administrasi kepegawaian 2
p Falsafah dan Ideologi Negara Pancasila, UndangUndang
Dasar 1945, atau terlibat dalam kegiatan yang menentang negara
atau pemerintah, tidak wajar lagi dipertahankan sebagai Pegawai
Negeri Sipil, oleh sebab itu harus diberhentikan tidak dengan hormat.
4. Pemberhentian Sementara karena Dikenakan Tahanan
Sementara oleh Pihak yang Berwajib
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan sementara
oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan tindak
pidana kejahatan dikenakan pemberhentian sementara sebagai
Pegawai Negeri.
Seorang Pegawai Negeri diberhentikan sementara:
a. jika dikenakan tahanan oleh yang berwajib karena didakwa
telah melakukan pelanggaran jabatan, dengan buktibukti yang
cukup meyakinkan;
b. jika dikenakan tahanan oleh yang berwajib karena didakwa
telah melakukan pelanggaran jabatan, dengan belum cukup
buktibukti yang meyakinkan;
c. jika dikenakan tahanan oleh yang berwajib karena didakwa
telah melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak
menyangkut pada jabatannya, dalam pelanggaran yang
dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan hilangnya
kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau
hilangnya martabat serta hilangnya wibawa pegawai itu.
Seorang pegawai yang diberhentikan sementara karena ditahan
oleh yang berwajib diberikan bagian gaji tertentu dengan mendapat
tunjangantunjangan (atas dasar perhitungan bagian gaji) berupa
tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lainlain,
kecuali tunjangan jabatan dan fasilitasfasilitas lain yang
berhubungan dengan jabatan.
Apabila sesudah pemeriksaan oleh pengadilan telah selesai dan
ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh
sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
Pegawai Negeri Sipil ini dapat diberhentikan. Apabila pegawai
yang dimaksud diberhentikan karena dihukum berdasarkan
keputusan Pengadilan Negeri, bagian gaji yang telah diterima tidak
dipungut kembali.
Dalam konteks ketenagakerjaan, selain Pegawai Negeri Sipil,
menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak
perusahaan dapat saja melakukan PHK karena alasanalasan sebagai
berikut:
a. pekerja melakukan kesalahan berat;
b. pekerja ditahan pihak yang berwajib;
c. perusahaan mengalami kerugian;
d. pekerja mangkir terus menerus;
66 67
e. pekerja meninggal dunia;
f. pekerja melakukan pelanggaran.
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:
1) pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan
secara terusmenerus;
2) pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena
memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku;
3) pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4) pekerja menikah;
5) pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya;
6) pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan
perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan,
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
7) pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan,
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
8) pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib
mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana
kejahatan;
9) karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna
kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status
perkawinan;
10) pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat
keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum
dapat dipastikan.
Pokok-pokok kepegawaian negara diatur oleh Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan
pertimbangan bahwa:
a. dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk
mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral
tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur
aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang
menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. bahwa maksud ini pada huruf a, diperlukan Pegawai
Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara
profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
A. Pokok-pokok Kepegawaian Negara
POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
DAN PEMBINAAN PEGAWAI
BAB 4
c. untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
ini pada huruf b, diperlukan usaha meningkatkan
manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai
Negeri.
d. sehubungan dengan huruf a, b, dan c ini diatas, dipandang
perlu untuk mengubah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal
28 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut:
1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai
berikut:
“BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan
Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau
tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang
ditentukan oleh Undang-undang.
5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga
tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan.
6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang
hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil sesudah memenuhi
syarat yang ditentukan.
7. Jabatan Organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas
pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.
8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan usaha -
usaha untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban
kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengaduan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian.”
2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menjadi
berbunyi sebagai berikut:
“BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK
PEGAWAI NEGERI
Bagian Pertama
Jenis dan Kedudukan
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a, terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
(3) Di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat
pegawai tidak tetap.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur
negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai serta tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Bagian kedua
Kewajiban
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta
wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia”.
3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 7
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.”
4. Judul Bagian Keempat BAB II dan Ketentuan Pasal 11 menjadi
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara
“Pasal 11
(1) Pejabat Negara terdiri atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung
pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua dan
Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
Pertimbangan Agung;
72 73
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota;
dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-
undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi
Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai
Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
sesudah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat
kembali dalam jabatan organiknya.”
5. Judul BAB III, Ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi
berbunyi sebagai berikut:
“BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Tujuan Manajemen
Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk
menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri
Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan
adil melalui pembinaan berdasarkan sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem
prestasi kerja.
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
Pasal 13
(1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
(2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berada pada
Presiden selaku kepala pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan
kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi
Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), terdiri dari dua anggota tetap yang berkedudukan
sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) anggota
tidak tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
(5) Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio
menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
(6) Komisi Kepegawaian Negara bersidang sekurang-kurangnya
sekali dalam satu bulan.”
6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
diperlukan ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan
untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan
beban kerja yang harus dilaksanakan.”
7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai berikut:
“(2) Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri
Sipil sesudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.”
8. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan satu pasal, yakni
pasal 16 A berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 16A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat
mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi
mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang
kepentingan Nasional.
(2) Persyaratan, tata cara dan pengangkatan langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat
tertentu.
(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai
dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang
ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan
golongan.
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal.”
10. Ketentuan Pasal 19 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 20
Untuk lebih menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan
pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan
penilaian prestasi kerja.”
12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26
menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 22
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam
rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan
perpindahan jabatan, tugas dan/atau wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena
meninggal dunia.
(2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. perampingan organisasi pemerintah; atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai pegawai negeri sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
atau tidak diberhentikan karena:
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan
sumpah/janji jabatan selain pelanggaran sumpah/
janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan
karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945,
Negara dan Pemerintah; atau
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat)
tahun.
(4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat
karena:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih;
atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil
tingkat berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat
karena :
a. melanggar sumpah/janji pegawai negeri sipil dan
sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah;
b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara,
Pancasila, UUD 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang
menentang Negara dan Pemerintah; atau
c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan.
Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat
yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan
pemberhentian sementara.
Pasal 25
(1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden.
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian
wewenangnya kepada daerah yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa
Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur Jenderal,
Inspektur Jenderal, dan jabatan setingkat, ditetapkan oleh
Presiden.
Bagian Kelima
Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin
Pasal 26
(1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat
pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib
mengucapkan sumpah/janji.
(2) Susunan kata-kata sumpah/janji adalah sebagai berikut:
Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan
penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai
Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat
dan bersemangat untuk kepentingan negara.”
13. Ketentuan pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 30
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal
27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 31
(1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-
besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil
yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu,
keahlian, kemampuan dan keterampilan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Kesejahteraan
Pasal 32
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan
usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan dan asuransi
pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib
membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan
penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah
menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya
berhak memperoleh bantuan.”
14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 34
(1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan
kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk
Badan Kepegawaian Negara.
(2) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil
mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber
daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian,
pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan
pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung
perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri
Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit
organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.”
15. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni
Pasal 34A berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 34 A
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri
Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.
(2) Badan Kepegawaian Daerah Sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah perangkat daerah yang dibentuk oleh
Kepala Daerah.”
16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata
Usaha Negara.
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap
peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui
usaha banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian.
(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.”
17. Judul BAB IV dan ketentuan pasal 37 menjadi berbunyi sebagai
berikut:
BAB IV MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
“Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing-masing diatur
dengan Undang-undang tersendiri.”
Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M U L A D I
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 169
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara umum telah mendapat
pedoman dan pengarahan seperti yang terdapat dalam Undang-
undang No. 8/1974 yang dikenal dengan sistem karier dan prestasi
kerja. Pembinaan ini dikelompokkan menjadi:
1. pembinaan dalam kepangkatan;
2. pembinaan dalam jabatan;
3. pembinaan dalam diklat;
4. pembinaan dalam disiplin.
