teknologi komunikasi 5

Sabtu, 30 November 2024

teknologi komunikasi 5


 


italnya berkembang dengan sangat pesat. 


Gordon E. Moore, co-founder Intel yang merupakan perusahaan produsen “otak komputer” 


terlaris di dunia pada 1965 menawarkan teori menarik. Menurutnya perkembangan jumlah 


transistor dalam sebuah mikrocip yang menjadi inti teknologi digital berkembang secara 


eksponensial. Setiap dua tahun, jumlah transistor bertambah dua kali lipat. Artinya setiap 


dua tahun teknologi digital yang ada di sekitar kita setidaknya berkembang dua kali lipat 


lebih canggih. Teori ini awalnya hanya dipakai  untuk memproyeksikan perkembangan 


teknologi komputasi pada era 1960-an. Namun, ternyata pola ini  masih konsisten 


terjadi sampai saat ini (Ourworldindata, 2020)


Perkembangan komputer yang semakin cepat berpengaruh juga pada perkembangan 


berbagai hal yang berkaitan dengan teknologi digital, baik perangkatnya, platform di dunia 


digitalnya, maupun peluang dan tantangannya. Lima tahun yang lalu kita mungkin belum 


membayangkan akan menikmati fasilitas ojek yang dipanggil kapan pun kita butuhkan. Kita 


juga mungkin dulu belum mampu membayangkan teknologi yang memungkinkan membeli 


seporsi martabak di pinggir jalan tanpa harus membayar dengan uang tunai. Hal yang 


beberapa tahun lalu tak lazim dilakukan saat ini menjadi hal yang biasa saja.


Hal yang sama terjadi pada konteks keamanan digital. Perkembangan teknologi juga berarti 


membuka peluang lahirnya beragam modus kejahatan baru yang mengancam keamanan 


digital kita. Namun, pada saat yang bersamaan, tindakan pengamanan digital, baik yang 


bersifat teknis seperti pengamanan perangkat digital maupun yang bersifat penguatan 


ketahanan diri, dalam menghadapi tantangan dunia digital juga turut berkembang 


mengikuti tren yang terjadi.

KOMPETENSI KEAMANAN DIGITAL


Modul ini merupakan modul dasar yang memetakan area kompetensi keamanan digital 


yang diturunkan dari kurikulum literasi digital dalam Peta Jalan Literasi Digital 2021-2024 


(Kominfo, Siberkreasi & Deloitte, 2020). Kurikum ini kemudian diinterpretasikan dan 


dikembangkan oleh Japelidi dengan melakukan elaborasi terhadap 10 kompetensi literasi 


digital Japelidi yang sudah dibumikan dalam berbagai kegiatan dari penulisan seri buku 


panduan literasi digital, riset kompetensi literasi digital masyarakat hingga melakukan 


kampanye melawan hoaks COVID-19 (Kurnia & Wijayantom 2020).


Modul dengan tema keamanan digital ini merupakan salah satu modul dari empat seri 


modul kolaborasi Kominfo, Japelidi dan Siberkreasi dengan tema keterampilan digital, 


budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Modul ini dirancang untuk bisa dipakai  


sebagai media pembelajaran guna membangun ketangguhan pemakai  internet agar celah 


terbukanya kebocoran identitas digital maupun data pribadi bisa tertutup rapat. Tak hanya 


memahami berbagai istilah terkait keamanan digital, pembaca modul diajak memahami 


berbagai strategi, langkah maupun tips untuk meningkatkan keamanan digital baik untuk 


dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, pembaca modul ini - baik pemakai  


media digital maupun pengajar atau pegiat literasi digital bisa mengasah kompetensi 


keamanan digital mereka.


Kompetensi keamanan digital dalam modul ini didefinisikan sebagai kecakapan individual 


yang bersifat formal dan mau tidak mau bersentuhan dengan aspek hukum positif. Secara 


individual, ada  tiga area kecakapan keamanan digital yang wajib dimiliki oleh pemakai  


media digital.


Pertama, kecakapan keamanan digital yang bersifat kognitif untuk memahami berbagai 


konsep dan mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras) 


maupun terhadap identitas digital dan data diri. Hanya dengan penguasaan pengetahuan 


yang memadai maka pemakai  media digital bisa melindungi diri beragam ancaman 


keamanan digital. Misalnya dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai

strategi untuk melakukan proteksi terhadap perangkat keras maupun lunak akan membantu 


meningkatkan keamanan perangkat digital yang kita gunakan.


Kedua, kecakapan keamanan digital yang bersifat afektif pada dasarnya bertumpu pada 


empati agar pemakai  media digital punya kesadaran bahwa keamanan digital bukan 


sekadar tentang perlindungan perangkat digital sendiri dan data diri sendiri. Keamanan 


digital juga merupakan perlindungan perangkat digital media digital lainnya agar sistem 


keamanan digital yang ada di “rumah” kita maupun “rumah” orang lain dan “rumah-rumah” 


di sekitar kita aman dan tidak kemasukan pembobol yang bisa jadi merusak “rumah” tapi 


juga mengambil “barang-barang” kita. Rumah bisa di sini bisa dianalogikan sebagai sistem 


keamanan digital kita, sedang  barang-barang bisa diartikan sebagai identitas digital dan 


data diri di platform digital. Jika perasaan, empati dan kesadaran kita untuk menjaga dunia 


maya kita bersama agar aman, maka kita yaitu  warga digital yang bertanggung jawab.


Ketiga, kecakapan keamanan digital yang bersifat konatif atau behavioral yang merupakan 


langkah-langkah praktis untuk melakukan perlindungan identitas digital dan data diri. 


Misalnya saja selalu memastikan memakai  sandi yang kuat dan memperbaharuinya 


secara berkala.


Kecakapan yang bertumpu pada perilaku ini bisa dipandu dengan 10 kompetensi literasi 


digital Japelidi. Pertama, pastikan akses perangkat digital dan platform yang dipakai  


aman, dengan sandi yang kuat, selalu baru dan dijaga kerahasiaannya. Kedua, bersikap 


selektif saat menerima atau mencari informasi. Tidak semua informasi yang beredar di 


dunia digital atau kita terima layak dipercaya kebenarannya. Ketiga dengan memahami 


berbagai peluang dan ancaman di media digital. Hal ini termasuk juga memahami 


bagaimana strategi melindungi diri dan orang-orang di sekitar kita. Keempat dengan 


mengasah keterampilan analisis terhadap berbagai situasi. Keterampilan analisis yang baik 


akan membuat kita jauh lebih aman ketika bermedia digital karena kita akan terbiasa 


membedakan mana informasi yang berkualitas dan mana saja yang lebih baik diabaikan.


Kompetensi kelima yaitu  kemampuan untuk memverifikasi. Keterampilan ini sangat erat 


kaitannya dalam pengamanan diri karena verifikasi akan menghilangkan keraguan atas

suatu informasi. Memilih tempat yang tepat dalam memverifikasi data juga menjadi 


tantangan tersendiri. Keenam, mengevaluasi informasi-informasi yang kita dapatkan dan 


membuat kesimpulan tindak lanjut atas informasi ini . Kompetensi berikutnya 


merupakan kompetensi untuk mendistribusikan informasi yang sudah kita pastikan tidak 


akan membahayakan diri sendiri atau orang lain. Diperlukan kejelian agar distribusi 


informasi ini tidak justru menjadi bumerang. Hal yang sama juga berlaku pada kompetensi 


kedelapan, yaitu keterampilan untuk memproduksi konten yang tidak membahayakan diri 


sendiri dan tidak membahayakan orang lain. Patut kita hindari konten-konten yang berisiko 


membongkar data pribadi diri dan orang lain karena ada ancaman serius dari perilaku 


ini .


Bila pada tahapan-tahapan ini  sudah dikuasai, maka kompetensi berikutnya yaitu  


berpartisipasi. Partisipasi dalam konteks keamanan digital bisa kita lakukan dalam membuat 


sebuah lingkungan digital yang aman. Baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Kita bisa 


ikut melakukan pengawasan konten, melakukan pelaporan atau sekadar aktif dalam usaha  


sosialisasi keamanan digital. Puncak dari kompetensi literasi digital yaitu  kolaborasi. Pada 


tahapan ini kita bisa berperan aktif sebagai kolaborator dalam menciptakan suasana yang 


aman dan nyaman. Menjadi penggerak bagi masyarakat sekitar maupun komunitas di dunia 


maya.


Meskipun kesepuluh kompetensi ini  dapat dibedakan secara terpisah, namun dalam 


pelaksanaannya seluruh kompetensi itu sebenarnya saling berkesinambungan. Untuk bisa 


berkolaborasi dengan baik maka kita perlu menguasai kompetensi lain yang lebih sederhana 


dan bertahap semakin kompleks.


TANTANGAN KEAMANAN DIGITAL


Modus-modus tindakan yang mengancam keamanan digital serta berbagai strategi 


penguatan diri untuk menghindari ancaman keamanan yang dituliskan pada modul ini 


relevan untuk menjawab tantangan yang ada pada dalam rentang waktu saat ini. Namun, 


pada dua tahun mendatang bisa jadi tantangannya berubah menjadi semakin kompleks dan 


berbahaya. Kelima tantangan yang kita bahas pada modul ini juga akan mengalami 


perubahan menjadi semakin menantang.

Pertama, fitur proteksi yang semakin beragam demikian juga platform yang semakin 


berkembang termasuk juga ancamannya. Jika kita yaitu  pemakai  yang hanya 


memakai  perangkat digital untuk kegiatan sehari-hari dan setia dengan produk-produk 


asli, perubahan ini sebenarnya tidak terlalu menjadi kendala. Para pakar yang membangun 


perangkat digital setiap saat juga selalu melakukan pembaruan sistem pengamanan 


sehingga pemakai nya selalu terlindungi. Namun ada baiknya kita juga selalu membuka 


mata atas beragam isu keamanan digital yang mengintai proteksi perangkat digital.


Kedua, kompleksitas identitas digital dan data pribadi yang tak mudah untuk dilindungi. 


Seperti yang sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya, celah digital terbesar sebenarnya 


justru ada pada pemakai  digital. Penyedia layanan digital sudah menyiapkan sederet 


strategi untuk mencegah pembobolan. Namun, terkadang pemakai nya yang abai akan 


pentingnya data digital dan ceroboh saat melakukan aktivitas di dunia digital. Kecerobohan 


ini selalu menjadi cara paling efektif bagi peretas untuk menembus sistem keamanan. Di 


masa mendatang, akan makin banyak strategi dipakai  untuk mengelabui pemakai  


sehingga kecerobohan yang kecil sekalipun berpotensi mengancam keamanan data kita.


Ketiga, ragam penipuan digital yang semakin banyak. Jika dilihat trennya, jumlah kejahatan 


digital dalam bentuk penipuan juga semakin meningkat seiring semakin aktifnya kita di 


dunia digital. Para penipu seakan tidak pernah lelah untuk mencoba menipu dengan 


beragam cara. Lagi-lagi, keterampilan pemakai  menjadi kunci pengamanan utama yang 


dapat memblokir serangan penipu.


Keempat, rekam jejak yang dimanfaatkan lebih banyak negatifnya dari positifnya. Data kita 


yaitu  sebuah komoditas yang sangat berharga. Semakin banyak kalangan yang menyadari 


nilai data kita dan nilai rekam jejak manusia. Maka menjaga rekam jejak saat ini menjadi 


sebuah langkah yang harus dilakukan agar kita tak sampai merugi di kemudian hari.


Yang terakhir, kelima, minor safety untuk anak yang semakin menantang terutama saat 


pandemi. Kecanduan, layanan digital untuk anak yang semakin menarik, dan semakin 


kecilnya ruang bermain akan semakin mengancam tumbuh kembang anak di masa

mendatang. Para orang tua, kerabat, dan saudara terdekat harus mulai sadar akan hal ini. 


Anak-anak yaitu  masa depan kita sehingga menjaga mereka sebaik-baiknya menjadi tugas 


lingkungan di mana anak itu tinggal.


Untuk menjawab tantangan ini, kolaborasi antara individu pemakai  perangkat digital, 


industri digital, dan regulasi yang kuat harus terjalin dengan baik. Hanya mengandalkan 


salah satu komponen saja tidak akan menghasilkan lingkungan digital yang aman dan 


nyaman karena setiap komponen menjadi kunci dalam pengamanan digital.


PENGEMBANGAN MODUL KEAMANAN DIGITAL


Sebagai sebuah usaha  literasi digital yang tidak pernah berhenti, modul ini akan 


mempertahankan pola yang saat ini sudah ada. Seperti penyusunan dengan pendekatan 


yang praktis dari kurikulum yang sudah disusun, melengkapi modul dengan konsep, strategi 


dan tips-tips praktis, dan dukungan kasus-kasus empiris yang bisa menjadi pembelajaran 


bersama. Bentuk modul yang diperkaya dengan ilustrasi dan visualisasi juga akan menjadi 


kekuatan karena melalui penyampaian visualisasi yang menarik dan menyederhanakan, 


konsep yang sulit akan lebih mudah dipahami.


Materi-materi seputar penjelasan aspek hukum juga menjadi fokus pada masa mendatang. 


Modul ini juga akan mempertahankan rekomendasi untuk kelompok minoritas dan 


mengembangkannya menjadi lebih komprehensif pada pembaruan berikutnya. sedang  


sebagai sarana mempermudah pemakai  modul untuk merefleksikan diri, modul ini juga 


memperkaya diri dengan evaluasi dan dan lembar evaluasi untuk diri sendiri atau anak didik 


maupun peserta program literasi digital.


Modul Aman Bermedia Digital ini rencananya akan terus mengalami pembaharuan atau 


pengembangan setiap tahun agar bisa merespons perubahan lanskap dunia digital yang 


terjadi tidak hanya di negara kita , melainkan juga secara global. Untuk mendukung 


pembaharuan atau pengembangan ini , tim penyusun juga akan terus mengevaluasi 


berbagai kajian yang mendasari penyusunan modul ini, termasuk mengevaluasi ulang 


kurikulum literasi digital yang ada dan menimbang apakah kurikulumnya masih bisa relevan 


dengan kondisi terbaru.

Kurikulum-kurikulum literasi digital yang dipakai  pada modul ini merupakan hasil refleksi 


dan kajian ilmiah atas beragam fenomena yang terjadi di sekitar kita. Modul ini 


menggabungkan beragam perspektif yang dipakai dalam kurikulum-kurikulum ini  


untuk dapat disarikan dalam wujud panduan praktis. Berbeda dengan kajian ilmu alam yang


bersifat pasti, kajian literasi digital masuk dalam ranah ilmu sosial yang juga tidak pernah 


berhenti bergerak dan tidak bisa digeneralisasi. Perlu ada peninjauan ulang secara berkala 


berdasar  fenomena yang terjadi serta berbagai saran dan masukan yang diberikan.


Tim penyusun juga menyadari walaupun modul edisi ini sudah disusun dengan 


mempertimbangkan beragam konteks dan kepentingan, modul ini masih jauh dari 


sempurna. Modul ini baru membahas keamanan digital yang ditujukan bagi masyarakat 


yang sudah cukup memiliki kemampuan untuk mengakses media digital dengan fasilitas 


yang memadai. Modul ini juga


Namun, modul ini belum banyak menyentuh kalangan masyarakat yang masih mengalami 


hambatan dalam mengakses teknologi digital dengan lancar. Sebagai contoh, modul ini 


belum menyentuh usaha  literasi digital bagi warga yang berada di kawasan tertinggal, 


terdepan, dan terluar (3T) yang masih mengalami kendala teknis maupun kendala secara 


pribadi. Modul ini juga belum banyak membahas strategi pengembangan literasi digital bagi 


masyarakat disabilitas, mereka yang berusia lanjut, kelompok minoritas, perempuan, dan 


anak. Kekurangan-kekurangan itu menjadi catatan dan akan menjadi pekerjaan rumah yang 


harus dituntaskan di kemudian hari karena akses internet yang sehat dan aman yaitu  hak 


seluruh warga negara tanpa terkecuali.