teknologi komunikasi 5
italnya berkembang dengan sangat pesat.
Gordon E. Moore, co-founder Intel yang merupakan perusahaan produsen “otak komputer”
terlaris di dunia pada 1965 menawarkan teori menarik. Menurutnya perkembangan jumlah
transistor dalam sebuah mikrocip yang menjadi inti teknologi digital berkembang secara
eksponensial. Setiap dua tahun, jumlah transistor bertambah dua kali lipat. Artinya setiap
dua tahun teknologi digital yang ada di sekitar kita setidaknya berkembang dua kali lipat
lebih canggih. Teori ini awalnya hanya dipakai untuk memproyeksikan perkembangan
teknologi komputasi pada era 1960-an. Namun, ternyata pola ini masih konsisten
terjadi sampai saat ini (Ourworldindata, 2020)
Perkembangan komputer yang semakin cepat berpengaruh juga pada perkembangan
berbagai hal yang berkaitan dengan teknologi digital, baik perangkatnya, platform di dunia
digitalnya, maupun peluang dan tantangannya. Lima tahun yang lalu kita mungkin belum
membayangkan akan menikmati fasilitas ojek yang dipanggil kapan pun kita butuhkan. Kita
juga mungkin dulu belum mampu membayangkan teknologi yang memungkinkan membeli
seporsi martabak di pinggir jalan tanpa harus membayar dengan uang tunai. Hal yang
beberapa tahun lalu tak lazim dilakukan saat ini menjadi hal yang biasa saja.
Hal yang sama terjadi pada konteks keamanan digital. Perkembangan teknologi juga berarti
membuka peluang lahirnya beragam modus kejahatan baru yang mengancam keamanan
digital kita. Namun, pada saat yang bersamaan, tindakan pengamanan digital, baik yang
bersifat teknis seperti pengamanan perangkat digital maupun yang bersifat penguatan
ketahanan diri, dalam menghadapi tantangan dunia digital juga turut berkembang
mengikuti tren yang terjadi.
KOMPETENSI KEAMANAN DIGITAL
Modul ini merupakan modul dasar yang memetakan area kompetensi keamanan digital
yang diturunkan dari kurikulum literasi digital dalam Peta Jalan Literasi Digital 2021-2024
(Kominfo, Siberkreasi & Deloitte, 2020). Kurikum ini kemudian diinterpretasikan dan
dikembangkan oleh Japelidi dengan melakukan elaborasi terhadap 10 kompetensi literasi
digital Japelidi yang sudah dibumikan dalam berbagai kegiatan dari penulisan seri buku
panduan literasi digital, riset kompetensi literasi digital masyarakat hingga melakukan
kampanye melawan hoaks COVID-19 (Kurnia & Wijayantom 2020).
Modul dengan tema keamanan digital ini merupakan salah satu modul dari empat seri
modul kolaborasi Kominfo, Japelidi dan Siberkreasi dengan tema keterampilan digital,
budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Modul ini dirancang untuk bisa dipakai
sebagai media pembelajaran guna membangun ketangguhan pemakai internet agar celah
terbukanya kebocoran identitas digital maupun data pribadi bisa tertutup rapat. Tak hanya
memahami berbagai istilah terkait keamanan digital, pembaca modul diajak memahami
berbagai strategi, langkah maupun tips untuk meningkatkan keamanan digital baik untuk
dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, pembaca modul ini - baik pemakai
media digital maupun pengajar atau pegiat literasi digital bisa mengasah kompetensi
keamanan digital mereka.
Kompetensi keamanan digital dalam modul ini didefinisikan sebagai kecakapan individual
yang bersifat formal dan mau tidak mau bersentuhan dengan aspek hukum positif. Secara
individual, ada tiga area kecakapan keamanan digital yang wajib dimiliki oleh pemakai
media digital.
