administrasi kepegawaian 1

 




ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN


3. administrasi

kepegawaian sebagai usaha  memperoleh pegawai negeri sipil

yang loyal kepada Pancasila dan Undang–Undang  Dasar 1945,

cakap, terampil, jujur, dan disiplin dalam melaksanakan pokok

pemerintahan dan pembangunan.

4. Menurut Paul Pigos dan Charles A. Myers (1967:54),

administrasi kepegawaian sebagai seni memperoleh,

memajukan, dan memelihara kecakapan kekuatan kerja

sedemikian rupa untuk menyelesaikan fungsi dan tujuan

organisasi dengan efisiensi dan ekonomis yang maksimum.

5. William E. Monser dan J. Donald Kingsley (1978:33)

mengemukakan bahwa administrasi kepegawaian membahas

seluruh aktivitas dan kinerja pegawai yang dimulai dari

penerimaan pegawai, tes masuk pegawai, penilaian kecakapan

pegawai,  pemindahan pegawai, kenaikan pangkat,  latihan dan

pendidikan, kehadiran absensi, pengeluaran pegawai,

kesehatan, rekreasi, kesejahteraan, lingkungan kerja, kerja sama

pegawai, kerja sama pegawai-atasan, peraturan, dan ketentuan

lainnya.

6. Menurut Edwin B. Flippo (1984:65), administrasi kepegawaian

dikaji dalam kaitannya dengan perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengendalian pegawai untuk berbagai tujuan

yang telah ditetapkan oleh organisasi.

7. Menurut Felix A. Nigro (1967:22), administrasi kepegawaian

adalah seni memilih pegawai baru dan mempekerjakan pegawai

lama sehingga dari pegawai itu diperoleh mutu dan jumlah hasil

yang maksimum.

8. Menurut Glen O. Stahl (1987:29), administrasi kepegawaian

sebagai keseluruhan yang berhubungan dengan sumber daya

manusia dari organisasi.

9. Arifin Abdurrachman (1989:55) mengatakan bahwa

administrasi kepegawaian adalah salah satu cabang dari

administrasi negara yang berkaitan dengan para pegawai

negara.

Berdasarkan pengertian ini  dapat disimpulkan bahwa

pengertian administrasi kepegawaian negara adalah pengelolaan

kepegawaian negara atau pegawai negeri yang dikaji sebagai ilmu

dan seni mempelajari proses penggunaan tenaga manusia mulai

penerimaan hingga pemberhentiannya. Selain itu, administrasi

kepegawaian negara adalah proses penyelenggaraan politik

kepegawaian  atau program kerja, dan tujuan yang berhubungan

dengan tenaga kerja manusia yang digunakan dalam usaha kerja

sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Secara fungsional, administrasi kepegawaian negara adalah

mengatur dan mengurus penggunaan tenaga kerja manusia sebagai

usaha kerja sama dalam merumuskan tujuan, sasaran pokok

kebijaksanaan politik, dan menyusun organisasi untuk

menyelenggarakan pelaksanaan tujuan sasaran pokok/kebijaksanaan

politik itu. Adapun sebagai estetika, administrasi kepegawaian

negara adalah seni memilih pegawai baru serta menggunakan

pegawai lama dengan cara sedemikian rupa, sehingga diperoleh

hasil dan jasa yang maksimal secara kuantitatif dan kualitatif.

Administrasi kepegawaian dalam instansi pemerintah tidak

dapat dilepaskan dari kegiatan administrasi secara keseluruhan.

Lingkup kegiatan administrasi kepegawaian, antara lain

penerimaan, penempatan, pengembangan, dan pemberhentian

tenaga kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian,

sasaran dan Iingkup kegiatan administrasi kepegawaian adalah

pegawai yang dimulai dari saat penerimaan sampai dengan

pemberhentiannya. Sasaran dan Iingkup kegiatan ini sekaligus

memberikan pengertian dari administrasi kepegawaian.

Kegiatan administrasi kepegawaian adalah sebagai berikut.

1. Staffing, meliputi penyaringan, interview, pengangkatan, Analisa 

pekerjaan, uraian pekerjaan, promosi, mutasi, dan perluasan

pekerjaan.

B. Ruang Lingkup Administrasi Kepegawaian

2. Pembinaan, meliputi: bimbingan, penilaian kepegawaian,

inventarisasi, kontrol pemindahan, pelayanan kesehatan,

pencegahan kecelakaan, kesejahteraan pegawai, dan

sebagainya.

3. Hubungan kepegawaian, meliputi hubungan serikat kerja dengan

organisasi serikat kerja yang lain, atau hubungan

antaraorganisasi serikat kerja dengan perusahaan, perundingan,

kontrak kerja, keluhan buruh, perwasitan jika terjadi

perselisihan kerja, dan sebagainya.

4. Latihan dan pengembangan, meliputi job training, latihan

kepemimpinan, pengembangan kepemimpinan, latihan khusus

atau latihan kerja  sebelum menduduki suatu jabatan, dan

sebagainya.

5. Kompensasi, meliputi gaji dan upah, tunjangan, bonus,

pembagian laba, hadiah, dan sebagainya.

6. Komunikasi kepegawaian, meliputi: buku petunjuk, saluran

komunikasi,  pengendalian  gosip,  keluh  kesah,  mendengarkan

keluhan survei tingkah laku modal, dan pengharapan.

7. Organisasi, meliputi penyusunan struktur organisasi,

penggunaan saluran organisasi formal dan informal, dan

mengatasi  akibat yang ditimbulkan dari perubahan organisasi.

8. Administrasi, meliputi penjelasan dan penafsiran mengenai

otoritas, konsultasi, partisipasi, gaya kepemimpinan, dan

sebagainya.

9. Kebijaksanaan kepegawaian dan pelaksanaannya, meliputi

penentuan tujuan, kebijaksanaan, strategi, dan perencanaan

kebutuhan tenaga.

10. Tinjauan, perhitungan, penelitian, meliputi program laporan dan

pencatatan, evaluasi kebijaksanaan dan program, pengujian

teori, inovasi, percobaan, dan Analisa  biaya dan keuntungan.

Menurut Arifin Abdurrachman, kegiatan administrasi

kepegawaian meliputi Analisa  jabatan, klasifikasi jabatan dan

evaluasi jabatan, rekrutmen, ujian dan penempatan, disiplin dan

moral pegawai, dan catatan kepegawaian.

Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro menyebutkan bahwa  ruang

lingkup administrasi kepegawaian meliputi kegiatan pengangkatan

dan seleksi, pengembangan yang meliputi latihan jabatan (in-service

training), promosi, dan pemberhentian. Adapun Bintoro

Tjokroamidjojo mengatakan bahwa pokok-pokok umum yang

dilakukan dalam administrasi kepegawaian adalah sebagai berikut:

1. dasar hukum kepegawaian negeri dan administrasi

kepegawaian;

2. lembaga yang menyelenggarakan administrasi kepegawaian,

dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan pemerintah

serta memiliki hubungan yang jelas dengan kementerian serta

unit pengurusan kepegawaiannya;

3. adanya struktur klasifikasi serta jabatan kepegawaian;

4. pengadaan (recruitment) dan penempatan atau penunjukan

(placement and appointment) berdasarkan suatu sistem yang tidak

memihak dan standar-standar tertentu sesuai dengan keperluan

pekerjaan/jabatan;

5. sistem  promosi  dan  evaluasi  terhadap  prestasi   kerja

pegawai, disiplin, pemindahan atau pergantian jabatan serta

pemberhentian;

6. sistem gaji berdasarkan standar tertentu yang objektif sesuai

dengan pekerjaan yang dilakukan dan dapat diubah jika

diperlukan. Hal ini dikaitkan dengan pensiun;

7. adanya program pendidikan dan latihan untuk meningkatkan

kemampuan kerja pegawai negeri;

8. hubungan dengan organisasi-organisasi kepegawaian dan

serikat-serikat sekerja;

9. tata usaha kepegawaian dalam arti data kepegawaian

individual, absensi, cuti, kenaikan gaji, dan sebagainya.

