teknologi komunikasi 3
kan pada platform ini . Selain melakukan verifikasi pada platform, perlu
juga melakukan verifikasi pada akun pemakai platform yang akan melakukan transaksi
dengan kita, baik sebagai penjual maupun pembeli. Jangan lupa, kita harus selalu
memastikan transaksi daring yang dimediasi ini memakai platform keuangan
yang mereka sediakan bukan rekening pribadi untuk menghindari penyalahgunaan data
pribadi kita. Selain itu, kita juga harus memastikan keamanan perangkat lunak maupun
keras yang kita gunakan untuk bertransaksi daring.
Pentingnya perlindungan data pribadi ini juga ditekankan baik oleh instansi pemerintah,
korporasi maupun komunitas sebagai bentuk tanggung jawab mereka. Salah satu contoh
kampanye perlindungan data pribadi ini dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat Dalam poster digital ini , pesan utama yang disampaikan yaitu ragam tips melindungi
data pribadi di internet dari pemakai an sandi yang sulit dan berbeda untuk akun yang
berbeda, mengatur privasi, menjaga data pribadi, memastikan tautan, memastikan situs
yang dikunjungi, memastikan keamanan jaringan internet, memastikan akses saat
bergabung pada aplikasi tertentu, sekaligus juga menghargai privasi pemakai platform
digital lainnya. Di sini terlihat bahwa perlindungan data pribadi tak hanya tentang data diri tapi juga data orang lain sebagai tanggung jawab pemakai platform sebagai warga digital
yang baik dan bertanggung jawab.
Kampanye perlindungan data pribadi juga dilakukan oleh industri yang mengelola platform
digital misalnya saja Traveloka yang berkolaborasi dengan Tirto.id untuk mengajak
pemakai nya untuk menjaga data pribadi secara bersama
pesan yang ingin disampaikan yaitu soal pentingnya data
pribadi untuk kita simpan sendiri dan tidak dibagikan, setiap akun yaitu privat sehingga poin dari Traveloka tidak bisa diperjualbelikan dan ajakan untuk siaga sehingga kalau ada
aktivitas mencurigakan segera melaporkan pada platform.
Pentingnya untuk tidak menyebarkan data pribadi orang lain juga ditekankan oleh Japelidi
dalam kampanyenya melawan hoaks COVID-19 ,Dalam poster digital di atas, penegasan tentang perlindungan data pribadi, dalam hal ini
khususnya pasien COVID-19, dilindungi oleh berbagai produk hukum yang berlaku di
negara kita . Poster ini menekankan pentingnya melindungi data diri orang lain yang dijamin
oleh hukum.
Pentingnya aspek hukum ini juga ditegaskan oleh beberapa poster digital ,
Kedua poster digital di atas menunjukkan pentingnya memahami aspek hukum dalam
perlindungan data pribadi supaya kita bisa menjadi warga negara sekaligus warga digital
yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan digital bersama.
MEMAHAMI DAN MELINDUNGI PERSONAL IDENTIFICATION NUMBER (PIN)
Seringkali untuk memudahkan kita memakai beragam platform digital, kita
memakai angka sandi atau Personal Identification Number (PIN) yang sama. Namun,
apakah sandi yang sama untuk beragam akun yang berbeda itu aman? Sebelum pertanyaan ini dijawab, mari kita pahami dulu konsep PIN dalam perlindungan data pribadi
sebagai salah satu kemampuan keamanan digital.
PIN yaitu angka sandi yang hanya diketahui oleh pemakai platform digital dan sistem
autentikasi platform digital ini . Biasanya PIN yang terdiri
dari 4 hingga 6 digit angka dipakai sebagai cara sistem melakukan identifikasi terhadap
pemakai agar akses ke sistem ini terbuka dan pemakai bisa memanfaatkan aneka
fitur dan layanan dalam platform digital. Selain terkait dengan akses, PIN juga dipakai
untuk membedakan pemakai satunya dengan pemakai lainnya.
Biasanya PIN memakai kode yang numerik dan biasanya dipakai dalam berbagai
macam kegiatan transaksi keuangan daring maupun transaksi lainnya yang memakai
sistem digital , Sebagai contoh, PIN biasa dipakai untuk
melakukan aneka transaksi melalui internet banking hingga sistem keamanan pintu rumah.
Bahkan, PIN juga dipakai untuk pengaman sepeda motor yang memakai sistem
pengaman ganda (double smart lock) bersamaan dengan Radio-Frequency Identification
(RFID) ,
Untuk menjaga keamanan identitas digital dan data pribadi kita, kemampuan kita
memakai PIN yaitu kemampuan dasar yang selalu bisa kita asah. Dalam poster digital
yang dikeluarkan oleh Ansonalex.com (2012, Oktober 10) sebagaimana terlihat dalam
gambar III.6, terlihat sejarah PIN yang biasanya terdiri dari 4 hingga 6 digit sebagai proses
autentikasi pemakai saat masuk ke dalam suatu sistem digital.
Bagaimana caranya kita bisa memakai PIN dengan baik dan aman? Pertama,
hindari memilih kombinasi angka yang mudah ditebak, misalnya tanggal dan tahun lahir.
Pilihlah kombinasi angka yang potensi keamanannya tinggi dengan selalu membuat PIN
yang susah untuk diprediksi orang lain. Kedua, sebaiknya kita tidak menuliskan PIN di kartu
identitas kita ataupun secarik kertas yang ditaruh di dompet. Dengan begitu, jika dompet
kita tertinggal atau hilang, tidak ada potensi kerugian yang bisa ditimbulkan. Ketiga,
gunakan PIN yang berbeda untuk kepentingan yang berbeda supaya tingkat keamanannya
lebih tinggi. Keempat, jika kita memasukkan PIN di berbagai mesin, misalnya ATM, di tempat
terbuka, selalu tutupkan tangan kita supaya tidak ada orang yang melihatnya.
contoh kampanye untuk mengajak pemakai platform digital
untuk selalu memastikan keamanan PIN sebagai salah satu langkah yang penting menjaga
keamanan identitas digital dan data pribadi.
KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MELINDUNGI TWO-FACTOR AUTHENTICATION (2FA)
Dalam memakai surat elektronik (surel) seringkali kita merasa enggan saat login, kita
masih diminta untuk melakukan konfirmasi lagi untuk memastikan bahwa kita yaitu
pemakai yang terdaftar dalam sistem. Autentikasi tahap dua ini kadang dilakukan dengan
menjawab pertanyaan tambahan, memasukkan kode yang dikirim melalui short message
service (SMS) atau kadang dengan melakukan persetujuan ke telepon pintar kita. Sering kita
kemudian berucap, ‘Mau masuk akun surat elektronik sendiri kok repot ya?’.
Proses autentikasi seperti ini tak tanya kita temukan saat akan mengakses surat elektronik
tapi juga saat melakukan transaksi daring maupun saat memakai berbagai akun
platform digital lainnya. Nah, apa sih yang disebut dengan Two-Factor authentication (2FA)
ini ? Bagaimana kemudian kita bisa melindungi 2FA ini?
Two-factor authentication (2FA) yaitu keamanan pemakai an sistem digital yang
membutuhkan dua faktor identifikasi (Susianto & Yulianti, 2015). Dalam bahasa lain bisa
dikatakan bahwa 2FA yaitu fitur keamanan yang dipakai untuk melakukan autentikasi
ulang apakah pemakai yang akan login yaitu benar-benar pemilik akun ini dan
terdaftar dalam sistem ,
Proses autentikasi dua faktor ini dilakukan dengan cara identifikasi pemakai berdasar
dua faktor sebagai komponen informasi yang hanya diketahui oleh pemakai dan sistem.