Pembinaan dalam kepangkatan berkaitan dengan kenaikan gaji
berkala, kenaikan pangkat, penundaan, cuti, peninjauan masa kerja,
dan lain-lain. Pada hakikatnya jabatan itu dapat dibedakan dua
macam, yaitu jabatan struktual dan jabatan fungsional. Jabatan
struktural adalah jabatan yang secara nyata ada dalam struktur
organisasi dari suatu unit kerja, misalnya Sekretaris Jenderal, Kepala
Biro, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian, Direktur Jenderal, Sekretaris,
Direktur, Kepala Bagian, Kepala Sub Direktorat, dan Kepala Seksi.
Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau dari sudut fungsinya
B. Dasar Pembinaan Pegawai
sangat diperlukan untuk melaksanakan tugas suatu unit kerja
misalnya tenaga akademik, dokter, peneliti, perawat, dan juru ukur.
Selain usaha penyeragaman jabatan struktural, masih banyak
tugas-tugas fungsional yang belum ditetapkan sebagai jabatan
fungsional. Pembinaan kepegawaian adalah segala usaha dan tujuan
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggunaan dan
pemeliharaan pegawai (tenaga kerja manusia) dengan tujuan untuk
mampu melaksanakan tugas dengan efektif dan efisien.
Kegiatan pokok pembinaan kepegawaian terbagi atas:
1. penentuan kebutuhan;
2. pengadaan;
3. penempatan;
4. pengendalian;
5. peningkatan moril;
6. peningkatan mutu;
7. pemeliharaan tata usaha kepegawaian.
Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia bagi Pegawai
Negeri Sipil dilakukan berbagai jenis pendidikan dan pelatihan. Jenis
pendidikan dan pelatihan yang diberlakukan untuk Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
101 tahun 2005 adalah sebagai berikut.
1. Diklat Prajabatan
Diklat Prajabatan sebagai syarat pengangkatan seorang CPNS
menjadi PNS dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dan
wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, di samping
pengetahuan dan kompetensi dasar tentang sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara, serta bidang tugas dan budaya organisasinya
agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan
masyarakat.
Adapun jenis Diklat Prajabatan terdiri atas:
a. Diklat Prajabatan Golongan I sebagai syarat untuk menjadi PNS
Golongan I;
b. Diklat Prajabatan Golongan II sebagai syarat untuk menjadi PNS
Golongan II;
c. Diklat Prajabatan Golongan III sebagai syarat untuk menjadi
PNS Golongan III.
Diklat Prajabatan wajib diikuti oleh CPNS selambat-lambatnya
2 (dua) tahun sesudah pengangkatannya. CPNS wajib mengikuti dan
lulus Diklat Prajabatan untuk dapat diangkat sebagai PNS.
2. Diklat dalam Jabatan
Diklat dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai agar dapat
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan
sebaik-baiknya.
Diklat dalam Jabatan (Tenaga Administrasi) terdiri atas sebagai
berikut.
a. Diklat Kepemimpinan
Diklat kepemimpinan dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur sesuai dengan
jenjang jabatan struktural. Diklat Pengembangan Kepemimpinan
adalah diklat yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan
wawasan manajemen bagi pejabat struktural dan pejabat fungsional.
b. Diklat Fungsional
Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
kompetensi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas fungsional.
Jenis dan jenjang diklat fungsional untuk masing-masing jabatan
fungsional ditetapkan oleh instansi Pembina Jabatan Fungsional yang
bersangkutan.
c. Diklat Teknis
Diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS.
Diklat teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang
diklat teknis ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi PNS bertitik tolak
dari visi dan misi Badan Kepegawaian. Visi merupakan cara
pandang jauh ke depan tentang arah, cara, dan strategi organisasi
untuk tetap konsisten dan dapat eksis, antisipatif, serta inovatif
dalam mengembangkan sumber daya pegawai negeri sipil agar
84 85
tercapai tujuan yang lebih baik untuk masa sekarang dan masa yang
akan datang. Adapun misi merupakan sesuatu yang harus diemban
atau dilaksanakan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan
berhasil dengan baik sesuai dengan berbagai usaha yang harus
dilakukan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.
Dengan adanya misi, seluruh pegawai dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan diharapkan dapat mengetahui dan mengenal
tentang peranan dan program serta hasil yang akan dicapai oleh
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan untuk masa akan
datang.
Misi Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan adalah
sebagai berikut:
1. mewujudkan pengembangan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang
bermoral dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
wujud nyata pengamalan Pancasila yang tecermin dalam pola
sikap, perilaku, profesional, disiplin, etos kerja tinggi, dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
2. meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil menjadi aparatur
yang terampil, jujur, profesional, serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan pelayanan yang
prima kepada masyarakat;
3. mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian
hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil;
4. Mewujudkan pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil sesuai
dengan norma, standar, dan prosedur yang sama yang
dilakukan secara objektif dan selektif dalam rangka memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
5. meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat
mendorong produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri Sipil.
Bidang Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas menyusun,
mengoordinasikan dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
pegawai, serta melaporkan dan mengevaluasi pelaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh Kepala Badan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di
atas, Bidang Pendidikan dan Pelatihan menyelenggarakan:
1. penyusunan rencana program dan kegiatan bidang;
2. penyiapan kebijakan teknis di bidang pendidikan dan pelatihan
pegawai sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
3. pengelolaan, penyelenggaraan, dan fasilitasi pendidikan dan
latihan jabatan struktural, fungsional dan teknis lainnya sesuai
dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
4. pengelolaan dan fasilitasi pendidikan formal dan profesi sesuai
dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
5. penyusunan Analisa kebutuhan dan peningkatan mutu dan
kualitas diklat sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
6. penyiapan dan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan
mutu dan kualitas diklat sesuai dengan norma, standar, dan
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
7. penyampaian informasi kepegawaian di bidang pendidikan dan
pelatihan pegawai kepada instansi terkait;
8. pelaporan dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan
bidang.
Bidang Pendidikan dan Pelatihan membawahi dan
mengoordinasikan subbidang berikut.
1. Subbidang Analisa dan pengembangan pendidikan dan
pelatihan
Subbidang Analisa dan pengembangan pendidikan dan
pelatihan mempunyai tugas pokok menyusun Analisa kebutuhan
dan peningkatan mutu dan kualitas diklat, menyiapkan dan
melaksanakan pengembangan dan peningkatan mutu dan
kualitas diklat, melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan Subbidang, serta melaksanakan tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Bidang.
2. Subbidang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
Subbidang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
mempunyai tugas pokok mengelola, menyelenggarakan dan
memfasilitasi pendidikan dan latihan jabatan struktural,
fungsional, dan teknis lainnya, mengelola dan memfasilitasi
pendidikan formal dan profesi, melaporkan dan mengevaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan Subbidang, serta
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang.
Selain itu, kebijakan mengenai Diklat PNS juga diatur dalam
Keputusan Presiden RI No. 87 Th. 1999 tentang Rumpun Jabatan
Fungsional PNS, PP 101/2000 tentang Diklat Jabatan PNS, dan
Pedoman Umum Diklat Jabatan PNS 193/2001.
Diklat untuk PNS bertujuan sebagai berikut:
1. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap
untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional
dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan
kebutuhan instansi;
2. terciptanya aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu
dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
3. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang beorientasi
pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;
4. menciptakan pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai
Negeri Sipil guna tercapainya tujuan Diklat terbit Keputusan Kepala
Lembaga Administrasi Negara Nomor 193/XIII/10/6/2001 Tentang
Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil.
