terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal kelahiran atas umur

pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari pegawai yang

bersangkutan pada pengangkatan pertama itu, dengan ketentuan

bahwa tanggal kelahiran atau umur termaksud kemudian tidak dapat

diubah lagi untuk keperluan penentuan hak atas pensiun-pegawai.

Besarnya pensiun-pegawai sebulan adalah 

1

22 % (dua setengah

persen) dari dasar-pensiun untuk tiap-tiap tahun masa-kerja, dengan

ketentuan bahwa:

(1) Pensiun-pegawai   sebulan   adalah sebanyak-banyaknya  75%

(tujuh puluh lima persen) dan sekurang-kurangnya 40% (empat

puluh persen) dari dasar-pensiun.

(2) pensiun-pegawai sebulan adalah sebesar 75% (tujuh puluh lima

persen) dari dasar-pensiun;

(3) pensiun-pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji-pokok

terendah menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan

pangkat yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan.

Untuk memperoleh pensiun-pegawai, Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada pejabat yang

berwenang dengan disertai:

a. Salinan sah dari surat keputusan tentang pemberhentian ia

sebagai Pegawai Negeri Sipil;

b. Daftar riwayat pekerjaan yang disusun/disahkan oleh pejabat/

badan  Negara  yang  berwenang  untuk  memberhentikan

Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;

c. Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib

yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat (isteri-isteri)/

suami dan anak-anaknya;

d. Surat keterangan dari Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan

yang menyatakan bahwa semua surat-surat, baik yang asli

maupun turunan  atau  kutipan, dan barang-barang lainnya

milik Negara yang ada padanya, telah diserahkan kembali

kepada yang berwajib.

Pensiun-pegawai yang berhak diterima diberikan mulai bulan

berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan

sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan

penerima pensiun-pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.

Pembayaran pensiun-pegawai dihentikan dan surat keputusan

tentang pemberian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima

pensiun pegawai diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri Sipil

atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk

kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun.

Jika Pegawai Negeri Sipil termaksud di atas kemudian

diberhentikan dari kedudukannya terakhir maka kepadanya

diberikan lagi pensiun-pegawai termaksud di atas atau pensiun

berdasarkan peraturan pensiun yang berlaku dalam kedudukan

terakhir itu, yang ditetapkan dengan mengingat jumlah masa-kerja

dan gaji yang lama dan baru, apabila perhitungan ini lebih

menguntungkan.

Hak atas pensiun janda/duda:

a. Apabila  Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai

meninggal dunia, maka isteri (isteri-isteri)nya untuk Pegawai

Negeri Sipil pria atau suaminya untuk Pegawai Negeri Sipil

wanita, yang sebelumnya telah terdaftar pada Badan

Administrasi Kepegawaian Negara, berhak menerima pensiun-

janda atau pensiun-duda.

b. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai

yang beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada

isteri/suami yang terdaftar sebagai yang berhak menerima

pensiun-janda/duda, maka dengan menyimpang dari

ketentuan di atas, pensiun-janda/duda diberikan kepada isteri/

suami yang ada pada waktu ia meninggal dunia. Dalam hal

Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai pria

termaksud di atas beristeri lebih dari seorang, maka pensiun-

janda diberikan kepada isteri  yang ada waktu itu paling lama

dan tidak terputus-putus dinikahnya.

Besarnya pensiun-janda/duda sebulan adalah 36% (tiga puluh

enam persen) dari dasar-pensiun, dengan ketentuan bahwa

apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak menerima

pensiun janda, maka besarnya bagian pensiun-janda untuk

masing-masing isteri, adalah 36% (tiga puluh enam persen)

dibagi rata antara isteri-isteri itu.

Jumlah 36% (tiga puluh enam persen) dari dasar-pensiun

termaksud di atas tidak boleh kurang dari 75% (tujuh puluh lima

persen) dari gaji-pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah

tentang gaji dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang berlaku bagi

almarhum suami/isterinya.

c. Apabila Pegawai Negeri Sipil tewas, maka besarnya pensiun-

janda/duda adalah 72% (tujuh puluh dua persen) dari dasar

pensiun, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat lebih dari

seorang isteri yang berhak menerima pensiun-janda maka

besarnya bagian pensiun-janda untuk masing-masing isteri

adalah 72% (tujuh puluh dua persen) dibagi rata antara isteri

isteri itu.