Biasanya langkah pertama yaitu pemakai login melalui username atau email untuk masuk
ke sistem. Langkah berikutnya, pemakai dikonfirmasi lagi dengan beberapa faktor sebagai
langkah tambahan untuk memastikan. ada beberapa faktor yang biasa dipakai oleh
berbagai sistem digital dalam proses 2FA sebagaimana terlihat dalam bagan di bawah ini.
Kedua langkah identifikasi ini harus benar, sebab jika tidak maka pemakai tidak akan bisa
masuk ke sistem. Apapun pilihan yang dilakukan oleh sistem, pada dasarnya Two-factor
Authentication ini yaitu usaha dari sistem platform digital untuk memastikan keamanan
akses akun oleh pemakai yang betul-betul berhak dan terdaftar. Dengan begitu, sangat
kecil kemungkinan akun pemakai akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab. Meskipun begitu, proses Two-factor Authentication tidaklah bisa menjamin 100%
keamanan akses akun pemakai . Untuk itu, setiap pemakai wajib untuk selalu berhati-hati
dalam menjaga kerahasiaan data pribadi.
Dari poster digital diatas, dijelaskan bahwa autentikasi dua tahap merupakan sistem
pengamanan akun digital di mana pemakai diwajibkan untuk memasukkan nama pemakai
dan sandi yang dikombinasikan dengan tiga cara autentikasi: memakai kata kunci
memakai ponsel, dan memakai sidik jari. Namun begitu, pemakai harus berhatihati untuk tidak mudah memberikan nomor telepon genggam baik di dunia maya maupun
dunia nyata, sebab nomor telepon genggam sering dipakai sebagai tempat pengiriman
konfirmasi terutama SMS dalam mendapatkan pelayanan berbagai platform digital.
KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MELINDUNGI ONE-TIME PASSWORDS (OTP)
Saat kita melakukan transaksi daring misalnya untuk melakukan pembelian baju di salah
satu lokapasar, sering kita mendapatkan SMS yang berisi 6 digit angka yang harus kita
masukkan untuk melanjutkan transaksi ini . Mungkin kita bertanya, ‘Bukankah sudah
ada nama akun dan sandi? Mengapa juga harus repot-repot menunggu surat elektronik atau
SMS untuk mendapatkan kode untuk melanjutkan transaksi?’
Sebagai pemakai platform digital, kita tentu saja harus cermat, pemakai an kode unik yang
khas dan difungsikan satu kali dalam satu transaksi inilah yang disebut dengan One-time
Passwords (OTP). Dalam bahasa lain, OTP yaitu sandi yang dimiliki oleh pemakai platform
digital yang diubah secara teratur oleh sistem sehingga seorang pemakai selalu login
dengan memakai salah satu sandi dari daftar sandi yang dimilikinya. Kelebihan OTP
yaitu keamanan yang tinggi sehingga kemungkinannya kecil untuk diretas. sedang
kelemahannya yaitu pemakai harus menjaga agar daftar sandi ini selalu aman
jangan sampai tercuri atau hilang (Yusuf, 2008).
Dalam praktiknya biasanya OTP hanya dipakai oleh pemakai saat memperoleh layanan
digital sehingga sistem ini lah yang biasanya mengirimkan 6-8 digit angka melalui SMS
atau email yang dijaga hanya dipakai sekali pakai oleh seorang pemakai . Biasanya
sistem akan ketat sekali dalam menerima OTP yang dimasukkan oleh pemakai , salah satu
nomor saja maka transaksi atau pelayanan akan berhenti atau gagal (Uzone.id 2020,
November 6).
Dengan ketatnya sistem OTP ini bahkan bisa dikatakan bahwa bawa OTP yaitu “rahasia
antara anda dan yang diatas sana” (lihat Gambar III.8). Pesan yang ingin disampaikan oleh
poster digital ini yaitu OTP merupakan salah satu perangkat keamanan yang
merupakan kode verifikasi yang disampaikan langsung ke pemakai melalui SMS agar bisa
dipakai sekali pakai. Dengan begitu hanya pemakai dan Tuhan yang tahu, tentu saja
selain sistem yang dianggap bukan orang atau pemakai lainnya atau bahkan pengelola
platform digital,
Meskipun OTP dianggap sebagai sistem keamanan platform digital yang canggih, sebagai
pemakai yang hati-hati, kita sebaiknya tetap harus waspada dalam memakai nya
dengan mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini:
Keenam strategi di atas pada dasarnya terdiri dari komitmen kita sebagai pemakai media
digital yang memegang penuh RAHASIA demi menjaga keamanan digital.
Dalam level individu, kemampuan kita sebagai pemakai media digital dalam melindungi
identitas digital dan data diri termasuk memahami dan mempraktikkan pemakai an PIN,
2FA dan OTP yaitu suatu kecakapan yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan. Jika
dilihat dari konsep 10 kompetensi literasi digital Japelidi, kecakapan ini seolah hanya
terkait dengan kecakapan akses dan seolah bersifat teknis semata, padahal tidak.
Memang benar, kompetensi akses yang terkait pengaturan identitas digital dan data pribadi
di perangkat keras dan lunak yang kita miliki juga di platform digital yang kita gunakan
penting untuk melindungi identitas digital dan data diri. Namun kompetensi lain juga sama
pentingnya. Sebagai pemakai digital yang sadar akan keamanan digital, kita harus bisa
melakukan seleksi informasi terkait identitas digital maupun data diri mana yang harus dilindungi. Kita juga harus memahami konsep perlindungan identitas digital dan data diri
berikut ragam perangkatnya seperti PIN, T2FA, dan OTP.
Kita harus memastikan perlindungan identitas digital dan data diri sendiri, keluarga maupun
orang lain saat kita membagikan pesan maupun memproduksinya sebelum kita sampaikan
ke pemakai media lainnya. Kita wajib terlibat baik secara individual dengan berpartisipasi
dan secara kolektif dengan berkolaborasi jika menemukan pelanggaran identitas digital dan
data diri di depan mata kita. Partisipasi dan kolaborasi yaitu dua kompetensi penting
untuk menyelesaikan beragam persoalan masyarakat digital termasuk perlindungan
identitas digital dan data diri (Kurnia & Wijayanto, 2020). Seluruh kemampuan ini patut kita
miliki agar kita menjadi pemakai media digital yang tangguh menjaga keamanan data diri
kita, keluarga dan orang lain di dunia maya.
Dalam level pasar, sudah sepantasnya pemangku kepentingan yang relevan baik pengusaha
platform digital maupun pelaku pasar lainnya, bertanggung jawab untuk melindungi
identitas digital dan data diri pemakai yang ada dalam sistem mereka. Langkah-langkah
menjaga keamanan harus diusaha kan seoptimal mungkin baik di dalam sistem maupun
menjaga supaya tidak mudah dibobol pihak yang mau menyalahgunakan identitas digital
dan data pribadi yang disimpan dalam platform tertentu.
Dalam level negara, yaitu kewajiban negara untuk melindungi identitas digital dan data
pribadi warga negaranya melalui kebijakan yang adil dan mengedepankan asas hak asasi
manusia terhadap perlindungan diri di dunia maya.
Dengan begitu, bab ini, masih sangat terbuka untuk dikembangkan agar seluruh pemangku
kepentingan mampu bertanggung jawab untuk perlindungan identitas digital data diri.
Pengembangan di masa depan bisa dilakukan dengan mempertimbangkan ragam khalayak
yang akan disasar melalui pembelajaran maupun variasi program literasi digital. Ragam
khalayak ini bisa dilihat dari pendekatan usianya, kelompok terpinggirkan (anak, perempuan
dan kaum difabel), maupun masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).