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan
bernegara dan kepemerintahan yang baik (good governance)
sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global, maka
diperlukan Sumber Daya Manusia aparatur yang memiliki
kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan.
b. bahwa untuk membentuk Sumber Daya Manusia aparatur yang
memiliki kompetensi sebagaimana dimaksud diperlukan
pembinaan pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil yang
lebih efektif, maka Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994
disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai Negeri Sipil.
c. Bahwa untuk melaksanakan butir b ini di atas, dipandang
perlu penyempurnaan Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan
dengan Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara Nomor
304 A/IX/6/4/1995 sebagai implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000 dengan orientasi lebih meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pembinaan dan penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 22 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
C. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan bagi PNS
88 89
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4018);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 12 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3546);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 198 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4019);
9. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972 tentang Tanggung
Jawab Fungsional Pendidikan dan Pelatihan;
10. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendidikan
dan Pelatihan Prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil;
11. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
12. Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Nondepartemen
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
16 Tahun 2001;
13. Keputusan Presiden Nomor 178 Tahun 2000 tentang Susunan
Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Nondepartemen
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
17 Tahun 2001;
14. Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000 tentang Badan
Kepegawaian Daerah.
Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil merupakan acuan umum bagi setiap Lembaga Diklat
dalam Penyelenggaraan Diklat Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS yang selanjutnya disebut
Diklat adalah proses belajar mengajar guna meningkatkan
kompetensi PNS. Pembinaan Diklat adalah kegiatan yang dilakukan
agar penyelenggaraan Diklat dan capaian kinerja Diklat sesuai
dengan standar kualitas dan sasaran yang ditetapkan. Instansi
Pembinaan Diklat yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah
Lembaga Administrasi Negara yang secara fungsional bertanggung
jawab atas pengaturan, koordinasi, dan terjaganya kualitas dan
produktivitas penyelenggaraan Diklat.
Pengendalian Diklat adalah kegiatan yang dilakukan dalam
rangka menjamin keserasian program Diklat dengan standar
kompetensi jabatan Pegawai Negeri Sipil serta optimalisasi
pemanfaatan lulusannya. Instansi Pengendali Diklat yang
selanjutnya disebut Instansi Pengendali adalah Badan Kepegawaian
Negara yang secara fungsional bertanggung jawab atas
pengembangan dan pengawasan standar kompetensi jabatan serta
pengendalian pemanfaatan lulusan Diklat. Instansi Pembina Jabatan
Fungsional adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas
pembinaan Jabatan Fungsional menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah
Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional
oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab,
wewenang untuk mendidik, mengajar dan atau melatih PNS pada
Lembaga Diklat Pemerintah, yaitu satuan organisasi pada
Departemen Lembaga Pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi, Tinggi Negara dan Perangkat Pemerintah
Daerah yang bertugas melakukan pengelolaan Diklat.
Pengelolaan Diklat adalah proses kegiatan berupa perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian monitoring dan
evaluasi guna meningkatkan kompetensi/kemampuan PNS dalam
suatu jabatan untuk menyelenggarakaan pemerintahan dan
pembangunan secara efisien dan efektif. Kurikulum adalah susunan
90 91
mata pendidikan dan pelatihan beserta uraian yang diperlukan
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta
diklat sesuai dengan tujuan dan sasaran program Diklat.
Akreditasi Lembaga Diklat PNS adalah penilaian tingkat
kelayakan suatu lembaga Diklat dalam menyelenggarakan jenis dan
jenjang tertentu. Lembaga Diklat Pemerintah yang terakreditasi
adalah unit penyelenggara Diklat Pemerintah yang mendapat
pengakuan tertulis secara formal (sertifikasi) dari Instansi Pembina
untuk menyelenggarakan Diklat.
Sertifikasi adalah pernyataan tertulis tentang kewenangan
Lembaga Diklat untuk menyelenggarakaan jenis dan jenjang Diklat
tertentu yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Instansi Pembina.
Pengelola Lembaga Diklat Pemerintah adalah PNS yang bertugas
pada lembaga Diklat Instansi Pemerintah yang secara fungsional
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan,
memonitor dan mengevaluasi Diklat. Tenaga Kependidikan dan
pelatihan lainnya adalah pejabat atau seseorang yang bukan
Widyaiswara, bukan pengelola lembaga Diklat pemerintah tetapi
karena kemampuan atau kedudukannya diikutsertakan dalam
kegiatan pencapaian tujuan Diklat.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki
oleh seorang PNS berupa wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Kompetensi Teknis adalah kemampuan PNS dalam bidang-bidang
teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas masing-masing. Jabatan
Fungsional adalah jabatan-jabatan fungsional tertentu sebagaimana
ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur Negara; Peserta Diklat adalah PNS
yang ditugaskan/ditetapkan oleh Pimpinan Instansi atau pejabat
pembina kepegawaian untuk mengikuti Diklat dalam rangka
meningkatkan kompetensi dan/atau memenuhi kompetensi jabatan
yang dipersyaratkan.
BAB II
PERENCANAAN DIKLAT
Pasal 2
(1) Perencanaan Diklat merupakan kegiatan Pembinaan PNS yang
berorientasi pada peningkatan kompetensi jabatan PNS.
(2) Perencanaan Diklat didasarkan pada kebutuhan Diklat dan
rencana pembinaan karier PNS.
(3) Perencanaan Diklat mencakup penetapan peserta, penentuan
tujuan dan sasaran spesifik, penentuan jenis dan jenjang Diklat,
penetapan agenda, pembelajaran, penyiapan widyaiswara serta
sarana dan prasarana, pembiayaan, evaluasi dan pelaporan.
Pasal 3
(1) Perencanaan kebutuhan Diklat dilakukan oleh unit kerja (Biro/
Bagian Kepegawaian) yang secara fungsional bertanggung
jawab dalam pembinaan kepegawaian.
(2) Dalam penyusunan rencana kebutuhan Diklat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilibatkan :
a) Atasan langsung;
b) Unit yang secara fungsional bertanggung jawab dalam
pengelolaan Diklat;
c) Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi (TSPDI);
d) Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
(BAPERJAKAT);
Pasal 4
(1) Identifikasi kebutuhan Diklat dilakukan melalui Analisa
kebutuhan Diklat dengan membandingkan kompetensi yang
dipersyaratkan dalam jabatan dengan kompetensi yang dimiliki
pegawai yang bersangkutan dalam rangka pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan dan pembangunan.
(2) Identifikasi Kebutuhan Diklat mengungkapkan gambaran
kekurangan kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas
umum pemerintahan dan pembangunan.
92 93
(3) Identifikasi kebutuhan Diklat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatas merupakan dasar untuk merancang suatu program
Diklat.
(4) Hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Analisa kebutuhan
Diklat diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi
Pembina.
BAB III
PEMBINAAN DAN PENYELENGGARAAN DIKLAT
Pasal 5
Pembinaan Diklat meliputi kegiatan perencanaan,
penyelenggaraan dan evaluasi serta pelaporan Diklat.
Pasal 6
(1) Pembinaan perencanaan Diklat adalah fasilitasi untuk
meningkatkan kapasitas dalam menyusun rencana Diklat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(2) Pembinaan penyelenggaraan Diklat adalah fasilitasi mengenai
pelaksanaan Diklat agar program Diklat yang direncanakan
dapat dilaksanakan sesuai dengan standar kualitas dan dapat
mencapai sasaran Diklat yang telah ditetapkan.
(3) Pembinaan evaluasi Diklat adalah fasilitasi penilaian
ketercapaian tujuan dan sasaran Diklat, agenda pembelajaran,
kesesuaian widyaiswara, ketersediaan sarana dan prasarana
serta kesesuaian pembiayaan dan kinerja Diklat.