Jumlah 72% (tujuh puluh dua persen) dari dasar pensiun

termaksud di atas tidak boleh kurang dari gaji-pokok terendah

menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat

Pegawai Negeri Sipil yang berlaku bagi almarhum suami/

isterinya.

d. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai

meninggal dunia, sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami

lagi yang berhak untuk menerima pensiun-janda/duda atau

bagian pensiun-janda maka:

(1) pensiun-janda diberikan kepada anak/anak-anaknya,

apabila hanya terdapat satu golongan anak yang seayah-

seibu;

(2) satu bagian pensiun-janda diberikan kepada masing-masing

golongan anak yang seayah-seibu;

(3) pensiun-duda diberikan kepada anak (anak-anaknya).

Apabila  Pegawai  Negeri  Sipil  pria  atau  penerima  pensiun-

pegawai pria meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri

(isteri-isteri) yang berhak  menerima  pensiun-janda/bagian

pensiun-janda di samping anak (anak-anak) dari isteri (isteri-

isteri) yang telah meninggal dunia atau telah cerai, bagian

pensiun-janda diberikan kepada masing-masing isteri dan

golongan anak (anak-anak) seayah-seibu termaksud.

300 301

Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan

sebagai Pegawai Negeri Sipil dan kedua-duanya meninggal dunia,

diberikan satu pensiun-janda, bagian pensiun-janda atau pensiun-

duda atas dasar yang lebih menguntungkan.

Anak (anak-anak) yang berhak menerima pensiun-janda atau

bagian pensiun janda ialah anak (anak-anak) yang pada waktu

pegawai atau penerima pensiun-pegawai meninggal dunia:

(1) belum mencapai usia 25 (dua puluh lima) tahun, atau

(2) tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau

(3) belum nikah atau belum pernah nikah.

Pendaftaran isteri/suami/anak sebagai yang berhak menerima

pensiun-janda/duda:

1. Pendaftaran isteri (isteri-isteri) suami/anak (anak-anak) sebagai

yang berhak menerima pensiun-janda/duda seperti dimaksud

dalam angka 14 dan angka 16 di atas, harus dilakukan oleh

Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai Negeri

Sipil atau penerima pensiun pegawai yang bersangkutan

menurut petunjuk-petunjuk Kepala Badan Administrasi

Kepegawaian negara.

2. Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak

menerima pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-

tiap isteri yang didaftarkan.

3. Jikalau hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah

terdaftar terputus, maka terhitung mulai hari perceraian berlaku

sah isteri/suami itu dihapus dari daftar isteri-isteri/suami yang

berhak menerima pensiun-janda/duda.

4. Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak

menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda

seperti termaksud pada angka 16 di atas ialah :

a) Anak-anak  pegawai  atau  penerima pensiun-pegawai dari

perkawinannya dengan isteri (isteri-isteri)/suami yang

didaftar sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/

duda.

b) Anak-anak pegawai wanita atau penerima pensiun-

pegawai wanita.

5. Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah kecuali

anak-anak yang dilahirkan selama perkawinan itu, juga anak

yang dilahirkan selambat-lambatnya 300 (tiga ratus) hari

sesudah perkawinan itu terputus.

6. Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/anak (anak-anak) sebagai yang

berhak menerima pensiun-janda harus dilakukan dalam waktu

1 (satu) tahun sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat

terjadinya kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu.

Pendaftaran  isteri/suami/anak yang diajukan  sudah lampau

batas waktu tersebut tidak diterima lagi.

7. Apabila pegawai tewas dan tidak meninggalkan isteri/suami

ataupun anak, maka 20% (dua puluh persen) dari pensiun-

janda/duda termaksud pada angka 15 huruf c diberikan kepada

orang tuanya.