Pertimbangan lain juga bisa dilihat dari langkah aksinya yang bisa bersifat individual atau
kolaboratif, pendekatan aksi yang formal melalui kurikulum sekolah atau perguruan tinggi maupun yang informal melalui aneka program, maupun ruang yang akan dipakai nya
yakni daring atau luring
Dengan pengayaan khalayak maupun program di masa depan, baik di level individu, pasar
dan negara, niscaya usaha perlindungan identitas digital dan data pribadi akan lebih
ditingkatkan, sehingga persoalan-persoalan terkait hal ini bisa diminimalisir sekuat
mungkin dan keamanan digital bisa diciptakan.
Meskipun begitu, harus juga kita pahami konteks yang lebih luas, bahwa perlindungan
identitas dan data pribadi bukan hanya tanggung jawab individu semata, baik pemakai
maupun pengajar serta pegiat literasi digital. Keamanan digital juga tanggung jawab
pemangku kepentingan lainnya seperti perbankan, pengelola aneka platform digital,
maupun pemerintah.
EVALUASI KOMPETENSI PERLINDUNGAN IDENTITAS DIGITAL DAN DATA DIRI
Untuk melakukan pengukuran terhadap kecakapan pemakai platform digital dalam
melakukan perlindungan identitas dan data diri, kita bisa melakukan evaluasi dalam tiga
area. Pertama, aspek kognitif atau pengetahuan mengenai perlindungan identitas digital
dan data diri. Kedua, aspek afektif atau perasaan yang menunjukkan kesadaran pemakai
platform digital akan pentingnya perlindungan identitas digital dan data diri sebagai
perwujudan tanggung jawab sebagai warga negara dan warga digital yang baik. Ketiga,
aspek konatif atau behavioural untuk melihat sejauh mana pengetahuan dan kesadaran
melakukan perlindungan identitas digital dan data diri dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
memudahkan, tabel III.2 menjelaskan matriks kecakapan perlindungan identitas digital dan
data diri dalam ketiga aspek ini .
URGENSI MEMAHAMI PENIPUAN DIGITAL
Aktivitas pemakai an internet semakin meningkat bahkan sejak pandemi COVID-19. Mulai
dari belajar hingga bertransaksi jual beli pun dilakukan secara daring. Data Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet negara kita (APJII) dan negara kita Survey Center pada semester
kedua menyebutkan bahwa penetrasi pemakai internet di negara kita 196,71 juta jiwa atau
sekitar 73,7% dari total populasi penduduk negara kita . pemakai internet di negara kita
memakai telepon pintar atau smartphone untuk mengakses internet mencapai 95,4%
(APJII & negara kita Survey Center, 2020).
APJII juga mencatat aktivitas yang paling banyak dilakukan para pemakai internet di
negara kita yaitu berinteraksi dengan aplikasi pesan instan (29,3%) dan melalui media sosial
(24,7%). Alasan aktivitas lain memakai internet yaitu untuk mengakses berita,
layanan perbankan, mengakses hiburan, belanja daring, jualan daring, layanan informasi
barang/jasa, layanan publik, layanan informasi pekerjaan, transportasi daring, game, ecommerce, layanan informasi pendidikan, dan layanan informasi Kesehatan. Meningkatnya
angka pemakai internet berdampak pada meningkatnya pemakai media sosial dan
transaksi daring. Salah satu aktivitas pemakai an internet yang paling banyak kita lakukan
yaitu melakukan belanja daring.
Ragam alasan pemakai an internet ini di atas, justru masyarakat akan dihadapkan
pada berbagai kemungkinan risiko kejahatan pada dunia digital. Kepolisian Republik
negara kita sepanjang Januari s.d September 2020 menyebutkan bahwa ada 2.259
laporan, di mana ragam laporan kasus kejahatan digital ini seperti penyebaran konten
provokatif, penipuan daring, pornografi, akses ilegal, manipulasi data, pencurian
data/identitas, perjudian, intersepsi ilegal, pemerasan, peretasan sistem elektronik,
pengubahan tampilan situs dan gangguan sistem. Dari data ini sebanyak 649 kasus yang
dilaporkan merupakan kasus penipuan daring, dengan posisi urutan kedua terbanyak
kasusnya. Kasus ini yaitu yang terdata dan dilaporkan untuk penipuan digital, sementara
ada juga yang tertipu tetapi tidak melaporkan bahkan kadang mengikhlaskan saja, dianggap
sebagai musibah.
Pada data lima tahun terakhir, Kepolisian Republik negara kita menyebutkan sejak 2016
sampai dengan September 2020 ribuan kasus penipuan daring telah dilaporkan. Pada 2016
terjadi laporan kasus penipuan daring sebanyak 1.570 kasus; tahun 2018 sebanyak 1.430;
tahun 2019 sebanyak 1.781; dan tahun 2019 sebanyak 1.617 kasus; dan sampai dengan
September 2020 telah ada 649 kasus yang dilaporkan. Seluruh kasus dalam 5 tahun terakhir
berkisar 7.047 kasus.Penipuan digital yang dilaporkan banyak menyasar ketika kita melakukan aktivitas belanja
dan bertransaksi secara daring melalui beragam layanan lokapasar (e-commerce) seperti
Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, Orami, Bhinneka, Ralali, JD.ID atau Sociolla.
Kenapa belanja daring menjadi target dalam penipuan digital? berdasar data, belanja
daring saat ini menjadi salah satu aktivitas tren warga digital. Aktivitas ini semakin populer
dilakukan karena dianggap memberikan kemudahan bagi konsumen Pada bab ini, kita mendiskusikan berbagai jenis penipuan digital yang saat ini kasusnya
semakin meningkat di negara kita . Bab ini juga akan memberikan pengenalan dasar mengenai
penipuan digital yang terjadi dalam berbagai motif, mulai dari penawaran publikasi ilmiah,
salah kirim pulsa, transfer palsu, kuota gratis, penipuan berkedok hadiah/menang undian,
informasi lowongan pekerjaan, informasi bantuan, pelelangan barang dengan
mengatasnamakan lembaga resmi, kredit murah/pinjaman daring, investasi, teknisi palsu,
dan sebagainya. Dari pengenalan dasar penipuan ini diharapkan dapat menjadi panduan
bagi kita di dalam mengembangkan pengetahuan dan kompetensi literasi digital tentang
penipuan digital dengan fokus penguatan pada kompetensi menganalisis, memverifikasi dan
mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan penipuan digital.
Bab ini juga mengantarkan kita untuk memahami berbagai aspek hukum yang dapat kita
jadikan dasar ketika terjadi kasus penipuan digital, baik yang berkaitan dengan ketentuan
teknis maupun ketentuan pidana diantaranya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang diubah sebagian oleh
Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen; Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan serta
aturan hukum lainnya yang terkait dalam penipuan digital.
MENGENALI DAN MEMAHAMI PENIPUAN DIGITAL
Kemajuan teknologi internet memudahkan berbagai hal mulai dari berbagi informasi hingga
proses jual beli barang atau jasa melalui berbagai macam aplikasi. Namun demikian,
ada oknum-oknum yang memanfaatkan kemajuan teknologi ini dengan
melakukan kejahatan siber/kejahatan digital. Berbelanja daring rentan menjadi incaran para
pelaku kejahatan digital karena aktivitas ini memiliki beragam celah yang bisa dimanfaatkan,
terutama dengan memanfaatkan kelengahan pemakai teknologi digital.
Penipuan daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform media internet untuk
menipu para korban dengan berbagai modus. Penipuan jenis ini memakai sistem
elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi) yang disalahgunakan untuk
menampilkan usaha menjebak pemakai internet dengan beragam cara. Strateginya
biasanya dilakukan secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh
korbannya (Sitompul, 2012; Elsina, 2015).
Modus penipuan digital lebih mengarah pada penipuan yang menimbulkan kerugian secara
finansial. Salah satu contoh yang sering terjadi yaitu penipuan produk secara daring.
Modusnya dengan mengirimkan barang yang berbeda dengan yang dijanjikan saat transaksi
dilakukan atau bahkan tidak mengirimkan barang sama sekali. Penipuan digital ini tidak
hanya menimbulkan kerugian pada pembeli saja, karena ada pula bentuk penipuan
yang merugikan penjual. Misalnya pembeli yang melakukan transfer fiktif dan penjual lalai
melakukan pengecekan kembali sehingga tertipu dengan mengirimkan produk yang
dijualnya. Jika dipetakan, maka setidaknya ada dua kerugian yang dialami konsumen
seperti digambarkan dalam bagan di bawah ini.
Modus penipuan digital dilakukan dengan target awal yaitu melakukan pencurian data
digital, sehingga perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi menjadi bagian
yang penting pada berbagai dunia ( & Cross, 2017). Identitas digital ini tentu saja
tidaklah selalu sama dengan identitas kita dalam kehidupan nyata yang merupakan
rangkuman sifat kita baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap (Monggilo, Kurnia
& Banyumurti, 2020). Informasi lebih detail tentang hal ini dapat dibaca di Bab III tentang
perlindungan identitas digital dan data pribadi.
Selanjutnya pencurian data pribadi menjadi target dalam melakukan penipuan digital dan
umumnya berkaitan dengan keuangan data-data yang dijual, biasanya didapat dari
perusahaan maupun bank, dengan berisikan nama lengkap, tempat tinggal, tanggal lahir,
Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon rumah, email, alamat kantor, jabatan,
hingga nama ibu kandung (Nurdiani, 2020). Penipuan digital ini marak terjadi melalui media
sosial. Modusnya pun berbeda-beda, mulai dari rekayasa sosial (social engineering), menjual
produk di bawah harga pasar hingga membatasi komentar pada unggahan terkait.
Kita juga dapat memperhatikan bahwa cukup banyak kerugian yang dimunculkan dari
kejahatan digital ini dengan kriteria penipuan digital yang mana dalam lima tahun terakhir
sejak 2014 sampai dengan 2018 bahwa kerugian yang ditimbulkan kejahatan digital ini
mencapai US$7.450,6 juta dengan rincian kerugian pada tahun 2014 sebesar US$800,49
juta. Pada tahun 2015 kerugian mencapai US$1070,71 juta, kemudian pada tahun 2016
kerugian mencapai US$1450,7 juta, tahun 2017 kerugian mencapai US$1418,7 juta, dan
pada tahun 2018 kerugian mencapai US$2.710 juta.
Untuk menangkal kejahatan digital khususnya penipuan digital dengan berbagai modus
sebagaimana ini di atas, maka kita perlu pemahaman dan peningkatan literasi digital
dalam kerangka ketahanan keamanan digital dengan minimal kompetensi yang dimiliki
yaitu kemampuan analisis, kemampuan verifikasi dan kemampuan evaluasi.
Kemampuan analisis, verifikasi, dan evaluasi berkaitan dengan pemahaman awal mengapa
terjadi penipuan digital, apa pengertian penipuan digital sebagaimana yang telah dijelaskan
pada bagian awal di atas. Selanjutnya apa saja jenis dari penipuan digital termasuk
mengenali dan memahami cara kerja penipuan digital. Setidaknya pemahaman tentang
penipuan digital dengan berbagai kerugian serta aspek dan aturan hukum yang berkaitan
dengan penipuan digital sebagaimana ini di atas dapat membantu kita semua untuk
tahu secara dasar mengenai penipuan digital. Tren serangan siber pada berbagai platform
media digital semakin meningkat, bahkan pada masa pandemi COVID-19. Hal ini menuntut
ketahanan kita agar mampu menangkal kejahatan pada dunia maya ini. Serangan siber
merupakan serangan yang berdampak dan membahayakan. Serangan siber dapat dilakukan
oleh individu, kelompok, organisasi bahkan negara dengan cara meretas akun dengan
menyasar keamanan sistem informasi pada perangkatdigital, jaringan infrastruktur maupun
perangkat pribadi dengansumber anomin. Serangan siber ini bertujuan untuk mencuri,
mengubah, merugikan serta menghancurkan sasaran yang menjadi target mereka. Serangan
siber yang membahayakan inilah yang kita sebut sebagai kejahatan siber.
Tren serangan siber di negara kita meningkat dari tahun ke tahun, dengan tipe dan variasi
serangan yang berbeda dari tahun sebelumnya, namun ada juga yang masih sama. Hal ini
terjadi karena beberapa sebab, antara lain adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan,
kesempatan untuk melakukan kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan
hukum. Rata-rata yang menjadi pelaku kejahatan yaitu mereka yang lebih menguasai
teknologi ini dan memakai kemampuannya itu untuk melakukan akses yang tidak sah
ke jaringan komputer orang lain. Jadi tren pelaku kejahatan siber cukup jelas yaitu mereka
yang paham dan mahir dalam dunia digital ini (Danuri & Suharnawi, 2017).
Ragam Penipuan Digital
Dalam berbagai kasus serangan siber di atas, penipuan digital menjadi salah satu bentuk
kejahatan digital yang cukup rentan dan banyak dialami oleh masyarakat. Setidaknya ada
empat bentuk penipuan digital, yaitu scam, spam, phising, dan hacking.
Secara teknis, penipuan dapat bersifat social engineering dengan ragam bentuk yang kita
terima mulai dari SMS, telepon, email bahkan dalam bentuk virus serta
pembajakan/peretasan akun dan cloning platform yang kita miliki.
Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Scam
Scam merupakan bentuk penipuan digital yang paling umum. Pelaku kejahatan ini disebut
scammer. Strateginya dengan memanfaatkan empati dan kelengahan pemakai .
Metodenya beragam, bisa memakai telepon, SMS, WhatsApp, email, maupun surat
berantai. Beberapa varian scam diantaranya romance scam yang dikembangkan dari
Nigerian Scam. Istilah nigerian scam lahir karena penipuan ini awalnya tersebar melalui
email dengan modus seorang pengusaha kaya mencari partner untuk memindahkan
kekayaannya ke negeri ini . Jika kasusnya di negara kita , maka sang scammer akan
berdalih ingin memindahkan kekayaan ke negara kita . Korban scam akan diperlakukan secara
telaten hingga meyakini bahwa si scammer betul-betul serius. Ujung dari penipuan ini
yaitu scammer akan meminta sejumlah uang sebagai biaya transfer untuk memindahkan
kekayaannya lintas negara.
Romance scam memakai prinsip yang sama dengan Nigerian Scam. Bedanya, pada
Romance scam pelaku berpura-pura mencari pasangan dan memanfaatkan empati korban
yang dirayu untuk mau membantunya membiayai ongkos pindah negara. Tentu saja semua
rayuan itu hanyalah tipuan agar korbannya percaya. Pelaku penipuan romance scam akan
memakai profil palsu atau dikenal dengan istilah profile cloning. Hal ini bertujuan
agar menarik perhatian calon korban (Salsabilah, Mulyadi & Agustanti 2021).
ada beberapa modus scam dengan memainkan emosi korban sebagai berikut:
Untuk melihat bagaimana penipuan dengan kategori scam ini, berikut beberapa
hal berkaitan dengan bagaimana teknis terjadinya scam, ciri-ciri scam, dan tips aman
menghindari scam untuk menghindari penipuan digital terutama sebagai contoh pada saat
melakukan belanja secara daring.