(4) Pembinaan pelaporan Diklat adalah fasilitasi penyusunan
laporan dan pertanggungjawaban tentang kinerja
penyelenggaran Diklat.
Pasal 7
Penyelenggaraan Diklat meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Diklat oleh instansi
penyelenggara Diklat kepada Pimpinan dan Instansi Pembina.
Pasal 8
(1) Perencanaan penyelenggaraan Diklat meliputi penetapan jenis
dan jenjang Diklat, program Diklat, Peserta Diklat, Widyaiswara,
sarana dan prasarana Diklat, bahan Diklat, jadwal pelaksanaan,
pembiayaan dan surat keterangan Diklat.
(2) Pelaksanaan Diklat meliputi keseluruhan proses pembelajaran
serta kegiatan Widyaiswara, peserta dan penyelenggara sesuai
posisi, tugas dan fungsi masing-masing.
(3) Evaluasi pelaksanaan Diklat meliputi ketercapaian tujuan dan
sasaran Diklat, ketepatan agenda pembelajaran, kesesuaian
widyaiswara dan peserta, ketersediaan sarana dan prasarana
Diklat serta kesesuaian pembiayaan, bahan pelatihan dan
metode pembelajaran.
(4) Laporan pelaksanaan Diklat merupakan pertanggungjawaban
tentang kinerja Diklat.
BAB IV
JENIS DAN JENJANG DIKLAT
Pasal 9
Jenis Diklat terdiri dari :
a. Diklat Prajabatan,
b. Diklat Kepemimpinan,
c. Diklat Fungsional, dan
d. Diklat Teknis.
Pasal 10
(1) Diklat Prajabatan adalah Diklat untuk membentuk wawasan
kebangsaan, kepribadian, dan etika PNS serta memberikan
pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara dan tentang bidang tugas serta budaya
organisasinya agar mampu melaksanakan tugas jabatan PNS.
(2) Diklat Prajabatan merupakan bagian dari persyaratan
pengangkatan Calon PNS menjadi PNS.
Pasal 11
(1) Jenjang Diklat Prajabatan terdiri dari :
a) Diklat Prajabatan Golongan I merupakan syarat
pengangkatan CPNS untuk menjadi PNS Golongan I.
94 95
b) Diklat Prajabatan Golongan II merupakan syarat
pengangkatan CPNS untuk menjadi PNS Golongan II.
c) Diklat Prajabatan Golongan III merupakan syarat
pengangkatan CPNS untuk menjadi PNS Golongan III.
(2) Hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Diklat Prajabatan
diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi Pembina.
Pasal 12
(1) Jenjang Diklat Kepemimpinan merupakan Diklat untuk
memenuhi atau meningkatkan kompetensi PNS yang akan atau
telah menduduki jabatan struktural.
(2) Diklat Kepemimpinan adalah Diklat yang memberikan
wawasan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan
perilaku dalam bidang kepemimpinan aparatur sehingga
mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan dalam jenjang
jabatan struktural tertentu.
Pasal 13
(1) Jenjang Diklat Kepemimpinan terdiri dari :
a) Diklat Kepemimpinan Tingkat IV (Diklatpim Tingkat IV)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon IV.
b) Diklat Kepemimpinan Tingkat III (Diklatpim Tingkat III)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon III.
c) Diklat Kepemimpinan Tingkat II (Diklatpim Tingkat II)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon II.
d) Diklat Kepemimpinan Tingkat I (Diklatpim Tingkat I)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon I.
(2) Diklat Kepemimpinan tingkat dibawahnya tidak merupakan
prasyarat untuk mengikuti Diklat Kepemimpinan tingkat
diatasnya.
(3) Hal–hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan setiap
jenjang Diklatpim diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh
Instansi Pembina.
Pasal 14
(1) Diklat Fungsional merupakan Diklat untuk memenuhi ataupun
meningkatkan kompetensi PNS yang akan atau telah
menduduki Jabatan Fungsional.
(2) Hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Diklat Fungsional
diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi Pembina
Jabatan Fungsional dengan mengacu pada Pedoman yang
ditetapkan oleh Instansi Pembina.
Pasal 15
(1) Diklat Teknis merupakan Diklat untuk meningkatkan
kompetensi teknis dalam jabatan PNS sesuai dengan bidang
tugasnya.
(2) Program Diklat Teknis dirancang dan ditetapkan oleh Instansi
Teknis yang bersangkutan dengan memperhatikan pedoman
yang ditetapkan oleh Instansi Pembina.
(3) Hal–hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan Diklat Teknis
diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi Teknis
dengan mengacu pada Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi
Pembina.
Pasal 16
(1) Penetapan peserta Diklat bersifat selektif dan merupakan
penugasan Instansi yang bersangkutan untuk memenuhi
persyaratan kompetensi jabatan.
(2) Persyaratan umum bagi calon peserta Diklat adalah sebagai
berikut :
a. Memiliki potensi untuk dikembangkan;
b. Memiliki motivasi tinggi untuk pengembangan diri;
96 97
c. Mampu menjaga reputasi dan kredibilitas sebagai PNS;
d. Memiliki dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan
organisasi;
e. Berprestasi baik dalam melaksanakan tugas;
f. Sehat jasmani dan rohani.
(3) Persyaratan khusus bagi calon peserta Diklat diatur lebih lanjut
dalam Pedoman Diklat yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Seleksi peserta Diklat oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (BAPERJAKAT) bersama Tim Seleksi Peserta
Diklat Instansi (TSPDI) dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian.
(2) Tata cara seleksi dan penetapan peserta Diklat diatur dalam
Pedoman Penyelenggaraan Diklat yang bersangkutan.
Pasal 18
(1) PNS yang telah memiliki keseluruhan dan atau sebagian
kompetensi dalam suatu jabatan struktural tertentu dapat
dibebaskan untuk tidak mengikuti secara keseluruhan dan/atau
sebagian program Diklat yang bersangkutan dengan ditandai
pemberian “Sertifikat” berdasarkan Pedoman yang ditetapkan
oleh Instansi Pembina dan Instansi Pengendali.
(2) PNS yang telah memiliki keseluruhan dan/atau sebagian
kompetensi dalam suatu jabatan fungsional tertentu dapat
dibebaskan untuk tidak mengikuti secara keseluruhan dan/atau
sebagian program Diklat yang bersangkutan dengan ditandai
pemberian “Sertifikat” berdasarkan Pedoman yang ditetapkan
oleh Instansi Pembina, Instansi Pengendali dan Instansi Pembina
Jabatan Fungsional yang bersangkutan.
Dalam Undang-Undang R.I. Nomor 43 Tahun 1999 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang
Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 30 dinyatakan bahwa:
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1)
dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Dengan dikeluarkan UU Nomor 43 Tahun 1999 diharapkan
merupakan landasan yang kuat bagi penyempurnaan pembinaan
Pegawai Negeri Sipil yang dapat digunakan sebagai dasar untuk:
a. menyempurnakan dan menyederhanakan peraturan
perundangan di bidang kepegawaian;
b. melaksanakan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem
karier dan sistem prestasi kerja;
c. memungkinkan penentuan kebijaksanaan yang sama bagi
segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat
maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah;
d. memungkinkan usaha-usaha untuk pemupukan jiwa karsa
yang bulat dan pembinaan keutuhan serta kekompakan segenap
Pegawai Negeri Sipil.
Agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara
berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien), “pembinaan“
diarahkan untuk menjamin sasaran tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan
mutu pegawai yang rasional berdasarkan jenis, sifat dan beban
kerja yang dibebankan kepadanya.
2. Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh Pegawai Negeri
Sipil, artinya bahwa terhadap semua Pegawai Negeri Sipil
berlaku ketentuan yang sama.