Jucius menyatakan bahwa bidang kegiatan administrasi

kepegawaian, meliputi pengadaan, pengembangan, pembinaan, dan

penggunaan. Dengan kata lain, bidang kegiatan administrasi

kepegawaian meliputi perencanaan, pengaturan, pengarahan dan

pengendalian dari kegiatan pengadaan, pengembangan, penggajian

dan integrasi tenaga kerja pegawai dalam suatu organisasi tertentu.

Lingkup kegiatan administrasi kepegawaian adalah sebagai berikut:

1. kegiatan  pengadaan  dan  seleksi  tenaga  kerja/pegawai untuk

mengetahui segenap rangkaian seleksi pegawai yang sesuai

dengan kebutuhan;

2. kegiatan penempatan calon pegawai pada jabatan atau fungsi

tertentu yang telah ditetapkan;

3. kegiatan pengembangan, untuk mengetahui segenap  proses

latihan (training), baik latihan sebelum menduduki jabatan

maupun latihan sesudah  menduduki jabatan. Latihan ini

hendaknya dikaitkan dengan promosi bagi pegawai yang

bersangkutan;

4. kegiatan pemberhentian, untuk mengetahui segenap proses

pemberhentian tenaga kerja/pegawai, baik pemberhentian

sebelum masanya maupun sesudah  sampai saatnya berhenti

(pensiun).

Menurut Pigors dan Myers, tujuan administrasi kepegawaian

adalah sebagai berikut.

1. Effective utilization of human resources, yaitu memanfaatkan

tenaga manusia secara efektif. Sumber daya manusia dapat

memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan. Semua tenaga

kerja dalam organisasi dapat bekerja sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing. Administrasi kepegawaian berarti

mengelola profesionalitas para pegawai sesuai dengan

kemampuan, keahlian, dan kebutuhan organisasi. Demikian

pula, tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan

organisasi harus dilatih agar memiliki keahlian yang berdaya

guna dan berhasil guna sehingga langkah awal dari proses

administrasi kepegawaian adalah pengadaan (recruitment)

tenaga kerja. Dalam proses pengadaan tenaga kerja diperlukan

Analisa  kebutuhan menyangkut semua fungsi dan tugas yang

ada. Dengan demikian, organisasi membutuhkan pengisian

tenaga untuk setiap fungsi dan tugas ini . Jika pengadaan

tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan yang ada, demikian pula

tenaga kerja yang direkrut itu sesuai dengan persyaratan yang

dikemukakan sehingga efektivitas tenaga kerja dalam organisasi

akan diperoleh.

2. Desirable working relationship among all members of the

organization, yaitu membangun sistem yang integral, artinya

setiap subsistem saling berhubungan dan melaksanakan kegiatan

tertentu untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Hubungan  kerja antarpegawai, antara atasan dan bawahan,

atasan dan koleganya, dan bawahan dan bawahan menentukan

keberhasilan penugasan. Hubungan kerja yang diharapkan

adalah hubungan kerja yang harmonis lahir dan batin sehingga

para pegawai menikmati pekerjaannya masing-masing.

3. Maximum individual development, yaitu mengembangkan

kecakapan individu semaksimal mungkin.

Menurut Felix A. Nigro dalam bukunya Public Personal

Administration, fungsi administrasi kepegawaian negara adalah

sebagai berikut:

1. pengembangan struktur organisasi untuk melaksanakan

program kepegawaian sehingga tugas dan tanggung jawab

setiap pegawai ditentukan dengan tegas dan jelas;

2. klasifikasi jabatan yang sistematis dan perencanaan gaji yang

adil dengan mempertimbangkan saingan dari sektor swasta;

3. penarikan tenaga kerja yang baik;

4. seleksi pegawai yang menjamin pengangkatan calon pegawai

yang cakap dan penempatannya dalam jabatan yang sesuai;

5. perencanaan pelatihan jabatan yang luas dengan tujuan

menambah keterampilan pegawai, meningkatkan semangat kerja,

dan mempersiapkan  kenaikan jabatan atau kenaikan pangkat;

C. Tujuan Administrasi Kepegawaian D. Fungsi Administrasi Kepegawaian

16 17

6. penilaian   kecakapan   pegawai   secara   berkala   dengan

tujuan meningkatkan  hasil kerja dan menentukan pegawai-

pegawai yang cakap;

7. perencanaan kenaikan jabatan yang didasarkan atas kecakapan

pegawai dengan adanya sistem jabatan dengan cara

menempatkan pegawai-pegawai yang cakap ditempatkan pada

jabatan-jabatan yang sesuai dengan kecakapannya sehingga

mereka dapat mencapai tingkat jabatan yang setinggi-tingginya;

8. kegiatan untuk memperbaiki hubungan antarmanusia;

9. kegiatan untuk memelihara dan mempertahankan semangat

kerja dan disiplin pegawai.

Menurut Felix A. Nigro, pendekatan dalam administrasi

kepegawaian dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai

berikut.

1. Pendekatan kepartaian (The fight the political party approach)

Pendekatan ini berdasarkan perjuangan politisi. Pengangkatan

seseorang untuk memangku jabatan berdasarkan perjuangan

partai politik.

2. Pendekatan daya guna (The fight the efficiency approach)

Pendekatan ini berlandaskan daya guna atau efisiensi. Artinya,

pengangkatan pegawai atas pertimbangan keahlian,

profesionalitas, dan keterampilannya sesuai dengan kebutuhan

negara.

3. Pendekatan hubungan antarmanusia (The human relations

approach)

Pendekatan ini timbul sebagai akibat yang tidak memuaskan

dari pendekatan daya guna yang kurang memperhatikan faktor

hubungan antarmanusia dalam administrasi. Sebagai bagian

dari gerakan manajemen ilmiah, administrasi kepegawaian tidak

luput dari kritik, antara lain dalam mencapai daya guna yang

terlalu menitikberatkan pada benda mati, penekanan pada

prosedur, birokratis, bahan, bentuk, dan mengabaikan manusia.

Dengan pendekatan hubungan antarmanusia ini tidak berarti

bahwa faktor kecakapan ditinggalkan. Hanya pada pendekatan

ini perhatian tercurahkan pada faktor hubungan antarmanusia.

Sasaran administrasi  kepegawaian adalah penggunaan tenaga

kerja. Oleh karena itu, administrasi kepegawaian dikembangkan

dengan tujuan:

1. penggunaan tenaga kerja manusia secara efektif;

2. tercipta, terpelihara, serta berkembangnya hubungan kerja yang

memberikan suasana kerja yang menyenangkan antarindividu

yang bekerja sama.

3. tercapainya perkembangan yang maksimal bagi individu yang

bekerja sama.

Dengan demikian, sasaran administrasi kepegawaian negara

adalah sebagai berikut:

1. penerimaan pegawai negeri sipil yang sesuai dengan kebutuhan

negara, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun daerah, atau

kabupaten dan kota.

2. memperoleh pegawai yang cakap, terampil, berpendidikan, dan

profesional;

3. memperoleh pegawai yang bermoral tinggi;

4. menempatkan pegawai dan mempromosikannya sesuai dengan

prestasinya.

E. Pendekatan Administrasi Kepegawaian

F. Sasaran Administrasi Kepegawaian

Kebijakan administrasi kepegawaian berhubungan dengan

kinerja supervisi kepegawaian yang bertanggung jawab atas seluruh

aktivitas yang dirumuskan, yang memelihara keselarasan dan

keserasian antara pengawas dan pegawai.

Adapun kebijaksanaan politik kepegawaian (personel policy)

adalah kumpulan asas, aturan, dan petunjuk yang menjadi

ketentuan pokok dalam mengatur dan mengendalikan organisasi,

menjadi pedoman kegiatan dalam mengadakan hubungan dengan

segenap pegawai. Kebijaksanaan politik kepegawaian dibuat

berdasarkan haluan politis organisasi agar tercapai keselarasan dan

keserasian dalam menjalankan peraturan dan ketentuan organisasi.

Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan berbagai pertimbangan

tradisi organisasi yang bersangkutan, perkembangan perilaku para

pegawai secara keseluruhan, serta mempertimbangkan kelompok

dalam organisasi, peraturan pemerintah, dan gagasan manajemen

dari pegawai.

Terdapat beberapa lembaga pemerintah yang bertanggung

jawab dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia.

Lembaga-lembaga yang dianggap berperan penting ini 

adalah sebagai berikut.

1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan)

Sebagai sebuah kementerian negara, lembaga ini bertugas

membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi

di bidang pendayagunaan aparatur negara. Untuk melaksanakan

tugas ini , lembaga ini memiliki fungsi:

a. perumusan kebijakan pemerintah di bidang pendayagunaan

aparatur negara;

G. Kebijakan Kepegawaian

H. Lembaga Pengelola Kepegawaian

20 21

b. pengoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan

rencana dan program, pemantauan, Analisa , dan evaluasi di

bidang pendayagunaan aparatur negara;

c. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan

di bidang tugas dan fungsinya kepada presiden.

Sebagai sebuah lembaga yang bertangung jawab dalam

memberdayakan aparatur negara, lembaga ini tidak hanya

menangani kepegawaian saja, tetapi juga persoalan kelembagaan

pemerintah dengan segala macam aspek yang berada di dalamnya.

2. Badan Kepegawaian Negara (BKN)

Berdasarkan kepres No. 103 tahun 2001, BKN bertugas

melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen kepegawaian

negara sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam

melaksanakan tugas ini , BKN menyelenggarakan fungsi:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

kepegawaian;

b. penyelenggaraan koordinasi identifikasi kebutuhan pendidikan

dan pelatihan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan

pendidikan, dan pelatihan SDM PNS;

c. penyelenggaraan administrasi kepegawaian pejabat negara dan

mantan pejabat negara;

d. penyelenggaraan administrasi dan sistem informasi

kepegawaian negara dan mutasi kepegawaian antarprovinsi;

e. penyelenggaraan  koordinasi penyusunan norma, standar dan

prosedur mengenai mutasi, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak

dan kewajiban, kedudukan hukum PNS Pusat dan PNS Daerah

dan bidang kepegawaian lainnya;

f. penyelenggaraan bimbingan teknis pelaksanaan peraturan

perundang-undangan di bidang kepegawaian kepada instansi

pemerintah;

g. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BKN;

h. fasilitasi kegiatan instansi pemerintah di bidang administrasi

kepegawaian;

i. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan, dan rumah tangga.

3. Lembaga Administrasi Negara (LAN)

Berdasarkan keputusan Presiden No. 103 tahun 2001, LAN

bertanggung jawab melaksanakan tugas pemerintah di bidang

administrasi negara tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan-

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas ini 

dimanifestasikan ke dalam sejumlah fungsi, yaitu:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional tertentu di

bidang administrasi negara;

b. pengkajian kinerja kelembagaan dan sumber daya aparatur

dalam rangka pembangunan administrasi negara dan

peningkatan kualitas sumber daya aparatur;

c. pengkajian dan pengembangan manajemen kebijakan dan

pelayanan di bidang pembangunan administrasi negara;

d. penelitian dan pengembangan administrasi pembangunan dan

otomatisasi administrasi negara;

e. pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

aparatur negara;

f. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAN;

g. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah

di bidang administrasi negara;

h. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan, dan rumah tangga.

4. Badan Kepegawaian Daerah (BKD)

Badan ini mengatur administrasi kepegawaian pemerintah

daerah, baik pemerintah daerah kabupaten/kota maupun

pemerintah provinsi. Sesuai dengan UU tentang Pemerintah Daerah,

kewenangan mengatur kepegawaian mulai dari rekrutmen sampai

dengan pensiun berada di kabupaten/kota. Pembentukan BKD

didasarkan pada Peraturan daerah masing-masing. Sebelum

pelaksanaan otonomi daerah, semua urusan kepegawaian berada

pada pemerintah pusat, sedangkan yang ada di daerah hanya

sebagai pelaksana administrasi kepegawaian dari kebijakan

pemerintah pusat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, Presiden

Republik Indonesia menimbang bahwa untuk mengisi formasi yang

lowong dan mendapatkan Pegawai Negeri Sipil yang Profesional,

berkualitas serta mewujudkan objektivitas dalam pelaksanaan

pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dipandang perlu mengatur kembali

ketentuan mengenai pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam

Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 11 Tahun 2002

Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun

2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, Presiden Republik

Indonesia menimbang bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri

Sipil yang profesional dan bertanggung jawab, dipandang perlu

mengubah Peraturan Pemerintah No. 98 Tahun 2000 tentang

Pengadaan pegawai Negeri sipil, dengan Peraturan Pemerintah.

A. Peraturan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

PENGADAAN PEGAWAI

BAB 2

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil berlandaskan kepada peraturan

perundangan sebagai berikut.

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3890);

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3839);

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3848);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai

Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015).

8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang

Pengadaan Pegawai negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000

Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1, Dalam Peraturan Pemerintah ini yang

dimaksud dengan:

1. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi

formasi yang lowong.

2. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung,

Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer,

Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian

Negara, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi

Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.

Adapun pada Pasal 2 disebutkan bahwa:

1. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari

perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan,

pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan

pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.

2. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian.

Dalam Pasal 3 disebutkan hak dan kesempatan warga negara

untuk mendaftarkan diri sebagai peserta atau pelamar Pegawai

Negeri Sipil, yang menyatakan bahwa setiap warga negara Republik

Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar

menjadi Pegawai Negeri Sipil sesudah  memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini.

 

Perencanaan, pengumuman, persyaratan, dan pelamaran

Pegawai Negeri Sipil diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 98 Tahun 2000 dan Nomor 11 Tahun 2002 Tentang

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil BAB II PERENCANAAN,

PENGUMUMAN, PERSYARATAN DAN PELAMARAN.

Sebagaimana pada Pasal 4 bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian

B. Perencanaan dan Persyaratan Pelamaran Pegawai

Negeri Sipil

membuat perencanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Adapun

pada Pasal 5 disebutkan sebagai berikut.

(1) Lowongan formasi Pegawai Negeri Sipil diumumkan seluas-

luasnya oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.

(2) Pengumuman dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari

sebelum tanggal penerimaan lamaran.

(3) Dalam pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dicantumkan:

a. jumlah dan jenis jabatan yang lowong;

b. syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar;

c. alamat dan tempat lamaran ditujukan; dan

d. batas waktu pengajuan lamaran.

Pasal 6 menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh

setiap pelamar adalah:

Ayat (1)

a. warga Negara Indonesia;

b. berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan

setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;

c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan

keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum

yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;

d. tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai

Negeri Sipil, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai

pegawai swasta;

e. tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri;

f. mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan

yang diperlukan;

g. berkelakuan baik;

h. sehat jasmani dan rohani;

i. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah;

dan

j. syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

Ayat (2)

Pengangkatan sebagai pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan

bagi mereka yang melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun

berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan secara efektif.

Semua pelamar PNS akan  mengikuti seleksi atau penyaringan

sebagaimana diatur dalam  BAB III PENYARINGAN pada Pasal 7,

sebagai berikut.

(1) Ujian penyaringan bagi pelamar yang memenuhi syarat

dilaksanakan oleh suatu panitia yang dibentuk oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian.

(2) Tugas panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. menyiapkan bahan ujian;

b. menentukan pedoman pemeriksaan dan penilaian ujian;

c. menentukan tempat dan jadwal ujian;

d. menyelenggarakan ujian;

e. memeriksa dan menentukan hasil ujian.

(3) Materi ujian meliputi:

a. test kompetensi;

b. psikotes.

Hasil penyaringan akan diumumkan secara terbuka dan on-line

melalui internet. Dalam  Pasal 8 dinyatakan bahwa Pejabat Pembina

Kepegawaian menetapkan dan mengumumkan pelamar yang

dinyatakan lulus ujian penyaringan. Pada BAB IV

PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 9

disebutkan bahwa pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib menyerahkan

kelengkapan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Adapun Pasal 10 menyatakan bahwa:

(1) Daftar pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang akan diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil disampaikan oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian

Negara untuk mendapat nomor identitas Pegawai Negeri Sipil.

(2) Dalam menyampaikan daftar pelamar sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilengkapi data perorangan sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan.

Pasal 11 menyatakan bahwa:

(1) Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah

diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil diangkat sebagai

Calon Pegawai Negeri Sipil.

(2) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Pejabat

Pembina Kepegawaian.

(3) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam tahun anggaran

berjalan, dan penetapannya tidak boleh berlaku surut.

(4) Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai

Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah:

a. Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar serendah-

rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat

Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat;

b. Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar serendah-

rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat

Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau

yang setingkat;

c. Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat

Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas, Diploma I, atau yang setingkat;

d. Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat

Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar

Biasa atau Diploma II;

e. Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III;

f. Golongan ruang III/a bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Sarjana (S1), atau Diploma IV;

g. Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Dokter, Ijazah Apoteker, dan Magister (S2) atau Ijazah lain

yang setara;

h. Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Doktor (S3).

(5)  Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah Ijazah

yang diperoleh dari Sekolah atau Perguruan Tinggi Negeri dan/

atau Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau Perguruan Tinggi

Swasta yang telah diakreditasi oleh Menteri yang bertanggung

jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

berwenang menyelenggarakan pendidikan.

(6) Ijazah yang diperoleh dari Sekolah atau Perguruan Tinggi di

Luar Negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan

ditetapkan sederajat dengan Ijazah dari Sekolah atau Perguruan

Tinggi Negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung

jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

berwenang menyelenggarakan pendidikan.

sesudah  dinyatakan sebagai PNS maka yang bersangkutan

berhak menerima gaji dari negara sesuai dengan pangkat, golongan,

dan masa kerjanya. Hal ini diatur dengan  Pasal 12 yang

menyebutkan bahwa:

(1) Hak dan gaji bagi Calon Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku

pada tanggal yang bersangkutan secara nyata melaksanakan

tugasnya yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh kepala

kantor/satuan organisasi yang bersangkutan.

(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang penempatannya jauh dari

tempat tinggalnya sudah dianggap nyata melaksanakan tugas

sejak ia berangkat menuju ke tempat tugasnya, yang dibuktikan

dengan surat perintah perjalanan/penugasan dari pejabat yang

berwenang menugaskan.

Masa kerja pegawai diperhitungkan untuk menentukan besaran

gaji yang diterimanya sebagaimana dalam Pasal 13 disebutkan

sebagai berikut:

(1) Masa kerja yang diperhitungkan penuh untuk penetapan gaji

pokok pengangkatan pertama adalah:

a. selama menjadi Pegawai Negeri, kecuali selama

menjalankan cuti di luar tanggungan negara;

b. selama menjadi Pejabat Negara;

c. selama menjalankan tugas pemerintahan;

d. selama menjalankan kewajiban untuk membela negara;

atau

e. selama menjadi pegawai/karyawan perusahaan milik

pemerintah.

(2)   Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang

berbadan hukum di luar lingkungan badan-badan pemerintah

yang tiap-tiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan tidak

terputus-putus, diperhitungkan ½ (setengah) sebagai masa kerja

untuk penetapan gaji pokok dengan ketentuan sebanyak-

banyaknya 8 (tahun) tahun.

Mengenai pengangkatan CPNS menjadi PNS diatur dalam  BAB

V PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI

PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 14 yang menyebutkan sebagai

berikut.

(1)  Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa

percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama

2 (dua) tahun, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh

Pejabat Pembina Kepegawaian dalam jabatan dan pangkat

tertentu, apabila :

a. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya

bernilai baik;

b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk

diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil; dan

c. telah lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan.

(2)  Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b

dinyatakan dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh

Dokter Penguji Tersendiri/Tim Penguji Kesehatan yang ditunjuk

oleh Menteri Kesehatan.

(3)  Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c

dinyatakan dengan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan

Pelatihan Prajabatan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian.

(4)  Tanggal mulai berlakunya keputusan pengangkatan menjadi

Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut.

Menurut Pasal 15, Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah

menjalankan masa percobaan lebih dari 2 (dua) tahun dan telah

memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)

tetapi karena sesuatu sebab belum diangkat menjadi Pegawai Negeri

Sipil hanya dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila

alasannya bukan karena kesalahan yang bersangkutan.

Dalam Pasal 16 disebutkan bahwa:

Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal

14 ayat (1) dan Pasal 15 yang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil

diberikan pangkat:

a. Juru Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/

a;

b. Juru bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/c;

c. Pengatur Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang

II/a;

d. Pengatur Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam

golongan ruang II/b;

e. Pengatur bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang II/c;

C. Pengangkatan CPNS Menjadi PNS

32 33

f. Penata Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang

III/a;

g. Penata Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam

golongan ruang III/b;

h. Penata bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang III/c.

Pasal 17 menyatakan bahwa:

(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi

Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang

bersangkutan dinyatakan tewas.

(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang oleh

Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi

dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri

Sipil.

(3) Calon Peawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (2)

sesudah  diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil diberhentikan

dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan diberikan hak-

hak Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(4) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai

negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku

terhitung mulai tanggal 1 (satu) pada bulan ditetapkannya surat

keterangan Tim Penguji Kesehatan.

Dalam  BAB VI mengenai PEMBERHENTIAN CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL, pada Pasal 18 disebutkan bahwa:

(1)  Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila:

a. mengajukan permohonan berhenti;

b. tidak memenuhi syarat kesehatan;

c. tidak lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan;

d. tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas;

e. menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang

dapat mengganggu lingkungan pekerjaan;

f. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat;

g. pada waktu melamar dengan sengaja memberikan

keterangan atau bukti yang tidak benar;

h. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan

pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak

pidana kejahatan atau melakukan sesuatu tindak pidana

kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan/

tugasnya;

i. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;

j. 1 (satu) bulan sesudah  diterimanya keputusan pengangkatan

sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tidak melapor dan

melaksanakan tugas, kecuali bukan karena kesalahan yang

bersangkutan.

(2)   Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c,

d, e, dan j, diberhentikan dengan hormat.

(3)   Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g dan

h diberhentikan tidak dengan hormat.

(4) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) f dan

diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat.

Pada Pasal 19 disebutkan bahwa: Pemberhentian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18, ditetapkan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian.

  Berkaitan dengan penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil

umumnya dilakukan setiap tahun dengan pelaksanaan yang

terpusat di provinsi masing-masing wilayah ataupun dilaksanakan

oleh tingkat daerah kabupaten dan kota.

D. Pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil

Pertimbangan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54

Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor

97 Tahun 2000 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR  54  TAHUN  2003

Tentang

Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000

Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka perencanaan kepegawaian

secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan mutu

Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi negara,

dipandang perlu mengubah Peraturan Pemerintah

Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai

Negeri Sipil, dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal  5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3890);

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun

1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3839);

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor

72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000

tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara

Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000

tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Negara Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4015);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang

Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4263);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI

PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai

Negeri Sipil diubah, sebagai berikut :

36 37

E. Formasi Pegawai Negeri Sipil

1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga seluruhnya menjadi

berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Formasi  Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut

dengan formasi adalah jumlah dan susunan pangkat

Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan

organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok

dalam jangka waktu tertentu.

2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa

Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan,

Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan

Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan

Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon

I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga

Pemerintah Non Departemen.

3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah

Gubernur.

4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota

adalah Bupati/Walikota.”

2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga seluruhnya menjadi

berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 2

(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun

anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab

di bidang pendayagunaan aparatur negara, sesudah 

memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan

pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional terdiri dari :

a Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat.

b Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.

3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi

berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 3

(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing

satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran

ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab  di bidang

pendayagunaan aparatur negara sesudah  mendapat

pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing

satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/

Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah

masing-masing sesudah  mendapat persetujuan tertulis dari

Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan

aparatur negara, berdasarkan pertimbangan dari Kepala

Badan Kepegawaian Negara.

(3) Penetapan dan persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil

Pusat dan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

dilakukan berdasarkan usul dari:

a Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat; dan

b Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang

dikoordinasikan oleh Gubernur.”


P E N J E L A S A N

A T A S

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR  54  TAHUN  2003

TENTANG

PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000

TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM

Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999,

disebutkan bahwa jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri

Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi untuk jangka

waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang

harus dilaksanakan.

Sejalan dengan hal ini  dan dalam rangka perencanaan

kepegawaian secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan

mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi Negara,

sesuai dengan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus

dilaksanakan, maka formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional

ditetapkan setiap tahun anggaran. Selanjutnya, berdasarkan

formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional ini  ditetapkan

formasi Pegawai Negeri Sipil untuk masing-masing satuan

organisasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi/

Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.

Penetapan dan persetujuan penetapan Formasi Pegawai Negeri

Sipil Pusat dan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam satu

kesatuan Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional ini 

didasarkan atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat,

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi, dan Pejabat

Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian

di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang

Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini,

Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan dimaksud adalah

Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden,

Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. Sedangkan

Pejabat Pembina Kepegawaian untuk Kesekretariatan Lembaga

lain yang dipimpin oleh Pejabat Struktural Eselon I dan bukan

merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non

Departemen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,

dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah Pimpinan

Lembaga Kesekretariatan dimaksud, misalnya Sekretariat

Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pejabat Pembina

Kepegawaiannya adalah Sekretaris Jenderal Komisi Nasional

Hak Asasi Manusia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat  (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Formasi

Pegawai Negeri Sipil secara nasional adalah jumlah

dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil secara

nasional yang diperlukan untuk menyelenggarakan

tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dalam

satu tahun anggaran yang penetapannya dilakukan

dengan memperhatikan kemampuan anggaran yang

tersedia.

Ayat  (2)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat   (1)


Khusus untuk penetapan formasi Pegawai Negeri

Sipil di luar negeri, juga memperhatikan

pertimbangan Menteri Luar Negeri.

Ayat  (2)

Formasi untuk suatu satuan organisasi Pemerintah

Daerah bagi :

a. Propinsi ditetapkan oleh Gubernur;

b. Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan

c. Kota ditetapkan oleh Walikota.

Ayat  (3)

Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat

disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

Pusat yang bersangkutan kepada Menteri yang

bertanggung jawab di bidang pendayagunaan

aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian

Negara.

Usul pengajuan Formasi Pegawai Negeri Sipil di

lingkungan Kesekretariatan Lembaga Ke–

presidenan disampaikan oleh Sekretaris Negara

kepada Menteri yang bertanggung jawab di

bidang pendayagunaan aparatur negara dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah

Propinsi disampaikan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan

kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan

Kepegawaian Negara.Usul pengajuan formasi

Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota

disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

Daerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan

kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan

Kepegawaian Negara melalui Gubernur selaku wakil

Pemerintah.

Gubernur dalam mengajukan usul formasi Pegawai

Negeri  Sipil Daerah dibuat secara kolektif dengan

merinci jumlah formasi yang dibutuhkan

oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan masing-

masing Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di

lingkungan Propinsi yang bersangkutan

sesuai dengan yang diusulkan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota. Dengan

demikian, Gubernur tidak dapat

mengubah jumlah usul formasi yang diajukan oleh

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/

Kota.

Pasal II

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 4332

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 63 TAHUN 2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9

TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN,

PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk mewujudkan fungsi manajemen

kepegawaian yang terintegrasi dan mendorong

peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu

unsur perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia, serta mendekatkan

pelayanan bidang kepegawaian, perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang


Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3890);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

126, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4438);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003

tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,

dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4263);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG

PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN

PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4263), sehingga seluruhnya berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan bekerja pada Kementerian Negara, Kejaksaan

Agung, Kesekretariatan Lembaga Presiden, Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Lembaga Pemerintah Nonkementerian,

Kesekretariatan Lembaga Negara,  Badan Koordinasi Keamanan

Laut, Pusat Pelaporan dan Analisa  Transaksi Keuangan,

Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat

Struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari

Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Instansi

Vertikal di daerah provinsi/kabupaten/kota, Kepaniteraan

Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas

negara lainnya.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah provinsi/

kabupaten/kota atau dipekerjakan di luar instansi induknya.


3. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa

Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan,

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pimpinan

Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Kepala Pelaksana Harian

Badan Koordinasi Keamanan Laut, Kepala Pusat Pelaporan dan

Analisa  Transaksi Keuangan serta Pimpinan Kesekretariatan

Lembaga Negara dan Lembaga lainnya yang dipimpin oleh

Pejabat Struktural   eselon I dan bukan merupakan bagian dari

Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Nonkementerian.

4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi adalah

Gubernur.

5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah

Bupati/Walikota.

6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai

kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan

Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

7. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan adalah Pegawai

Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya

yang gajinya dibebankan pada instansi yang menerima

perbantuan.

8. Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan adalah Pegawai Negeri

Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya yang

gajinya dibebankan pada instansi induknya.

9. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan

tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai

Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi

negara.

10. Jabatan fungsional tertentu adalah suatu kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak

seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi

yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian

dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan untuk

kenaikan jabatan dan pangkatnya

11. disyaratkan dengan angka kredit.

12. Jabatan fungsional umum adalah suatu kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak

seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi

yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada

keterampilan tertentu dan untuk kenaikan pangkatnya tidak

disyaratkan dengan angka kredit.

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik  Indonesia.

Prinsip penempatan pegawai adalah the right man on the right

place (penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat). Ada

dua hal yang harus diperhatikan, dalam prinsip ini, yaitu sebagai

berikut.

1. Analisa   tugas  jabatan  (job  analysis)   yang baik, artinya Analisa 

yang menggambarkan ruang lingkup dan sifat-sifat tugas yang

dilaksanakan suatu unit organisasi dan syarat-syarat yang harus

dimiliki oleh pejabat yang akan menduduki jabatan di dalam unit

organisasi itu.

2. Penilaian pelaksanaan pekerjaan (kecakapan pegawai) dari tiap-

tiap pegawai yang terpelihara dengan baik dan terus-menerus.

Dengan adanya penilaian pekerjaan ini dapat diketahui sifat,

kecakapan, disiplin, dan prestasi kerja dari tiap-tiap pegawai.

Sekalipun demikian, faktor “kepercayaan” dan “loyalitas”

memegang peranan dalam menempatkan seorang pegawai

terutama untuk kedudukan penting. Hal ini dikarenakan seseorang

yang cakap dan mempunyai keahlian tinggi, tetapi tidak dapat

dipercaya dan tidak loyal, akan menimbulkan kekacauan dalam

organisasi. Selain itu, faktor objektif seperti kecakapan, keahlian dan

prestasi kerja harus lebih diutamakan daripada faktor subjektifnya.

F. Penempatan Pegawai dan Analisa  Jabatan


Analisa  jabatan (job analysis) adalah proses membuat uraian

pekerjaan untuk memperoleh keterangan yang diperlukan dalam

menilai jabatan tertentu guna peningkatan mutu.

Ada tiga cara pengumpulan informasi dalam menyusun job

analysis, yaitu penyusunan daftar pertanyaan, wawancara, dan

peninjauan oleh pengAnalisa  jabatan.

Alasan dilakukannya Analisa  jabatan karena adanya

kekurangan jumlah pegawai, tenaga berkualifikasi kurang memadai,

dan distribusi tenaga tidak merata.

1. Penentuan Kebutuhan

Penentuan kebutuhan adalah kegiatan untuk menentukan

jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan dalam suatu

organisasi. Langkah pertama untuk menentukan kebutuhan adalah

menyusun jenjang kepangkatan dan formasi. Formasi ini yaitu

sebagai berikut.

a. Formasi Pegawai Negeri Sipil adalah jumlah susunan pangkat

Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan

organisasi negara agar melaksanakan tugas pokok untuk jangka

waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung

jawab dalam bidang penertiban dan penyempurnaan Aparatur

Negara.

b. Formasi anggaran adalah jumlah pegawai dalam suatu

organisasi yang didasarkan atas anggaran belanja pegawai yang

tersedia. Formasi anggaran ini kurang mencerminkan realitas

kebutuhan.

Dalam penyusunan formasi, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu:

a. dasar penyusunan formasi;

b. sistem penyusunan formasi;

c. Analisa  kebutuhan pegawai negeri sipil;

d. anggaran belanja negara yang tersedia.

Dasar penyusunan formasi  yang umumnya digunakan adalah

sebagai berikut.

a. Jenis pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang harus dilakukan

oleh suatu unit organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya.

Pada umumnya, jenis-jenis pekerjaan dapat dikelompokkan

dalam dua kelompok, yaitu:

1. pekerjaan yang bersifat umum, yaitu  jenis pekerjaan   yang

ada   di setiap departemen;

2. pekerjaan yang bersifat khusus, yaitu jenis pekerjaan khusus

dalam suatu departemen atau lembaga. Misalnya,

memberantas penyakit demam berdarah di Departemen

Kesehatan.

sesudah  diketahui jenis pekerjaan yang akan dilakukan, dapat

ditetapkan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan.

b. Sifat Pekerjaan, yang ditinjau dari beberapa hal, seperti waktu

kerja, pemusatan perhatian, dan risiko pribadi, yang mungkin

timbul dalam melaksanakan pekerjaan.

Misalnya, penentuan jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan

pada jam kerja dan jenis pekerjaan yang harus dikerjakan secara

terus-menerus.

c. Perkiraan beban  kerja  adalah frekuensi  kegiatan rata-rata

jenis pekerjaan pada jangka waktu tertentu.

Pada umumnya beban kerja itu dapat dibagi dalam hal-hal

berikut.

1. Beban  kerja  yang  dapat  diukur pada setiap hari, setiap

minggu, setiap bulan, atau setiap tahun.

2. Beban kerja yang sulit diukur, yaitu beban kerja yang

frekuensinya bergantung pada keadaan. Misalnya, jumlah

perkara  yang akan diperiksa oleh kejaksaan bergantung

pada keadaan ekonomi dan situasi politik.

3. Beban kerja yang tidak dapat diukur, misalnya pekerjaan

intelijen dan pekerjaan diplomatik.


G. Penentuan Kebutuhan Pegawai

d. Perkiraan kapasitas pegawai, yaitu perkiraan kemampuan rata-

rata satu orang pegawai untuk menyelesaikan jenis pekerjaan

dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan kapasitas pegawai perlu

diketahui untuk menentukan jumlah pegawai yang diperlukan

masing-masing pekerjaan.

Walaupun jenis pekerjaan sama, beban kerja dan  perkiraan

kapasitas  pegawai  berbeda sehingga akan berbeda pula jumlah

pegawai yang diperlukan. Jika beban kerja dari beberapa jenis

pekerjaan sedikit, unit organisasi dapat menugaskan satu orang

pegawai untuk mengerjakan beberapa jenis pekerjaan.

e. Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan, yaitu kebijaksanaan

instansi untuk suatu jenis pekerjaan yang sangat besar

pengaruhnya terhadap penentuan jumlah pegawai. Misalnya,

pekerjaan pembuatan jalan diborongkan kepada pihak lain

sehingga pemerintah tidak memerlukan pegawai golongan I/a,

tetapi yang diperlukan adalah pegawai golongan III dan

golongan IV sebagai tenaga perencana dan pengawas yang

jumlahnya sedikit dan kualitasnya tinggi.

Penentuan kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan  ditentukan

dalam jangka waktu yang cukup lama karena pegawai yang

telah diangkat tidak dapat diberhentikan begitu saja.

f. Jenjang, jumlah jabatan, dan pangkat yang tersedia dalam suatu

organisasi. Hal ini mempunyai pengaruh dalam suatu organisasi

dan dalam penyusunan formasi, karena piramida jabatan dan

pangkat yang serasi merupakan salah satu syarat mutlak untuk

terpeliharanya suatu organisasi yang baik. Semakin tinggi

jabatan, semakin terbatas jumlahnya sehingga semakin terbatas

pula Pegawai Negeri Sipil yang mencapai jabatan/pangkat yang

lebih tinggi.

g. Alat yang tersedia atau diperkirakan tersedia dalam

melaksanakan tugas. Semakin tinggi mutu peralatan dan

peralatan tersedia dalam jumlah yang cukup dapat

mengakibatkan semakin sedikit jumlah Pegawai Negeri Sipil

yang dibutuhkan untuk mengerjakan jenis pekerjaan tertentu.

Hal ini justru kualitas Pegawai Negeri Sipil semakin baik.

2. Sistem Penyusunan Formasi

Pada umumnya ada dua sistem penyusunan formasi yang

umum digunakan, yaitu sebagai berikut.

a. Sistem sama

Sistem ini menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang sama

bagi semua unit organisasi dengan tidak memperhatikan besar

kecilnya “beban kerja”. Sistem ini umumnya digunakan pada

organisasi yang sudah  distandardisasikan, seperti ABRI, tiap

batalion infanteri mempunyai jumlah personel yang sama

dengan tidak memperhatikan tempat  Batalyon itu ditugaskan.

b. Sistem ruang lingkup

Sistem ini menentukan jumlah dan kualitas pegawai

berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang dipikulkan pada

unit organisasi itu. Menurut sistem ini, walaupun tingkat unit

organisasi sama, jika beban kerja berbeda, akan berbeda pula

jumlah pegawai yang ditentukan bagi tiap-tiap organisasi itu.

3. Analisa  Kebutuhan Pegawai

Untuk dapat menyusun formasi yang tepat harus disusun

Analisa  kebutuhan pegawai, artinya proses Analisa  secara logis dan

teratur untuk mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang

diperlukan oleh suatu unit organisasi agar melaksanakan tugasnya

secara berdaya guna, berhasil guna, dan berkelangsungan.

Tujuan Analisa  kebutuhan pegawai adalah sebagai usaha agar

setiap pegawai yang ada pada setiap unit organisasi mempunyai

pekerjaan.

Alat untuk membuat Analisa  kebutuhan Pegawai Negeri Sipil

di antaranya uraian jabatan (job description) yang tersusun rapi.

Dengan adanya uraian jabatan, dapat diketahui jenis jabatan, ruang

lingkup tugas yang akan dilaksanakan, sifat pekerjaan, syarat

pejabat, dan perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu

tertentu.


4. Analisa  Tugas Jabatan

Analisa  tugas jabatan adalah suatu penelaahan secara

mendalam dan sistematis terhadap suatu pekerjaan atau tugas

jabatan.

Hasil Analisa  tugas jabatan ini disusun berupa “uraian jabatan”,

yaitu sebagai daftar yang memuat nama jabatan, jumlah pejabat

yang diperlukan, perincian tugas jabatan, hubungan antartugas

jabatan, keterangan tentang jabatan di atas dan di bawahnya, latihan

yang diperlukan, waktu kerja, fasilitas/perlengkapan yang

diperlukan, dan syarat-syarat pekerjaan.

Berdasarkan uraian jabatan ini  dapat dilakukan hal berikut.

a. Penilaian tugas jabatan (job evaluation) untuk keperluan

penentuan  “Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (kecakapan)

Pegawai”. Penilaian ini diperlukan untuk menentukan skala gaji

dan syarat gaji dan syarat kenaikan pangkat.

b. Penggolongan  tugas jabatan (job classification) untuk

mengadakan penggolongan jabatan dan pangkat (position

classification).

5. Penggolongan jabatan dan Pangkat

Penggolongan Jabatan dan pangkat merupakan usaha

mengelompokkan berbagai jabatan atas dasar persamaan tugas dan

tanggung jawab. Penggolongan ini dipakai sebagai dasar perlakuan

yang sama dalam hal pengangkatan, pemberian gaji/upah, dan

proses-proses kepegawaian lainnya.

Penggolongan jabatan dapat dibedakan dalam bentuk:

a. penggolongan menurut tugas dan tanggung jawab yang

diserahkan kepada pegawai/pekerja;

b. penggolongan menurut  tingkat,  artinya jabatan dikelompokkan

menurut kualitas dan jumlah orang-orang yang  diserahi  tugas

dan tanggung jawab ini .

52


Analisa  tugas jabatan (job analysis) menghasilkan “uraian

jabatan” dan menjadi alat untuk melakukan “penggolongan tugas

jabatan” (job classification), yaitu tugas jabatan yang sama nilainya.

Artinya, tanggung jawab dan syarat pengetahuan serta kecakapan

yang harus dimiliki sama besar dan dikelompokkan menjadi satu

golongan. Pengelompokan ini dilakukan terhadap berbagai “jenis

pekerjaan” sehingga diperoleh berbagai tingkat dari berbagai “jenis

pekerjaan” dalam garis yang sejajar (horizontal).

53

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil diatur oleh Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014  dengan

pertimbangan bahwa  untuk melaksanakan ketentuan Pasal 90 huruf

c Undang­Undang tentang Aparatur Sipil Negara perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang­Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang­Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5494).

Dalam hal ini memutuskan dan menetapkan Peraturan

Pemerintah tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang

mencapai batas usia pensiun bagi pejabat fungsional.

55

A. Peraturan Pemberhentian Pegawai Pejabat Fungsional

PEMBERHENTIAN PEGAWAI

BAB 3

54

Pada BAB I KETENTUAN UMUM  Pasal 1 Dalam Peraturan

Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah

profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah

dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat

Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai

pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat

pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan

pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji

berdasarkan peraturan perundang­undangan.

3. Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara Indonesia yang

memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN

secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk

menduduki jabatan pemerintahan.

4. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi

dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang

berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

Pada BAB II mengenai PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL YANG MENCAPAI BATAS USIA PENSIUN BAGI PEJABAT

FUNGSIONAL Pasal 2  disebutkan bahwa:

(1) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang

telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan

hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat fungsional Ahli

Muda dan Ahli Pertama serta Pejabat fungsional

Keterampilan;

b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang

memangku:

1) Jabatan Fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya;

2) Jabatan Fungsional Apoteker;

3) Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara

penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

4) Jabatan Fungsional Dokter Gigi yang ditugaskan secara

penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

5) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Muda dan

Pertama;

6) Jabatan Fungsional Medik Veteriner;

7) Jabatan Fungsional Penilik;

8) Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah;

9) Jabatan Fungsional Widyaiswara Madya dan Muda;

atau

10) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.

c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang

memangku:

1) Jabatan Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya

yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian;

2) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan

Madya;

3) Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama;

4) Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi Utama;

5) Jabatan Fungsional Perekayasa Utama;

6) Jabatan Fungsional Pustakawan Utama;

7) Jabatan Fungsional Pranata Nuklir Utama; atau

8) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.

BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 3  disebutkan

bahwa:

(1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya

Peraturan Pemerintah ini sedang menduduki Jabatan

Fungsional Ahli Muda, Ahli Pertama, dan Penyelia

selain Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, yang sebelumnya batas

usia pensiunnya dapat diperpanjang sampai dengan 60

(enam puluh) tahun, batas usia pensiunnya yaitu 60

(enam puluh) tahun.

56 57

(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam Jabatan

Fungsional Ahli Muda, Ahli Pertama, dan Penyelia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesudah 

berlakunya Peraturan Pemerintah ini batas usia

pensiunnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a.

Pasal 4 menyatakan bahwa Batas usia pensiun bagi Pegawai

Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional lain yang

ditentukan Undang­Undang, dinyatakan tetap berlaku.

BAB IV mengenai KETENTUAN PENUTUP Pasal 5

menyebutkan bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai

berlaku, ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979

tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah

empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor

19 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2013 Nomor 51), dinyatakan tidak berlaku sepanjang mengatur

batas usia pensiun bagi pegawai negeri sipil yang menduduki

jabatan fungsional. Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini mulai

berlaku pada tanggal 30 Januari 2014.  Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Pemberhentian mempunyai arti yang sama dengan separation,

yaitu pemisahan atau pemutusan. Menurut Undang­undang No. 13

Tahun 2003, Pemberhentian adalah pengakhiran hubungan kerja

karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan

kewajiban kedua belah pihak, yakni pegawai dan majikan atau

negara.

Pemberhentian jabatan atas permintaan sendiri dari pegawai

harus disertai dengan pemberhentian dari jabatannya, kecuali

apabila pemberhentian dari jabatannya atas permintaan itu

langsung berhubungan dengan pengangkatan dalam jabatan yang

lain. Pegawai Negeri yang mengajukan pemberhentian atas

permintaan sendiri, pada prinsipnya harus diberhentikan dengan

hormat, tetapi apabila kepentingan dinas mendesak, permintaan

ini  dapat ditolak atau ditunda untuk sementara waktu. Surat

pemberhentian atas permintaan sendiri harus diberikan sekurang­

kurangnya selama 1 bulan sebelumnya. Tujuan penetapan waktu

pemberitahuan ini untuk memberikan kesempatan kepada

departemen yang bersangkutan agar melakukan persiapan mengenai

pengisian jabatan yang akan ditinggalkan oleh seorang pegawai lain

sehingga tidak terdapat kekosongan antara waktu pemberhentian

pejabat yang lama dan pengangkatan pejabat yang akan

menggantinya.

Apabila waktu pemberitahuan pemberhentian selama 1 bulan

penuh telah dipenuhi, permintaan pemberhentian tidak dapat

ditolak, karena tidak ada suatu peraturan umum yang melarang

seorang pegawai untuk menghentikan pekerjaannya dalam jabatan

Negeri, kecuali dalam hal yang sangat terbatas.

Ketentuan tentang pengajuan permohonan berhenti sebagai

Pegawai Negeri Sipil atas keinginan sendiri adalah sebagai berikut.

1. Apabila seorang pegawai minta berhenti dari jabatannya, ia

harus diberhentikan dari jabatannya itu.

2. Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan

dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

3. Permintaan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat ditunda

paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada kepentingan dinas yang

mendesak, misalnya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan

sedang melaksanakan tugas yang sukar dialihkan kepada

Pegawai Negeri Sipil lain. Dengan demikian, dalam jangka

waktu paling lama 1 (satu) tahun itu, departemen/lembaga

harus mempersiapkan penggantinya.

B. Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

58 59

4. Permintaan berhenti seorang Pegawai Negeri Sipil dapat ditolak

apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terikat pada

ikatan dinas, sedang menjalankan wajib militer, dan Iain­lain

yang serupa dengan itu berdasarkan peraturan perundang­

undangan yang berlaku.

5. Permintaan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil diajukan

secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui saluran

hierarki.

6. Penundaan atas permintaan berhenti seorang Pegawai Negeri

Sipil diberitahukan secara tertulis kepada Menteri, Jaksa Agung,

Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi; Tinggi Negara,

Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen, Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Wali Kotamadya, Kepala

Daerah Tingkat II, atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.

7. Penolakan atas permintaan berhenti sebagai Pegawai Negeri

Sipil diberitahukan secara tertulis kepada pegawai yang

bersangkutan oleh pejabat yang berwenang.

8. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai

Pegawai Negeri Sipil diberikan hak­hak kepegawaian sesuai

dengan peraturan perundang­undangan yang berlaku.

Misalnya, seorang Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan

dengan hormat dan pada saat pemberhentiannya mencapai usia

50 tahun dan memiliki masa kerja 20 tahun diberikan pensiun.

Pemberhentian Pegawai Negeri yang telah mencapai usia

pensiun selambat­lambatnya diberhentikan sesudah  mencapai usia 56

tahun bagi Pegawai Negeri pada umumnya, dan bagi Pegawai Negeri

yang memangku jabatan fungsional atau jabatan struktural.

Adapun mengenai mutasi PNS diatur dalam Undang­Undang

Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa setiap

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi

dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi

Daerah, antar Instansi Daerah, antar Instansi Pusat dan Instansi

Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di

luar negeri.

Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah

dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/

kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur sesudah 

memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara

(BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antarprovinsi

ditetapkan oleh Menteri PAN­RB sesudah  memperoleh pertimbangan

kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat

atau sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar

Instansi Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.

PNS diberhentikan dengan hormat karena:

a. meninggal dunia;

b. atas permintaan sendiri;

c. mencapai batas usia pensiun;

d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang

mengakibatkan pensiun dini;

e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat

menjalankan tugas dan kewajiban.

Adapun PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena:

a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945;

b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena

melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana

kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau

pidana umum;

c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;

d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak

pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

pindana yang dilakukan dengan berencana.

C. Pemberhentian karena Telah Mencapai Usia

Tertentu dan Mutasi

60 61

Pemberhentian dalam hal ini berdasarkan atas maksud

pemerintah untuk lebih melancarkan jalannya pemerintahan dan

untuk lebih memberi kesempatan kepada tenaga muda untuk

menempati kedudukan yang lebih bertanggung jawab.

Pemberhentian dalam hal ini disebut peremajaan. Para pegawai

Negeri yang telah berusia 55 tahun dan telah berhak pensiun harus

diberhentikan dari jabatan Negeri dengan hak pensiun dalam waktu

1 tahun sesudah  mereka mencapai usia 55 tahun, jadi selambat­

lambatnya pada waktu mereka genap mencapai usia 56 tahun.

Pemberhentian ini harus diberitahukan kepada pegawai yang

bersangkutan terlebih dahulu, pada saat mereka mencapai usia 55

tahun, dengan anjuran agar mereka mengajukan permintaan untuk

diberhentikan dengan hak pensiun. Apabila anjuran ini tidak diikuti

dan pegawai itu tidak mengajukan permintaan termaksud, ia

diberhentikan dengan hak pensiun tidak atas permintaan sendiri.

Para pegawai yang telah mencapai usia 56 tahun dan harus

diremajakan, belum berhak atas pensiun, diberikan terlebih dahulu

uang tunggu sampai waktu mereka berhak atas pensiun. sesudah 

waktu itu, uang tunggu diganti dengan pensiun. Ketentuan­

ketentuan peremajaan ini dapat dikecualikan terhadap pegawai­

pegawai yang bertalian dengan pendidikan keilmuan dan atau

keahlian, yang nyata­nyata masih sangat diperlukan dalam jabatan

Negeri, seperti tenaga­tenaga yang menjalankan pekerjaan dalam

lapangan penyelidikan pengetahuan (research-workers), guru besar

dan lektor.

Apabila terjadi penyederhanaan organisasi pemerintah yang

mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri, pegawai yang

kelebihan itu diusahakan penyalurannya pada Instansi lain. Apabila

hal ini tidak memungkinkan, Pegawai Negeri ini  diberikan

kesempatan untuk mencari lapangan pekerjaan lain, dengan hak­

hak penuh sebagai Pegawai Negeri selama jangka waktu tertentu.

Apabila pegawai yang bersangkutan belum dapat ditempatkan

dalam lapangan pekerjaan lain, ia memperoleh uang tunggu sebesar

bagian tertentu dari gaji aktif untuk waktu selama­lamanya 5 tahun.

Besarnya uang tunggu dan hak­hak lain sesudah  berakhirnya

pemberian uang tunggu diberikan tersendiri.

Instansi, yang karena penyederhanaan organisasi mempunyai

kelebihan Pegawai Negeri Sipil yang perlu disalurkan pada instansi

lain, menyusun daftar Pegawai Negeri Sipil ini  dan

menyampaikannya kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang  kelebihan karena adanya

penyederhanaan satuan organisasi tidak mungkin disalurkan kepada

instansi lain, Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan

dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari jabatan

Negeri dengan mendapat hak­hak  kepegawaian berdasarkan

peraturan perundang­undangan yang  berlaku, dengan ketentuan

sebagai berikut.

1. Apabila Pegawai Negeri Sipil ini  telah mencapai usia

sekurang­kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan memiliki masa

kerja untuk pensiun sekurang­kurangnya 10 (sepuluh) tahun,

ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil

dengan hak pensiun.

2. Apabila Pegawai Negeri Sipil ini  belum mencapai usia 50

(lima puluh) tahun dan atau belum memiliki masa kerja 10

(sepuluh) tahun, ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan

Negeri dengan mendapat uang tunggu.

3. Uang tunggu ini  diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan

dapat diperpanjang tiap­tiap kali untuk paling lama 1 (satu)

tahun, dengan ketentuan bahwa pemberian uang tunggu itu

tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun. Apabila Pegawai Negeri

Sipil yang bersangkutan telah mencapai usia 50 (lima puluh)

tahun dan telah memiliki masa kerja sekurang­kurangnya 10

(sepuluh) tahun sebelum atau pada saat habis masa menerima

uang tunggu, ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai

Negeri Sipil dengan hak pensiun.

D. Pemberhentian karena Peremajaan

E. Pemberhentian karena Penyederhanaan Organisasi

Pemerintah

62 63

4. Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud yang pada saat

berakhirnya masa menerima uang tunggu sebelum mencapai

usia 50 (lima puluh) tahun, tetapi memiliki masa kerja pensiun

sekurang­kurangnya   10   (sepuluh)   tahun,  ia diberhentikan

dengan  hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak

pensiun yang diberikan pada saat ia mencapai usia 50 (lima

puluh) tahun, dengan catatan sejak berakhirnya masa pemberian

uang  tunggu   sampai   saat  ia   berhak  menerima pensiun

yang  bersangkutan   tidak   berhak    menerima penghasilan

dari Negara.

5. Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud di atas yang pada saat ber­

akhirnya masa menerima uang tunggu telah mencapai batas

usia 50 (lima puiuh) tahun, tetapi belum memiliki masa kerja

pensiun 10 (sepuluh) tahun, ia diberhentikan dengan hormat

sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun.

1. Pelanggaran Disiplin Pegawai

Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat

karena melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, sumpah/janji

jabatan Negeri atau peraturan disiplin Pegawai Negeri.

Sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, sumpah/janji jabatan

Negeri dan peraturan disiplin Pegawai Negeri wajib ditaati oleh

setiap Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang ternyata

melanggar sumpah/janji atau melanggar peraturan disiplin Pegawai

Negeri yang berat yang menurut pertimbangan atasan yang

berwenang tidak dapat diperbaiki lagi dapat diberhentikan sebagai

Pegawai Negeri Sipil.

Pegawai yang melanggar sumpah/janji atau peraturan disiplin

dapat (tidak harus) diberhentikan, tetapi tidak diperoleh ketegasan

mengenai tindakan yang dapat dilakukan jika pegawai ini  ia

tidak diberhentikan.

Melalaikan kewajiban terdapat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 11 tahun 1952, baik melanggar aturan jabatan maupun

melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat atau

mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh pegawai.

Hukuman jabatan yang dapat dijatuhkan kepada seorang pegawai

yang melalaikan kewajiban dapat berupa teguran tertulis (yang

teringan) meningkat hingga diberhentikan.

2. Diberhentikan Berdasarkan Putusan Pengadilan

Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak hormat karena

dihukum penjara, berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena sengaja melakukan

suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman

penjara setinggi­tingginya 4 (empat) tahun atau diancam dengan

hukuman yang lebih berat.

Pejabat yang berwenang dalam mempertimbangkan apakah

Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan tindak pidana kejahatan

itu akan diberhentikan atau tidak, atau apakah akan diberhentikan

dengan hormat atau tidak dengan hormat, haruslah

mempertimbangkan faktor­faktor yang mendorong Pegawai Negeri

Sipil yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan itu,

serta harus pula mempertimbangkan berat ringannya keputusan

pengadilan yang dijatuhkan.

Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena

dihukum penjara atau kurungan, berdasarkan keputusan

pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak

pidana yang ada hubungannya dengan jabatan.

Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang Pegawai

Negeri Sipil merupakan kepercayaan dari negara yang harus

dilaksanakan dengan sebaik­baiknya. Apabila seorang Pegawai

Negeri Sipil dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau

tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan,

Pegawai Negeri yang bersangkutan harus diberhentikan tidak

F. Pemberhentian Tidak Hormat

64 65

dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan yang

diberikan kepadanya.

Dalam keputusan Hakim Pidana (sebagai suatu hukuman

tambahan) dapat ditetapkan bahwa seseorang tidak boleh

memangku jabatan Negeri, dalam hal seorang Pegawai yang dijatuhi

hukuman karena telah melakukan suatu pelanggaran jabatan atau

pelanggaran lain, di samping melanggar suatu kewajiban jahatan

atau menggunakan kekuasaan, kesempatan, atau alat yang diberikan

kepadanya karena jabatan. Waktu selama yang bersangkutan tidak

boleh memangku jabatan lagi atau jabatan Negeri lain, ditetapkan

oleh Hakim dalam tiap­tiap keputusan tersendiri. Lamanya adalah

antara 2 tahun sampai untuk seumur hidup (Pasal 35, 36, dan 38

Kitab Undang­Undang Hukum Pidana).

3. Penyelewengan

Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena

melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara Pancasila,

Undang­Undang Dasar 1945, atau terlibat dalam kegiatan yang

menentang negara dan atau pemerintah.

Perbuatan yang merupakan penyelewengan terhadap Falsafah

dan Ideologi Negara Pancasila, Undang­Undang Dasar 1945, atau

kegiatan yang menentang negara atau pemerintah dinyatakan/

diputuskan secara tegas oleh pemerintah pusat.

Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara, abdi negara,

dan abdi masyarakat, yang telah melakukan penyelewengan

terhada