Scam sebagai penipuan penipuan digital merupakan kejahatan yang paling kerap terjadi.
Pada era digital ini scam menjadi ancaman jika kita tidak waspada terhadap berbagai trik
yang dilakukan oleh scammer. Scam selain berupa romance scam juga dapat berupa
manipulasi psikologis, di mana pelaku akan memperdaya kita dengan memainkan trik psikologis. Pelaku akan meminta informasi kode PIN/OTP yang kita miliki dan selanjutnya
meminta transfer uang. Hal yang harus dihindari dari penipuan scam yaitu kita dapat
menjaga identitas pribadi kita, tidak memberitahukan siapa pun kode PIN/OTP yang kita
miliki serta kita juga harus lebih selektif ketika memakai aplikasi untuk bertransaksi
daring. Berikut kampanye yang dilakukan oleh Gopay dalam memberikan tips pada
pemakai nya untuk menghindari scam.
Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Spam
Spam bisa terjadi dalam beragam bentuk, informasi mengganggu yang berbentuk iklan
secara halus, informasi yang menjadi titik masuk bagi kejahatan siber seperti pemalsuan
data, penipuan atau pencurian data (Alazab dan Broadhurst, 2015). Aktivitas spam pada
dasarnya relatif mudah apabila melihat definisinya yang merupakan tindakan yang
dilakukan bertubi-tubi atau berulang-ulang. Artinya pengirim informasi yang dikatakan
melakukan spam yang disebut sebagai spammer bisa berada pada dua ciri yang memang
dengan sengaja mengirimkan spam untuk berbuat kejahatan atau pengirim spam yang tidak
mengetahui bahwa dirinya telah melakukan spam.
Email spam, selain berisi informasi tidak penting atau tidak relevan, tak jarang pula email
spam menggiring penerima untuk mengklik tautan atau URL (Unique Related Location)
tertentu. Ketika di klik URL ini akan mengarah kepada situs web yang mengandung malware
atau virus yang dapat merusak sistem komputer penerima email atau mencuri data
penerima email (lihat Bab I). Sisipan malware atau virus ini biasanya berbentuk pesan atau
informasi dalam email spam ini yang bersifat sosial atau kode-kode rumit (Putra, 2016).
Spam selain berupa email juga berupa panggilan telepon. Umumnya panggilan telepon ini
beraneka ragam mulai dari layanan finansial, penawaran asuransi, operator, penipuan, dan
penagih hutang. berdasar data Truecaller (2020) sampai dengan 8 Desember 2020
tercatat kurang lebih ada 100 panggilan spam yang dilaporkan
Bahkan data terkait spam dalam bentuk panggilan spam sepanjang tahun 2018 berupa
telemarketing, perusahaan penagih hutang, penipuan uang, dan iklan agresif mencapai
17.983 panggilan dengan nomor-nomor yang tidak diketahui.
Selain spam berupa email, panggilan, spam juga berbentuk SMS. SMS spam biasanya dikirim
secara bertubi-tubi tanpa kita kehendaki yang dikirim oleh pelaku secara terus menerus
yang berisi bahwa kita memperoleh hadiah, mencatut nama perusahaan-perusahaan dan
menyebutkan mewakili dari nama perusahaan terkenal, bahkan menyertakan tautan palsu.
Umumnya SMS spam memiliki tujuan ada juga yang bertujuan untuk melakukan promosi,
menawarkan produk, namun yang perlu diwaspadai yaitu yang bertujuan untuk
melakukan penipuan.
Adapun cara untuk menghindari email, telepon maupun SMS spam dapat dilakukan dengan
memanfaatkan fitur-fitur yang ada dalam perangkat kita, misalnya dengan melakukan
blokir. Berikut kampanye yang dilakukan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi negara kita
(BRTI) dalam hal memperoleh telepon maupun SMS spam.
Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Phishing
Phishing merupakan kejahatan digital yang kerap ditemui oleh masyarakat negara kita .
Phishing yaitu istilah penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar kepada
orang-orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat.
Biasanya, phishing dilakukan dengan menduplikat situs web atau aplikasi bank atau
provider. Ketika kita memasukkan informasi rahasia, uang kita akan langsung dikuras oleh
cracker tadi. Kejahatan phishing ini dilakukan oleh oknum dengan menghubungi kita sebagai
calon korbannya melalui email, telepon, atau pesan teks dengan mengaku dari lembaga sah.
Biasanya oknum-oknum yang melakukan phishing akan menanyakan beberapa data sensitif
seperti identitas pribadi, detail perbankan, kartu kredit, dan juga kata sandi. Bagi kita yang
terjebak dalam kejahatan ini, informasi yang diperoleh pelaku dapat ia gunakan untuk
mengakses akun penting yang kita miliki dan mengakibatkan pencurian identitas hingga
kerugian finansial. Selain melalui email dan situs web, phishing juga bisa dilakukan melalui
suara (vishing), SMS (smishing) dan juga beberapa teknik lainnya yang terus-menerus akan
diperbarui oleh para penjahat dunia maya. Dan berdasar data serangan phishing situs,
surel, dan seluler mencapai pada kuartal II tahun 2020 mencapai kurang lebih 100, dimana
serangan dominan ke situs sebanyak 61, surel sebanyak 24, dan seluler 15 (Check Point,
2020)
Phishing selama masa pandemi COVID-19 juga terus meningkat. Serangan siber ini menjadi
kategori yang berbahaya. Proses kerja phishing umumnya bermaksud untuk menangkap
informasi yang sangat sensitif seperti username, sandi
dan detail kartu kredit dalam bentuk meniru sebagai sebuah entitas yang dapat
dipercaya atau legitimate organization dan biasanya berkomunikasi secara
elektronik (Rachmawati, 2014). Pada masa COVID-19 sampai dengan Agustus 2020 serangan
siber tertinggi berupa phishing mencapai 58 kasus (Interpol, 2020).
Cara kerja phishing ini juga biasanya ditujukan kepada pemakai internet banking, karena
memakai isian data (ID) pemakai dan kata sandi, dan tidak menutup
kemungkinan untuk ditujukan ke pemakai lainnya. Pelaku phising akan membuat sebuah
situs web yang menyerupai halaman utama layanan perbankan, lengkap dengan kolom isian
nama pemakai dan sandi. Korban yang tidak cermat akan mengisi kolom ini karena
mengira situs web ini yaitu situs web asli. Ketika data diisikan, pelaku phishing
tinggal mengambil rekaman data yang berhasil dicurinya melalui situs web phishing
ini .
Selain itu phishing ini juga biasanya dilakukan melalui media-media sosial yang terhubung ke
jaringan internet seperti melalui email/SMS dan situs web. Modus perbuatannya yang
melalui email/SMS mengirimkan pesan. Kita mungkin pernah mendapatkan telepon dari
orang yang mengaku teman lama. Mungkin juga telepon dari orang yang mengaku pegawai
bank dan menyatakan bahwa kita sudah menerima hadiah. Setelah itu korban akan dipandu
sehingga tanpa sadar membocorkan data pribadinya sendiri. Hal semacam ini juga lumrah
dalam praktik phishing
Selain itu phishing saat ini juga telah menyerang pada berbagai platform media sosial. Salah
satu contoh Instagram yang terkena phishing.Jadi phishing dapat kita bedakan sesuai dengan tanda-tanda yang
umum sering terjadi diantaranya adanya email phishing yang biasanya berisi tautan situs
web phishing atau kata kunci seperti permintaan sandi, login, dan lain-lain. Setidaknya ada
beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendeteksi phishing yaitu melalui kesadaran kita
untuk mengenali email/SMS/situs web phishing atau melalui piranti lunak yang tersedia
seperti PhiGARo maupun Honeypot yang memang telah dipasang untuk mendeteksi adanya
serangan phishing pada perangkat digital kita, di mana piranti lunak ini tentu saja akan terus
dikembangkan oleh para ahli siber untuk mendeteksi serangan phishing yang semakin waktu
semakin canggih cara dan modusnya.
Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Hacking
Hacking merupakan tindakan dari seorang yang disebut sebagai hacker yang sedang
mencari kelemahan dari sebuah sistem komputer. Di mana hasilnya dapat berupa program
kecil yang dapat dipakai untuk masuk ke dalam sistem komputer ataupun memanfaatkan
sistem ini untuk suatu tujuan tertentu tanpa harus
memiliki user account (Murti, 2005: 38). Umumnya cara kerja para hacker yaitu dengan
melakukan pembobolan/peretasan sampai dengan percobaan keamanan situs situs web
dan komputer dapat mereka lakukan. Berikut beberapa contoh kasus akun diretas hack
dengan berbagai cara, dari tokopedia yang dibobol hacker, pemberitahuan virus yang dapat
membobol akun, hack situs web KPU Yogyakarta:
Pada sisi yang lain seorang hacker yang memiliki sisi baik, jika menemukan hal-hal indikasi
penyimpangan/peretasan/pembobolan akan memberitahu sistem administrator, bahwa
sistem komputer yang dimasukinya telah ada kelemahan yang mungkin berbahaya bagi
sistem komputer ini . Jika hasil dari hacking ini dimanfaatkan oleh orang yang tidak
baik, maka tindakan ini digolongkan ke dalam kejahatan siber.
MEMAHAMI ASPEK ATURAN DAN HUKUM
Selain itu, transaksi dalam elektronik ini mengandung banyak aspek hukum yang harus
diperhatikan, baik dari segi perdata maupun pidana, diantaranya tentang perlindungan
hukum bagi konsumen yang dirugikan, cara penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen, keabsahan kontrak secara elektronik yang dapat dilihat pada Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah sebagian
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Rudiastari, 2015).
Contoh kasus pengenaan sanksi hukum kejahatan siber dalam bentuk phishing di negara kita
dapat dikenakan UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 35 “Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan
tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ini dianggap seolaholah data yang otentik” jo Pasal 51 ayat (1) “Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”,
karena phishing merupakan kejahatan siber yang membuat situs yang menyerupai situs asli
yang resmi, padahal situs ini yaitu situs palsu. Cybercrime dalam bentuk phishing ini
juga dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1), Pasal 45A ayat (1) karena phishing juga melakukan
kebohongan untuk menyesatkan orang lain di mana mengarahkan orang yang dibohongi
untuk mengakses sebuah tautan yang di mana tautan ini ditujukan ke situs palsu dan
memberikan suatu perintah untuk memperbarui informasi pribadinya yang rahasia ke dalam
situs palsu yang telah dibuat oleh pelaku phishing, sehingga informasi pribadinya yang
rahasia ini diketahui oleh pelaku phishing dan menyebabkan orang ini
mengalami kerugian (Gulo dkk., 2020)
Jadi ketentuan hukum untuk pelaku kejahatan spam, scam, phishing dan hacking juga ini
dapat dikenakan:
Pasal 28 (1) UU ITE mengatur “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Pasal 45A ayat (1) UU ITE yang mengatur
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) mengatur “Setiap
Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau memakai Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” dan/atau
Pasal 82 dan/atau Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tindak
Pidana Transfer Dana dan/atau 378 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 6-20
tahun
Dari penjelasan di atas, nampak bahwa sanksi hukum yang dikenakan pada pelaku penipuan
digital sudah jelas diatur dalam perundangan. Dengan begitu, penting bagi kita untuk
mempunyai kesadaran untuk melaporkan penipuan digital sebagaimana akan dijelaskan di
bagian berikut.
Memahami Pelaporan Penipuan Digital
Penipuan digital dengan berbagai kategori scam, spam, phishing maupun hacking yang
masuk dalam perangkat digital kita seperti email, telepon, maupun SMS selain dapat kita
antisipasi dengan memakai fitur-fitur perlindungan yang ada pada perangkat kita,
misalnya dengan melakukan blokir atau kita dapat melakukan cek rekening penipu dan
melakukan pelaporan. Berikut beberapa hal yang berkaitan dengan pelaporan penipuan
digital baik melalui situs resmi maupun pelaporan secara langsung ke kepolisian terdekat.
Adapun pelaporan dan pengecekan secara digital diantaranya:
1. Langkah yang dapat dilakukan yaitu Laporkan kejahatan siber di sekitar kita melalui
www.patrolisiber.id
2. Laporkan SMS spam ke Badan Regulasi Telekomunikasi negara kita (BRTI) dengan cara
melakukan tangkapan layar pada SMS spam dan nomor pengirim dengan
menyertakan identitas ponsel kita yang telah teregistrasi NIK dan KK atau kirim
aduan ke Twitter BRTI @aduanBRTI melalui direct message (DM).
3. Kita dapat melakukan pengecekan dan pelaporan rekening penipu mulai dari nama
pemilik, nama bank, hingga rekaman transaksi sehingga nomor rekening penipu
dapat dibekukan melalui:
a. CekRekening.id yang merupakan situs yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi
dan Informatika dengan cara buka situs, pilih bank, masukkan nomor rekening
dan klik periksa tombol rekening. Jika terindikasi melakukan penipuan klik
”tambah laporan” dan isi kolom-kolom yang diperlukan. CekRekening.id juga
merupakan situs yang dapat kita gunakan untuk melaporkan jika ada
investasi palsu maupun kejahatan lainnya.
b. Kredibel.co.id yang merupakan situs untuk mengecek rekam jejak nomor
rekening dan kredibilitas nomor rekening.
c. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan pengaduan ke 1-500-655
atau email ke konsumen@ojk.go.id.
4. Kita juga dapat melapor ke situs Lapor.go.id merupakan situs Kepolisian Republik
negara kita dengan cara kita membuat akun terlebih dahulu dan laporkan penipuan
yang kita alami. Selain situs resmi Lapor.go.id dapat juga mengadu melalui SMS ke
1708, aplikasi LAPOR! atau melalui akun Twitter@LAPOR1708 dengan menyematkan
#lapor.
5. Kita juga dapat melapor ke CS KK maupun CS penyedia layanan produk/CS ecommerce seperti CS Shopee, CS Bukalapak, CS Tokopedia dan seterusnya.
6. Jika kita mengalami penipuan digital melalui Instagram, kita dapat melaporkan ke
akun Instagram @negara kita blacklist.
Penipuan digital termasuk tipe kejahatan digital tertinggi di negara kita . Setidaknya ada
4 kategori penipuan digital yaitu spam, scam, phishing, hacking. Penipuan digital tertinggi
ada pada kasus berbelanja daring, namun demikian pada berbagai hal juga ada
ragam modus dan motif penipuan digital, karena itu kompetensi literasi digital dengan
kemampuan analisis, verifikasi dan evaluasi menjadi elemen penting dalam diri kita untuk
melindungi keamanan diri dan perangkat digital yang kita miliki dari penipuan digital.
Selain memahami berbagai jenis penipuan digital dan mengenal cara kerja yang mereka
buat, kita juga memiliki kemampuan untuk proteksi terhadap berbagai kemungkinan
peretasan akun yang kita miliki, setidaknya memanfaatkan fitur-fitur dalam perangkat
digital kita dapat mencegah kejahatan digital. Kemampuan lain juga yang harus ada pada
diri kita yaitu mampu mengaplikasikan kompetensi literasi digital dengan tidak
mendiamkan jika ada indikasi penipuan digital, yaitu dengan cara melakukan pelaporan
penipuan digital ke situs-situs resmi serta memahami berbagai ketentuan hukum yang
berlaku berkaitan dengan penipuan digital.
Kompetensi literasi digital tidak hanya terbatas pada 4 komponen pada kejahatan digital di
atas. Melakukan gerakan kampanye komprehensif kepada masyarakat agar memiliki
kesadaran dalam hal bertransaksi digital ada baiknya melakukan kelayakan pengecekan
harga, tidak tergiur dengan diskon atau harga miring yang ditawarkan untuk meminimalisir
tindak pidana penipuan yang dapat terjadi. Selain itu kesadaran kita sebagai pemakai
untuk terus ditingkatkan untuk membedakan antara berbagai jenis penipuan digital dan
meningkatkan keamanan melalui piranti lunak yang kita miliki terutama mendeteksi scam,
spam, phishing, dan hacking. Perlu penajaman konteks penipuan digital seperti pharming,
social engineering yang massif, sniffing, money mule, di mana pada beberapa bagian
ada overlapping konsep dalam spam, phishing dan social engineering itu sendiri serta
mengingat konsep ini menjadi bagian kerangka penting dalam daya tahan keamanan
digital kita dari penipuan digital ke depan serta pentingnya mempertajam interpretasi
kategori penipuan digital dalam aturan hukum.
Pada bab ini, juga memberikan pertimbangan dalam kerangka keamanan digital dari modus
penipuan digital bagi masyarakat dengan kriteria pendekatan usia, kelompok terpinggirkan
(anak, perempuan dan kaum difabel), maupun masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar
dan tertinggal), di mana dalam perlindungan diri dari penipuan digital seluruh pemangku
kepentingan secara bersama-sama perlu baik dari pendekatan untuk memperoleh minimal
pengetahuan modus penipuan digital serta keterampilan dalam mendeteksi adanya indikasi
penipuan digital.
EVALUASI KOMPETENSI PENIPUAN DIGITAL
Untuk mengukur kemampuan literasi digital yang kita miliki berkaitan dengan pengetahuan
dasar mengenai penipuan digital, setidaknya dapat diukur dengan aspek kognitif, afektif dan
konatif, yang mana pada akhir modul ini, diharapkan kita mampu memiliki pengetahuan dan
kesadaran bahwa transaksi digital yang kita lakukan rentan dengan berbagai kejahatan
digital dalam hal ini yaitu penipuan digital
CONTOH INSTRUMEN EVALUASI PENGETAHUAN DASAR MENGENAI PENIPUAN DIGITAL
Contoh instrumen ini hanya berkaitan dengan aspek kognitif dari penipuan digital, di mana
pengetahuan menjadi fondasi dasar untuk mencegah dan mengatasi penipuan digital yang
saat ini sedang marak dengan beragam modus dan beragam teknik yang dilakukan oleh para
pelaku untuk meretas/membobol akun yang kita miliki. Kegiatan ini sebagai bentuk evaluasi
diri berkaitan dengan ketahanan keamanan digital kita.
URGENSI PERLINDUNGAN REKAM JEJAK DIGITAL
Dunia digital saat ini memberikan masyarakat tempat dan teknologi yang memudahkan kita
dalam beraktivitas. Sebagai pemakai teknologi, tidak dapat kita pungkiri bahwa salah satu
aspek yang harus kita perhatikan yaitu keamanan kita di dunia digital (Digital Safety).
Dalam aktivitas sehari-hari, setiap dari kita secara sadar atau tidak sadar telah meninggalkan
banyak jejak di dunia maya. pemakai an teknologi yang melekat dengan kehidupan seharihari kita juga telah meningkatkan kejahatan di dunia maya dengan mengakses perangkat
lunak, gawai, dan terlebih menyambungkan diri kita dengan internet, kita telah memberikan
akses pada pihak lain untuk mengetahui kebiasaan kita sehari-hari.
Teknologi yang semakin canggih dapat membaca dan memetakan kebiasaan kita hanya
dengan membaca jejak yang kita tinggalkan. Mulai dari hal sederhana seperti pemakai an
peta digital seperti Waze dan Google Maps, pola kita sehari-hari menjadi mudah untuk
dipelajari oleh pihak lain. Kemudahan teknologi pun ternyata memiliki sisi yang perlu kita
waspadai, yakni jejak-jejak kita di dunia maya. Jejak-jejak inilah yang disebut dengan jejak
digital (digital footprints).
Jejak digital ini pula yang membentuk dan mengabadikan gambaran tentang siapa kita di
dunia digital, yang bisa jadi lebih detail dari yang kita bayangkan. Apa pun yang kita lakukan
saat melakukan aktivitas daring, penting bagi kita untuk mengetahui jenis jejak yang kita
tinggalkan, dan apa efeknya bagi kita di kemudian hari (internetsociety.org, 2021).
Bab Jejak Digital ini disusun untuk membantu kita dalam mempelajari lebih lanjut tentang
jejak digital dan juga membantu kita menentukan cara yang tepat untuk melindungi privasi
kita di dunia digital. Dengan mengetahui bentuk rekam jejak digital, contoh kasus tentang
rekam jejak digital serta memahami bahwa rekam jejak digital sulit dihilangkan, maka
diharapkan kita dapat mengembangkan kemampuan kita untuk melindungi diri sendiri, dan
juga orang lain dalam ranah digital.
Penting pula bagi kita untuk memahami bahwa setiap tindakan yang kita lakukan memiliki
konsekuensi, terlebih di ranah digital yang kita seringkali luput untuk memperhatikan dan
berhati-hati. Konsekuensi hukum juga perlu kita pahami, karena beberapa kasus
menunjukkan bahwa tidak hanya pelaku yang dapat dihukum namun juga korban
penyalahgunaan rekam jejak digital dapat menjadi sasaran empuk.
Selain menjelaskan konsep, memberikan ilustrasi kasus dan menyampaikan langkah-langkah
untuk melindungi jejak digital, bab ini juga akan memberikan penjelasan mengenai evaluasi
untuk mengukur keterampilan perlindungan jejak digital. Evaluasi ini bisa dipakai secara
langsung oleh pemakai media digital sebagai self-assessment (evaluasi diri) maupun oleh
pengajar atau pegiat literasi digital untuk mengukur kompetensi perlindungan jejak digital
peserta didik atau peserta program jejak digital. Penguatan kompetensi perlindungan jejak
digital sangat penting untuk menjaga keamanan digital supaya tidak terseret dalam
penyalahgunaan identitas digital dan data diri kita maupun pemakai media digital lainnya.
MENGETAHUI BENTUK REKAM JEJAK DIGITAL
Secara umum, jejak digital yaitu jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan saat
memakai perangkat digital (dictionary.com, 2021). Salah satu ancaman terbesar bagi
kaum muda di situs media sosial yaitu jejak digital dan reputasi masa depan mereka
tidak hanya perangkat digital, namun termasuk pula
situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada
media sosial, foto yang kita unggah, transaksi kita pada situs atau platform belanja daring,
dan segala informasi yang kita kirimkan ke berbagai layanan daring yang ada.
Ketika kita mengunjungi berbagai situs web, melalui menu history pada browser kita dapat
melihat bukti situs mana saja yang telah kita kunjungi. Rekaman aktivitas web yang kolektif
dan saling berhubungan ini yang dikatakan sebagai jejak digital , Setiap kali kita mengunjungi situs web, kita telah mengungkapkan beberapa
informasi tentang diri kita kepada pemilik situs web seperti alamat IP, lokasi geografis, jenis
peramban (browser) web dan sistem operasi, dan seringkali juga situs web yang terakhir kali
kita kunjungi. Potongan-potongan informasi yang tampak relatif tidak berbahaya dan
bahkan cukup anonim ini pun yaitu jejak digital kita (internetsociety.org, 2021).
Jejak digital memiliki sisi positif dan juga sisi negatif yang perlu kita waspadai. Jejak digital
dan keberadaan fisik orang-orang sekarang dapat dilacak dengan mudah sehingga
seseorang kini harus melindungi anonimitas mereka secara daring dan juga luring dengan
lebih menyeluruh ,Riset yang dilakukan oleh The Pew Research Center's
Internet & American Life Project pada 2011 menyatakan bahwa Sekitar dua pertiga dari
pemakai situs jejaring sosial menaikkan keamanan dari akun jejaring sosial mereka. 63%
dari mereka telah menghapus orang dari daftar "teman" mereka, 44% telah menghapus
komentar yang dibuat oleh orang lain di profil mereka, dan 37% telah menghapus nama
mereka dari foto yang diberi tag untuk mengidentifikasi diri mereka ,
Kekhawatiran atas pelanggaran privasi ini berawal dari temuan bahwa dunia digital telah
merekam setiap gerak gerik kita. Cara termudah mengetahui jejak digital kita yaitu dengan
mengetikkan nama kita pada search engine/mesin pencari digital seperti Google, Yahoo,
Altavista, Yandex, dan sebagainya. Berapa banyak informasi yang kita temukan dan
terhubung dengan kita dari hasil ini ?
Cara lain yaitu dengan melakukan pencarian barang pada situs belanja daring. Meskipun
kita telah menutup halaman toko daring ini , situs itu tetap akan memberikan kita
referensi hasil pencarian yang cocok dengan pencarian kita sebelumnya. Atau, bahkan hasil
pencarian kita akan terhubung dengan media sosial kita sehingga kita akan melihat iklaniklan yang berhubungan dengan pencarian kita ini bertebaran di timeline. Hal ini
memperlihatkan bahwa jejak penelusuran kita terekam di internet.
Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni jejak digital yang bersifat pasif dan jejak
digital yang bersifat aktif. Mengetahui kedua jenis jejak digital ini penting untuk
meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari tercecernya jejak digital kita.
Jejak digital pasif yaitu jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja
dan tanpa sepengetahuan kita. Biasanya dipakai untuk mencari tahu profil pelanggan,
target iklan, dan lain sebagainya. Jejak digital pasif ini tercipta saat kita mengunjungi situs
web tertentu dan server web mungkin mencatat alamat IP kita, yang mengidentifikasi
penyedia layanan Internet dan perkiraan lokasi. Meskipun alamat IP kita dapat berubah dan
tidak menyertakan informasi pribadi apa pun, itu masih dianggap sebagai bagian dari jejak
kita. Aspek yang lebih pribadi dari jejak digital yaitu riwayat penelusuran kita, yang
disimpan oleh beberapa mesin telusur saat kita masuk. Biasanya data ini diakses melalui
cookie .
Pada dasarnya, jejak digital pasif ini tidak berbahaya, tetapi data jejak ini bisa menjadi
masalah besar dalam beberapa keadaan. Masalah yang timbul dari jejak digital pasif ini
antara lain yaitu penjualan data aktivitas pelanggan oleh perusahaan pengelola website
kepada pihak-pihak lain.
Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di
platform digital (Vonbank, 2019). Contohnya seperti mengirim email, mempublikasikan di
media sosial, mengisi formulir daring, dan lain sebagainya. Hal-hal ini berkontribusi
pada jejak digital aktif kita karena kita memberikan data untuk dilihat dan/atau disimpan
oleh orang lain. Semakin banyak email yang kita kirim, semakin banyak jejak digital kita. Saat
ini, banyak orang bahkan tidak berpikir sebelum mereka mempublikasikan sesuatu. Jejak
digital aktif kita dapat mempengaruhi berbagai hal seperti ketika kita melamar pekerjaan
baru. Perusahaan saat ini gemar untuk melihat profil media sosial calon pekerjanya sehingga
kita perlu untuk berhati-hati dalam mengelola jejak digital aktif ini. Komentar kasar di
Twitter atau foto yang pelanggaran aturan di Instagram sudah cukup untuk merusak
peluang kerja dan reputasi kita.
Penting untuk berhati-hati dengan apa yang kita unggah di internet karena hal ini
dapat dipakai untuk merugikan kita. Semua yang kita publikasikan dapat dilihat oleh
semua orang: calon pemberi kerja, guru, dan universitas. Namun, di masa penuh
keterbukaan seperti sekarang ini, sudah seperti tidak ada Batasan tentang apa saja yang
boleh dibagikan di media sosial. Survei yang dilakukan terhadap anak-anak di Amerika
menunjukkan bahwa anak muda cenderung membagikan hal-hal yang privat di internet.
Berikut yaitu statistik tentang apa saja yang diungkapkan kebanyakan anak muda tentang
diri mereka secara daring ,
Jejak digital yang kita tinggalkan pada dasarnya yaitu hal yang netral. Akan tetapi,
kenetralan ini dapat menjadi positif atau negatif tergantung dari bagaimana kita atau
pihak lain memanfaatkan data ini . Untuk membuat jejak digital yang positif, sangat
penting bagi kita untuk memahami implikasi, baik positif maupun negatif, dari tindakan kita
di dunia maya.
DUA SISI JEJAK DIGITAL
Penyalahgunaan jejak digital yaitu pemanfaatan jejak digital secara negatif. Netsafe
mencatat beberapa hal negatif yang muncul dari penyalahgunaan jejak digital yang paling
sering dilaporkan oleh pemakai internet, antara lain: mempublikasikan informasi pribadi
yang mengarah ke penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi pribadi
atau bisnis yang dipakai untuk serangan manipulasi psikologis.
Modus penyalahgunaan jejak digital lain yang juga sering dilakukan yaitu menerbitkan
atau berbagi informasi yang merusak reputasi, seperti kehilangan pekerjaan. Perilaku
membocorkan informasi pribadi atau biasa disebut Selain ketiga modus ini , Netsafe
juga mencatat modus lain dengan menerbitkan atau berbagi gambar atau video yang
dipakai untuk sexting, pemerasan, pelecehan berbasis gambar (terkadang disebut
revenge porn) atau insiden pemerasan. Untuk perilaku semacam ini ancaman hukumannya
bisa berlapis dan menyentuh hukum tentang pencemaran nama baik bahkan juga
pemerasan.
Pemanfaatan jejak digital yaitu pemakai an jejak digital secara positif. Jejak digital yang
ditinggalkan seringkali dipakai oleh aparat penegak hukum. Bagi mereka, jejak digital
ini akan sangat membantu dalam mengungkap kasus-kasus kriminal, baik yang
berbasis dunia daring (cybercrime) maupun yang terjadi di dunia luring Bentuknya beragam.
Mulai dari aktivitas sinyal seluler pada ponsel, riwayat login akun media sosial, sampai
dengan jejak pengiriman SMS atau panggilan telepon. Bahkan, jika seseorang meretas
sebuah situs web atau aplikasi berbasis Internet, sejatinya jejak digital itu akan tertinggal
dan bisa dilacak (Kumparan.com, 2017).
Kita pun sebenarnya bisa merancang jejak digital yang baik. Misalnya dengan meninggalkan
catatan karya atau prestasi di berbagai platform digital seperti media sosial maupun blog
pribadi. Jejak-jejak digital positif yang kita tinggalkan ini di kemudian hari akan menjadi
catatan diri kita di media digital. Harapannya ketika seseorang mengetikkan nama kita di
mesin pencari maka seluruh