D. Kebijaksanaan Pembinaan
98 99
3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem karier dan
sistem prestasi kerja.
4. Pembagian sistem penggajian yang mengarah kepada
penghargaan terhadap prestasi dan besarnya tanggung jawab.
5. Pelaksanaan tindakan korektif yang tegas terhadap pegawai
yang nyata-nyata melakukan pelanggaran terhadap norma-
norma kepegawaian.
6. Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem
pengawasannya.
1. Pengendalian Kebutuhan
Pengendalian kebutuhan adalah usaha dan kegiatan untuk
menjamin tersedianya jumlah dan kualitas yang diperlukan pada
setiap saat. Pegawai itu tidak selamanya dapat dipaksakan tetap
berada dalam organisasi. Pada suatu waktu pegawai akan
meninggalkan organisasi karena berbagai sebab (pensiun,
diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri, meninggal
dunia, dan Iain-lain). Dalam organisasi yang besar, perkiraan dan
rencana kebutuhan pegawai dilakukan dalam jangka panjang yang
di dalamnya memperkirakan:
a. jumlah pegawai dari tiap-tiap golongan yang diperlukan tiap
tahun;
b. jumlah pegawai yang keluar karena pensiun atau sebab lainnya.
Faktor yang memengaruhi kebutuhan pegawai, antara lain
perkiraan perluasan atau penyederhanaan/penyusutan organisasi,
dan perkiraan tersedianya alat-alat baru (alat-alat modern dapat
mengurangi jumlah pegawai).
Berdasarkan perkiraan dan rencana kebutuhan pegawai, dapat
direncanakan jumlah pegawai baru yang akan diterima setiap
tahun.
2. Pengendalian Kepangkatan
Pada umumnya pangkat diatur dalam formasi dan dalam
jenjang kepangkatan. Dalam “formasi” misalnya ditentukan jumlah
pegawai dari tiap-tiap golongan yang diperlukan, sedangkan jenjang
kepangkatan ditentukan golongan minimum dan maksimum untuk
jabatan tertentu.
Tujuan pengendalian kepangkatan adalah sebagai usaha:
a. memelihara perkembangan kepangkatan masing-masing
pegawai.
b. menjamin tetap terpeliharanya piramida kepangkatan dalam
organisasi.
Masalah kenaikan pangkat adalah sesuatu yang sensitif, karena
bukan hanya menyangkut perbaikan nasib, melainkan juga
menyangkut moral dan prestasi seorang pegawai (ketenteraman
kerja akan terganggu dan moril pegawai yang bersangkutan merosot
sehingga kelancaran pekerjaan terganggu).
3. Pengendalian Jabatan
Dalam organisasi apa pun, jabatan selalu terbatas jumlahnya,
semakin tinggi jabatan, semakin sedikit jumlahnya. Pengendalian
jabatan bertujuan sebagai usaha menempatkan orang yang tepat
pada tempat yang tepat (the right man on the right place), dan untuk
menghindarkan adanya kesenjangan pada suatu waktu.
Dalam praktik sering terjadi kesenjangan dalam penempatan
jabatan. Misalnya, pemegang jabatan berhenti (pensiun), tetapi
penggantinya belum dipersiapkan sehingga jabatan kosong itu
ditempati oleh pegawai yang tingkat pangkatnya terlampau rendah,
misalnya golongan IV/a digantikan oleh golongan III/c.
Pengendalian kebutuhan, pengendalian kepangkatan, dan
pengendalian jabatan memerlukan alat-alat untuk pengendalian
yang baik. Alat-alat itu antara lain sebagai berikut.
1. Jenjang kepangkatan
Dalam Jenjang kepangkatan ditentukan pangkat minimum
dan maksimum suatu jabatan. Misalnya, Kepala Direktorat,
pangkat minimum (IV/A), lanjutan (IV/b), tertinggi (IV/c).
E. Pengendalian Pegawai
100 101
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa seorang
pegawai yang berpangkat di bawah pangkat minimum itu
(misalnya Ill/d) tidak boleh diangkat menjadi Kepala Direktorat,
kalaupun terpaksa diangkat menjadi “pejabat”. Sebaliknya,
seorang pegawai yang ingin naik pangkat menjadi IV/d harus
ditempatkan lebih dulu pada jabatan yang sesuai dengan itu.
Ketentuan tentang jenjang kepangkatan adalah sebagai alat
untuk memelihara piramida dalam kepangkatan.
2. Formasi
Dalam formasi ditentukan jumlah pegawai dari masing-
masing golongan yang diperlukan. Faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan formasi adalah volume dan
jenis pekerjaan yang akan dikerjakan oleh organisasi; tingkat
kecakapan pegawai; kualitas alat-alat material.
Pengadaan (penerimaan) pegawai bertujuan untuk mengisi
formasi yang kosong. Oleh sebab itu, “formasi” sebagai “alat
pengendalian”.
3. Daftar urut kepangkatan
Daftar urut kepangkatan adalah satu daftar yang dapat
dilihat senioritas setiap pegawai. Syarat-syarat penyusunan
daftar urut kepangkatan adalah sebagai berikut.
a. Ketentuan dalam pangkat, artinya pegawai yang lebih
tinggi atau lebih tua masa pangkatnya ditempatkan dalam
urut kepangkatan lebih atas.
b. Jabatan, artinya dalam hal dua orang pegawai mempunyai
pangkat yang sama dan masa pangkatnya juga sama,
dilihat dari jabatan yang pernah didudukinya. Pegawai
yang pernah menduduki jabatan yang lebih tinggi dari
yang lain berada pada urutan kepangkatan lebih atas.
c. Pendidikan, jika pangkat dan masa pangkat sama serta
jabatan yang diduduki mereka sama tingkatannya, dapat
dilihat dari pendidikannya; yang lebih tinggi tingkat
pendidikannya ditempatkan pada urutan lebih atas.
d. Masa kerja, baik pangkat, masa pangkat, tingkat jabatan
maupun tingkat pendidikan sama maka yang terbanyak
masa kerjanya ditempatkan pada urutan lebih atas.
e. Umur, baik pangkat, masa pangkat, tingkat jabatan, tingkat
pendidikan maupun masa kerja sama maka yang tertua
usianya ditempatkan pada urutan lebih atas.
4. Penilaian pelaksanaan pekerjaan (conduite staat)
Penilaian ini merupakan suatu daftar yang menjadi alat
untuk menilai hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan pegawai.
Dengan demikian, kualitas yang sebenarnya dari tiap pegawai
mudah diketahui.
Pembinaan adalah usaha mendidik dan melatih agar
berkembang lebih baik. Pembinaan juga berarti memberikan peluang
dan kesempatan kepada pegawai untuk memahami tugas dan
kewajibannya sebagai pegawai. Pembinaan dilakukan agar program
yang sedang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan yang telah direncanakan.
Sistem kepegawaian yang menyangkut pengangkatan dan
penempatan pegawai merupakan dasar pembinaan karier pegawai.
Hal ini dikarenakan sistem pembinaan karier yang baik dan
dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan kegairahan bekerja
dan rasa tanggung jawab yang besar dari seluruh pegawai.
Sebaliknya, sistem pembinaan karier tidak dilaksanakan dengan baik
dapat menimbulkan dampak yang tidak baik.
Dalam pengangkatan dan penggunaan SDM, terutama yang
dikembangkan secara luas di kalangan pemerintahan negara,
terdapat beberapa sistem, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem kawan
Pengangkatan/penempatan pegawai untuk memangku
jabatan didasarkan atas hubungan pribadi (hubungan
F. Pembinaan Karier
subjektif) antara yang mengangkat dan yang diangkat. Sistem
ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu spoil system dan
nepotism. Spoil system adalah hubungan pribadi bersifat politis,
sedangkan nepotism adalah hubungan pribadi bersifat nonpolitis,
hubungan darah, dan hubungan kawan.
