teknologi komunikasi 4

Sabtu, 30 November 2024

teknologi komunikasi 4



 karya berkualitas yang pernah kita buat bisa muncul dan 


menjadi catatan nama baik.


Data is the new oil. Terminologi mengenai data sebagai tambang baru nampaknya 


dipahami betul oleh perusahaan-perusahaan yang memakai  internet sebagai basisnya. 


Saat ini data menjadi hal yang diperjual belikan . Kita pasti pernah menerima 


telepon atau SMS tentang informasi togel, jual nomor HP yang mirip dengan nomor kita, 


penawaran asuransi, dan lain sebagainya. Pernahkah kita bertanya, dari mana mereka 


mendapatkan nomor ponsel kita? Hal ini memberikan kita gambaran, bahwa jejak digital 


kita yang tertinggal seringkali disalahgunakan oleh orang lain. Mungkin ketika kita masuk ke 


sebuah web, dan mendaftarkan akun, atau ketika kita masuk ke situs belanja daring dan 


mengisi data diri. Website pun semakin canggih sehingga saat ini website telah dapat 


membaca kebiasaan kita.


Cookie yaitu  salah satu cara untuk menghubungkan beberapa tindakan oleh satu 


pemakai  ke dalam satu aliran yang terhubung. Cookie berupa rangkaian huruf dan angka 


yang berubah-ubah sesuatu tanpa makna yang melekat yang dikirimkan situs web ke 


browser web kita. Jejak digital dalam bentuk cookie dipakai  untuk membuat Internet 


lebih bermanfaat, dan juga dapat membantu membuat transaksi individu lebih aman karena 


situs ini  telah mendapatkan informasi spesifik tentang perilaku kita. Keputusan 


keamanan transaksi bergantung pada kombinasi beberapa faktor, termasuk cookie. 


Pengembang web telah menetapkan cookie sebagai salah satu cara paling nyaman untuk 


menambahkan ketekunan dan keamanan pada pengalaman web Anda, itulah mengapa 


cookie ada di mana-mana ,

Saat ini banyak website dan aplikasi yang tanpa kita sadari mengumpulkan jejak digital kita 


untuk kemudian mereka jual pada pihak lainnya. Mengapa data jejak digital kita menjadi 


komoditas? Bayangkan bila situs tempat kita bertransaksi daring merekam perilaku belanja 


para pemakai nya. Mulai dari benda apa yang kita beli, berapa banyak, kemana 


pengirimannya, jenis kelamin yang membeli, ulasan terhadap barang ini , dan banyak 


hal lainnya. Tentu data ini dapat dipakai  untuk menganalisa pasar, dan sangat 


bermanfaat bagi para produsen barang yang diperjual belikan.

Untuk memastikan bahwa situs dan aplikasi yang kita gunakan tidak membahayakan jejak 


digital kita, maka ada baiknya bila kita memeriksa dan membandingkan sistem keamanan 


situs web, aplikasi, dan metode transaksi elektronik yang ditawarkan oleh perorangan, toko, 


perusahaan, dan penyedia jasa perantara sebelum melakukan transaksi daring ,

Selain dimanfaatkan oleh situs dan aplikasi daring, jejak digital juga banyak dimanfaatkan 


dalam dunia kerja. Banyak perusahaan baik skala besar dan kecil, yang saat ini 


memakai  teknologi internet untuk mencari tahu tentang latar belakang karyawan yang 


akan dipekerjakan atau pun informasi tentang karyawan yang sedang bekerja. Pepatah lama 


'Pilih teman Anda dengan bijak' sangatlah relevan dengan konteks jejaring sosial daring saat 


ini. Semakin banyak individu harus berhati-hati dalam memakai  jaringan secara umum 


karena perusahaan semakin senang memakai  informasi yang dikumpulkan dari jaringan 


sosial untuk menilai calon karyawan mereka ,

Keberadaan dan tingkah laku kita semakin besar kemungkinannya untuk diketahui oleh 


orang lain melalui jejak digital yang kita tinggalkan. Dengan mempelajari rekam jejak digital 


kita melalui media sosial dan internet, perusahaan dapat memutuskan apakah mereka akan 


mempekerjakan kita atau tidak. Hal ini tentu menguntungkan bagi sebagian dari kita, dan 


merugikan bagi sebagian yang lain. Perlu diingat bahwa apa pun yang masuk ke internet 


dapat ditemukan hanya dalam waktu beberapa menit.


Meskipun media sosial seseorang tidak selalu menggambarkan keadaan sebenarnya dari 


orang ini , namun seringkali media sosial menjadi patokan untuk menilai. Banyak orang 


mengambil kesimpulan tentang orang lain hanya berdasar  unggahan yang ia tinggalkan 


pada media sosialnya. Dalam dunia kerja, berdasar  artikel yang di unggah oleh 


Linovhr.com (2018), ada  beberapa parameter yang bisa dipakai menilai calon karyawan 


melalui media sosialnya antara lain kalimat yang sering diunggah di media sosial, foto-foto 


di media sosial, interaksi yang dilakukan, serta lingkaran pertemanan calon pelamar. 

Anggota Asosiasi Digital Forensik negara kita , Mukhlis Prasetyo Aji, dalam sebuah kesempatan 


menyatakan bahwa orang bisa terganjal dan susah mendapatkan pekerjaan karena jejak 


digitalnya. Mukhlis menuturkan, saat ini jejak digital sudah menjadi rujukan banyak lembaga 


atau perusahaan untuk merekrut tenaga kerja. Hal ini dapat terlihat dari salah satu syarat 


dimana pelamar wajib mencantumkan identitas media sosial mereka. Bukan tanpa alasan, 


perusahaan atau lembaga ini  akan menelusuri kepribadian calon pekerjanya melalui 


rekam jejak di media sosial. Jika sang pelamar santun dan bijak dalam bermedia sosial, besar 


kemungkinan akan berdampak positif ,

Oleh karena itu, menyampaikan sebuah pernyataan di media sosial haruslah berhati-hati. 


Apabila yang kita tuliskan dianggap merugikan pihak lain, maka sangat mungkin kita menjadi 


tersangka atas dakwaan perbuatan tak menyenangkan, ujaran kebencian, dan lainnya. Pada 


sisi yang lain, jejak digital kita pun dapat dipakai  untuk meningkatkan kinerja kita di dunia 


kerja. Ada empat jenis motivasi utama pemakai an media sosial dengan jejak digital 


mereka. Keempat hal ini  yaitu  memperkuat jaringan sosial, mencari teman yang 


cocok dan matang, mengembangkan usaha dan mencari koneksi bisnis ,

REKAM JEJAK DIGITAL SULIT DIHILANGKAN


Beberapa dari kita pasti bertanya, bagaimana cara menghapus jejak digital? Jawabannya 


yaitu , tidak ada. Kita bisa saja meminta penyedia platform media digital untuk menghapus 


data yang kita miliki. Kita juga bisa menghapus atau menutup akun. Namun, dalam konteks 


kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri. Di luar sana ada orang-orang yang 


mungkin sudah menangkap tampilan layar atau mengarsipkan dokumen pribadi yang 


pernah kita unggah. Jika kejadiannya seperti ini, maka hampir mustahil untuk menghapus 


jejak ini secara utuh.