Pertama, kecakapan keamanan digital yang bersifat kognitif untuk memahami berbagai
konsep dan mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras)
maupun terhadap identitas digital dan data diri. Hanya dengan penguasaan pengetahuan
yang memadai maka pemakai media digital bisa melindungi diri beragam ancaman
keamanan digital. Misalnya dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai
strategi untuk melakukan proteksi terhadap perangkat keras maupun lunak akan membantu
meningkatkan keamanan perangkat digital yang kita gunakan.
Kedua, kecakapan keamanan digital yang bersifat afektif pada dasarnya bertumpu pada
empati agar pemakai media digital punya kesadaran bahwa keamanan digital bukan
sekadar tentang perlindungan perangkat digital sendiri dan data diri sendiri. Keamanan
digital juga merupakan perlindungan perangkat digital media digital lainnya agar sistem
keamanan digital yang ada di “rumah” kita maupun “rumah” orang lain dan “rumah-rumah”
di sekitar kita aman dan tidak kemasukan pembobol yang bisa jadi merusak “rumah” tapi
juga mengambil “barang-barang” kita. Rumah bisa di sini bisa dianalogikan sebagai sistem
keamanan digital kita, sedang barang-barang bisa diartikan sebagai identitas digital dan
data diri di platform digital. Jika perasaan, empati dan kesadaran kita untuk menjaga dunia
maya kita bersama agar aman, maka kita yaitu warga digital yang bertanggung jawab.
Ketiga, kecakapan keamanan digital yang bersifat konatif atau behavioral yang merupakan
langkah-langkah praktis untuk melakukan perlindungan identitas digital dan data diri.
Misalnya saja selalu memastikan memakai sandi yang kuat dan memperbaharuinya
secara berkala.
Kecakapan yang bertumpu pada perilaku ini bisa dipandu dengan 10 kompetensi literasi
digital Japelidi. Pertama, pastikan akses perangkat digital dan platform yang dipakai
aman, dengan sandi yang kuat, selalu baru dan dijaga kerahasiaannya. Kedua, bersikap
selektif saat menerima atau mencari informasi. Tidak semua informasi yang beredar di
dunia digital atau kita terima layak dipercaya kebenarannya. Ketiga dengan memahami
berbagai peluang dan ancaman di media digital. Hal ini termasuk juga memahami
bagaimana strategi melindungi diri dan orang-orang di sekitar kita. Keempat dengan
mengasah keterampilan analisis terhadap berbagai situasi. Keterampilan analisis yang baik
akan membuat kita jauh lebih aman ketika bermedia digital karena kita akan terbiasa
membedakan mana informasi yang berkualitas dan mana saja yang lebih baik diabaikan.
Kompetensi kelima yaitu kemampuan untuk memverifikasi. Keterampilan ini sangat erat
kaitannya dalam pengamanan diri karena verifikasi akan menghilangkan keraguan atas
suatu informasi. Memilih tempat yang tepat dalam memverifikasi data juga menjadi
tantangan tersendiri. Keenam, mengevaluasi informasi-informasi yang kita dapatkan dan
membuat kesimpulan tindak lanjut atas informasi ini . Kompetensi berikutnya
merupakan kompetensi untuk mendistribusikan informasi yang sudah kita pastikan tidak
akan membahayakan diri sendiri atau orang lain. Diperlukan kejelian agar distribusi
informasi ini tidak justru menjadi bumerang. Hal yang sama juga berlaku pada kompetensi
kedelapan, yaitu keterampilan untuk memproduksi konten yang tidak membahayakan diri
sendiri dan tidak membahayakan orang lain. Patut kita hindari konten-konten yang berisiko
membongkar data pribadi diri dan orang lain karena ada ancaman serius dari perilaku
ini .
Bila pada tahapan-tahapan ini sudah dikuasai, maka kompetensi berikutnya yaitu
berpartisipasi. Partisipasi dalam konteks keamanan digital bisa kita lakukan dalam membuat
sebuah lingkungan digital yang aman. Baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Kita bisa
ikut melakukan pengawasan konten, melakukan pelaporan atau sekadar aktif dalam usaha
sosialisasi keamanan digital. Puncak dari kompetensi literasi digital yaitu kolaborasi. Pada
tahapan ini kita bisa berperan aktif sebagai kolaborator dalam menciptakan suasana yang
aman dan nyaman. Menjadi penggerak bagi masyarakat sekitar maupun komunitas di dunia
maya.
Meskipun kesepuluh kompetensi ini dapat dibedakan secara terpisah, namun dalam
pelaksanaannya seluruh kompetensi itu sebenarnya saling berkesinambungan. Untuk bisa
berkolaborasi dengan baik maka kita perlu menguasai kompetensi lain yang lebih sederhana
dan bertahap semakin kompleks.
TANTANGAN KEAMANAN DIGITAL
Modus-modus tindakan yang mengancam keamanan digital serta berbagai strategi
penguatan diri untuk menghindari ancaman keamanan yang dituliskan pada modul ini
relevan untuk menjawab tantangan yang ada pada dalam rentang waktu saat ini. Namun,
pada dua tahun mendatang bisa jadi tantangannya berubah menjadi semakin kompleks dan
berbahaya. Kelima tantangan yang kita bahas pada modul ini juga akan mengalami
perubahan menjadi semakin menantang.
Pertama, fitur proteksi yang semakin beragam demikian juga platform yang semakin
berkembang termasuk juga ancamannya. Jika kita yaitu pemakai yang hanya
memakai perangkat digital untuk kegiatan sehari-hari dan setia dengan produk-produk
asli, perubahan ini sebenarnya tidak terlalu menjadi kendala. Para pakar yang membangun
perangkat digital setiap saat juga selalu melakukan pembaruan sistem pengamanan
sehingga pemakai nya selalu terlindungi. Namun ada baiknya kita juga selalu membuka
mata atas beragam isu keamanan digital yang mengintai proteksi perangkat digital.
Kedua, kompleksitas identitas digital dan data pribadi yang tak mudah untuk dilindungi.
Seperti yang sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya, celah digital terbesar sebenarnya
justru ada pada pemakai digital. Penyedia layanan digital sudah menyiapkan sederet
strategi untuk mencegah pembobolan. Namun, terkadang pemakai nya yang abai akan
pentingnya data digital dan ceroboh saat melakukan aktivitas di dunia digital. Kecerobohan
ini selalu menjadi cara paling efektif bagi peretas untuk menembus sistem keamanan. Di
masa mendatang, akan makin banyak strategi dipakai untuk mengelabui pemakai
sehingga kecerobohan yang kecil sekalipun berpotensi mengancam keamanan data kita.
Ketiga, ragam penipuan digital yang semakin banyak. Jika dilihat trennya, jumlah kejahatan
digital dalam bentuk penipuan juga semakin meningkat seiring semakin aktifnya kita di
dunia digital. Para penipu seakan tidak pernah lelah untuk mencoba menipu dengan
beragam cara. Lagi-lagi, keterampilan pemakai menjadi kunci pengamanan utama yang
dapat memblokir serangan penipu.
Keempat, rekam jejak yang dimanfaatkan lebih banyak negatifnya dari positifnya. Data kita
yaitu sebuah komoditas yang sangat berharga. Semakin banyak kalangan yang menyadari
nilai data kita dan nilai rekam jejak manusia. Maka menjaga rekam jejak saat ini menjadi
sebuah langkah yang harus dilakukan agar kita tak sampai merugi di kemudian hari.
Yang terakhir, kelima, minor safety untuk anak yang semakin menantang terutama saat
pandemi. Kecanduan, layanan digital untuk anak yang semakin menarik, dan semakin
kecilnya ruang bermain akan semakin mengancam tumbuh kembang anak di masa
mendatang. Para orang tua, kerabat, dan saudara terdekat harus mulai sadar akan hal ini.
Anak-anak yaitu masa depan kita sehingga menjaga mereka sebaik-baiknya menjadi tugas
lingkungan di mana anak itu tinggal.