2. Sistem prestasi kerja/jasa
Dasar pertimbangan yang dipakai untuk pengangkatan atau
penempatan seseorang menduduki jabatan tertentu adalah
kecakapan atau prestasi yang dicapainya. Oleh karena itu,
sistem itu objektif.
Norma untuk menentukan seseorang memenuhi syarat
“kecakapan” untuk memangku suatu jabatan adalah ijazah
yang diperolehnya ataupun lulus ujian penyaringan/ujian
dinas. Sistem prestasi kerja/jasa tidak hanya menyangkut soal
pengangkatan, tetapi juga proses kepegawaian berikutnya
(kenaikan gaji/pangkat dan sebagainya).
Keuntungan sistem prestasi kerja berdasarkan adanya ukuran
yang tegas yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan
kenaikan pangkat dan jabatan seseorang, karena hanya
didasarkan atas kecakapan yang dibuktikan dengan lulus ujian
dan prestasi terbukti dengan nyata, dengan menggunakan
ukuran-ukuran tertentu. Sistem prestasi kerja dapat mendorong
pegawai untuk mempertinggi kecakapan dan memperbesar
prestasi kerjanya, karena kecakapan yang semakin tinggi dan
prestasi kerja yang semakin besar akan mendapat penghargaan.
Kerugian sistem ini adalah kesetiaan, pengabdian, dan masa
kerja tidak mendapat penghargaan yang selayaknya sehingga
menimbulkan rasa tidak puas bagi pegawai yang telah
mempunyai masa kerja yang lama serta menunjukkan kesetiaan
dan pengabdian terhadap negara dan pemerintah. Pegawai
yang terampil dalam praktik, tetapi kurang pengetahuan di
bidang teori ada kemungkinan tertinggal di bidang kepangkatan
dan jabatan karena tidak lulus ujian.
3. Sistem karier
Istilah “karier” digunakan dalam pengertian kemajuan
seseorang; kegemaran seseorang dalam suatu bidang;
serangkaian jenis pekerjaan yang hubungannya satu sama lain
tidak seberapa erat (pengalaman).
Sistem karier dikembangkan atas dasar bahwa seseorang akan
tetap bekerja di bidang tertentu sehingga diharapkan
memperoleh pengalaman yang cukup banyak dan
pengetahuan serta keahlian yang bertambah.
Sistem karier adalah sistem kepegawaian dengan pengangkatan
pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan,
sedangkan dalam pengembangannya lebih lanjut didasarkan
pada masa kerja, pengalaman, kesetiaan, pengabdian, dan
syarat objektif lainnya juga turut menentukan.
Dalam sistem karier, naik pangkat tanpa ujian jabatan dan
pengangkatan dalam jabatan dilaksanakan berdasarkan
“jenjang” yang telah ditentukan.
Keuntungan sistem karier adalah masa kerja, kesetiaan, dan
pengabdian dihargai secara wajar sehingga pegawai yang
berpengalaman, setia dan mengabdi kepada negara dan
pemerintah dan tugas kewajibannya mendapat penghargaan.
Selain itu, seseorang dapat naik pangkat dan jabatan
berdasarkan masa kerja, tentunya dengan memperhatikan
kecakapan, prestasi kerja, dan kesetiaan.
Kerugian dari sistem karier adalah sukar diadakan ukuran yang
tegas untuk kenaikan pangkat dan jabatan. Umumnya “masa
kerja” yang menentukan. Apabila pembinaan kurang baik,
kenaikan pangkat dan jabatan dapat dianggap seakan-akan
“hak” sehingga kurang mendorong pegawai untuk
meningkatkan “prestasi kerjanya”.
104 105
Pemeliharaan moral menjadi tanggung jawab setiap pimpinan
dari tingkat yang terendah sampai tingkat yang tertinggi.
Indikasi moral pegawai yang tinggi, antara lain:
1. memiliki tanggung jawab dan disiplin kerja yang tinggi;
2. memegang teguh jabatan;
3. membela kepentingan organisasi;
4 mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan
sendiri;
5. memiliki rasa solidaritas yang tinggi dan semangat kerja sama
tinggi;
6. penghormatan dan kepercayaan terhadap atasan.
Adapun indikasi moral pegawai yang rendah, antara lain:
1. tanggung jawab dan disiplin kerja rendah;
2. menyalahgunakan jabatan;
3. rasa solidaritas rendah dan kerja sama sulit dicapai;
4. menjelekkan atasan atau sesama rekan.
Penciptaan dan pemeliharaan moral yang tinggi merupakan
kewajiban setiap pimpinan. Dengan adanya moral yang tinggi di
kalangan pegawai, pelaksanaan pekerjaan akan berjalan lancar. Hal-
hal yang perlu diusahakan untuk memelihara moral yang tinggi,
antara lain sebagai berikut:
1. perlakuan yang adil, yaitu memberikan kesempatan yang
sama dan perlakuan yang sama pada setiap pegawai yang
mempunyai kecakapan, kemampuan, dan prestasi kerja yang
sama;
2. dapat menciptakan suasana kerja yang baik dan serasi dengan
cara persuasif dan edukatif;
3. memperhatikan nasib pegawai lain dalam batas-batas yang
mungkin dapat dilaksanakan;
4. berusaha mempertinggi kualitas pegawai secara berencana dan
terarah;
5. bertindak tegas, yaitu menegur atau jika perlu menghukum yang
bersalah dan memberikan pujian kepada yang berprestasi.
Dalam usaha memotivasi pegawai untuk mencapai tujuan
diperlukan adanya Pegawai Negeri yang memiliki kesetiaan dan
ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan
pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya
guna, bersih, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat.
Sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat
yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, Pegawai Negeri harus
memusatkan pikiran serta mengerahkan segala daya dan tenaganya
untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
Adanya pembinaan Pegawai Negeri secara berdaya guna dan
berhasil guna sangat selaras dengan tujuan pembangunan nasional,
yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
pembinaan Pegawai Negeri merupakan kunci pokok dalam
pelaksanaan tujuan nasional sebagaimana dicantumkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1. Pembinaan Mental Ideologis
a. Jalur Pembinaan
Dalam pembinaan Pegawai Negeri dikenal dua macam
jalur, yaitu:
1. jalur kedinasan menjadi tanggung jawab pemerintah dan
diatur menurut peraturan perundangan yang berlaku.
G. Pemeliharaan Moral
H. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
2. jalur di luar kedinasan menjadi tanggung jawab Korpri,
sebagai satu-satunya wadah yang menghimpun seluruh
pegawai negeri.
Usaha pembinaan ini untuk membantu Pemerintah dalam
rangka menciptakan pegawai negeri yang setia dan taat
sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan
pemerintah, pegawai negeri yang bermutu tinggi dan sadar akan
tanggung jawabnya selaku unsur aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat.
Usaha pembinaan di luar jalur kedinasan harus sejalan dan
selaras dengan pembinaan kedinasan, dalam arti tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Salah satu cara pengisiannya dengan menggunakan atau
memanfaatkan hubungan fungsional yang telah ada dan selalu
berkonsultasi dengan pimpinan instansi yang bersangkutan.
b. Permasalahan Pembinaan
Permasalahan pembinaan mental ideologis apabila
disederhanakan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. menjadikan Pegawai Negeri Sipil kekuatan yang tangguh
untuk mempertahankan kelestarian Pancasila, UUD 1945,
dan kewibawaan Pemerintah Orde Baru;
2. membina pegawai untuk memiliki jiwa Korps (karsa)
sebagai pegawai Republik Indonesia yang berfungsi sebagai
unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat;
3. membina anggota menjadi pegawai negeri yang penuh
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945,
negara dan pemerintah;
4. membina anggota menjadi pegawai negeri yang bermental
baik, bersatu padu, berwibawa, kuat, bersih, dan berkualitas
tinggi.