8. Jika kedua orang tua telah bercerai, kepada mereka masing-

masing diberikan separuh dari jumlah termaksud pada huruf g

di atas.

Untuk memperoleh pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-

janda, janda (janda-janda)/duda yang bersangkutan mengajukan

surat permintaan kepada pejabat yang berwenang dengan disertai:

(1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh

yang berwajib;

(2) Salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwajib;

(3) Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib

yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang

berkepentingan;

(4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir

pegawai yang meninggal dunia.

Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda

kepada anak (anak-anak) dilakukan atas permintaan dari atau atas

nama anak (anak-anak) yang berhak menerimanya. Permintaan

termaksud harus disertai:

(1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh

yang berwajib;

(2) Salinan surat kelahiran anak (anak-anak) atau daftar susunan

keluarga pegawai yang bersangkutan yang disahkan oleh yang

berwajib, yang memuat nama, alamat dan tanggal lahir dari

mereka yang berkepentingan;

(3) Surat keterangan dari yang berwajib yang menerangkan bahwa

anak (anak-anak) itu tidak pernah kawin dan tidak mempunyai

penghasilan sendiri;

(4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji-pokok

terakhir pegawai atau penerima pensiun-pegawai yang

meninggal dunia.

Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda diberikan mulai

bulan berikutnya Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-

pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan

berikutnya hak atas pensiun-janda/bagian pensiun-janda itu didapat

oleh yang bersangkutan. Bagi anak yang dilahirkan dalam batas

waktu 300 (tiga ratus) hari setelah Pegawai Negeri Sipil atau

penerinta pensiun-pegawai meninggal dunia, pensiun-janda/bagian

pensiun-janda diberikan mulai bulan berikutnya tanggal kelahiran

anak itu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1980

kepada janda/duda dari Pegawai Negeri Sipil/pensiunan Pegawai

Negeri Sipil yang meninggal dunia, diberikan Tunjangan Tambahan

Penghasilan  sebesar selisih antara pensiun-janda/duda yang akan

diterimanya menurut peraturan yang berlaku dengan penghasilan

terakhir almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil/pensiunan

Pegawai Negeri Sipil. Tunjangan tersebut diberikan selama 4 (empat)

bulan dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah Pegawai Negeri

Sipil/pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia.

Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda

berakhir pada akhir bulan :

(1) Janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia;

(2) Tidak  lagi  terdapat  anak yang  memenuhi  syarat-syarat untuk

menerimanya.

Apabila penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-

janda/duda atau bagian pensiun-janda di kemudian hari ternyata

keliru, penetapan tersebut diubah sebagaimana mestinya dengan

surat keputusan baru yang memuat alasan perubahan itu, tetapi

kelebihan pensiun-pegawai atau pensiun-jarida/duda atau bagian

pensiun-janda yang mungkin telah dibayarkan, tidak dipungut

kembali.

Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan

kepada janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika

janda/duda yang bersangkutan menikah lagi, terhitung dari bulan

berikutnya perkawinan itu dilangsungkan. Apabila kemudian khusus

dalam hal janda (janda-janda) perkawinan termaksud terputus,

terhitung dari bulan berikutnya kepada janda yang bersangkutan

diberikan lagi pensiun-janda atau bagian pensiun-janda yang telah

dibatalkan, atau jika lebih menguntungkan, kepadanya diberikan

pensiun-janda yang dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir.

Hak untuk menerima pensiun-pegawai atau pensiun-janda/

duda dihapus:

(1) Jika penerima pensiun-pegawai tidak seizin pemerintah menjadi

anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing;

(2) Jika penerima pensiun-pegawai/pensiun-janda/duda/bagian

pensiun-janda menurut keputusan pejabat/badan Negara yang

berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat

dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan

terhadap Negara dan haluan Negara yang berdasarkan

Pancasila;

(3) Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan

sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun-pegawai/

pensiun-janda/duda/bagian pensiun-janda, tidak  benar dan

bekas Pegawai Negeri Sipil atau janda/duda/anak yang

bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun.