teknologi komunikasi 4
karya berkualitas yang pernah kita buat bisa muncul dan
menjadi catatan nama baik.
Data is the new oil. Terminologi mengenai data sebagai tambang baru nampaknya
dipahami betul oleh perusahaan-perusahaan yang memakai internet sebagai basisnya.
Saat ini data menjadi hal yang diperjual belikan . Kita pasti pernah menerima
telepon atau SMS tentang informasi togel, jual nomor HP yang mirip dengan nomor kita,
penawaran asuransi, dan lain sebagainya. Pernahkah kita bertanya, dari mana mereka
mendapatkan nomor ponsel kita? Hal ini memberikan kita gambaran, bahwa jejak digital
kita yang tertinggal seringkali disalahgunakan oleh orang lain. Mungkin ketika kita masuk ke
sebuah web, dan mendaftarkan akun, atau ketika kita masuk ke situs belanja daring dan
mengisi data diri. Website pun semakin canggih sehingga saat ini website telah dapat
membaca kebiasaan kita.
Cookie yaitu salah satu cara untuk menghubungkan beberapa tindakan oleh satu
pemakai ke dalam satu aliran yang terhubung. Cookie berupa rangkaian huruf dan angka
yang berubah-ubah sesuatu tanpa makna yang melekat yang dikirimkan situs web ke
browser web kita. Jejak digital dalam bentuk cookie dipakai untuk membuat Internet
lebih bermanfaat, dan juga dapat membantu membuat transaksi individu lebih aman karena
situs ini telah mendapatkan informasi spesifik tentang perilaku kita. Keputusan
keamanan transaksi bergantung pada kombinasi beberapa faktor, termasuk cookie.
Pengembang web telah menetapkan cookie sebagai salah satu cara paling nyaman untuk
menambahkan ketekunan dan keamanan pada pengalaman web Anda, itulah mengapa
cookie ada di mana-mana ,
Saat ini banyak website dan aplikasi yang tanpa kita sadari mengumpulkan jejak digital kita
untuk kemudian mereka jual pada pihak lainnya. Mengapa data jejak digital kita menjadi
komoditas? Bayangkan bila situs tempat kita bertransaksi daring merekam perilaku belanja
para pemakai nya. Mulai dari benda apa yang kita beli, berapa banyak, kemana
pengirimannya, jenis kelamin yang membeli, ulasan terhadap barang ini , dan banyak
hal lainnya. Tentu data ini dapat dipakai untuk menganalisa pasar, dan sangat
bermanfaat bagi para produsen barang yang diperjual belikan.
Untuk memastikan bahwa situs dan aplikasi yang kita gunakan tidak membahayakan jejak
digital kita, maka ada baiknya bila kita memeriksa dan membandingkan sistem keamanan
situs web, aplikasi, dan metode transaksi elektronik yang ditawarkan oleh perorangan, toko,
perusahaan, dan penyedia jasa perantara sebelum melakukan transaksi daring ,
Selain dimanfaatkan oleh situs dan aplikasi daring, jejak digital juga banyak dimanfaatkan
dalam dunia kerja. Banyak perusahaan baik skala besar dan kecil, yang saat ini
memakai teknologi internet untuk mencari tahu tentang latar belakang karyawan yang
akan dipekerjakan atau pun informasi tentang karyawan yang sedang bekerja. Pepatah lama
'Pilih teman Anda dengan bijak' sangatlah relevan dengan konteks jejaring sosial daring saat
ini. Semakin banyak individu harus berhati-hati dalam memakai jaringan secara umum
karena perusahaan semakin senang memakai informasi yang dikumpulkan dari jaringan
sosial untuk menilai calon karyawan mereka ,
Keberadaan dan tingkah laku kita semakin besar kemungkinannya untuk diketahui oleh
orang lain melalui jejak digital yang kita tinggalkan. Dengan mempelajari rekam jejak digital
kita melalui media sosial dan internet, perusahaan dapat memutuskan apakah mereka akan
mempekerjakan kita atau tidak. Hal ini tentu menguntungkan bagi sebagian dari kita, dan
merugikan bagi sebagian yang lain. Perlu diingat bahwa apa pun yang masuk ke internet
dapat ditemukan hanya dalam waktu beberapa menit.
Meskipun media sosial seseorang tidak selalu menggambarkan keadaan sebenarnya dari
orang ini , namun seringkali media sosial menjadi patokan untuk menilai. Banyak orang
mengambil kesimpulan tentang orang lain hanya berdasar unggahan yang ia tinggalkan
pada media sosialnya. Dalam dunia kerja, berdasar artikel yang di unggah oleh
Linovhr.com (2018), ada beberapa parameter yang bisa dipakai menilai calon karyawan
melalui media sosialnya antara lain kalimat yang sering diunggah di media sosial, foto-foto
di media sosial, interaksi yang dilakukan, serta lingkaran pertemanan calon pelamar.
Anggota Asosiasi Digital Forensik negara kita , Mukhlis Prasetyo Aji, dalam sebuah kesempatan
menyatakan bahwa orang bisa terganjal dan susah mendapatkan pekerjaan karena jejak
digitalnya. Mukhlis menuturkan, saat ini jejak digital sudah menjadi rujukan banyak lembaga
atau perusahaan untuk merekrut tenaga kerja. Hal ini dapat terlihat dari salah satu syarat
dimana pelamar wajib mencantumkan identitas media sosial mereka. Bukan tanpa alasan,
perusahaan atau lembaga ini akan menelusuri kepribadian calon pekerjanya melalui
rekam jejak di media sosial. Jika sang pelamar santun dan bijak dalam bermedia sosial, besar
kemungkinan akan berdampak positif ,
Oleh karena itu, menyampaikan sebuah pernyataan di media sosial haruslah berhati-hati.
Apabila yang kita tuliskan dianggap merugikan pihak lain, maka sangat mungkin kita menjadi
tersangka atas dakwaan perbuatan tak menyenangkan, ujaran kebencian, dan lainnya. Pada
sisi yang lain, jejak digital kita pun dapat dipakai untuk meningkatkan kinerja kita di dunia
kerja. Ada empat jenis motivasi utama pemakai an media sosial dengan jejak digital
mereka. Keempat hal ini yaitu memperkuat jaringan sosial, mencari teman yang
cocok dan matang, mengembangkan usaha dan mencari koneksi bisnis ,
REKAM JEJAK DIGITAL SULIT DIHILANGKAN
Beberapa dari kita pasti bertanya, bagaimana cara menghapus jejak digital? Jawabannya
yaitu , tidak ada. Kita bisa saja meminta penyedia platform media digital untuk menghapus
data yang kita miliki. Kita juga bisa menghapus atau menutup akun. Namun, dalam konteks
kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri. Di luar sana ada orang-orang yang
mungkin sudah menangkap tampilan layar atau mengarsipkan dokumen pribadi yang
pernah kita unggah. Jika kejadiannya seperti ini, maka hampir mustahil untuk menghapus
jejak ini secara utuh.
Untuk itu, kita harus berhati-hati ketika melakukan sesuatu di dunia digital. Di masa
sekarang, dengan media sosial yang sudah menjadi keseharian, kita menjadi sangat mudah
memberikan komen dan mempublikasikan sesuatu. Pepatah mengatakan, Mulutmu
harimaumu. Sedikit di modifikasi untuk masa sekarang, Jarimu Harimaumu. Kadang kita
tidak dapat mengerem apa yang kita komentarkan. (CNN negara kita , 2019). Lalu apakah yang
sudah kita publikasikan dapat kembali kita tarik? Bisa, namun tidak semua data kita menjadi
hilang. Masih ada data cadangan yang tersisa di digital, sehingga data ini dapat
sewaktu-waktu ditarik kembali. Hal itu bisa terjadi meskipun kita telah menghapus seluruh
informasi yang kita sebarkan sebelumnya. Ingat, jejak digital kita terekam selamanya dan
secara otomatis tersimpan di berbagai belahan dunia
Di era pemakai an teknologi dan internet yang semakin maju, cara-cara dalam mencari
informasi pun semakin beragam dan praktis sehingga sangat mudah bagi orang untuk
mengorek informasi tentang kita di internet. Seperti dalam kasus-kasus cyberbullying, dapat
dilihat bahwa cyberbullying banyak terungkap setelah ditelusuri dari rekam jejak digital
korban dan pelakunya. Secara umum konten cyberbullying bisa dikirimkan oleh individual
maupun kelompok secara berulang kali yang isinya bisa tentang individu maupun kelompok
lainnya dengan unsur konten yang bersifat kejam, vulgar, mengancam, mempermalukan,
melecehkan, menakut-nakuti dan atau yang sesuatu yang berbahaya . Jejak ini lah yang tertinggal ketika kita mempublikasikan sesuatu.
ada banyak cara untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan serta
cara melindungi jejak digital kita. Salah satu yang paling sederhana yaitu dengan selalu
menyempatkan untuk membaca syarat dan ketentuan aplikasi, media sosial dan juga situs
web yang kita akses. Bagian ini memang terasa menjemukan untuk dibaca, tetapi
mencermatinya bisa berguna di kemudian hari. Jika ada pilihan untuk tidak merekam jejak
digital dan membagikannya ke pihak ketiga, kita bisa memilih opsi ini sehingga jejak
digital kita aman. Kebiasaan lain yang patut diasah yaitu kebiasaan untuk membatasi jenis
data yang Anda bagikan. Jangan mengunggah informasi sensitif atau data pribadi seperti
KTP, SIM, Paspor, PIN dan lainnya di media sosial.
Berbicara tentang berbagai kasus dan juga cara-cara melindungi rekam jejak digital, kita juga
perlu mengetahui di mana posisi kita berdiri dalam dunia digital. Perlindungan terhadap
rekam jejak seharusnya diberikan oleh pemerintah dan menjadi tanggung jawab normatif
sebagai pengayom. Pada praktiknya, melalui kasus-kasus di atas dapat kita lihat dan
temukan bahwa peraturan yang kini disediakan oleh pemerintah tidaklah ideal untuk
melindungi. Alih-alih melindungi, sering kali peraturan ini malah menjebak dan menjerat
masyarakat. Hingga saat ini, yang ada hanyalah perihal perlindungan data pribadi dalam UU
ITE pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, PP No 71/2019 (PSTE) dan PM Kominfo No 20/2016.
Keduanya menjadi dasar dalam melindungi jejak digital yang juga menjadi bagian dari data
pribadi kita. Namun, perlu kita ketahui bahwa kedua ini saja tidak cukup untuk
menanggulangi. Dibutuhkan instrumen hukum secara spesifik yang mengadopsi perihal
rekam jejak digital ini secara komprehensif. Selama aturan spesifik belum ada, maka kita
harus mencari melalui aturan-aturan lain yang dapat dikaitkan dengan jejak digital.
Cara lain untuk mengelola jejak digital kita yaitu dengan mempelajari dan menerapkan
prinsip-prinsip literasi digital. Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital), telah
mengembangkan 10 Kompetensi Digital untuk memudahkan kita mengelola jejak digital.
Pertama, kemampuan mengakses sudah melekat pada setiap orang yang secara aktif
memakai sarana internet dalam kehidupannya sehari-hari. Setiap saat, setiap detik
ketika kita membuka internet, maka di saat itu pula kita sudah meninggalkan jejak kita di
dunia digital, tanpa terkecuali.
Kedua, setelah kita memiliki kemampuan kompetensi mengakses media digital, maka
pemahaman kita harus lebih diasah. Di sinilah tahapan kompetensi memahami kita
jalankan. Apabila sebelumnya kita hanya mengetahui sedikit tentang rekam jejak digital,
maka kompetensi memahami ini membawa kita untuk mendalami dan mencari tahu lagi
lebih banyak tentang jejak digital. Apabila kita telah memahami, maka akan lebih mudah
bagi kita untuk mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Ketiga, mengetahui bentuk-bentuk rekam jejak digital merupakan salah satu tahapan dari
kompetensi menganalisis dalam literasi digital. Kita harus cermat dan jeli menganalisis
setiap kegiatan daring kita yang pasti meninggalkan jejak digital. Menerbitkan blog dan
mengunggah pembaruan media sosial yaitu cara populer lainnya untuk memperluas jejak
digital kita. Setiap tweet yang kita posting di Twitter, setiap pembaruan status yang kita
publikasikan di Facebook, dan setiap foto yang kita bagikan di Instagram berkontribusi pada
jejak digital kita. Semakin banyak kita menghabiskan waktu di situs jejaring sosial, semakin
besar jejak digital kita. Bahkan mengklik "menyukai" halaman atau kiriman Facebook
menambah jejak digital kita, karena datanya disimpan di server Facebook.
Keempat, setelah kemudian kita tahu dan memahami lebih dalam tentang jejak digital,
maka kita harus mulai menyeleksi apa saja yang kita unggah. Proses ini harus dilakukan agar
kita waspada atas setiap jejak digital yang kita tinggalkan. Setiap orang yang memakai
Internet memiliki jejak digital, jadi itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Namun,
sebaiknya pertimbangkan jejak data apa yang hendak kita tinggalkan. Misalnya, dengan
menyeleksi, kita dapat mencegah mengirim email yang kurang sopan, yang terlalu “pedas”,
dan lain sebagainya, karena pesan ini mungkin tetap daring selamanya. Ini juga dapat
membuat kita lebih berhati-hati dengan apa yang kita publikasikan di situs web serta media
sosial. Meskipun kita sering kali dapat menghapus konten dari situs media sosial, setelah
data digital dibagikan secara daring tidak ada jaminan bahwa kita dapat menghapusnya dari
Internet.
Kelima, verifikasi harus kita lakukan untuk memastikan apakah Langkah yang akan kita
lakukan dapat berpotensi meninggalkan jejak digital yang berdampak buruk atau tidak.
Dengan memverifikasi informasi yang keluar dan masuk, kita dapat memastikan bahwa
informasi yang kita sebarkan yaitu informasi yang baik. Selain itu, perlu juga dilakukan
verifikasi terhadap situs atau aplikasi yang kita gunakan. Hal ini diperlukan untuk
menghindari kita memakai website atau aplikasi yang telah disusupi sehingga jejak
digital kita dicuri atau bahkan dipakai untuk kejahatan.
Keenam, evaluasi atas berbagai kegiatan daring kita menjadi bagian tak terpisahkan ketika
kita membahas beragam contoh kasus yang berkaitan erat dengan jejak digital di media
daring. Tak bisa dipungkiri, seringkali orang cenderung abai atau menganggap remeh
kegiatan daring yang sangat umum dan sehari-hari kita lakukan. Seolah kita lupa bahwa
setiap Langkah kita mengklik apapun di internet akan meninggalkan jejak yang menetap dan
sulit dihapus begitu saja. Evaluasi secara berkala terhadap data-data yang kita tinggalkan,
akun yang kita miliki dan hal-hal lain terkait dengan keberadaan digital kita dapat
melindungi kita dari penyalahgunaan jejak digital oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ketujuh, saat ini, ketika kita mendistribusikan informasi dengan memakai perangkat
digital, kita juga telah meninggalkan jejak digital. Contohnya ketika kita meneruskan pesan
di WhatsApp, muncul tanda panah yang menandakan kita meneruskan pesan. Atau proses
mencuitkan kembali di Twitter, repost di Instagram dan lain-lain. Untuk itu, kita perlu
mengetahui bahwa proses distribusi yang kita lakukan pun tidak terlepas dari jejak digital
kita sehingga kita dapat berhati-hati dalam melakukan proses distribusi.
Kedelapan, kemampuan kita dalam memproduksi rekam jejak digital yang baik perlu untuk
ditingkatkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa jejak berupa data yang telah kita produksi akan
tertinggal lama di internet. Meskipun kita telah menghapusnya, internet telah menduplikasi
jejak kita dan membuatnya tetap ada. Oleh karenanya, kita perlu memperhatikan serta
waspada akan jejak yang kita hasilkan
Kesembilan, pengetahuan yang telah kita dapatkan tentang rekam jejak digital ini akan
semakin bermanfaat bila dapat kita bagikan pada orang lain. Kompetensi partisipasi
mengajak kita untuk dapat turut serta dalam melindungi jejak digital kita dan juga orang
lain. Tidak hanya melindungi, namun juga memperindah jejak digital kita. Partisipasi dapat
dilakukan dengan tidak turut menyebarkan jejak digital orang lain, tidak menyalahgunakan
jejak digital, serta melakukan pengecekan jejak digital kita masing-masing secara berkala.
Kolaborasi, yaitu kompetensi yang paling akhir dicapai dalam 10 kompetensi literasi digital
Japelidi. Sangat sederhana, kolaborasi yang dimaksud yaitu bagaimana kita sebagai orangorang yang memiliki rekam jejak digital, berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka
partisipasi kita menjaga rekam jejak digital kita. Banyak hal dapat kita kerjakan sendirian.
Namun akan semakin besar dampaknya bila kita mengerjakannya Bersama-sama. Untuk itu
diperlukan kolaborasi.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam pengembangannya, bab ini sangat terbuka untuk menerima masukan dan saran dari
pihak-pihak terkait mengenai perlindungan dan pemanfaatan rekam jejak digital.
Diharapkan bahwa pada pengembangan kedepan, bab ini dapat memperoleh masukan
dengan mempertimbangkan macam-macam pembaca dan pemakai yang merupakan
target dari bab ini. Tentunya segmentasi pembaca akan sangat beragam, seiring dengan
beragamnya pemakai ranah digital saat ini. Sebagai perhatian khusus, pengembangan
diperlukan terutama bagi kelompok terpinggirkan (anak, perempuan dan kaum difabel),
masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), serta juga berdasar
kategori usia. Seluruhnya yaitu mereka yang pernah bersinggungan dengan perangkat
digital, apa pun itu. Untuk itu, perlu dilakukan pendekatan-pendekatan spesifik agar dapat
menjangkau seluruh lapisan, terutama bagi lapisan masyarakat yang rentan
penyalahgunaan rekam jejak digital. Selain itu, banyak hal dapat dilakukan, terutama bila
kita mengelaborasi 10 kompetensi literasi digital Japelidi.
Untuk itu, berikut yaitu beberapa rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan kecakapan dan pengetahuan tentang rekam jejak digital ini.
Untuk menutup bagian ini, mari kita pikirkan kembali. Jenis informasi apa yang ingin kita
temukan tentang diri kita secara daring dalam 10 tahun mendatang?
Kita memiliki kendali atas jejak digital kita. Pada sisi lainnya, jejak digital juga yaitu hal
yang tidak dapat kita kendalikan karena berada pada pihak lain. Namun, kita dapat
membuat keputusan tentang apa yang kita publikasikan di internet, media sosial, platform
pesan dan sebagainya, meskipun kita tidak dapat mengontrol bagaimana orang lain
mempersepsikan diri kita. Penting bagi kita untuk dapat membentuk dan menjaga jejak
digital kita, sebaik-baiknya sejauh yang kita dapat lakukan.
CONTOH BENTUK EVALUASI KEMAMPUAN PERLINDUNGAN REKAM JEJAK DIGITAL
Isilah lembar evaluasi di bawah ini berdasar pengalaman sehari-hari untuk mengukur
kemampuan perlindungan rekam jejak digital berdasar aspek perilaku. Form ini dapat
diisi oleh pemakai platform digital sebagai lembar evaluasi diri. lsian ini juga dapat diisi
oleh pengajar atau pegiat literasi digital dalam mengevaluasi peserta didik, dan juga
dipakai dalam program-program literasi digital.
URGENSI MEMAHAMI PENTINGNYA KEAMANAN ANAK
Teknologi komunikasi dan informasi berkembang sangat cepat. Kemunculan media baru
dalam hal ini internet, semakin memudahkan kita dalam mengakses informasi. Tentu
banyak diantara kita tidak asing lagi dengan Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp dan
sebagainya. Nama-nama tadi merupakan sebagian aplikasi yang disediakan untuk
memudahkan kita agar dapat berkomunikasi dengan banyak orang. Dengan memiliki salah
satu atau lebih aplikasi ini , kita sudah dapat terhubung dengan dunia luar yang sangat
luas. Kita dengan mudahnya dapat mengakses berbagai informasi dan dengan mudahnya
membagikan informasi.
Itulah mengapa, era ini dikenal juga sebagai era digital, yakni era di mana informasi semakin
mudah dan cepat diperoleh, selanjutnya disebarluaskan memakai teknologi digital.
Teknologi digital sendiri yaitu teknologi yang memakai sistem komputerisasi yang
terhubung dengan internet. pemakai an teknologi digital yang tepat tentu saja akan
membawa dampak positif, sebaliknya jika dipakai dengan tidak tepat maka akan
membawa dampak negatif bagi pemakai nya. Di negara kita , pemakai teknologi digital
cukup tinggi, terutama pemakai an gawai untuk mengakses internet, khususnya media
sosial. berdasar data tahun 2017, tercatat 92,82% pemakai media sosial di negara kita ,
didominasi oleh generasi milenial, yakni sebanyak 97,4% ,
Dalam media digital, setidaknya ada empat hal yang perlu mendapat perhatian dari kita
semua, yakni pembuat pesan, sifat pesan, cara penyebaran pesan dan dampak pesan.
Pertama, pembuat pesan, semua orang dapat membuat pesan sehingga anak-anak pun
tertarik memiliki akun sendiri, menampilkan diri dan berinteraksi dengan orang lain yang
tidak dikenal. Hal ini menimbulkan ancaman sekaligus kesempatan terutama berkaitan
dengan privasi dan keselamatan anak-anak. Kedua, sifat pesan media digital, sangat
beragam karena bersumber dari seluruh penjuru dunia, terlebih sebagian besar tidak
disaring oleh pekerja media profesional. Hal ini membuat anak-anak menerima aneka pesan
yang sangat mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya keluarga mereka.
Ketiga, penyebaran pesan, penyedia layanan media digital ingin mendapatkan keuntungan
ekonomi maka mereka merancang medianya agar menarik. Keempat, dampak pesan, jika
dipakai secara baik media digital yaitu sumber pengetahuan tak terbatas. pemakai
dapat memakai nya untuk belajar hal-hal praktis hingga rumit. Kita dapat lebih
produktif jika mampu memanfaatkan media digital ini dengan baik. Namun, konten negatif
yang berdampak buruk juga banyak bertebaran di dunia maya seperti berita palsu,
kekerasan, pornografi dan sebagainya.
Saat kita berinteraksi dengan pemakai media digital lainnya, kita harus memperhatikan
bahwa apa yang kita lakukan akan berdampak bagi mereka. Karena pemakai media digital
tidak terbatas, mencakup semua orang termasuk difabel, perempuan, anak, lansia dan juga
berasal dari beragam wilayah termasuk kawasan 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan). Oleh
karena itu, ada banyak faktor yang sebaiknya kita pertimbangkan sebelum berbagi informasi
dengan pemakai media digital lainnya. Pertama, kita harus memastikan informasi ini
bisa dipercaya. Kedua, kita juga harus mempertimbangkan nilai manfaat informasi ini
jika dibagikan. Tak heran jika untuk mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam berbagi
informasi, banyak kampanye literasi digital dilakukan oleh berbagai organisasi atau
komunitas, misalnya saja dengan slogan yang jamak dipakai : saring sebelum sharing
Secara umum, meskipun aplikasi media digital mempunyai ketentuan usia pemakai nya,
tapi dalam praktiknya, yang lumrah saat ini ketika anak-anak dari berbagai usia, pendidikan,
latar belakang sosial maupun wilayah, juga lincah berselancar di media sosial dengan gawai
yang mereka miliki. pemakai an aplikasi media sosial pada anak-anak hingga saat ini masih
menjadi perhatian tersendiri bagi para penggiat literasi digital. Karena kelompok anak-anak
merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai kejahatan digital di dunia maya.
Banyak kasus yang mengancam keselamatan terhadap anak di bawah umur yang terjadi
karena disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan memakai media sosial
dengan baik dan benar.
menunjukkan mengenai beberapa aspek positif dan aspek negatif dari
pemakai an media sosial pada anak. Selanjutnya dari gambar tadi kita juga bisa mengetahui
bahwa sejumlah besar anak-anak dan remaja telah terekspos konten pornografi terutama
yang muncul tidak dengan sengaja saat mengakses media sosial.
Kebanyakan anak-anak tidak terlalu memahami atau bahkan tidak peduli akan bahaya yang
dapat mengancam mereka. Selain itu, anak-anak dapat dengan mudahnya saling berbagi
informasi termasuk data yang sifatnya pribadi, bahkan dengan orang yang baru dikenalnya.
Lalu apa yang dimaksud dengan informasi pribadi? Segala hal yang dapat mengidentifikasi
kita itulah informasi pribadi, contohnya nama lengkap, alamat rumah, nomor kartu
identitas, nama ibu kandung, riwayat kesehatan, nomor telepon dan sebagainya ,
Selain untuk saling bertukar informasi, media digital juga menawarkan hiburan secara
daring. Salah satu hiburan yang digemari hampir sebagian besar pemakai gawai yaitu
bermain game, baik perorangan maupun tim. Game memiliki konten yang mirip dengan
produk media hiburan pada umumnya. Konten dalam game bisa memiliki konsekuensi efek
yang positif maupun negatif, efek yang sesuai dengan norma dan regulasi di negara kita
maupun yang tidak. Kekerasan, pornografi, yaitu sedikit dari banyak muatan konten dalam
game yang harus dapat disikapi dengan bijak oleh para pemainnya, termasuk di negara kita
Melihat kenyataan seperti ini, maka perlu adanya kesadaran terhadap keselamatan digital
anak-anak terutama mereka yang masih di bawah umur. Sehingga literasi digital menjadi hal
yang penting. Hal ini juga didukung oleh riset Japelidi tahun 2017, dimana kegiatan yang
berkaitan dengan literasi digital di negara kita masih lebih banyak berfokus di lembaga
pendidikan, bukan di masyarakat secara langsung.
Untuk itulah maka bab terakhir dalam Modul Digital Safety ini menekankan pada anak-anak
saat beraktivitas memakai media digital. Sebab sebagai pribadi pemakai media digital,
anak-anak perlu membekali dirinya agar dapat terhindar dari berbagai ancaman
keselamatan yang mengintai saat beraktivitas memakai media digital. Beberapa
pertanyaan berikut akan memandu kita dalam memakai modul ini. Pertama, Apa saja
aspek keselamatan anak di media digital? Kedua, Bagaimana cara mencegah dan mengatasi
ancaman keselamatan pada anak saat memakai media digital berikut contoh kasus?
Ketiga, Rekomendasi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
ancaman keselamatan anak bermedia digital? Keempat, Proteksi keamanan seperti apa
yang ditawarkan kepada anak-anak terutama yang berkebutuhan khusus (penyandang
disabilitas), perempuan dan mereka yang berada di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan
Terluar)?
Modul ini juga dilengkapi dengan evaluasi dan lembar evaluasi pada bagian akhir, untuk
menguji pemahaman kita berkaitan dengan keamanan dan keselamatan anak-anak dalam
dunia digital. Sehingga pada akhirnya, kita bisa membantu anak-anak agar memiliki
kemampuan untuk melindungi diri saat memakai media digital.
ASPEK-ASPEK KESELAMATAN ANAK DI MEDIA DIGITAL
Ketertarikan anak-anak terhadap media digital memang sudah tidak diragukan. Berbagai
kemudahan dan kesenangan yang ditawarkan menjadi salah satu daya tarik. Apalagi saat ini,
saat pandemi COVID-19 sedang melanda dunia, termasuk negara kita , di mana banyak
aktifitas tatap muka yang dibatasi, maka ketergantungan akan gawai menjadi sangat besar.
berdasar survei yang penulis lakukan terhadap beberapa anak, terlihat bahwa hampir
sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan bermain gawai. Saat menunggu atau
setelah menyelesaikan tugas sekolah, yaitu waktu di mana kebanyakan mereka
menghabiskan waktu dengan bermain gawai. Aktivitas dengan gawai yang biasa dilakukan
yaitu bermain game, berselancar di dunia maya melalui akun media sosial yang dimiliki
hingga memakai berbagai aplikasi yang ditawarkan seperti TikTok. Semua itu mereka
lakukan untuk mengisi waktu luang yang banyak kosong karena harus beraktivitas dari
rumah dan juga untuk menunjukkan eksistensi mereka.
Sebenarnya tidak ada larangan pemakai an gawai oleh anak-anak, meskipun patut
diperhatikan bahwa orangtua sebaiknya mendampingi mereka. Sebab, anak-anak belum
sepenuhnya paham akan ancaman yang mengintai keselamatannya. Ancaman ini bisa
muncul tiba-tiba tanpa mereka sadari. Berikut ini beberapa aspek keselamatan anak yang
disebabkan oleh pemakai an media digital.
Pertama, perundungan (bullying) yang terjadi secara daring sering memanfaatkan berbagai
fasilitas pesan singkat, email hingga media sosial. Perundungan dapat diartikan sebagai
perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik maupun sosial yang diterima
seseorang atau sekelompok orang. Korban perundungan tidak terbatas, bisa anak-anak
maupun dewasa, berasal dari berbagai latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi bahkan
hingga mereka yang berkebutuhan khusus atau difabel. Pelaku perundungan juga bisa
beragam, seusia atau lebih tua, dikenal atau bahkan tidak dikenal sama sekali.
Kasus perundungan di media digital terjadi karena unggahan konten yang sifatnya pribadi.
Konten ini kemudian viral lalu dibagikan berkali-kali oleh banyak orang ke berbagai
media sosial. Bermacam komentar bermunculan, mulai dari isi konten sampai ke keluarga,
teman, sekolah, tempat kerja dan sebagainya. Korban perundungan biasanya menjadi
depresi, mengurung diri, kehilangan kepercayaan diri hingga keinginan untuk mengakhiri
hidup. Seperti kasus perundungan yang menimpa Zara Adhisty, salah satu artis negara kita ,
yang mengunggah video dengan kekasihnya di Instagram menjadi sorotan publik. Dalam
kasus ini Zara kemudian memilih untuk menghilang ,Infografis berikut
bisa membantu kita untuk mengetahui bentuk perundungan yang biasa terjadi melalui
media digital Kedua, perdagangan orang. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berupa perekrutan,
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang
disertai dengan ancaman dan intimidasi bertujuan untuk eksploitasi baik dalam negeri
maupun luar negeri (Sukmawati dkk, 2019). Tindak perdagangan orang seperti ini bukan saja
menyasar orang dewasa namun dengan maraknya media sosial, tindak ini juga menyasar
terutama perempuan dan anak-anak. Salah satu bentuk kasus perdagangan orang yang
berhasil diungkap yaitu praktik perdagangan anak di Surabaya yang dilakukan melalui
media sosial instagram (Rianda, 2018). Tindak perdagangan orang seringkali dilatarbelakangi
oleh kesulitan secara ekonomi, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan. Kehadiran
media digital seperti saat ini sering dimanfaatkan oleh para pelaku untuk membujuk
korbannya. Oleh karena itu, kemampuan memanfaatkan media secara cerdas yaitu suatu
keharusan guna mencegah tindak pidana perdagangan orang. Infografis di bawah ini dapat
kita gunakan sebagai salah satu pedoman untuk menghindari tindak perdagangan orang.
Ketiga, pencurian data pribadi. Pencurian data pribadi melalui media digital menjadi
sorotan banyak pihak karena rentan dipakai untuk pelanggaran lain seperti penipuan
akun, pemalsuan dokumen, perdagangan orang hingga terorisme. Pencurian identitas
terutama secara digital merupakan kegiatan ilegal pengambilan informasi pribadi seseorang
melalui internet yang biasanya akan dipergunakan untuk melakukan kejahatan lain dan akan
sangat merugikan korban , Berbagai macam masalah yang sering ditemukan
dalam hal keamanan informasi antara lain penyadapan pasif, penyadapan aktif, penipuan
dan lain-lain. Dalam prakteknya, pencurian data dapat berwujud dalam pembacaan suatu
data file teks oleh pihak yang tidak berwenang, memanipulasi data file teks, kerusakan data
akibat buruknya konektivitas fisik ataupun keamanan dari data ini , Berikut ini yaitu gambar modus pencurian yang saat ini marak di media daring.
Keempat, pelecehan seksual dan pornografi. Pelecehan seksual yaitu perilaku yang terkait
dengan seks yang tak diinginkan, perilaku yang dianggap melanggar norma kesopanan dan
kesusilaan. Pornografi bisa diartikan sebagai segala konten yang memuat eksploitasi seksual
yang melanggar norma kesusilaan. Pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana
saja, termasuk secara daring demikian juga dengan pornografi. Pelecehan seksual dan
pornografi secara daring melalui media digital kerap menimpa perempuan dan anak-anak,
dengan beragam bentuk, mulai dari tulisan, pesan suara, animasi, percakapan baik dalam
bentuk gambar, foto maupun video. Salah satu kasus munculnya pelecehan ini bisa dimulai
dari hal yang sederhana, misalnya berkenalan melalui media digital. Hubungan yang terjalin
bisa berlanjut hingga tahap di mana kedua belah pihak mulai saling mengirimkan informasi,
biasanya foto atau video yang sifatnya pribadi/intim. Suatu saat korban (biasanya
perempuan) akan diancam foto atau video pribadi tadi akan disebarkan jika tidak menuruti
keinginan pelaku , Agar anak dapat terhindar dari pelecehan seksual
secara daring, maka kita perlu mengoptimalkan pengasuhan digital, pengasuhan yang
bertujuan untuk menghindarkan anak dari ancaman dan memaksimalkan potensi digital.
Kelima, penipuan. Kemudahan mengakses informasi memakai media digital juga
memudahkan seseorang melakukan tindak penipuan atau terjebak dalam kasus penipuan.
Apalagi belakangan ini aktivitas pemakai an media secara daring juga meningkat. Sepanjang
2019, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim mencatat 1.617 kasus penipuan secara
daring. Rinciannya, sebanyak 534 kasus terjadi di Instagram, 413 kasus di WhatsApp dan
sisanya 304 kasus terjadi di Facebook (liputan6). Umumnya modus yang dipakai yaitu
dengan memberikan penawaran yang mengatasnamakan perusahaan ataupun perorangan,
dengan iming-iming hadiah baik berupa uang maupun jasa lainnya. Jika tidak waspada maka
kita akan terjebak dan mengambil penawaran ini . Seperti kasus yang menimpa hampir
400 orang yang tergiur lelang sepatu merek tertentu di Instagram. Pelaku setelah
melakukan lelang, selanjutnya meminta pemenang lelang untuk mengirim uang, tetapi
sepatu tadi tidak dikirimkan kepada pemenang ,Gambar berikut ini dapat
membantu kita untuk berhati-hati terutama bertransaksi secara daring.
Keenam, kekerasan. Kekerasan dapat diartikan sebagai tindakan spontan emosional dari
sebagian individu dan kelompok yang marah karena terpengaruh isu yang berlanjut
menjelma menjadi tindak kekerasan , Konten kekerasan mudah dijumpai di
dunia digital. Data yang ditunjukkan pakar media Sonia Livingston menyimpulkan bahwa 1
dari 3 anak melihat muatan kekerasan dan kebencian secara daring. Hal ini menunjukkan
bahwa potensi anak untuk terpengaruh konten media sangat besar. Salah satu pemicu
kekerasan melalui media digital yaitu melalui game. Kemudahan seseorang untuk
mengakses berbagai bentuk game secara daring, sangat didukung oleh teknologi saat ini.
Berbagai konten game yang ditawarkan, tidak hanya bersifat positif tetapi banyak juga yang
bersifat negatif. Konten game yang bersifat negatif tentu memiliki dampak negatif juga
seperti pornografi, perilaku menyimpang, kekerasan dan perjudian. Adanya Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika No. 11 Tahun 2016 mengenai Klasifikasi Permainan
Interaktif Elektronik dianggap belum cukup mampu dalam mengatasi dampak negatif game
terhadap para pemainnya. Sebagai contoh, seorang gadis berusia 15 tahun tega membunuh
seorang anak berusia lima tahun, dengan alasan karena terpengaruh film dan game
Ketujuh, kecanduan. Gawai saat ini menjadi salah satu alat yang wajib dibawa kemanamana. Banyak hal yang dapat diselesaikan melalui gawai, karena dengan sekali klik kita bisa
mendapatkan apa yang diinginkan. Kemudahan inilah yang membuat kita tidak bisa
dipisahkan dari gawai, karena ada orang yang bisa lupa bawa uang tetapi tidak melupakan
gawainya. Ketergantungan akan gawai dengan segala kemudahan yang ditawarkan pada
akhirnya menimbulkan kecanduan. Ada yang kecanduan belanja, kecanduan main game,
kecanduan memakai aplikasi TikTok, kecanduan berselancar di media sosial dan
sebagainya. Sindrom kecanduan gawai ini dinamakan nomofobia yang berasal dari istilah
“no-mobile-phone-phobia”. Seperti yang dialami oleh seorang pemuda yang nekat mencuri
karena tidak memiliki uang untuk bermain game secara daring (pontianak.kompas.com).
untuk lebih jelasnya, kita bisa lihat infografis berikut yang menginformasikan mengenai
beberapa tipe anak-anak yang kecanduan pada gawai.
Beberapa aspek-aspek keselamatan anak terutama di dunia digital harus menjadi perhatian
kita bersama baik sebagai orang tua, guru maupun pendamping anak dan pegiat literasi
digital yang tertarik pada isu anak. Terutama karena anak-anak biasanya hanya tahu
memakai tanpa tahu dampak lanjutan dari pemakai annya.
MENCEGAH DAN MENGATASI ANCAMAN KESELAMATAN ANAK MELALUI MEDIA DIGITAL
Anak-anak di bawah umur yaitu anak-anak yang masih berada dalam pengawasan orang
tua. Secara umum, definisi anak-anak dilekatkan pada anak-anak yang berusia 0 hingga 18
tahun. Pada rentang usia ini, , seorang anak
sedang berada pada masa pertumbuhannya, baik secara fisik, kognitif, maupun moral.
Artinya, seorang anak dinilai belum memiliki kemampuan untuk membentengi diri dari
berbagai efek buruk, termasuk dalam mengkonsumsi pesan yang disiarkan melalui berbagai
media. Kondisi ini juga membuat anak menjadi khalayak yang paling berisiko terpapar
dampak negatif pemakai an media termasuk media digital karena mereka belum
sepenuhnya mempunyai keterampilan berpikir kritis.
Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya di bagian awal bab ini, pengalaman anakanak berhadapan dengan layar gawai, komputer, laptop dan berbagai perangkat yang
terhubung dengan jaringan internet terutama di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang
ini sangatlah tinggi. Untuk itu, kita perlu mengalihkan perhatian mereka dari perangkatperangkat tadi atau istilahnya kita melakukan diet gawai untuk anak-anak. Lalu, apa yang
perlu kita lakukan?
usaha yang paling awal yang bisa dilakukan yaitu menanamkan tiga nilai penting dalam
memakai media digital, yakni pertama, mengembangkan kreativitas di era digital
melalui berbagai pengalaman memakai media digital. Pengalaman itu meliputi
keterampilan mengolah kata, suara, angka, gambar, dan sebagainya. Pengalaman juga
didapat melalui pengenalan berbagai bentuk media digital seperti website, media sosial,
piranti lunak, dan aplikasi layanan. Kemampuan dan kreativitas untuk menjelajahi berbagai
sudut dan potensi media digital sangat penting dalam menunjang kehidupan generasi di
masa depan. Kedua, kolaborasi, yakni nilai yang dibawa oleh media digital karena
cakupannya yang nyaris tak berbatas, dari sisi isi maupun pemakai annya. Media digital
memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan banyak orang dengan
mudah. Agar tak tersesat, anak-anak perlu belajar berinteraksi dan bekerjasama dengan
orang dari beragam latar belakang budaya dan keterampilan. Oleh karena itu keterampilan
berkomunikasi, bernegosiasi, menghargai pendapat orang lain, hingga membagi tugas harus
dikuasai oleh anak. Orang tua perlu merancang kegiatan di luar sekolah yang tidak berfokus
pada kompetisi tapi kolaborasi untuk mengembangkan kemampuan ini. Ketiga, kritis dalam
berpikir penting diajarkan pada anak-anak. Mereka menghadapi media digital yang memuat
berbagai konten dan pesan dari seluruh penjuru dunia dengan nilai-nilai yang berbeda.
Maka setiap keluarga perlu menanamkan nilai-nilai kehidupan yang diafirmasi setiap
keluarga pada anak-anaknya. Jika hal itu berhasil dilakukan orang tua maka anak-anak akan
mengembangkan pola pikir dan sikap kritis dalam bermedia dan mampu memanfaatkan
fasilitas media yang serba canggih untuk kegiatan-kegiatan positif (Herlina dkk, 2018)
Selain ketiga hal di atas, kita juga harus memiliki kompetensi yang memadai dalam
mengarahkan anak-anak sehingga dapat mencegah mereka menjadi pelaku atau korban dari
pemakai an media digital. Kompetensi sendiri diartikan sebagai kemampuan seseorang
dalam melakukan sesuatu. Kompetensi dapat dipelajari dan dikuasai oleh individu.
Kompetensi juga merupakan keterampilan yang bertahap dan penguasaan kompetensi yang
lebih mendasar diperlukan untuk menguasai kompetensi selanjutnya. Merujuk pada hal di
atas, maka ada beberapa kompetensi yang perlu diketahui dan diajarkan kepada anak dalam
usaha mencegah dan mengatasi ketika terjadi situasi yang mengancam keselamatan, yakni:
Mengakses media digital
Kemampuan mengakses media digital perlu ditanamkan sejak awal, sebagai pedoman bagi
anak-anak saat mereka memakai media digital ini . Kemampuan mengakses ini
tidak terbatas pada keterampilan teknis saat mereka berinteraksi dengan media digital,
melainkan juga cara mereka memperoleh dan menyebarkan informasi. Kita memiliki
kewajiban untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak, informasi seperti apa yang
layak untuk dicari dan layak untuk disebarluaskan. Jika memungkinkan, ada pembatasan
dalam pemakai an media digital pada anak. Hal lain yang juga dapat kita lakukan yaitu
dengan menutup beberapa konten atau laman yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak
Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses
media digital yaitu :
Pertama, kemampuan memilih media sosial – mendampingi anak-anak saat mereka baru
memulai mencoba memakai media sosial yaitu keputusan yang bijak. Pilihlah media
sosial yang cocok dengan usia dan kebutuhannya. Jika anak-anak sudah memiliki media
sosial, kita perlu mendampingi mereka untuk memastikan bahwa media sosial yang telah
dipilih memang benar-benar sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Mintalah anak-anak
untuk sedapat mungkin mematuhi kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing media
sosial sebagai syarat bagi para pemakai nya demikian pula dengan berbagai perubahan
dalam layanan yang diberikan. Gambar berikut ini bisa kita gunakan untuk memberikan
pemahaman kepada anak-anak berkaitan dengan sifat dari media sosial.
Kedua, kemampuan menyaring informasi – beragam informasi dapat dengan mudah
diperoleh sekaligus dibagikan secara daring. Tugas kita di sini yaitu mengajarkan kepada
anak-anak cara untuk mendeteksi dan menyaring informasi yang layak diterima. Lalu,
seperti apa informasi yang layak diterima itu? Informasi yang layak diterima yaitu
informasi yang berasal dari sumber yang kredibel, sumber yang dapat dipercaya. Selain itu
kita juga perlu menanamkan nilai-nilai kekerasan dan pornografi sehingga mereka dapat
menolak konten sejenis itu yang tiba-tiba muncul saat mengakses media digital. Berikut
beberapa tips yang dapat kita gunakan untuk mencegah anak-anak terpapar konten negatif
terutama pornografi.
Ketiga, kemampuan mengatur waktu. Kemampuan mengakses media digital perlu kita
imbangi dengan kemampuan mengatur waktu pemakai an. Oleh karena itu kita perlu
memastikan bahwa waktu pemakai an media digital tidak mengganggu aktivitas penting
sehari-hari anak-anak seperti belajar, beristirahat, beribadah, berinteraksi langsung dengan
keluarga dan lainnya. Pastikan anak-anak bisa membagi waktu ini dengan baik, salah
satu yang dapat dilakukan yaitu membuat kesepakatan berapa lama waktu yang dapat
dipakai dan kapan mereka bisa mengakses media digital.
Mendistribusi informasi melalui media digital
Kemampuan mendistribusi berbagai informasi juga perlu dilakukan, karena biasanya
kesalahan dalam mendistribusi inilah yang menjadi salah satu sumber ancaman
keselamatan anak-anak di dunia digital. Anak-anak perlu kita ajarkan untuk tidak dengan
gegabah mendistribusikan informasi terutama informasi pribadi melalui media digital baik
berupa tulisan, gambar maupun video. Disamping itu, kita juga perlu memberikan
pemahaman mengenai cara-cara menyampaikan pesan dengan baik. Karena seringkali
maksud baik ditanggapi keliru karena cara penyampaiannya yang kurang tepat.
Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam
mendistribusikan informasi melalui media digital yaitu :
Pertama, kemampuan membagi informasi. Pemahaman bahwa tidak setiap informasi yang
kita peroleh, harus dibagikan kepada orang lain perlu diberikan sejak awal kepada anak -
anak. Biasakan anak-anak untuk membaca dan memahami terlebih dahulu seluruh
informasi yang diperoleh. Mintalah anak-anak untuk terlebih dahulu mempertimbangkan
apakah informasi ini dapat dibagikan kepada orang lain, atau berhenti sampai diri
sendiri. Pertimbangkan juga apakah informasi yang akan kita bagikan itu yaitu informasi
yang valid, yang dapat dipercaya sumbernya. Salah satu yang bisa kita jadikan sebagai
pertimbangan yaitu manfaat dari informasi tadi, jika bermanfaat maka bisa dibagikan,
tetapi kalau tidak, sebaiknya tidak perlu dibagikan.
Kedua, kemampuan mengemas informasi. Berbagai informasi yang kita peroleh melalui
media digital tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena ada beberapa informasi yang
sifatnya hoaks. Anak-anak juga perlu dibekali dengan kemampuan mengolah informasi yang
ingin mereka bagikan, seperti pemilihan bahasa atau kata-kata, pemilihan gambar atau foto.
Karena kemasan pesan juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan sebelum mereka
membagikannya. Gaya penyampaian ini bisa berupa pilihan atas informasi atau data yang
ingin ditekankan, visualisasi penyerta informasi serta penyesuaian dengan karakter media
sosial yang dipakai . sedang bahasa berkaitan dengan pilihan kata dan hubungan
antarparagraf yang membentuk keseluruhan makna pesan. Dengan demikian, distribusi
konten yang dilakukan dapat menarik perhatian warganet lainnya guna mendukung
tercapainya tujuan yang diinginkan. Gambar berikut merupakan salah satu cara yang dapat
membantu kita mengemas informasi yang dapat membawa dampak positif bagi mereka
yang menerimanya.
Ketiga, Kemampuan mengenal teman dan lingkungan, ketika kita ingin mendistribusikan
pesan kepada orang lain melalui media digital, sebaiknya juga perlu mengenal siapa saja
teman yang akan menerimanya. Dengan mengetahui siapa penerima pesan maka akan
meminimalisir kesalahan dalam pengemasan pesan, karena beda penerima pesan maka
beda juga cara pesan dikemas. Selain perlu mengetahui siapa penerima pesan, perlu juga
mengetahui di lingkungan seperti apa pesan ini akan kita sebar. Jangan sampai,
setelah kita membagikan pesan ini , ternyata respon yang kita terima tidak seperti
yang kita harapkan.
Partisipasi terkait media digital
Berpartisipasi dalam dunia digital berarti bersama-sama turut dalam menyampaikan
berbagai informasi berkaitan dengan aspek keselamatan pemakai media digital itu sendiri.
Membagikan informasi berkaitan dengan aspek-aspek kekerasan yang bisa muncul yang
dapat mengancam keselamatan diri sendiri maupun orang lain, proaktif mengingatkan
teman-teman sebaya agar berhati-hati ketika memakai media digital, aktif menolak
perilaku perundungan, pelecehan, penipuan sebagainya merupakan beberapa hal terkait
kemampuan berpartisipasi. Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan
kemampuan dalam partisipasi terkait media digital yaitu :
Pertama, kemampuan menyampaikan informasi yang baik dan etis. Kemudahan berbagi
informasi juga perlu didukung dengan kemampuan memberi masukan secara konstruktif
atas pendapat orang lainnya dalam platform tertentu. Kemampuan dalam menyampaikan
informasi seperti berkomentar menanggapi informasi orang lain, perlu kita lakukan dengan
baik dan etis. Salah satunya dengan cara menyertakan tautan berita yang benar untuk
memperkuat bukti berita yang kita bagikan. Sebab, walaupun kita tidak berhadapan secara
langsung dengan lawan bicara, namun ada etika yang perlu dipatuhi oleh pemakai media
digital.
Kedua, kemampuan memakai media digital secara produktif. Selain saling berbagi
informasi, anak-anak bisa kita dorong untuk memakai media digital untuk hal-hal yang
sifatnya produktif, seperti belajar bahasa, melukis atau menggambar, belajar berbagai
kerajinan tangan, memasak, merakit robot hingga keterampilan mengolah data. Jika sejak
dini anak-anak sudah kita ajak untuk memanfaatkan media digital secara efektif, maka kelak
mereka akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang bisa dimanfaatkan untuk masa
depan.
Ketiga, kemampuan melaporkan pelanggaran dalam pemakai an media digital. Kita perlu
mengajarkan anak-anak untuk berani melaporkan berbagai pelanggaran yang mereka
jumpai atau bahkan alami selama memakai media digital. Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah menyediakan sistem aduan terkait kontenkonten negatif ini . Ada 12 kategori konten negatif yang bisa dilaporkan, yakni
pornografi/pornografi anak, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan/kekerasan anak,
fitnah/pencemaran nama baik, pelanggaran kekayaan intelektual, produk dengan aturan
khusus, provokasi SARA, berita bohong, terorisme/radikalisme, dan informasi/dokumen
elektronik melanggar UU (kominfo.go.id)
Keempat, kemampuan berkata ‘tidak’ terhadap ajakan negatif. Walaupun kelompok anakanak merupakan kelompok yang belum sepenuhnya mampu berpikir kritis, namun kita perlu
memberikan pemahaman mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
dengan memakai media digital. Kita perlu mengajarkan kepada anak-anak agar mampu
berkata ‘tidak’ terhadap berbagai ajakan yang bersifat negatif yang nantinya akan
menimbulkan ancaman kekerasan terhadap diri mereka.
Kolaborasi melalui media digital
Kemampuan kolaborasi merupakan kemampuan yang unik, karena dimulai dari diri sendiri.
Berkolaborasi melalui media digital artinya bekerja sama dengan banyak pihak untuk
menghasilkan konten yang sifatnya positif. Sehingga kemampuan kolaborasi tidak saja
berguna bagi individu tetapi juga berguna secara kolektif. Anak-anak bisa memulainya
dengan selalu saling mengingatkan diantara mereka agar bisa terhindar dari terpaan
konten-konten negatif. Bisa juga dengan bergabung dalam suatu forum atau komunitas di
mana di dalamnya mereka bisa merancang konten-konten kreatif sendiri untuk mereka
bagikan kepada anak-anak seusia. Beberapa tips yang dapat kita terapkan untuk
meningkatkan kemampuan dalam melakukan kolaborasi melalui media digital yaitu :
Pertama, kemampuan untuk bergabung dalam forum atau komunitas. yaitu tugas kita
sebagai orangtua, guru, pendamping anak atau pegiat untuk mengajak anak-anak agar mau
bergabung dalam salah satu komunitas yang sesuai dengan keinginan mereka. Melalui
komunitas yang dipilih itu, diharapkan anak-anak bisa mengasah keterampilan dan
kemampuan mereka. Misalnya, jika mereka ingin agar hak anak itu diperhatikan maka salah
satu wadah yang menyediakannya yaitu Forum Anak Nasional (FAN). FAN yaitu sebuah
organisasi anak yang dibina oleh Pemerintah Republik negara kita , melalui Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Anak-anak yang tergabung dalam forum
ini bisa bebas berekspresi, berkomunikasi dan berinteraksi dalam rangka pemenuhan hak
partisipasi anak
Kedua, kemampuan menciptakan pertemanan. Media digital memudahkan kita untuk
kembali menjalin hubungan dengan teman-teman lama atau saudara yang sudah lama tidak
berjumpa. Media digital juga bisa menjadi tempat untuk mendapatkan teman baru, teman
yang bisa saja memiliki pandangan yang sama dengan kita mengenai suatu topik. Anak-anak
bisa mencoba untuk persoalan yang berada di sekitar mereka dan memberi solusi nyata
dengan berkolaborasi bersama teman-temannya, misalnya menggalang dana untuk anakanak yang kurang mampu. Tentu saja, kolaborasi ini perlu didampingi oleh orangtua atau
pendamping anak.
Selanjutnya, mari kita cermati contoh kasus berikut ini.
Kasat Reskrim Polres Bogor, Ajun Komisaris Benny Cahyadi mengatakan bahwa
duel ala gladiator itu bermula karena saling ejek di media sosial Facebook (FB)
kemudian berlanjut hingga janjian untuk berkelahi pada Kamis 14 Maret 2019
malam. "Iya di FB, keduanya AH dan MR saling ejek sehingga berkelahi
didampingi masing-masing kelompok," katanya di Mapolres Bogor, Senin
(18/3/2019). "Ini bukan tawuran tapi lebih ke individu dan mereka tidak saling
mengenal," tambahnya. Atas perbuatannya, MR akan dikenakan Pasal 80 ayat 3
UU No 35/2014 perubahan atas UU No 23/2002, tentang Perlindungan Anak dan
atau Pasal 184 ayat 4 KUHP dengan ancaman pidana penjara 15 tahun (sumber:
kompas.com)
Berita di atas merupakan kutipan berita yang dimuat di kompas.com tanggal 18 Maret 2019.
Penulis sengaja memberikan penekanan dengan menebalkan beberapa kalimat untuk
menunjukkan salah satu dari 4 kemampuan yang sudah dikemukakan sebelumnya.
Kemampuan yang dimaksud yaitu kemampuan mendistribuskan pesan. Dari berita
ini kita bisa belajar bahwa pertama, tidak semua orang suka dengan pesan yang kita
bagikan apalagi jika pesan ini berupa ejekan; kedua, tidak semua orang di media sosial
itu kita kenal dengan baik bahkan ada yang tidak kita kenal sama sekali; ketiga, ketika kita
emosional menanggapi suatu pesan, hal buruk akan terjadi; dan keempat, konsekuensi
hukum atas tindakan gegabah sudah menunggu. Sehingga sekali lagi, berhati-hatilah dalam
memakai media digital. Kuasailah minimal 4 kemampuan ini (akses, distribusi,
partisipasi dan kolaborasi) agar kita aman bermedia digital.
SARAN DAN REKOMENDASI LITERASI KEAMANAN DIGITAL
Tidak dipungkiri bahwa kehadiran media digital membawa perubahan baik positif maupun
negatif dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemampuan para pemakai , termasuk anak-anak,
dalam mengoperasikan dan kepatuhan mereka akan aturan bermedia digital menjadi salah
tuntutan yang tidak tertulis. Kita memahami bahwa anak-anak lebih cepat mengetahui
perkembangan teknologi namun itu bukan berarti mereka juga memahami cara
memakai teknologi ini dengan baik. Untuk itulah pendampingan tetap kita
berikan kepada anak-anak agar mereka bisa terhindar dari berbagai aspek ancaman
keselamatan dalam pemakai an media digital. Selain itu, peningkatan kompetensi literasi
digital pada anak-anak juga harus terus dilakukan, terutama berkaitan dengan kompetensi
mengakses, kompetensi mendistribusi, kompetensi partisipasi dan kompetensi kolaborasi.
Anak-anak sebagai pemakai media digital perlu kita beri pemahaman mengenai berbagai
ancaman keselamatan yang mengintai saat mereka memakai media digital. Berikut
rekomendasi yang bisa diberikan terkait keamanan digital, khususnya bagi anak-anak.
Untuk difabel, kita perlu memperjuangkan kesetaraan dalam pemakai an media digital.
Ancaman keselamatan yang paling sering diterima oleh difabel yaitu perundungan,
sebagaimana tampak pada gambar berikut
Perundungan yang diterima oleh difabel di dunia nyata maupun media digital sama
buruknya. Oleh karena itu, berilah motivasi kepada difabel bahwa mereka setara dengan
semua orang dalam segala bidang. Kita juga bisa melatih difabel untuk tidak takut bersuara,
menceritakan atau melaporkan perlakuan yang kurang menyenangkan yang mereka terima
terutama melalui media digital.
Untuk perempuan, kita perlu menyadari bahwa perempuan baik dewasa maupun anakanak, merupakan kelompok yang paling rentan mendapatkan kekerasan melalui media
digital. Perempuan biasanya lebih mengedepankan emosi atau perasaan, apalagi jika sudah
berhubungan dengan romantisme atau asmara,
Oleh karena itu kita perlu memberikan pemahaman bahwa apa yang tampak di media
digital tidak selamanya sesuai kenyataan. Kewaspadaan perempuan perlu ditingkatkan saat
menerima informasi. Biasakan untuk selalu melakukan pengecekan ketika menerima pesan
terutama yang menawarkan sesuatu, terutama terhadap pesan-pesan yang mencurigakan.
Untuk masyarakat di kawasan 3T, kita perlu memberikan sosialisasi mengenai berbagai
macam dampak positif dan negatif berkaitan dengan pemakai an media digital. Perlu juga
diberikan penekanan pada berbagai aspek ancaman keselamatan bagi pemakai nya. Selain
itu, kita juga bisa mengadakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
terutama kemampuan untuk mengakses, mendistribusi, berpartisipasi dan berkolaborasi
melalui media digital.
berdasar rekomendasi yang sudah diberikan, maka bab mengenai keamanan anak di
platform digital ini masih dapat dikembangkan lagi, terutama berkaitan dengan keselamatan
pemakai media digital bagi difabel, perempuan dan masyarakat di Kawasan 3T. Selain
pengelompokan khalayak, modul ini juga bisa dikembangkan untuk menyasar keselamatan
anak-anak yang didasarkan pada pengelompokan usia (anak, remaja, dewasa). Karena
disadari atau tidak, kehadiran teknologi digital juga menyentuh mereka sehingga perlu ada
variasi literasi digital terkait perlindungan keamanan digital yang khusus ditujukan kepada
kelompok-kelompok ini
EVALUASI KOMPETENSI MENGENALI DAN MENINGKATKAN KEAMANAN DIGITAL
Setelah menyelesaikan modul ini, kita diharapkan memiliki kemampuan untuk mengetahui,
mengenali dan menerapkan keamanan digital terutama bagi anak-anak. Dengan kata lain,
ada tiga aspek yang hendak disasar dalam evaluasi ini yakni berkaitan dengan aspek kognitif,
afektif dan konatif. Untuk lebih jelaskan dapat dilihat pada table ,CONTOH INSTRUMEN EVALUASI
Untuk menguji pemahaman berkaitan dengan keamanan anak di platform digital, maka
salah satu contoh instrumen evaluasi (kegiatan) yang dilakukan yaitu berkaitan dengan
mencegah dan mengatasi ancaman keselamatan anak di bawah umur dalam pemakai an
media digital, dilihat dari aspek konatif. Dalam bab ini, telah diuraikan mengenai beberapa
aspek keselamatan digital yang dihadapi ketika kita memakai media digital. Peserta
diminta menceritakan pengalamannya berkaitan aspek-aspek keselamatan ini .
Selanjutnya peserta memberikan caranya mencegah dan mengatasi kondisi yang dialaminya
ini .
Ingat, bahwa cara kita memperlakukan orang lain di dunia digital merupakan gambaran cara
yang sama kita memperlakukan orang lain di dunia nyata.
INTERNET DAN KEAMANAN DIGITAL
Internet dan media digital lahir dari harapan bahwa dunia maya ini akan membuka dimensi
baru yang menghapus sekat ruang dan waktu di dunia nyata. Tujuannya mulia, memberikan
kebebasan bagi manusia untuk berkreasi dengan sumber daya yang terjangkau dan
meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memberikan akses yang luas dan merata bagi
setiap pemakai nya untuk mencari informasi, memperoleh pengetahuan, dan berkontribusi
dengan menghasilkan karya-karya yang dapat dinikmati oleh pemakai digital yang lain.
Namun, suatu penciptaan selalu memiliki dua sisi, peluang dan ancaman. Dalam peluang
yang besar untuk berkreasi, lahir pula ancaman dari kebebasan berkreasi dan berekspresi
ini. Ancaman-ancaman yang dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab ini bertujuan
memanfaatkan kelengahan pemakai digital yang tidak sadar akan besarnya harga atas
informasi yang dimilikinya. Maka dari itu, kesadaran untuk mengamankan diri, keluarga, dan
sesama pemakai digital yaitu salah satu kompetensi literasi digital yang penting untuk
dimiliki.
Menghadirkan keamanan digital yaitu proses yang mencangkup berbagai dimensi. Mulai
dari menyiapkan perangkat yang aman untuk melindungi dan menjalankan kegiatan
bermedia digital, menjaga data-data pribadi, menghindari usaha penipuan, menjaga
perilaku saat bermedia digital hingga membangun ketahanan diri sejak usia dini. Pada babbab sebelumnya kita sudah membahas berbagai usaha untuk menghadirkan lingkungan
digital yang aman dan nyaman. Prosesnya memang tidak mudah, diperlukan usaha yang
serius untuk bisa mewujudkan lingkungan digital yang aman. Namun, ketika semua sudah
tertata dengan baik maka pengamanan digital ini pada dasarnya ada untuk membantu kita
untuk menjadi lebih produktif.
Dengan lingkungan yang aman untuk beraktivitas di dunia digital, kita tidak perlu lagi
khawatir akan adanya ancaman yang datang dan mengganggu produktivitas kita. Aktivitas
mencari informasi, berinteraksi di dunia maya, berkreasi dan berkolaborasi dengan para
pemakai digital lainnya akan membantu kita untuk mengaktualisasi diri dan meninggalkan
jejak-jejak digital positif yang juga bisa dinikmati pemakai digital yang lain.
Pada akhirnya, mengulas dan mendiskusikan teknologi digital merupakan sebuah proses
belajar tanpa ujung. Teknologi digital, baik dalam konteks piranti digital maupun
perkembangan medium di dalam dunia dig