Untuk menjawab tantangan ini, kolaborasi antara individu pemakai perangkat digital,
industri digital, dan regulasi yang kuat harus terjalin dengan baik. Hanya mengandalkan
salah satu komponen saja tidak akan menghasilkan lingkungan digital yang aman dan
nyaman karena setiap komponen menjadi kunci dalam pengamanan digital.
PENGEMBANGAN MODUL KEAMANAN DIGITAL
Sebagai sebuah usaha literasi digital yang tidak pernah berhenti, modul ini akan
mempertahankan pola yang saat ini sudah ada. Seperti penyusunan dengan pendekatan
yang praktis dari kurikulum yang sudah disusun, melengkapi modul dengan konsep, strategi
dan tips-tips praktis, dan dukungan kasus-kasus empiris yang bisa menjadi pembelajaran
bersama. Bentuk modul yang diperkaya dengan ilustrasi dan visualisasi juga akan menjadi
kekuatan karena melalui penyampaian visualisasi yang menarik dan menyederhanakan,
konsep yang sulit akan lebih mudah dipahami.
Materi-materi seputar penjelasan aspek hukum juga menjadi fokus pada masa mendatang.
Modul ini juga akan mempertahankan rekomendasi untuk kelompok minoritas dan
mengembangkannya menjadi lebih komprehensif pada pembaruan berikutnya. sedang
sebagai sarana mempermudah pemakai modul untuk merefleksikan diri, modul ini juga
memperkaya diri dengan evaluasi dan dan lembar evaluasi untuk diri sendiri atau anak didik
maupun peserta program literasi digital.
Modul Aman Bermedia Digital ini rencananya akan terus mengalami pembaharuan atau
pengembangan setiap tahun agar bisa merespons perubahan lanskap dunia digital yang
terjadi tidak hanya di negara kita , melainkan juga secara global. Untuk mendukung
pembaharuan atau pengembangan ini , tim penyusun juga akan terus mengevaluasi
berbagai kajian yang mendasari penyusunan modul ini, termasuk mengevaluasi ulang
kurikulum literasi digital yang ada dan menimbang apakah kurikulumnya masih bisa relevan
dengan kondisi terbaru.
Kurikulum-kurikulum literasi digital yang dipakai pada modul ini merupakan hasil refleksi
dan kajian ilmiah atas beragam fenomena yang terjadi di sekitar kita. Modul ini
menggabungkan beragam perspektif yang dipakai dalam kurikulum-kurikulum ini
untuk dapat disarikan dalam wujud panduan praktis. Berbeda dengan kajian ilmu alam yang
bersifat pasti, kajian literasi digital masuk dalam ranah ilmu sosial yang juga tidak pernah
berhenti bergerak dan tidak bisa digeneralisasi. Perlu ada peninjauan ulang secara berkala
berdasar fenomena yang terjadi serta berbagai saran dan masukan yang diberikan.
Tim penyusun juga menyadari walaupun modul edisi ini sudah disusun dengan
mempertimbangkan beragam konteks dan kepentingan, modul ini masih jauh dari
sempurna. Modul ini baru membahas keamanan digital yang ditujukan bagi masyarakat
yang sudah cukup memiliki kemampuan untuk mengakses media digital dengan fasilitas
yang memadai. Modul ini juga
Namun, modul ini belum banyak menyentuh kalangan masyarakat yang masih mengalami
hambatan dalam mengakses teknologi digital dengan lancar. Sebagai contoh, modul ini
belum menyentuh usaha literasi digital bagi warga yang berada di kawasan tertinggal,
terdepan, dan terluar (3T) yang masih mengalami kendala teknis maupun kendala secara
pribadi. Modul ini juga belum banyak membahas strategi pengembangan literasi digital bagi
masyarakat disabilitas, mereka yang berusia lanjut, kelompok minoritas, perempuan, dan
anak. Kekurangan-kekurangan itu menjadi catatan dan akan menjadi pekerjaan rumah yang
harus dituntaskan di kemudian hari karena akses internet yang sehat dan aman yaitu hak
seluruh warga negara tanpa terkecuali.