Untuk itu, kita harus berhati-hati ketika melakukan sesuatu di dunia digital. Di masa 


sekarang, dengan media sosial yang sudah menjadi keseharian, kita menjadi sangat mudah 


memberikan komen dan mempublikasikan sesuatu. Pepatah mengatakan, Mulutmu 


harimaumu. Sedikit di modifikasi untuk masa sekarang, Jarimu Harimaumu. Kadang kita 


tidak dapat mengerem apa yang kita komentarkan. (CNN negara kita , 2019). Lalu apakah yang

sudah kita publikasikan dapat kembali kita tarik? Bisa, namun tidak semua data kita menjadi 


hilang. Masih ada data cadangan yang tersisa di digital, sehingga data ini  dapat 


sewaktu-waktu ditarik kembali. Hal itu bisa terjadi meskipun kita telah menghapus seluruh 


informasi yang kita sebarkan sebelumnya. Ingat, jejak digital kita terekam selamanya dan 


secara otomatis tersimpan di berbagai belahan dunia

Di era pemakai an teknologi dan internet yang semakin maju, cara-cara dalam mencari 


informasi pun semakin beragam dan praktis sehingga sangat mudah bagi orang untuk 


mengorek informasi tentang kita di internet. Seperti dalam kasus-kasus cyberbullying, dapat 


dilihat bahwa cyberbullying banyak terungkap setelah ditelusuri dari rekam jejak digital 


korban dan pelakunya. Secara umum konten cyberbullying bisa dikirimkan oleh individual

 maupun kelompok secara berulang kali yang isinya bisa tentang individu maupun kelompok 


lainnya dengan unsur konten yang bersifat kejam, vulgar, mengancam, mempermalukan, 


melecehkan, menakut-nakuti dan atau yang sesuatu yang berbahaya . Jejak ini lah yang tertinggal ketika kita mempublikasikan sesuatu.


ada  banyak cara untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan serta 


cara melindungi jejak digital kita. Salah satu yang paling sederhana yaitu  dengan selalu 


menyempatkan untuk membaca syarat dan ketentuan aplikasi, media sosial dan juga situs 


web yang kita akses. Bagian ini memang terasa menjemukan untuk dibaca, tetapi 


mencermatinya bisa berguna di kemudian hari. Jika ada pilihan untuk tidak merekam jejak 


digital dan membagikannya ke pihak ketiga, kita bisa memilih opsi ini  sehingga jejak 


digital kita aman. Kebiasaan lain yang patut diasah yaitu  kebiasaan untuk membatasi jenis 


data yang Anda bagikan. Jangan mengunggah informasi sensitif atau data pribadi seperti 


KTP, SIM, Paspor, PIN dan lainnya di media sosial. 


Berbicara tentang berbagai kasus dan juga cara-cara melindungi rekam jejak digital, kita juga 


perlu mengetahui di mana posisi kita berdiri dalam dunia digital. Perlindungan terhadap 


rekam jejak seharusnya diberikan oleh pemerintah dan menjadi tanggung jawab normatif 


sebagai pengayom. Pada praktiknya, melalui kasus-kasus di atas dapat kita lihat dan 


temukan bahwa peraturan yang kini disediakan oleh pemerintah tidaklah ideal untuk 


melindungi. Alih-alih melindungi, sering kali peraturan ini malah menjebak dan menjerat 


masyarakat. Hingga saat ini, yang ada hanyalah perihal perlindungan data pribadi dalam UU 


ITE pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, PP No 71/2019 (PSTE) dan PM Kominfo No 20/2016. 


Keduanya menjadi dasar dalam melindungi jejak digital yang juga menjadi bagian dari data 


pribadi kita. Namun, perlu kita ketahui bahwa kedua ini saja tidak cukup untuk 


menanggulangi. Dibutuhkan instrumen hukum secara spesifik yang mengadopsi perihal 


rekam jejak digital ini secara komprehensif. Selama aturan spesifik belum ada, maka kita 


harus mencari melalui aturan-aturan lain yang dapat dikaitkan dengan jejak digital.


Cara lain untuk mengelola jejak digital kita yaitu  dengan mempelajari dan menerapkan 


prinsip-prinsip literasi digital. Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital), telah 


mengembangkan 10 Kompetensi Digital untuk memudahkan kita mengelola jejak digital.

 Pertama, kemampuan mengakses sudah melekat pada setiap orang yang secara aktif 


memakai  sarana internet dalam kehidupannya sehari-hari. Setiap saat, setiap detik 


ketika kita membuka internet, maka di saat itu pula kita sudah meninggalkan jejak kita di 


dunia digital, tanpa terkecuali.


Kedua, setelah kita memiliki kemampuan kompetensi mengakses media digital, maka 


pemahaman kita harus lebih diasah. Di sinilah tahapan kompetensi memahami kita


jalankan. Apabila sebelumnya kita hanya mengetahui sedikit tentang rekam jejak digital, 


maka kompetensi memahami ini membawa kita untuk mendalami dan mencari tahu lagi 


lebih banyak tentang jejak digital. Apabila kita telah memahami, maka akan lebih mudah 


bagi kita untuk mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya. 


Ketiga, mengetahui bentuk-bentuk rekam jejak digital merupakan salah satu tahapan dari 


kompetensi menganalisis dalam literasi digital. Kita harus cermat dan jeli menganalisis 


setiap kegiatan daring kita yang pasti meninggalkan jejak digital. Menerbitkan blog dan 


mengunggah pembaruan media sosial yaitu  cara populer lainnya untuk memperluas jejak 


digital kita. Setiap tweet yang kita posting di Twitter, setiap pembaruan status yang kita


publikasikan di Facebook, dan setiap foto yang kita bagikan di Instagram berkontribusi pada 


jejak digital kita. Semakin banyak kita menghabiskan waktu di situs jejaring sosial, semakin 


besar jejak digital kita. Bahkan mengklik "menyukai" halaman atau kiriman Facebook 


menambah jejak digital kita, karena datanya disimpan di server Facebook.


Keempat, setelah kemudian kita tahu dan memahami lebih dalam tentang jejak digital, 


maka kita harus mulai menyeleksi apa saja yang kita unggah. Proses ini harus dilakukan agar 


kita waspada atas setiap jejak digital yang kita tinggalkan. Setiap orang yang memakai  


Internet memiliki jejak digital, jadi itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Namun, 


sebaiknya pertimbangkan jejak data apa yang hendak kita tinggalkan. Misalnya, dengan 


menyeleksi, kita dapat mencegah mengirim email yang kurang sopan, yang terlalu “pedas”, 


dan lain sebagainya, karena pesan ini  mungkin tetap daring selamanya. Ini juga dapat 


membuat kita lebih berhati-hati dengan apa yang kita publikasikan di situs web serta media 


sosial. Meskipun kita sering kali dapat menghapus konten dari situs media sosial, setelah

 data digital dibagikan secara daring tidak ada jaminan bahwa kita dapat menghapusnya dari 


Internet.


Kelima, verifikasi harus kita lakukan untuk memastikan apakah Langkah yang akan kita 


lakukan dapat berpotensi meninggalkan jejak digital yang berdampak buruk atau tidak. 


Dengan memverifikasi informasi yang keluar dan masuk, kita dapat memastikan bahwa 


informasi yang kita sebarkan yaitu  informasi yang baik. Selain itu, perlu juga dilakukan 


verifikasi terhadap situs atau aplikasi yang kita gunakan. Hal ini diperlukan untuk 


menghindari kita memakai  website atau aplikasi yang telah disusupi sehingga jejak 


digital kita dicuri atau bahkan dipakai  untuk kejahatan. 


Keenam, evaluasi atas berbagai kegiatan daring kita menjadi bagian tak terpisahkan ketika 


kita membahas beragam contoh kasus yang berkaitan erat dengan jejak digital di media 


daring. Tak bisa dipungkiri, seringkali orang cenderung abai atau menganggap remeh 


kegiatan daring yang sangat umum dan sehari-hari kita lakukan. Seolah kita lupa bahwa 


setiap Langkah kita mengklik apapun di internet akan meninggalkan jejak yang menetap dan 


sulit dihapus begitu saja. Evaluasi secara berkala terhadap data-data yang kita tinggalkan, 


akun yang kita miliki dan hal-hal lain terkait dengan keberadaan digital kita dapat 


melindungi kita dari penyalahgunaan jejak digital oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.


Ketujuh, saat ini, ketika kita mendistribusikan informasi dengan memakai  perangkat 


digital, kita juga telah meninggalkan jejak digital. Contohnya ketika kita meneruskan pesan 


di WhatsApp, muncul tanda panah yang menandakan kita meneruskan pesan. Atau proses 


mencuitkan kembali di Twitter, repost di Instagram dan lain-lain. Untuk itu, kita perlu 


mengetahui bahwa proses distribusi yang kita lakukan pun tidak terlepas dari jejak digital 


kita sehingga kita dapat berhati-hati dalam melakukan proses distribusi.


Kedelapan, kemampuan kita dalam memproduksi rekam jejak digital yang baik perlu untuk 


ditingkatkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa jejak berupa data yang telah kita produksi akan 


tertinggal lama di internet. Meskipun kita telah menghapusnya, internet telah menduplikasi 


jejak kita dan membuatnya tetap ada. Oleh karenanya, kita perlu memperhatikan serta 


waspada akan jejak yang kita hasilkan

Kesembilan, pengetahuan yang telah kita dapatkan tentang rekam jejak digital ini akan 


semakin bermanfaat bila dapat kita bagikan pada orang lain. Kompetensi partisipasi 


mengajak kita untuk dapat turut serta dalam melindungi jejak digital kita dan juga orang 


lain. Tidak hanya melindungi, namun juga memperindah jejak digital kita. Partisipasi dapat 


dilakukan dengan tidak turut menyebarkan jejak digital orang lain, tidak menyalahgunakan 


jejak digital, serta melakukan pengecekan jejak digital kita masing-masing secara berkala. 


Kolaborasi, yaitu  kompetensi yang paling akhir dicapai dalam 10 kompetensi literasi digital 


Japelidi. Sangat sederhana, kolaborasi yang dimaksud yaitu  bagaimana kita sebagai orang￾orang yang memiliki rekam jejak digital, berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka 


partisipasi kita menjaga rekam jejak digital kita. Banyak hal dapat kita kerjakan sendirian. 


Namun akan semakin besar dampaknya bila kita mengerjakannya Bersama-sama. Untuk itu 


diperlukan kolaborasi.


SIMPULAN DAN REKOMENDASI


Dalam pengembangannya, bab ini sangat terbuka untuk menerima masukan dan saran dari 


pihak-pihak terkait mengenai perlindungan dan pemanfaatan rekam jejak digital. 


Diharapkan bahwa pada pengembangan kedepan, bab ini dapat memperoleh masukan 


dengan mempertimbangkan macam-macam pembaca dan pemakai  yang merupakan 


target dari bab ini. Tentunya segmentasi pembaca akan sangat beragam, seiring dengan 


beragamnya pemakai  ranah digital saat ini. Sebagai perhatian khusus, pengembangan 


diperlukan terutama bagi kelompok terpinggirkan (anak, perempuan dan kaum difabel), 


masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), serta juga berdasar  


kategori usia. Seluruhnya yaitu  mereka yang pernah bersinggungan dengan perangkat 


digital, apa pun itu. Untuk itu, perlu dilakukan pendekatan-pendekatan spesifik agar dapat 


menjangkau seluruh lapisan, terutama bagi lapisan masyarakat yang rentan 


penyalahgunaan rekam jejak digital. Selain itu, banyak hal dapat dilakukan, terutama bila 


kita mengelaborasi 10 kompetensi literasi digital Japelidi.


Untuk itu, berikut yaitu  beberapa rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan untuk 


meningkatkan kecakapan dan pengetahuan tentang rekam jejak digital ini.



Untuk menutup bagian ini, mari kita pikirkan kembali. Jenis informasi apa yang ingin kita 


temukan tentang diri kita secara daring dalam 10 tahun mendatang?


Kita memiliki kendali atas jejak digital kita. Pada sisi lainnya, jejak digital juga yaitu  hal 


yang tidak dapat kita kendalikan karena berada pada pihak lain. Namun, kita dapat 


membuat keputusan tentang apa yang kita publikasikan di internet, media sosial, platform


pesan dan sebagainya, meskipun kita tidak dapat mengontrol bagaimana orang lain 


mempersepsikan diri kita. Penting bagi kita untuk dapat membentuk dan menjaga jejak 


digital kita, sebaik-baiknya sejauh yang kita dapat lakukan.


CONTOH BENTUK EVALUASI KEMAMPUAN PERLINDUNGAN REKAM JEJAK DIGITAL


Isilah lembar evaluasi di bawah ini berdasar  pengalaman sehari-hari untuk mengukur 


kemampuan perlindungan rekam jejak digital berdasar  aspek perilaku. Form ini dapat 


diisi oleh pemakai  platform digital sebagai lembar evaluasi diri. lsian ini juga dapat diisi 


oleh pengajar atau pegiat literasi digital dalam mengevaluasi peserta didik, dan juga 


dipakai  dalam program-program literasi digital.

URGENSI MEMAHAMI PENTINGNYA KEAMANAN ANAK


Teknologi komunikasi dan informasi berkembang sangat cepat. Kemunculan media baru 


dalam hal ini internet, semakin memudahkan kita dalam mengakses informasi. Tentu 


banyak diantara kita tidak asing lagi dengan Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp dan 


sebagainya. Nama-nama tadi merupakan sebagian aplikasi yang disediakan untuk 


memudahkan kita agar dapat berkomunikasi dengan banyak orang. Dengan memiliki salah 


satu atau lebih aplikasi ini , kita sudah dapat terhubung dengan dunia luar yang sangat 


luas. Kita dengan mudahnya dapat mengakses berbagai informasi dan dengan mudahnya 


membagikan informasi.


Itulah mengapa, era ini dikenal juga sebagai era digital, yakni era di mana informasi semakin 


mudah dan cepat diperoleh, selanjutnya disebarluaskan memakai  teknologi digital. 


Teknologi digital sendiri yaitu  teknologi yang memakai  sistem komputerisasi yang 


terhubung dengan internet. pemakai an teknologi digital yang tepat tentu saja akan 


membawa dampak positif, sebaliknya jika dipakai  dengan tidak tepat maka akan 


membawa dampak negatif bagi pemakai nya. Di negara kita , pemakai  teknologi digital 


cukup tinggi, terutama pemakai an gawai untuk mengakses internet, khususnya media 


sosial. berdasar  data tahun 2017, tercatat 92,82% pemakai  media sosial di negara kita , 


didominasi oleh generasi milenial, yakni sebanyak 97,4% ,

Dalam media digital, setidaknya ada empat hal yang perlu mendapat perhatian dari kita 


semua, yakni pembuat pesan, sifat pesan, cara penyebaran pesan dan dampak pesan. 


Pertama, pembuat pesan, semua orang dapat membuat pesan sehingga anak-anak pun 


tertarik memiliki akun sendiri, menampilkan diri dan berinteraksi dengan orang lain yang 


tidak dikenal. Hal ini menimbulkan ancaman sekaligus kesempatan terutama berkaitan 


dengan privasi dan keselamatan anak-anak. Kedua, sifat pesan media digital, sangat 


beragam karena bersumber dari seluruh penjuru dunia, terlebih sebagian besar tidak

disaring oleh pekerja media profesional. Hal ini membuat anak-anak menerima aneka pesan 


yang sangat mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya keluarga mereka. 


Ketiga, penyebaran pesan, penyedia layanan media digital ingin mendapatkan keuntungan 


ekonomi maka mereka merancang medianya agar menarik. Keempat, dampak pesan, jika 


dipakai  secara baik media digital yaitu  sumber pengetahuan tak terbatas. pemakai  


dapat memakai nya untuk belajar hal-hal praktis hingga rumit. Kita dapat lebih 


produktif jika mampu memanfaatkan media digital ini dengan baik. Namun, konten negatif 


yang berdampak buruk juga banyak bertebaran di dunia maya seperti berita palsu, 


kekerasan, pornografi dan sebagainya.


Saat kita berinteraksi dengan pemakai  media digital lainnya, kita harus memperhatikan


bahwa apa yang kita lakukan akan berdampak bagi mereka. Karena pemakai  media digital 


tidak terbatas, mencakup semua orang termasuk difabel, perempuan, anak, lansia dan juga 


berasal dari beragam wilayah termasuk kawasan 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan). Oleh 


karena itu, ada banyak faktor yang sebaiknya kita pertimbangkan sebelum berbagi informasi 


dengan pemakai  media digital lainnya. Pertama, kita harus memastikan informasi ini  


bisa dipercaya. Kedua, kita juga harus mempertimbangkan nilai manfaat informasi ini  


jika dibagikan. Tak heran jika untuk mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam berbagi 


informasi, banyak kampanye literasi digital dilakukan oleh berbagai organisasi atau 


komunitas, misalnya saja dengan slogan yang jamak dipakai : saring sebelum sharing



Secara umum, meskipun aplikasi media digital mempunyai ketentuan usia pemakai nya, 


tapi dalam praktiknya, yang lumrah saat ini ketika anak-anak dari berbagai usia, pendidikan, 


latar belakang sosial maupun wilayah, juga lincah berselancar di media sosial dengan gawai 


yang mereka miliki. pemakai an aplikasi media sosial pada anak-anak hingga saat ini masih 


menjadi perhatian tersendiri bagi para penggiat literasi digital. Karena kelompok anak-anak 


merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai kejahatan digital di dunia maya. 


Banyak kasus yang mengancam keselamatan terhadap anak di bawah umur yang terjadi

karena disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan memakai  media sosial 


dengan baik dan benar.

 menunjukkan mengenai beberapa aspek positif dan aspek negatif dari 


pemakai an media sosial pada anak. Selanjutnya dari gambar tadi kita juga bisa mengetahui 


bahwa sejumlah besar anak-anak dan remaja telah terekspos konten pornografi terutama 


yang muncul tidak dengan sengaja saat mengakses media sosial.


Kebanyakan anak-anak tidak terlalu memahami atau bahkan tidak peduli akan bahaya yang 


dapat mengancam mereka. Selain itu, anak-anak dapat dengan mudahnya saling berbagi 


informasi termasuk data yang sifatnya pribadi, bahkan dengan orang yang baru dikenalnya. 


Lalu apa yang dimaksud dengan informasi pribadi? Segala hal yang dapat mengidentifikasi 


kita itulah informasi pribadi, contohnya nama lengkap, alamat rumah, nomor kartu

identitas, nama ibu kandung, riwayat kesehatan, nomor telepon dan sebagainya ,

Selain untuk saling bertukar informasi, media digital juga menawarkan hiburan secara 


daring. Salah satu hiburan yang digemari hampir sebagian besar pemakai  gawai yaitu  


bermain game, baik perorangan maupun tim. Game memiliki konten yang mirip dengan 


produk media hiburan pada umumnya. Konten dalam game bisa memiliki konsekuensi efek 


yang positif maupun negatif, efek yang sesuai dengan norma dan regulasi di negara kita  


maupun yang tidak. Kekerasan, pornografi, yaitu  sedikit dari banyak muatan konten dalam 


game yang harus dapat disikapi dengan bijak oleh para pemainnya, termasuk di negara kita  



Melihat kenyataan seperti ini, maka perlu adanya kesadaran terhadap keselamatan digital 


anak-anak terutama mereka yang masih di bawah umur. Sehingga literasi digital menjadi hal 


yang penting. Hal ini juga didukung oleh riset Japelidi tahun 2017, dimana kegiatan yang 


berkaitan dengan literasi digital di negara kita  masih lebih banyak berfokus di lembaga 


pendidikan, bukan di masyarakat secara langsung. 


Untuk itulah maka bab terakhir dalam Modul Digital Safety ini menekankan pada anak-anak 


saat beraktivitas memakai  media digital. Sebab sebagai pribadi pemakai  media digital, 


anak-anak perlu membekali dirinya agar dapat terhindar dari berbagai ancaman 


keselamatan yang mengintai saat beraktivitas memakai  media digital. Beberapa 


pertanyaan berikut akan memandu kita dalam memakai  modul ini. Pertama, Apa saja 


aspek keselamatan anak di media digital? Kedua, Bagaimana cara mencegah dan mengatasi 


ancaman keselamatan pada anak saat memakai  media digital berikut contoh kasus? 


Ketiga, Rekomendasi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan pemahaman terhadap 


ancaman keselamatan anak bermedia digital? Keempat, Proteksi keamanan seperti apa 


yang ditawarkan kepada anak-anak terutama yang berkebutuhan khusus (penyandang 


disabilitas), perempuan dan mereka yang berada di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan 


Terluar)?

Modul ini juga dilengkapi dengan evaluasi dan lembar evaluasi pada bagian akhir, untuk 


menguji pemahaman kita berkaitan dengan keamanan dan keselamatan anak-anak dalam 


dunia digital. Sehingga pada akhirnya, kita bisa membantu anak-anak agar memiliki 


kemampuan untuk melindungi diri saat memakai  media digital.


ASPEK-ASPEK KESELAMATAN ANAK DI MEDIA DIGITAL


Ketertarikan anak-anak terhadap media digital memang sudah tidak diragukan. Berbagai 


kemudahan dan kesenangan yang ditawarkan menjadi salah satu daya tarik. Apalagi saat ini, 


saat pandemi COVID-19 sedang melanda dunia, termasuk negara kita , di mana banyak 


aktifitas tatap muka yang dibatasi, maka ketergantungan akan gawai menjadi sangat besar.


berdasar  survei yang penulis lakukan terhadap beberapa anak, terlihat bahwa hampir 


sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan bermain gawai. Saat menunggu atau 


setelah menyelesaikan tugas sekolah, yaitu  waktu di mana kebanyakan mereka 


menghabiskan waktu dengan bermain gawai. Aktivitas dengan gawai yang biasa dilakukan 


yaitu  bermain game, berselancar di dunia maya melalui akun media sosial yang dimiliki 


hingga memakai  berbagai aplikasi yang ditawarkan seperti TikTok. Semua itu mereka 


lakukan untuk mengisi waktu luang yang banyak kosong karena harus beraktivitas dari 


rumah dan juga untuk menunjukkan eksistensi mereka.


Sebenarnya tidak ada larangan pemakai an gawai oleh anak-anak, meskipun patut 


diperhatikan bahwa orangtua sebaiknya mendampingi mereka. Sebab, anak-anak belum 


sepenuhnya paham akan ancaman yang mengintai keselamatannya. Ancaman ini  bisa 


muncul tiba-tiba tanpa mereka sadari. Berikut ini beberapa aspek keselamatan anak yang 


disebabkan oleh pemakai an media digital.


Pertama, perundungan (bullying) yang terjadi secara daring sering memanfaatkan berbagai 


fasilitas pesan singkat, email hingga media sosial. Perundungan dapat diartikan sebagai 


perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik maupun sosial yang diterima 


seseorang atau sekelompok orang. Korban perundungan tidak terbatas, bisa anak-anak 


maupun dewasa, berasal dari berbagai latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi bahkan

hingga mereka yang berkebutuhan khusus atau difabel. Pelaku perundungan juga bisa 


beragam, seusia atau lebih tua, dikenal atau bahkan tidak dikenal sama sekali.


Kasus perundungan di media digital terjadi karena unggahan konten yang sifatnya pribadi. 


Konten ini  kemudian viral lalu dibagikan berkali-kali oleh banyak orang ke berbagai 


media sosial. Bermacam komentar bermunculan, mulai dari isi konten sampai ke keluarga, 


teman, sekolah, tempat kerja dan sebagainya. Korban perundungan biasanya menjadi 


depresi, mengurung diri, kehilangan kepercayaan diri hingga keinginan untuk mengakhiri 


hidup. Seperti kasus perundungan yang menimpa Zara Adhisty, salah satu artis negara kita , 


yang mengunggah video dengan kekasihnya di Instagram menjadi sorotan publik. Dalam 


kasus ini Zara kemudian memilih untuk menghilang ,Infografis berikut 


bisa membantu kita untuk mengetahui bentuk perundungan yang biasa terjadi melalui 


media digital  Kedua, perdagangan orang. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berupa perekrutan, 


pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang 


disertai dengan ancaman dan intimidasi bertujuan untuk eksploitasi baik dalam negeri 


maupun luar negeri (Sukmawati dkk, 2019). Tindak perdagangan orang seperti ini bukan saja 


menyasar orang dewasa namun dengan maraknya media sosial, tindak ini juga menyasar 


terutama perempuan dan anak-anak. Salah satu bentuk kasus perdagangan orang yang 


berhasil diungkap yaitu  praktik perdagangan anak di Surabaya yang dilakukan melalui 


media sosial instagram (Rianda, 2018). Tindak perdagangan orang seringkali dilatarbelakangi


oleh kesulitan secara ekonomi, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan. Kehadiran 


media digital seperti saat ini sering dimanfaatkan oleh para pelaku untuk membujuk 


korbannya. Oleh karena itu, kemampuan memanfaatkan media secara cerdas yaitu  suatu 


keharusan guna mencegah tindak pidana perdagangan orang. Infografis di bawah ini dapat 


kita gunakan sebagai salah satu pedoman untuk menghindari tindak perdagangan orang.

Ketiga, pencurian data pribadi. Pencurian data pribadi melalui media digital menjadi 


sorotan banyak pihak karena rentan dipakai  untuk pelanggaran lain seperti penipuan

akun, pemalsuan dokumen, perdagangan orang hingga terorisme. Pencurian identitas 


terutama secara digital merupakan kegiatan ilegal pengambilan informasi pribadi seseorang 


melalui internet yang biasanya akan dipergunakan untuk melakukan kejahatan lain dan akan 


sangat merugikan korban , Berbagai macam masalah yang sering ditemukan 


dalam hal keamanan informasi antara lain penyadapan pasif, penyadapan aktif, penipuan 


dan lain-lain. Dalam prakteknya, pencurian data dapat berwujud dalam pembacaan suatu 


data file teks oleh pihak yang tidak berwenang, memanipulasi data file teks, kerusakan data 


akibat buruknya konektivitas fisik ataupun keamanan dari data ini , Berikut ini yaitu  gambar modus pencurian yang saat ini marak di media daring.

Keempat, pelecehan seksual dan pornografi. Pelecehan seksual yaitu  perilaku yang terkait 


dengan seks yang tak diinginkan, perilaku yang dianggap melanggar norma kesopanan dan 


kesusilaan. Pornografi bisa diartikan sebagai segala konten yang memuat eksploitasi seksual 


yang melanggar norma kesusilaan. Pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana 


saja, termasuk secara daring demikian juga dengan pornografi. Pelecehan seksual dan 


pornografi secara daring melalui media digital kerap menimpa perempuan dan anak-anak, 


dengan beragam bentuk, mulai dari tulisan, pesan suara, animasi, percakapan baik dalam 


bentuk gambar, foto maupun video. Salah satu kasus munculnya pelecehan ini bisa dimulai 


dari hal yang sederhana, misalnya berkenalan melalui media digital. Hubungan yang terjalin 


bisa berlanjut hingga tahap di mana kedua belah pihak mulai saling mengirimkan informasi, 


biasanya foto atau video yang sifatnya pribadi/intim. Suatu saat korban (biasanya 


perempuan) akan diancam foto atau video pribadi tadi akan disebarkan jika tidak menuruti 


keinginan pelaku , Agar anak dapat terhindar dari pelecehan seksual 


secara daring, maka kita perlu mengoptimalkan pengasuhan digital, pengasuhan yang 


bertujuan untuk menghindarkan anak dari ancaman dan memaksimalkan potensi digital.

Kelima, penipuan. Kemudahan mengakses informasi memakai  media digital juga 


memudahkan seseorang melakukan tindak penipuan atau terjebak dalam kasus penipuan. 


Apalagi belakangan ini aktivitas pemakai an media secara daring juga meningkat. Sepanjang 


2019, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim mencatat 1.617 kasus penipuan secara 


daring. Rinciannya, sebanyak 534 kasus terjadi di Instagram, 413 kasus di WhatsApp dan 


sisanya 304 kasus terjadi di Facebook (liputan6). Umumnya modus yang dipakai  yaitu  


dengan memberikan penawaran yang mengatasnamakan perusahaan ataupun perorangan, 


dengan iming-iming hadiah baik berupa uang maupun jasa lainnya. Jika tidak waspada maka 


kita akan terjebak dan mengambil penawaran ini . Seperti kasus yang menimpa hampir 


400 orang yang tergiur lelang sepatu merek tertentu di Instagram. Pelaku setelah 


melakukan lelang, selanjutnya meminta pemenang lelang untuk mengirim uang, tetapi 


sepatu tadi tidak dikirimkan kepada pemenang ,Gambar berikut ini dapat 


membantu kita untuk berhati-hati terutama bertransaksi secara daring.

Keenam, kekerasan. Kekerasan dapat diartikan sebagai tindakan spontan emosional dari 


sebagian individu dan kelompok yang marah karena terpengaruh isu yang berlanjut 


menjelma menjadi tindak kekerasan ,  Konten kekerasan mudah dijumpai di 


dunia digital. Data yang ditunjukkan pakar media Sonia Livingston menyimpulkan bahwa 1 


dari 3 anak melihat muatan kekerasan dan kebencian secara daring. Hal ini menunjukkan 


bahwa potensi anak untuk terpengaruh konten media sangat besar. Salah satu pemicu  


kekerasan melalui media digital yaitu  melalui game. Kemudahan seseorang untuk 


mengakses berbagai bentuk game secara daring, sangat didukung oleh teknologi saat ini.

Berbagai konten game yang ditawarkan, tidak hanya bersifat positif tetapi banyak juga yang 


bersifat negatif. Konten game yang bersifat negatif tentu memiliki dampak negatif juga 


seperti pornografi, perilaku menyimpang, kekerasan dan perjudian. Adanya Peraturan 


Menteri Komunikasi dan Informatika No. 11 Tahun 2016 mengenai Klasifikasi Permainan 


Interaktif Elektronik dianggap belum cukup mampu dalam mengatasi dampak negatif game


terhadap para pemainnya. Sebagai contoh, seorang gadis berusia 15 tahun tega membunuh 


seorang anak berusia lima tahun, dengan alasan karena terpengaruh film dan game


Ketujuh, kecanduan. Gawai saat ini menjadi salah satu alat yang wajib dibawa kemana￾mana. Banyak hal yang dapat diselesaikan melalui gawai, karena dengan sekali klik kita bisa 


mendapatkan apa yang diinginkan. Kemudahan inilah yang membuat kita tidak bisa 


dipisahkan dari gawai, karena ada orang yang bisa lupa bawa uang tetapi tidak melupakan 


gawainya. Ketergantungan akan gawai dengan segala kemudahan yang ditawarkan pada 


akhirnya menimbulkan kecanduan. Ada yang kecanduan belanja, kecanduan main game, 


kecanduan memakai  aplikasi TikTok, kecanduan berselancar di media sosial dan 


sebagainya. Sindrom kecanduan gawai ini dinamakan nomofobia yang berasal dari istilah 


“no-mobile-phone-phobia”. Seperti yang dialami oleh seorang pemuda yang nekat mencuri 


karena tidak memiliki uang untuk bermain game secara daring (pontianak.kompas.com). 


untuk lebih jelasnya, kita bisa lihat infografis berikut yang menginformasikan mengenai 


beberapa tipe anak-anak yang kecanduan pada gawai.

Beberapa aspek-aspek keselamatan anak terutama di dunia digital harus menjadi perhatian 


kita bersama baik sebagai orang tua, guru maupun pendamping anak dan pegiat literasi 


digital yang tertarik pada isu anak. Terutama karena anak-anak biasanya hanya tahu 


memakai  tanpa tahu dampak lanjutan dari pemakai annya.


MENCEGAH DAN MENGATASI ANCAMAN KESELAMATAN ANAK MELALUI MEDIA DIGITAL


Anak-anak di bawah umur yaitu  anak-anak yang masih berada dalam pengawasan orang 


tua. Secara umum, definisi anak-anak dilekatkan pada anak-anak yang berusia 0 hingga 18 


tahun. Pada rentang usia ini, , seorang anak 


sedang berada pada masa pertumbuhannya, baik secara fisik, kognitif, maupun moral. 


Artinya, seorang anak dinilai belum memiliki kemampuan untuk membentengi diri dari 


berbagai efek buruk, termasuk dalam mengkonsumsi pesan yang disiarkan melalui berbagai 


media. Kondisi ini  juga membuat anak menjadi khalayak yang paling berisiko terpapar 


dampak negatif pemakai an media termasuk media digital karena mereka belum 


sepenuhnya mempunyai keterampilan berpikir kritis.


Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya di bagian awal bab ini, pengalaman anak￾anak berhadapan dengan layar gawai, komputer, laptop dan berbagai perangkat yang 


terhubung dengan jaringan internet terutama di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang 


ini sangatlah tinggi. Untuk itu, kita perlu mengalihkan perhatian mereka dari perangkat￾perangkat tadi atau istilahnya kita melakukan diet gawai untuk anak-anak. Lalu, apa yang 


perlu kita lakukan?


usaha  yang paling awal yang bisa dilakukan yaitu  menanamkan tiga nilai penting dalam 


memakai  media digital, yakni pertama, mengembangkan kreativitas di era digital 


melalui berbagai pengalaman memakai  media digital. Pengalaman itu meliputi 


keterampilan mengolah kata, suara, angka, gambar, dan sebagainya. Pengalaman juga 


didapat melalui pengenalan berbagai bentuk media digital seperti website, media sosial, 


piranti lunak, dan aplikasi layanan. Kemampuan dan kreativitas untuk menjelajahi berbagai 


sudut dan potensi media digital sangat penting dalam menunjang kehidupan generasi di 


masa depan. Kedua, kolaborasi, yakni nilai yang dibawa oleh media digital karena

cakupannya yang nyaris tak berbatas, dari sisi isi maupun pemakai annya. Media digital 


memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan banyak orang dengan 


mudah. Agar tak tersesat, anak-anak perlu belajar berinteraksi dan bekerjasama dengan 


orang dari beragam latar belakang budaya dan keterampilan. Oleh karena itu keterampilan 


berkomunikasi, bernegosiasi, menghargai pendapat orang lain, hingga membagi tugas harus 


dikuasai oleh anak. Orang tua perlu merancang kegiatan di luar sekolah yang tidak berfokus 


pada kompetisi tapi kolaborasi untuk mengembangkan kemampuan ini. Ketiga, kritis dalam 


berpikir penting diajarkan pada anak-anak. Mereka menghadapi media digital yang memuat 


berbagai konten dan pesan dari seluruh penjuru dunia dengan nilai-nilai yang berbeda. 


Maka setiap keluarga perlu menanamkan nilai-nilai kehidupan yang diafirmasi setiap 


keluarga pada anak-anaknya. Jika hal itu berhasil dilakukan orang tua maka anak-anak akan 


mengembangkan pola pikir dan sikap kritis dalam bermedia dan mampu memanfaatkan 


fasilitas media yang serba canggih untuk kegiatan-kegiatan positif (Herlina dkk, 2018)

Selain ketiga hal di atas, kita juga harus memiliki kompetensi yang memadai dalam 


mengarahkan anak-anak sehingga dapat mencegah mereka menjadi pelaku atau korban dari 


pemakai an media digital. Kompetensi sendiri diartikan sebagai kemampuan seseorang 


dalam melakukan sesuatu. Kompetensi dapat dipelajari dan dikuasai oleh individu. 


Kompetensi juga merupakan keterampilan yang bertahap dan penguasaan kompetensi yang

lebih mendasar diperlukan untuk menguasai kompetensi selanjutnya. Merujuk pada hal di 


atas, maka ada beberapa kompetensi yang perlu diketahui dan diajarkan kepada anak dalam 


usaha  mencegah dan mengatasi ketika terjadi situasi yang mengancam keselamatan, yakni:


Mengakses media digital


Kemampuan mengakses media digital perlu ditanamkan sejak awal, sebagai pedoman bagi 


anak-anak saat mereka memakai  media digital ini . Kemampuan mengakses ini 


tidak terbatas pada keterampilan teknis saat mereka berinteraksi dengan media digital, 


melainkan juga cara mereka memperoleh dan menyebarkan informasi. Kita memiliki 


kewajiban untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak, informasi seperti apa yang 


layak untuk dicari dan layak untuk disebarluaskan. Jika memungkinkan, ada pembatasan 


dalam pemakai an media digital pada anak. Hal lain yang juga dapat kita lakukan yaitu  


dengan menutup beberapa konten atau laman yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak


Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses 


media digital yaitu :


Pertama, kemampuan memilih media sosial – mendampingi anak-anak saat mereka baru 


memulai mencoba memakai  media sosial yaitu  keputusan yang bijak. Pilihlah media 


sosial yang cocok dengan usia dan kebutuhannya. Jika anak-anak sudah memiliki media 


sosial, kita perlu mendampingi mereka untuk memastikan bahwa media sosial yang telah 


dipilih memang benar-benar sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Mintalah anak-anak 


untuk sedapat mungkin mematuhi kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing media 


sosial sebagai syarat bagi para pemakai nya demikian pula dengan berbagai perubahan 


dalam layanan yang diberikan. Gambar berikut ini bisa kita gunakan untuk memberikan 


pemahaman kepada anak-anak berkaitan dengan sifat  dari media sosial.

Kedua, kemampuan menyaring informasi – beragam informasi dapat dengan mudah 


diperoleh sekaligus dibagikan secara daring. Tugas kita di sini yaitu  mengajarkan kepada 


anak-anak cara untuk mendeteksi dan menyaring informasi yang layak diterima. Lalu, 


seperti apa informasi yang layak diterima itu? Informasi yang layak diterima yaitu  


informasi yang berasal dari sumber yang kredibel, sumber yang dapat dipercaya. Selain itu 


kita juga perlu menanamkan nilai-nilai kekerasan dan pornografi sehingga mereka dapat 


menolak konten sejenis itu yang tiba-tiba muncul saat mengakses media digital. Berikut 


beberapa tips yang dapat kita gunakan untuk mencegah anak-anak terpapar konten negatif 


terutama pornografi.

Ketiga, kemampuan mengatur waktu. Kemampuan mengakses media digital perlu kita 


imbangi dengan kemampuan mengatur waktu pemakai an. Oleh karena itu kita perlu 


memastikan bahwa waktu pemakai an media digital tidak mengganggu aktivitas penting 


sehari-hari anak-anak seperti belajar, beristirahat, beribadah, berinteraksi langsung dengan 


keluarga dan lainnya. Pastikan anak-anak bisa membagi waktu ini  dengan baik, salah

satu yang dapat dilakukan yaitu  membuat kesepakatan berapa lama waktu yang dapat 


dipakai  dan kapan mereka bisa mengakses media digital.


Mendistribusi informasi melalui media digital


Kemampuan mendistribusi berbagai informasi juga perlu dilakukan, karena biasanya 


kesalahan dalam mendistribusi inilah yang menjadi salah satu sumber ancaman 


keselamatan anak-anak di dunia digital. Anak-anak perlu kita ajarkan untuk tidak dengan 


gegabah mendistribusikan informasi terutama informasi pribadi melalui media digital baik 


berupa tulisan, gambar maupun video. Disamping itu, kita juga perlu memberikan 


pemahaman mengenai cara-cara menyampaikan pesan dengan baik. Karena seringkali 


maksud baik ditanggapi keliru karena cara penyampaiannya yang kurang tepat.


Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam 


mendistribusikan informasi melalui media digital yaitu :


Pertama, kemampuan membagi informasi. Pemahaman bahwa tidak setiap informasi yang 


kita peroleh, harus dibagikan kepada orang lain perlu diberikan sejak awal kepada anak -


anak. Biasakan anak-anak untuk membaca dan memahami terlebih dahulu seluruh 


informasi yang diperoleh. Mintalah anak-anak untuk terlebih dahulu mempertimbangkan 


apakah informasi ini  dapat dibagikan kepada orang lain, atau berhenti sampai diri 


sendiri. Pertimbangkan juga apakah informasi yang akan kita bagikan itu yaitu  informasi 


yang valid, yang dapat dipercaya sumbernya. Salah satu yang bisa kita jadikan sebagai 


pertimbangan yaitu  manfaat dari informasi tadi, jika bermanfaat maka bisa dibagikan, 


tetapi kalau tidak, sebaiknya tidak perlu dibagikan.


Kedua, kemampuan mengemas informasi. Berbagai informasi yang kita peroleh melalui 


media digital tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena ada beberapa informasi yang 


sifatnya hoaks. Anak-anak juga perlu dibekali dengan kemampuan mengolah informasi yang 


ingin mereka bagikan, seperti pemilihan bahasa atau kata-kata, pemilihan gambar atau foto. 


Karena kemasan pesan juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan sebelum mereka 


membagikannya. Gaya penyampaian ini bisa berupa pilihan atas informasi atau data yang 


ingin ditekankan, visualisasi penyerta informasi serta penyesuaian dengan karakter media

sosial yang dipakai . sedang  bahasa berkaitan dengan pilihan kata dan hubungan 


antarparagraf yang membentuk keseluruhan makna pesan. Dengan demikian, distribusi 


konten yang dilakukan dapat menarik perhatian warganet lainnya guna mendukung 


tercapainya tujuan yang diinginkan. Gambar berikut merupakan salah satu cara yang dapat 


membantu kita mengemas informasi yang dapat membawa dampak positif bagi mereka 


yang menerimanya.

Ketiga, Kemampuan mengenal teman dan lingkungan, ketika kita ingin mendistribusikan 


pesan kepada orang lain melalui media digital, sebaiknya juga perlu mengenal siapa saja 


teman yang akan menerimanya. Dengan mengetahui siapa penerima pesan maka akan 


meminimalisir kesalahan dalam pengemasan pesan, karena beda penerima pesan maka 


beda juga cara pesan dikemas. Selain perlu mengetahui siapa penerima pesan, perlu juga 


mengetahui di lingkungan seperti apa pesan ini  akan kita sebar. Jangan sampai,

setelah kita membagikan pesan ini , ternyata respon yang kita terima tidak seperti 


yang kita harapkan.


Partisipasi terkait media digital


Berpartisipasi dalam dunia digital berarti bersama-sama turut dalam menyampaikan 


berbagai informasi berkaitan dengan aspek keselamatan pemakai  media digital itu sendiri. 


Membagikan informasi berkaitan dengan aspek-aspek kekerasan yang bisa muncul yang 


dapat mengancam keselamatan diri sendiri maupun orang lain, proaktif mengingatkan 


teman-teman sebaya agar berhati-hati ketika memakai  media digital, aktif menolak 


perilaku perundungan, pelecehan, penipuan sebagainya merupakan beberapa hal terkait 


kemampuan berpartisipasi. Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan 


kemampuan dalam partisipasi terkait media digital yaitu :


Pertama, kemampuan menyampaikan informasi yang baik dan etis. Kemudahan berbagi 


informasi juga perlu didukung dengan kemampuan memberi masukan secara konstruktif 


atas pendapat orang lainnya dalam platform tertentu. Kemampuan dalam menyampaikan 


informasi seperti berkomentar menanggapi informasi orang lain, perlu kita lakukan dengan 


baik dan etis. Salah satunya dengan cara menyertakan tautan berita yang benar untuk 


memperkuat bukti berita yang kita bagikan. Sebab, walaupun kita tidak berhadapan secara 


langsung dengan lawan bicara, namun ada etika yang perlu dipatuhi oleh pemakai  media 


digital.


Kedua, kemampuan memakai  media digital secara produktif. Selain saling berbagi 


informasi, anak-anak bisa kita dorong untuk memakai  media digital untuk hal-hal yang 


sifatnya produktif, seperti belajar bahasa, melukis atau menggambar, belajar berbagai 


kerajinan tangan, memasak, merakit robot hingga keterampilan mengolah data. Jika sejak 


dini anak-anak sudah kita ajak untuk memanfaatkan media digital secara efektif, maka kelak 


mereka akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang bisa dimanfaatkan untuk masa 


depan.


Ketiga, kemampuan melaporkan pelanggaran dalam pemakai an media digital. Kita perlu 


mengajarkan anak-anak untuk berani melaporkan berbagai pelanggaran yang mereka

jumpai atau bahkan alami selama memakai  media digital. Pemerintah dalam hal ini 


Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah menyediakan sistem aduan terkait konten￾konten negatif ini . Ada 12 kategori konten negatif yang bisa dilaporkan, yakni 


pornografi/pornografi anak, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan/kekerasan anak, 


fitnah/pencemaran nama baik, pelanggaran kekayaan intelektual, produk dengan aturan 


khusus, provokasi SARA, berita bohong, terorisme/radikalisme, dan informasi/dokumen 


elektronik melanggar UU (kominfo.go.id)

Keempat, kemampuan berkata ‘tidak’ terhadap ajakan negatif. Walaupun kelompok anak￾anak merupakan kelompok yang belum sepenuhnya mampu berpikir kritis, namun kita perlu 


memberikan pemahaman mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan 


dengan memakai  media digital. Kita perlu mengajarkan kepada anak-anak agar mampu 


berkata ‘tidak’ terhadap berbagai ajakan yang bersifat negatif yang nantinya akan 


menimbulkan ancaman kekerasan terhadap diri mereka.

Kolaborasi melalui media digital


Kemampuan kolaborasi merupakan kemampuan yang unik, karena dimulai dari diri sendiri. 


Berkolaborasi melalui media digital artinya bekerja sama dengan banyak pihak untuk 


menghasilkan konten yang sifatnya positif. Sehingga kemampuan kolaborasi tidak saja 


berguna bagi individu tetapi juga berguna secara kolektif. Anak-anak bisa memulainya 


dengan selalu saling mengingatkan diantara mereka agar bisa terhindar dari terpaan 


konten-konten negatif. Bisa juga dengan bergabung dalam suatu forum atau komunitas di 


mana di dalamnya mereka bisa merancang konten-konten kreatif sendiri untuk mereka 


bagikan kepada anak-anak seusia. Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk 


meningkatkan kemampuan dalam melakukan kolaborasi melalui media digital yaitu :


Pertama, kemampuan untuk bergabung dalam forum atau komunitas. yaitu  tugas kita 


sebagai orangtua, guru, pendamping anak atau pegiat untuk mengajak anak-anak agar mau 


bergabung dalam salah satu komunitas yang sesuai dengan keinginan mereka. Melalui 


komunitas yang dipilih itu, diharapkan anak-anak bisa mengasah keterampilan dan 


kemampuan mereka. Misalnya, jika mereka ingin agar hak anak itu diperhatikan maka salah 


satu wadah yang menyediakannya yaitu  Forum Anak Nasional (FAN). FAN yaitu  sebuah 


organisasi anak yang dibina oleh Pemerintah Republik negara kita , melalui Kementerian 


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Anak-anak yang tergabung dalam forum 


ini bisa bebas berekspresi, berkomunikasi dan berinteraksi dalam rangka pemenuhan hak 


partisipasi anak

Kedua, kemampuan menciptakan pertemanan. Media digital memudahkan kita untuk 


kembali menjalin hubungan dengan teman-teman lama atau saudara yang sudah lama tidak 


berjumpa. Media digital juga bisa menjadi tempat untuk mendapatkan teman baru, teman 


yang bisa saja memiliki pandangan yang sama dengan kita mengenai suatu topik. Anak-anak 


bisa mencoba untuk persoalan yang berada di sekitar mereka dan memberi solusi nyata 


dengan berkolaborasi bersama teman-temannya, misalnya menggalang dana untuk anak￾anak yang kurang mampu. Tentu saja, kolaborasi ini perlu didampingi oleh orangtua atau 


pendamping anak.

Selanjutnya, mari kita cermati contoh kasus berikut ini.


Kasat Reskrim Polres Bogor, Ajun Komisaris Benny Cahyadi mengatakan bahwa 


duel ala gladiator itu bermula karena saling ejek di media sosial Facebook (FB)


kemudian berlanjut hingga janjian untuk berkelahi pada Kamis 14 Maret 2019 


malam. "Iya di FB, keduanya AH dan MR saling ejek sehingga berkelahi 


didampingi masing-masing kelompok," katanya di Mapolres Bogor, Senin 


(18/3/2019). "Ini bukan tawuran tapi lebih ke individu dan mereka tidak saling 


mengenal," tambahnya. Atas perbuatannya, MR akan dikenakan Pasal 80 ayat 3 


UU No 35/2014 perubahan atas UU No 23/2002, tentang Perlindungan Anak dan 


atau Pasal 184 ayat 4 KUHP dengan ancaman pidana penjara 15 tahun (sumber: 


kompas.com)


Berita di atas merupakan kutipan berita yang dimuat di kompas.com tanggal 18 Maret 2019. 


Penulis sengaja memberikan penekanan dengan menebalkan beberapa kalimat untuk 


menunjukkan salah satu dari 4 kemampuan yang sudah dikemukakan sebelumnya. 


Kemampuan yang dimaksud yaitu  kemampuan mendistribuskan pesan. Dari berita 


ini  kita bisa belajar bahwa pertama, tidak semua orang suka dengan pesan yang kita

bagikan apalagi jika pesan ini  berupa ejekan; kedua, tidak semua orang di media sosial 


itu kita kenal dengan baik bahkan ada yang tidak kita kenal sama sekali; ketiga, ketika kita 


emosional menanggapi suatu pesan, hal buruk akan terjadi; dan keempat, konsekuensi 


hukum atas tindakan gegabah sudah menunggu. Sehingga sekali lagi, berhati-hatilah dalam 


memakai  media digital. Kuasailah minimal 4 kemampuan ini  (akses, distribusi, 


partisipasi dan kolaborasi) agar kita aman bermedia digital.


SARAN DAN REKOMENDASI LITERASI KEAMANAN DIGITAL


Tidak dipungkiri bahwa kehadiran media digital membawa perubahan baik positif maupun 


negatif dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemampuan para pemakai , termasuk anak-anak, 


dalam mengoperasikan dan kepatuhan mereka akan aturan bermedia digital menjadi salah 


tuntutan yang tidak tertulis. Kita memahami bahwa anak-anak lebih cepat mengetahui 


perkembangan teknologi namun itu bukan berarti mereka juga memahami cara 


memakai  teknologi ini  dengan baik. Untuk itulah pendampingan tetap kita 


berikan kepada anak-anak agar mereka bisa terhindar dari berbagai aspek ancaman 


keselamatan dalam pemakai an media digital. Selain itu, peningkatan kompetensi literasi 


digital pada anak-anak juga harus terus dilakukan, terutama berkaitan dengan kompetensi 


mengakses, kompetensi mendistribusi, kompetensi partisipasi dan kompetensi kolaborasi.


Anak-anak sebagai pemakai  media digital perlu kita beri pemahaman mengenai berbagai 


ancaman keselamatan yang mengintai saat mereka memakai  media digital. Berikut 


rekomendasi yang bisa diberikan terkait keamanan digital, khususnya bagi anak-anak.

Untuk difabel, kita perlu memperjuangkan kesetaraan dalam pemakai an media digital. 


Ancaman keselamatan yang paling sering diterima oleh difabel yaitu  perundungan, 


sebagaimana tampak pada gambar berikut

Perundungan yang diterima oleh difabel di dunia nyata maupun media digital sama 


buruknya. Oleh karena itu, berilah motivasi kepada difabel bahwa mereka setara dengan 


semua orang dalam segala bidang. Kita juga bisa melatih difabel untuk tidak takut bersuara, 


menceritakan atau melaporkan perlakuan yang kurang menyenangkan yang mereka terima 


terutama melalui media digital.


Untuk perempuan, kita perlu menyadari bahwa perempuan baik dewasa maupun anak￾anak, merupakan kelompok yang paling rentan mendapatkan kekerasan melalui media 


digital. Perempuan biasanya lebih mengedepankan emosi atau perasaan, apalagi jika sudah 


berhubungan dengan romantisme atau asmara, 

Oleh karena itu kita perlu memberikan pemahaman bahwa apa yang tampak di media 


digital tidak selamanya sesuai kenyataan. Kewaspadaan perempuan perlu ditingkatkan saat 


menerima informasi. Biasakan untuk selalu melakukan pengecekan ketika menerima pesan 


terutama yang menawarkan sesuatu, terutama terhadap pesan-pesan yang mencurigakan.


Untuk masyarakat di kawasan 3T, kita perlu memberikan sosialisasi mengenai berbagai 


macam dampak positif dan negatif berkaitan dengan pemakai an media digital. Perlu juga 


diberikan penekanan pada berbagai aspek ancaman keselamatan bagi pemakai nya. Selain 


itu, kita juga bisa mengadakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan 


terutama kemampuan untuk mengakses, mendistribusi, berpartisipasi dan berkolaborasi 


melalui media digital.


berdasar  rekomendasi yang sudah diberikan, maka bab mengenai keamanan anak di 


platform digital ini masih dapat dikembangkan lagi, terutama berkaitan dengan keselamatan 


pemakai  media digital bagi difabel, perempuan dan masyarakat di Kawasan 3T. Selain 


pengelompokan khalayak, modul ini juga bisa dikembangkan untuk menyasar keselamatan 


anak-anak yang didasarkan pada pengelompokan usia (anak, remaja, dewasa). Karena 


disadari atau tidak, kehadiran teknologi digital juga menyentuh mereka sehingga perlu ada 


variasi literasi digital terkait perlindungan keamanan digital yang khusus ditujukan kepada 


kelompok-kelompok ini

EVALUASI KOMPETENSI MENGENALI DAN MENINGKATKAN KEAMANAN DIGITAL


Setelah menyelesaikan modul ini, kita diharapkan memiliki kemampuan untuk mengetahui, 


mengenali dan menerapkan keamanan digital terutama bagi anak-anak. Dengan kata lain, 


ada tiga aspek yang hendak disasar dalam evaluasi ini yakni berkaitan dengan aspek kognitif, 


afektif dan konatif. Untuk lebih jelaskan dapat dilihat pada table ,CONTOH INSTRUMEN EVALUASI


Untuk menguji pemahaman berkaitan dengan keamanan anak di platform digital, maka 


salah satu contoh instrumen evaluasi (kegiatan) yang dilakukan yaitu  berkaitan dengan 


mencegah dan mengatasi ancaman keselamatan anak di bawah umur dalam pemakai an 


media digital, dilihat dari aspek konatif. Dalam bab ini, telah diuraikan mengenai beberapa 


aspek keselamatan digital yang dihadapi ketika kita memakai  media digital. Peserta 


diminta menceritakan pengalamannya berkaitan aspek-aspek keselamatan ini . 


Selanjutnya peserta memberikan caranya mencegah dan mengatasi kondisi yang dialaminya 


ini .


Ingat, bahwa cara kita memperlakukan orang lain di dunia digital merupakan gambaran cara 


yang sama kita memperlakukan orang lain di dunia nyata.

INTERNET DAN KEAMANAN DIGITAL


Internet dan media digital lahir dari harapan bahwa dunia maya ini akan membuka dimensi 


baru yang menghapus sekat ruang dan waktu di dunia nyata. Tujuannya mulia, memberikan 


kebebasan bagi manusia untuk berkreasi dengan sumber daya yang terjangkau dan 


meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memberikan akses yang luas dan merata bagi 


setiap pemakai nya untuk mencari informasi, memperoleh pengetahuan, dan berkontribusi 


dengan menghasilkan karya-karya yang dapat dinikmati oleh pemakai  digital yang lain.


Namun, suatu penciptaan selalu memiliki dua sisi, peluang dan ancaman. Dalam peluang 


yang besar untuk berkreasi, lahir pula ancaman dari kebebasan berkreasi dan berekspresi 


ini. Ancaman-ancaman yang dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab ini bertujuan 


memanfaatkan kelengahan pemakai  digital yang tidak sadar akan besarnya harga atas 


informasi yang dimilikinya. Maka dari itu, kesadaran untuk mengamankan diri, keluarga, dan 


sesama pemakai  digital yaitu  salah satu kompetensi literasi digital yang penting untuk 


dimiliki.


Menghadirkan keamanan digital yaitu  proses yang mencangkup berbagai dimensi. Mulai 


dari menyiapkan perangkat yang aman untuk melindungi dan menjalankan kegiatan 


bermedia digital, menjaga data-data pribadi, menghindari usaha  penipuan, menjaga 


perilaku saat bermedia digital hingga membangun ketahanan diri sejak usia dini. Pada bab￾bab sebelumnya kita sudah membahas berbagai usaha  untuk menghadirkan lingkungan 


digital yang aman dan nyaman. Prosesnya memang tidak mudah, diperlukan usaha  yang 


serius untuk bisa mewujudkan lingkungan digital yang aman. Namun, ketika semua sudah 


tertata dengan baik maka pengamanan digital ini pada dasarnya ada untuk membantu kita 


untuk menjadi lebih produktif.

Dengan lingkungan yang aman untuk beraktivitas di dunia digital, kita tidak perlu lagi 


khawatir akan adanya ancaman yang datang dan mengganggu produktivitas kita. Aktivitas 


mencari informasi, berinteraksi di dunia maya, berkreasi dan berkolaborasi dengan para 


pemakai  digital lainnya akan membantu kita untuk mengaktualisasi diri dan meninggalkan 


jejak-jejak digital positif yang juga bisa dinikmati pemakai  digital yang lain.


Pada akhirnya, mengulas dan mendiskusikan teknologi digital merupakan sebuah proses 


belajar tanpa ujung. Teknologi digital, baik dalam konteks piranti digital maupun 


perkembangan medium di dalam dunia dig