5. menanamkan rasa kesadaran dan tanggung jawab para
warganya terhadap kelestarian Pancasila, UUD 1945,
dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pembinaan Kesejahteraan
Dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri, masalah
kesejahteraan sangat dominan terhadap keberhasilan pembinaan
ini . Oleh karena itu, di samping kesejahteraan yang telah
menjadi haknya sebagai Pegawai Negeri sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, sangat ideal apabila Pegawai Negeri Sipil dapat
mengusahakan peningkatan kesejahteraan dalam arti yang lebih
luas.
Pembinaan kesejahteraan perlu mendapat perhatian khusus
karena sangat memengaruhi sikap mental para pegawai dan
tentunya juga terhadap dedikasi, disiplin, dan jiwanya. Apabila
kesejahteraan pegawai di lingkungan departemen yang ada dapat
terus meningkat secara berkelanjutan dan bertahap sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai
kemampuan, mereka yakin dapat memusatkan perhatian
sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya.
Untuk merealisasikan gagasan ini hendaknya berpedoman
pada:
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian Bagian Ketujuh Kesejahteraan “Pasal 32 bahwa (1)
Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; (2) Usaha kesejahteraan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi program pensiun
dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan
dan asuransi pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil; (3)
Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap
bulan dari penghasilannya; (4) Untuk penyelenggaraan program
pensiun dan penyelenggaraan asuransi kesehatan, pemerintah
menanggung subsidi dan iuran; (5) Besarnya subsidi dan iuran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah; (6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia,
keluarganya berhak memperoleh bantuan.” Dengan demikian, setiap
Pegawai Negeri Sipil diusahakan meningkatkan kesejahteraannya
secara bertahap sesuai dengan kemampuan sehingga pada akhirnya
semua Pegawai dapat memusatkan perhatian secara sepenuhnya
untuk melaksanakan tugasnya. Usaha kesejahteraan yang dimaksud
meliputi kesejahteraan material dan spiritual seperti jaminan hari
tua, bantuan perawatan kesehatan, bantuan kematian, dan ceramah
keagamaan.
Dalam melaksanakan pembinaan kesejahteraan dan membantu
usaha kesejahteraan para anggota PNS (Pegawai Negeri Sipil), baik
di bidang spiritual maupun material diwujudkan dalam berbagai
bidang antara lain kesehatan, keluarga berencana, koperasi, olah
raga, dan pendidikan.
Tujuan dari pembinaan kesejahteraan, antara lain:
a. membina kesejahteraan para Pegawai Negeri Sipil sehingga
dapat memusatkan perhatian sepenuhnya untuk melaksanakan
tugasnya sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat;
b. memelihara dan meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri
Sipil beserta keluarganya, baik jasmani maupun rohaniah.
Sasaran pembinaan kesejahteraan, yaitu sebagai berikut.
a. Langsung
Semua pegawai dalam arti luas, termasuk pegawai yang
dipekerjakan/diperbantukan/honorer, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Tidak langsung
Semua anggota keluarga pegawai dalam arti luas.
c. Khusus
Para pensiunan dan keluarga sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Hak-hak dan santunan Pegawai Negeri sebagai sumber pokok
dalam menunjang kesejahteraan diusahakan agar dapat diterima
tepat pada yang bersangkutan, antara lain:
a. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999:
1. Gaji.
2. Cuti.
3. Perawatan, apabila ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya.
4. Memperoleh tunjangan, bila menderita cacat jasmani atau
cacat rohani dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya yang mengakibatkannya tidak dapat bekerja
lagi dalam jabatan apa pun juga.
5. Yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka.
6. Pensiun.
7. Bila memenuhi syarat berhak mendapat kenaikan pangkat.
b. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
1. Tujuan dan dasar pembinaan, antara lain:
a. untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna;
b. berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.
2. Lingkup pembinaan mencakup:
a. formasi dan pengadaan;
b. kepangkatan jabatan, pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian;
c. sumpah, kode etik, dan peraturan disiplin;
d. pendidikan dan pelatihan;
e. kesejahteraan;
I. Sistem Pembinaan Pegawai
f. penghargaan;
g. peradilan kepegawaian.
3. Pengembangan sistem pembinaan berdasarkan pendekatan
integral mencakup aspek berikut.
a. Pendekatan integral
1) kelembagaan;
2) kepegawaian;
3) ketatalaksanaan.
b. Konsep pengembangan
1) Rencana Pembangunan
2) UU Nomor 43/1999
3) penyempurnaan aparatur pemerintah:
a) penyempurnaan dengan pendekatan kelembagaan,
kepegawaian, dan tata laksana;
b) penyempurnaan aparatur pemerintah pusat;
c) penyempurnaan aparatur pemerintah daerah;
d) aparatur perekonomian negara.
4) penyempurnaan dengan pendekatan mencakup:
a) organisasi dengan unsur:
(1) pimpinan;
(2) pembantu pimpinan;
(3) pelaksana;
(4) pengawasan.
b) penyempurnaan unit pelaksana teknis dari
berbagai departemen;
c) penyempurnaan pola tata hubungan kerja
meningkatkan koordinasi;
d) penyempurnaan kelembagaan dan tata kerja
pengawasan pembangunan;
e) dasar pembinaan UU 43/1999, dengan
penyempurnaan:
(1) cara penetapan formasi;
(2) pengembangan dan pengaturan jabatan;
(3) sistem prestasi kerja;
(4) disiplin kerja.
f) meningkatkan fungsi:
(1) pengaturan;
(2) pengarahan;
(3) bimbingan + penyuluhan;
(4) menciptakan iklim yang menggairahkan.
g. menciptakan iklim yang menggairahkan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat;
h. kode etik kepegawaian, jiwa karsa dan penerapan
pola dan gaya hidup sederhana (suka bekerja
keras, tekun dan produktif, hemat, wajar).
i. meningkatkan kesadaran membayar pajak.
1. Pembinaan Aparatur Negara
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional dengan
hasil semaksimal mungkin, pembinaan Pegawai Negeri Sipil
diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan secara berhasil guna dan berdaya guna. Oleh
karena itu, untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan nasional sangat bergantung pada
kesempurnaan aparatur negara, sedangkan kesempurnaan aparatur
negara bergantung pada kesempurnaan Pegawai Negeri.
Pembinaan Pegawai Negeri diatur secara menyeluruh yang
mencakup Pegawai Negeri Pusat dan Pegawai negeri Sipil Daerah.
Bertitik tolak dari arah dan tujuan pembinaan aparatur negara yang
ingin dicapai, strategi pembangunan administrasi yang dianut
meliputi aspek kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan
J. Pembinaan Aparatur
yang ditujukan kepada seluruh aparatur pemerintah, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah termasuk badan-badan usaha
negara agar seluruh aparatur pemerintah itu menjadi alat
pembangunan yang ampuh, tangguh, tanggap, dan mampu
memenuhi tuntutan pembangunan yang semakin meningkat.
a. Aspek Kelembagaan
Di bidang kelembagaan, penyempurnaan atau pengembangan
organisasi belum mantap dan masih menimbulkan masalah yang
berhubungan dengan penyediaan tenaga, biaya, dan fasilitas. Agar
aparatur pemerintah mampu meningkatkan kemampuannya dan
melaksanakan tugas sebaik-baiknya, diperlukan suatu wadah yang
dapat dilakukan dengan penyempurnaan susunan organisasi
departemen ataupun lembaga-lembaga nondepartemen. Usaha
penyempurnaan ini mencakup segi-segi tugas pokok, fungsi,
susunan organisasi, dan tata kerja dari semua jenis unit pelaksanaan
sebagai satuan organisasi yang melaksanakan tugas-tugas
departemen. Usaha penyempurnaan ini akan terus berlangsung
karena beban tugas yang memerlukan penyesuaian organisasi terus
berkembang.
Di tingkat daerah, dalam rangka penyempurnaan aparatur
pemerintah, dibentuk Kantor Wilayah Departemen atau Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal sebagai penyelenggara tugas dan fungsi
departemen di tingkat provinsi. Dengan demikian, diharapkan pula
pelayanan terhadap masyarakat akan bertambah baik dan kerja sama
dengan Pemerintah Daerah menjadi lebih meningkat. Serentak
dengan itu, diusahakan pula penyempurnaan aparatur pemerintah
daerah. Usaha yang dilakukan secara berkesinambungan ini meliputi
penyempurnaan administrasi dan peningkatan kemampuan
aparatur ataupun usaha memperkuat organisasi pemerintahan di
daerah.
Di bidang pemerintahan, pemerintah lebih meningkatkan
hubungan fungsional yang semakin mantap dengan lembaga-
lembaga perwakilan rakyat, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Di samping itu, dalam rangka melancarkan pelaksanaan
pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dalam rangka
membina kesatuan bangsa, hubungan kerja yang serasi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus dikembangkan atas
dasar keutuhan negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab dan
dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi yang dapat
mendorong kemajuan pembangunan daerah.
Untuk memperlancar tugas pemerintahan dan menyerasikan
usaha-usaha pembangunan di daerah perlu ditingkatkan
kemampuan dan kerja sama aparatur pemerintah yang ada di
daerah, baik aparatur pusat maupun aparatur daerah. Dalam
rangka meningkatkan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pembangunan serta menyelenggarakan
administrasi desa yang semakin meluas dan efektif usaha
memperkuat pemerintahan desa perlu dilanjutkan dan lebih
ditingkatkan.
b. Aspek Kepegawaian
Ruang lingkup pembinaan pegawai yang harus diselenggarakan
oleh tiap-tiap unit organisasi kepegawaian dimulai ketika seseorang
akan menjadi pegawai sampai berhenti menjadi Pegawai Negeri
Sipil. Hal ini pada dasarnya meliputi:
Umum, terdiri atas:
1. penyusunan rencana formasi;
2. pengadaan pegawai;
3. pengangkatan calon pegawai;
4. penilaian pelaksanaan pekerjaan;
5. pengangkatan calon pegawai menjadi pegawai negeri;
6. penyusunan daftar susunan pangkat;
7. pendidikan dan pelatihan;
8. kenaikan pangkat;
9. kenaikan gaji berkala;
10. tunjangan;
11. mutasi jabatan (tour of duty);
12. mutasi biasa (tour of area);
13. cuti;
14. pemberian penghargaan;
15. pembinaan kesejahteraan (antara lain angkutan/kendaraan
dinas, perumahan dinas, pelayanan kesehatan, dan Iain-lain);
16. taspen;
17. pemberhentian;
18. pensiun.
Khusus, terdiri atas:
1. pembinaan tenaga kekaryaan/perbantuan anggota ABRI;
2. penyelesaian kasus perorangan;
3. penggantian surat yang hilang;
4. peninjauan masa kerja;
5. penyelesaian masalah kepegawaian yang bersifat kemanusiaan
6. penyelesaian NIP/KARPEG dan Taspen.
Kewajiban yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh seorang
pegawai negeri sipil dapat diklasifikasi menjadi tiga golongan, yaitu
sebagai berikut.
1. Kewajiban dan larangan serta sanksi terhadap kewajiban dan
larangan yang tidak ditaati.
2. Kewajiban yang ditentukan dalam beberapa ketentuan dan
peraturan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
3. Kewajiban yang berdasarkan atas kedudukannya sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Usaha lain di bidang kepegawaian yang telah dilaksanakan,
antara lain penyempurnaan dasar-dasar formasi, pengadaan
pegawai, peraturan gaji, pengangkatan, penilaian pelaksanaan
pekerjaan, dan pembentukan badan pertimbangan kepegawaian.
c. Ketatalaksanaan
Ketatalaksanaan meliputi pedoman, petunjuk dan ketentuan
mekanisme perencanaan, koordinasi pelaksanaan dan pengawasan,
baik dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, maupun kegiatan rutin dan administrasi yang masih
terbatas.
Dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
pembangunan, prosedur kerja memegang peranan penting. Karena
kompleksnya sistem dan prosedur kerja yang dihadapi, sistem dan
prosedur ini perlu disederhanakan dan kemampuan aparatur harus
disesuaikan dengan penyederhanaan sistem dan prosedur
pelaksanaan pembangunan. Penyederhanaan ini mempunyai arti
penting karena menyangkut pertanggungjawaban bahan
pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan
dengan cara efisien dan ekonomis.
Proses penyederhanaan ini sedang berjalan dan apabila dapat
berlanjut dapat dijadikan sebagai konsep pembaharuan manajemen
pelaksanaan pembangunan di daerah, terutama terhindar dari
pemborosan di bidang pembiayaan.
Penyederhanaan kerja ini memerlukan pengintegrasian antara
manajemen dan teknik perbaikan dalam hubungan pendelegasian
wewenang, tanggung jawab yang tegas dan jelas, seleksi
pengawasan, penilaian jabatan dan pembiayaan, sehingga aparatur
negara yang tersedia dan berkewajiban dapat didayagunakan secara
efisien. Semua ini dapat terlaksana dengan baik apabila manusia
sebagai pelaksana pembangunan dapat didayagunakan secara
maksimal.
2. Pendayagunaan Aparatur Negara
Pendayagunaan aparatur negara adalah segala usaha untuk
lebih meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan. Usaha ini tidak terlepas dari
usaha pembinaan yang meliputi kemampuan dalam menyusun
pedoman dan program, kemampuan merumuskan kebijaksanaan,
dan kemampuan dalam pelaksanaan serta kemampuan untuk
mengawasi dan mengendalikan secara efisien dan efektif.
Dengan demikian, usaha peningkatan pendayagunaan aparatur
negara pada hakikatnya adalah peningkatan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat melalui tugas pokok dan fungsinya
dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan kebijaksanaan
yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan itu, aparatur negara
dapat menjadi sasaran pembangunan ataupun sebagai pelaksanaan
pembangunan.
a. Aparatur Negara sebagai Sasaran Pembangunan
Sasaran akhir pembangunan di bidang aparatur negara adalah
terwujudnya aparatur negara yang bersih dan berwibawa. Untuk
mencapai sasaran ini dilaksanakan berbagai usaha yang sejalan
dengan pelaksanaan pembangunan nasional sehingga aparatur
negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional dan menjadi salah satu sasaran pembangunan.
b. Aparatur Negara sebagai Pelaksana Pembangunan
Kemampuan aparatur negara diperlukan untuk menggerakkan
partisipasi rakyat dalam mendukung pelaksanaan program
pemerintah, serta menumbuhkan rasa memiliki dan memelihara
hasil-hasil pembangunan.
Dalam usaha menjadikan aparatur negara yang memiliki
kemampuan melaksanakan peningkatan hasil pembangunan,
pendayagunaan harus dilaksanakan secara menyeluruh yang
meliputi bidang organisasi, tatalaksana, dan kepegawaian. usaha
pendayagunaan ini akan berhasil apabila dalam diri aparatur negara
timbul usaha untuk selalu memperbaiki diri dengan cara
mengorganisasi kegiatannya dalam berbagai tugas dan fungsinya
sesuai dengan tuntutan pembangunan.
118
Landasan hukum pegawai sebagai aparatur sipil negara
terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara. Undang-undang ini terbit dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan
mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat d