teknologi komunikasi 3

Sabtu, 30 November 2024

teknologi komunikasi 3



 kan pada platform ini . Selain melakukan verifikasi pada platform, perlu 


juga melakukan verifikasi pada akun pemakai  platform yang akan melakukan transaksi 


dengan kita, baik sebagai penjual maupun pembeli. Jangan lupa, kita harus selalu 


memastikan transaksi daring yang dimediasi ini  memakai  platform keuangan

yang mereka sediakan bukan rekening pribadi untuk menghindari penyalahgunaan data 


pribadi kita. Selain itu, kita juga harus memastikan keamanan perangkat lunak maupun 


keras yang kita gunakan untuk bertransaksi daring.


Pentingnya perlindungan data pribadi ini juga ditekankan baik oleh instansi pemerintah, 


korporasi maupun komunitas sebagai bentuk tanggung jawab mereka. Salah satu contoh 


kampanye perlindungan data pribadi ini dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat  Dalam poster digital ini , pesan utama yang disampaikan yaitu  ragam tips melindungi 


data pribadi di internet dari pemakai an sandi yang sulit dan berbeda untuk akun yang 


berbeda, mengatur privasi, menjaga data pribadi, memastikan tautan, memastikan situs 


yang dikunjungi, memastikan keamanan jaringan internet, memastikan akses saat 


bergabung pada aplikasi tertentu, sekaligus juga menghargai privasi pemakai  platform


digital lainnya. Di sini terlihat bahwa perlindungan data pribadi tak hanya tentang data diri  tapi juga data orang lain sebagai tanggung jawab pemakai  platform sebagai warga digital 


yang baik dan bertanggung jawab.


Kampanye perlindungan data pribadi juga dilakukan oleh industri yang mengelola platform


digital misalnya saja Traveloka yang berkolaborasi dengan Tirto.id untuk mengajak 


pemakai nya untuk menjaga data pribadi secara bersama

pesan yang ingin disampaikan yaitu  soal pentingnya data 


pribadi untuk kita simpan sendiri dan tidak dibagikan, setiap akun yaitu  privat sehingga poin dari Traveloka tidak bisa diperjualbelikan dan ajakan untuk siaga sehingga kalau ada 


aktivitas mencurigakan segera melaporkan pada platform.


Pentingnya untuk tidak menyebarkan data pribadi orang lain juga ditekankan oleh Japelidi 


dalam kampanyenya melawan hoaks COVID-19 ,Dalam poster digital di atas, penegasan tentang perlindungan data pribadi, dalam hal ini 


khususnya pasien COVID-19, dilindungi oleh berbagai produk hukum yang berlaku di 


negara kita . Poster ini menekankan pentingnya melindungi data diri orang lain yang dijamin 


oleh hukum.


Pentingnya aspek hukum ini juga ditegaskan oleh beberapa poster digital ,

Kedua poster digital di atas menunjukkan pentingnya memahami aspek hukum dalam 


perlindungan data pribadi supaya  kita bisa menjadi warga negara sekaligus warga digital 


yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan digital bersama.


MEMAHAMI DAN MELINDUNGI PERSONAL IDENTIFICATION NUMBER (PIN)


Seringkali untuk memudahkan kita memakai  beragam platform digital, kita 


memakai  angka sandi atau Personal Identification Number (PIN) yang sama. Namun, 


apakah sandi yang sama untuk beragam akun yang berbeda itu aman? Sebelum pertanyaan ini  dijawab, mari kita pahami dulu konsep PIN dalam perlindungan data pribadi 


sebagai salah satu kemampuan keamanan digital.


PIN yaitu  angka sandi yang hanya diketahui oleh pemakai  platform digital dan sistem 


autentikasi platform digital ini  . Biasanya PIN yang terdiri 


dari 4 hingga 6 digit angka dipakai  sebagai cara sistem melakukan identifikasi terhadap 


pemakai  agar akses ke sistem ini  terbuka dan pemakai  bisa memanfaatkan aneka 


fitur dan layanan dalam platform digital. Selain terkait dengan akses, PIN juga dipakai  


untuk membedakan pemakai  satunya dengan pemakai  lainnya.


Biasanya PIN memakai  kode yang numerik dan biasanya dipakai  dalam berbagai 


macam kegiatan transaksi keuangan daring maupun transaksi lainnya yang memakai  


sistem digital , Sebagai contoh, PIN biasa dipakai  untuk 


melakukan aneka transaksi melalui internet banking hingga sistem keamanan pintu rumah. 


Bahkan, PIN juga dipakai  untuk pengaman sepeda motor yang memakai  sistem 


pengaman ganda (double smart lock) bersamaan dengan Radio-Frequency Identification


(RFID)  ,


Untuk menjaga keamanan identitas digital dan data pribadi kita, kemampuan kita 


memakai  PIN yaitu  kemampuan dasar yang selalu bisa kita asah. Dalam poster digital 


yang dikeluarkan oleh Ansonalex.com (2012, Oktober 10) sebagaimana terlihat dalam 


gambar III.6, terlihat sejarah PIN yang biasanya terdiri dari 4 hingga 6 digit sebagai proses 


autentikasi pemakai  saat masuk ke dalam suatu sistem digital.


Bagaimana caranya kita bisa memakai  PIN dengan baik dan aman? Pertama, 


hindari memilih kombinasi angka yang mudah ditebak, misalnya tanggal dan tahun lahir. 


Pilihlah kombinasi angka yang potensi keamanannya tinggi dengan selalu membuat PIN 


yang susah untuk diprediksi orang lain. Kedua, sebaiknya kita tidak menuliskan PIN di kartu 


identitas kita ataupun secarik kertas yang ditaruh di dompet. Dengan begitu, jika dompet 


kita tertinggal atau hilang, tidak ada potensi kerugian yang bisa ditimbulkan. Ketiga, 


gunakan PIN yang berbeda untuk kepentingan yang berbeda supaya  tingkat keamanannya

lebih tinggi. Keempat, jika kita memasukkan PIN di berbagai mesin, misalnya ATM, di tempat 


terbuka, selalu tutupkan tangan kita supaya  tidak ada orang yang melihatnya.

contoh kampanye untuk mengajak pemakai  platform digital 


untuk selalu memastikan keamanan PIN sebagai salah satu langkah yang penting menjaga 


keamanan identitas digital dan data pribadi.


KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MELINDUNGI TWO-FACTOR AUTHENTICATION (2FA)


Dalam memakai  surat elektronik (surel) seringkali kita merasa enggan saat login, kita


masih diminta untuk melakukan konfirmasi lagi untuk memastikan bahwa kita yaitu  


pemakai  yang terdaftar dalam sistem. Autentikasi tahap dua ini kadang dilakukan dengan 


menjawab pertanyaan tambahan, memasukkan kode yang dikirim melalui short message


service (SMS) atau kadang dengan melakukan persetujuan ke telepon pintar kita. Sering kita 


kemudian berucap, ‘Mau masuk akun surat elektronik sendiri kok repot ya?’.


Proses autentikasi seperti ini tak tanya kita temukan saat akan mengakses surat elektronik 


tapi juga saat melakukan transaksi daring maupun saat memakai  berbagai akun 


platform digital lainnya. Nah, apa sih yang disebut dengan Two-Factor authentication (2FA) 


ini ? Bagaimana kemudian kita bisa melindungi 2FA ini?


Two-factor authentication (2FA) yaitu  keamanan pemakai an sistem digital yang 


membutuhkan dua faktor identifikasi (Susianto & Yulianti, 2015). Dalam bahasa lain bisa 


dikatakan bahwa 2FA yaitu  fitur keamanan yang dipakai  untuk melakukan autentikasi 


ulang apakah pemakai  yang akan login yaitu  benar-benar pemilik akun ini  dan 


terdaftar dalam sistem ,


Proses autentikasi dua faktor ini dilakukan dengan cara identifikasi pemakai  berdasar  


dua faktor sebagai komponen informasi yang hanya diketahui oleh pemakai  dan sistem. 


Biasanya langkah pertama yaitu  pemakai  login melalui username atau email untuk masuk 


ke sistem. Langkah berikutnya, pemakai  dikonfirmasi lagi dengan beberapa faktor sebagai 


langkah tambahan untuk memastikan. ada  beberapa faktor yang biasa dipakai  oleh 


berbagai sistem digital dalam proses 2FA sebagaimana terlihat dalam bagan di bawah ini.

Kedua langkah identifikasi ini harus benar, sebab jika tidak maka pemakai  tidak akan bisa 


masuk ke sistem. Apapun pilihan yang dilakukan oleh sistem, pada dasarnya Two-factor 


Authentication ini yaitu  usaha  dari sistem platform digital untuk memastikan keamanan 


akses akun oleh pemakai  yang betul-betul berhak dan terdaftar. Dengan begitu, sangat 


kecil kemungkinan akun pemakai  akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung 


jawab. Meskipun begitu, proses Two-factor Authentication tidaklah bisa menjamin 100% 


keamanan akses akun pemakai . Untuk itu, setiap pemakai  wajib untuk selalu berhati-hati 


dalam menjaga kerahasiaan data pribadi.

Dari poster digital diatas, dijelaskan bahwa autentikasi dua tahap merupakan sistem 


pengamanan akun digital di mana pemakai  diwajibkan untuk memasukkan nama pemakai  


dan sandi yang dikombinasikan dengan tiga cara autentikasi: memakai  kata kunci

memakai  ponsel, dan memakai  sidik jari. Namun begitu, pemakai  harus berhati￾hati untuk tidak mudah memberikan nomor telepon genggam baik di dunia maya maupun 


dunia nyata, sebab nomor telepon genggam sering dipakai  sebagai tempat pengiriman 


konfirmasi terutama SMS dalam mendapatkan pelayanan berbagai platform digital.


KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MELINDUNGI ONE-TIME PASSWORDS (OTP)


Saat kita melakukan transaksi daring misalnya untuk melakukan pembelian baju di salah 


satu lokapasar, sering kita mendapatkan SMS yang berisi 6 digit angka yang harus kita 


masukkan untuk melanjutkan transaksi ini . Mungkin kita bertanya, ‘Bukankah sudah 


ada nama akun dan sandi? Mengapa juga harus repot-repot menunggu surat elektronik atau 


SMS untuk mendapatkan kode untuk melanjutkan transaksi?’


Sebagai pemakai  platform digital, kita tentu saja harus cermat, pemakai an kode unik yang 


khas dan difungsikan satu kali dalam satu transaksi inilah yang disebut dengan One-time 


Passwords (OTP). Dalam bahasa lain, OTP yaitu  sandi yang dimiliki oleh pemakai  platform


digital yang diubah secara teratur oleh sistem sehingga seorang pemakai  selalu login


dengan memakai  salah satu sandi dari daftar sandi yang dimilikinya. Kelebihan OTP 


yaitu  keamanan yang tinggi sehingga kemungkinannya kecil untuk diretas. sedang  


kelemahannya yaitu  pemakai  harus menjaga agar daftar sandi ini  selalu aman 


jangan sampai tercuri atau hilang (Yusuf, 2008).


Dalam praktiknya biasanya OTP hanya dipakai oleh pemakai  saat memperoleh layanan 


digital sehingga sistem ini lah yang biasanya mengirimkan 6-8 digit angka melalui SMS 


atau email yang dijaga hanya dipakai  sekali pakai oleh seorang pemakai . Biasanya 


sistem akan ketat sekali dalam menerima OTP yang dimasukkan oleh pemakai , salah satu 


nomor saja maka transaksi atau pelayanan akan berhenti atau gagal (Uzone.id 2020, 


November 6).


Dengan ketatnya sistem OTP ini bahkan bisa dikatakan bahwa bawa OTP yaitu  “rahasia 


antara anda dan yang diatas sana” (lihat Gambar III.8). Pesan yang ingin disampaikan oleh 


poster digital ini  yaitu  OTP merupakan salah satu perangkat keamanan yang 


merupakan kode verifikasi yang disampaikan langsung ke pemakai  melalui SMS agar bisa

dipakai  sekali pakai. Dengan begitu hanya pemakai  dan Tuhan yang tahu, tentu saja 


selain sistem yang dianggap bukan orang atau pemakai  lainnya atau bahkan pengelola 


platform digital,

Meskipun OTP dianggap sebagai sistem keamanan platform digital yang canggih, sebagai 


pemakai  yang hati-hati, kita sebaiknya tetap harus waspada dalam memakai nya 


dengan mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini:

Keenam strategi di atas pada dasarnya terdiri dari komitmen kita sebagai pemakai  media 


digital yang memegang penuh RAHASIA demi menjaga keamanan digital.




Dalam level individu, kemampuan kita sebagai pemakai  media digital dalam melindungi 


identitas digital dan data diri termasuk memahami dan mempraktikkan pemakai an PIN, 


2FA dan OTP yaitu  suatu kecakapan yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan. Jika 


dilihat dari konsep 10 kompetensi literasi digital Japelidi, kecakapan ini  seolah hanya 


terkait dengan kecakapan akses dan seolah bersifat teknis semata, padahal tidak.


Memang benar, kompetensi akses yang terkait pengaturan identitas digital dan data pribadi 


di perangkat keras dan lunak yang kita miliki juga di platform digital yang kita gunakan 


penting untuk melindungi identitas digital dan data diri. Namun kompetensi lain juga sama 


pentingnya. Sebagai pemakai  digital yang sadar akan keamanan digital, kita harus bisa 


melakukan seleksi informasi terkait identitas digital maupun data diri mana yang harus dilindungi. Kita juga harus memahami konsep perlindungan identitas digital dan data diri 


berikut ragam perangkatnya seperti PIN, T2FA, dan OTP.


Kita harus memastikan perlindungan identitas digital dan data diri sendiri, keluarga maupun 


orang lain saat kita membagikan pesan maupun memproduksinya sebelum kita sampaikan 


ke pemakai  media lainnya. Kita wajib terlibat baik secara individual dengan berpartisipasi 


dan secara kolektif dengan berkolaborasi jika menemukan pelanggaran identitas digital dan 


data diri di depan mata kita. Partisipasi dan kolaborasi yaitu  dua kompetensi penting 


untuk menyelesaikan beragam persoalan masyarakat digital termasuk perlindungan 


identitas digital dan data diri (Kurnia & Wijayanto, 2020). Seluruh kemampuan ini patut kita 


miliki agar kita menjadi pemakai  media digital yang tangguh menjaga keamanan data diri 


kita, keluarga dan orang lain di dunia maya.


Dalam level pasar, sudah sepantasnya pemangku kepentingan yang relevan baik pengusaha 


platform digital maupun pelaku pasar lainnya, bertanggung jawab untuk melindungi 


identitas digital dan data diri pemakai  yang ada dalam sistem mereka. Langkah-langkah 


menjaga keamanan harus diusaha kan seoptimal mungkin baik di dalam sistem maupun 


menjaga supaya  tidak mudah dibobol pihak yang mau menyalahgunakan identitas digital 


dan data pribadi yang disimpan dalam platform tertentu.


Dalam level negara, yaitu  kewajiban negara untuk melindungi identitas digital dan data 


pribadi warga negaranya melalui kebijakan yang adil dan mengedepankan asas hak asasi 


manusia terhadap perlindungan diri di dunia maya.


Dengan begitu, bab ini, masih sangat terbuka untuk dikembangkan agar seluruh pemangku 


kepentingan mampu bertanggung jawab untuk perlindungan identitas digital data diri. 


Pengembangan di masa depan bisa dilakukan dengan mempertimbangkan ragam khalayak 


yang akan disasar melalui pembelajaran maupun variasi program literasi digital. Ragam 


khalayak ini bisa dilihat dari pendekatan usianya, kelompok terpinggirkan (anak, perempuan 


dan kaum difabel), maupun masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). 


Pertimbangan lain juga bisa dilihat dari langkah aksinya yang bisa bersifat individual atau 


kolaboratif, pendekatan aksi yang formal melalui kurikulum sekolah atau perguruan tinggi maupun yang informal melalui aneka program, maupun ruang yang akan dipakai nya 


yakni daring atau luring 

Dengan pengayaan khalayak maupun program di masa depan, baik di level individu, pasar 


dan negara, niscaya usaha  perlindungan identitas digital dan data pribadi akan lebih 


ditingkatkan, sehingga persoalan-persoalan terkait hal ini  bisa diminimalisir sekuat 


mungkin dan keamanan digital bisa diciptakan.


Meskipun begitu, harus juga kita pahami konteks yang lebih luas, bahwa perlindungan 


identitas dan data pribadi bukan hanya tanggung jawab individu semata, baik pemakai 


maupun pengajar serta pegiat literasi digital. Keamanan digital juga tanggung jawab 


pemangku kepentingan lainnya seperti perbankan, pengelola aneka platform digital, 


maupun pemerintah.


EVALUASI KOMPETENSI PERLINDUNGAN IDENTITAS DIGITAL DAN DATA DIRI


Untuk melakukan pengukuran terhadap kecakapan pemakai  platform digital dalam 


melakukan perlindungan identitas dan data diri, kita bisa melakukan evaluasi dalam tiga 


area. Pertama, aspek kognitif atau pengetahuan mengenai perlindungan identitas digital 


dan data diri. Kedua, aspek afektif atau perasaan yang menunjukkan kesadaran pemakai  


platform digital akan pentingnya perlindungan identitas digital dan data diri sebagai 


perwujudan tanggung jawab sebagai warga negara dan warga digital yang baik. Ketiga, 


aspek konatif atau behavioural untuk melihat sejauh mana pengetahuan dan kesadaran 


melakukan perlindungan identitas digital dan data diri dalam kehidupan sehari-hari. Untuk 


memudahkan, tabel III.2 menjelaskan matriks kecakapan perlindungan identitas digital dan


data diri dalam ketiga aspek ini .

 

URGENSI MEMAHAMI PENIPUAN DIGITAL


Aktivitas pemakai an internet semakin meningkat bahkan sejak pandemi COVID-19. Mulai 


dari belajar hingga bertransaksi jual beli pun dilakukan secara daring. Data Asosiasi 


Penyelenggara Jasa Internet negara kita  (APJII) dan negara kita  Survey Center pada semester 


kedua menyebutkan bahwa penetrasi pemakai  internet di negara kita  196,71 juta jiwa atau 


sekitar 73,7% dari total populasi penduduk negara kita . pemakai  internet di negara kita  


memakai  telepon pintar atau smartphone untuk mengakses internet mencapai 95,4% 


(APJII & negara kita  Survey Center, 2020).


APJII juga mencatat aktivitas yang paling banyak dilakukan para pemakai  internet di 


negara kita  yaitu  berinteraksi dengan aplikasi pesan instan (29,3%) dan melalui media sosial 


(24,7%). Alasan aktivitas lain memakai  internet yaitu  untuk mengakses berita, 


layanan perbankan, mengakses hiburan, belanja daring, jualan daring, layanan informasi 


barang/jasa, layanan publik, layanan informasi pekerjaan, transportasi daring, game, e￾commerce, layanan informasi pendidikan, dan layanan informasi Kesehatan. Meningkatnya 


angka pemakai  internet berdampak pada meningkatnya pemakai  media sosial dan 


transaksi daring. Salah satu aktivitas pemakai an internet yang paling banyak kita lakukan 


yaitu  melakukan belanja daring.


Ragam alasan pemakai an internet ini  di atas, justru masyarakat akan dihadapkan 


pada berbagai kemungkinan risiko kejahatan pada dunia digital. Kepolisian Republik 


negara kita  sepanjang Januari s.d September 2020 menyebutkan bahwa ada  2.259 


laporan, di mana ragam laporan kasus kejahatan digital ini seperti penyebaran konten 


provokatif, penipuan daring, pornografi, akses ilegal, manipulasi data, pencurian 


data/identitas, perjudian, intersepsi ilegal, pemerasan, peretasan sistem elektronik, 


pengubahan tampilan situs dan gangguan sistem. Dari data ini sebanyak 649 kasus yang 


dilaporkan merupakan kasus penipuan daring, dengan posisi urutan kedua terbanyak

kasusnya. Kasus ini yaitu  yang terdata dan dilaporkan untuk penipuan digital, sementara 


ada juga yang tertipu tetapi tidak melaporkan bahkan kadang mengikhlaskan saja, dianggap 


sebagai musibah.


Pada data lima tahun terakhir, Kepolisian Republik negara kita  menyebutkan sejak 2016 


sampai dengan September 2020 ribuan kasus penipuan daring telah dilaporkan. Pada 2016 


terjadi laporan kasus penipuan daring sebanyak 1.570 kasus; tahun 2018 sebanyak 1.430; 


tahun 2019 sebanyak 1.781; dan tahun 2019 sebanyak 1.617 kasus; dan sampai dengan 


September 2020 telah ada 649 kasus yang dilaporkan. Seluruh kasus dalam 5 tahun terakhir 


berkisar 7.047 kasus.Penipuan digital yang dilaporkan banyak menyasar ketika kita melakukan aktivitas belanja 


dan bertransaksi secara daring melalui beragam layanan lokapasar (e-commerce) seperti 


Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, Orami, Bhinneka, Ralali, JD.ID atau Sociolla. 


Kenapa belanja daring menjadi target dalam penipuan digital? berdasar  data, belanja 


daring saat ini menjadi salah satu aktivitas tren warga digital. Aktivitas ini semakin populer 


dilakukan karena dianggap memberikan kemudahan bagi konsumen Pada bab ini, kita mendiskusikan berbagai jenis penipuan digital yang saat ini kasusnya 


semakin meningkat di negara kita . Bab ini juga akan memberikan pengenalan dasar mengenai 


penipuan digital yang terjadi dalam berbagai motif, mulai dari penawaran publikasi ilmiah, 


salah kirim pulsa, transfer palsu, kuota gratis, penipuan berkedok hadiah/menang undian, 


informasi lowongan pekerjaan, informasi bantuan, pelelangan barang dengan 


mengatasnamakan lembaga resmi, kredit murah/pinjaman daring, investasi, teknisi palsu, 


dan sebagainya. Dari pengenalan dasar penipuan ini diharapkan dapat menjadi panduan 


bagi kita di dalam mengembangkan pengetahuan dan kompetensi literasi digital tentang 


penipuan digital dengan fokus penguatan pada kompetensi menganalisis, memverifikasi dan 


mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan penipuan digital.


Bab ini juga mengantarkan kita untuk memahami berbagai aspek hukum yang dapat kita 


jadikan dasar ketika terjadi kasus penipuan digital, baik yang berkaitan dengan ketentuan 


teknis maupun ketentuan pidana diantaranya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang


No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang diubah sebagian oleh 


Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 


2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang 


Perlindungan Konsumen; Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan serta 


aturan hukum lainnya yang terkait dalam penipuan digital.


MENGENALI DAN MEMAHAMI PENIPUAN DIGITAL


Kemajuan teknologi internet memudahkan berbagai hal mulai dari berbagi informasi hingga 


proses jual beli barang atau jasa melalui berbagai macam aplikasi. Namun demikian, 


ada  oknum-oknum yang memanfaatkan kemajuan teknologi ini  dengan 


melakukan kejahatan siber/kejahatan digital. Berbelanja daring rentan menjadi incaran para 


pelaku kejahatan digital karena aktivitas ini memiliki beragam celah yang bisa dimanfaatkan, 


terutama dengan memanfaatkan kelengahan pemakai  teknologi digital.


Penipuan daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform media internet untuk 


menipu para korban dengan berbagai modus. Penipuan jenis ini memakai  sistem 


elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi) yang disalahgunakan untuk

menampilkan usaha  menjebak pemakai  internet dengan beragam cara. Strateginya 


biasanya dilakukan secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh 


korbannya (Sitompul, 2012; Elsina, 2015).


Modus penipuan digital lebih mengarah pada penipuan yang menimbulkan kerugian secara 


finansial. Salah satu contoh yang sering terjadi yaitu  penipuan produk secara daring. 


Modusnya dengan mengirimkan barang yang berbeda dengan yang dijanjikan saat transaksi 


dilakukan atau bahkan tidak mengirimkan barang sama sekali. Penipuan digital ini tidak 


hanya menimbulkan kerugian pada pembeli saja, karena ada  pula bentuk penipuan 


yang merugikan penjual. Misalnya pembeli yang melakukan transfer fiktif dan penjual lalai 


melakukan pengecekan kembali sehingga tertipu dengan mengirimkan produk yang 


dijualnya. Jika dipetakan, maka setidaknya ada  dua kerugian yang dialami konsumen 


seperti digambarkan dalam bagan di bawah ini.


Modus penipuan digital dilakukan dengan target awal yaitu  melakukan pencurian data 


digital, sehingga perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi menjadi bagian 


yang penting pada berbagai dunia ( & Cross, 2017). Identitas digital ini tentu saja 


tidaklah selalu sama dengan identitas kita dalam kehidupan nyata yang merupakan 


rangkuman sifat  kita baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap (Monggilo, Kurnia 


& Banyumurti, 2020). Informasi lebih detail tentang hal ini dapat dibaca di Bab III tentang 


perlindungan identitas digital dan data pribadi.


Selanjutnya pencurian data pribadi menjadi target dalam melakukan penipuan digital dan 


umumnya berkaitan dengan keuangan data-data yang dijual, biasanya didapat dari 


perusahaan maupun bank, dengan berisikan nama lengkap, tempat tinggal, tanggal lahir, 


Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon rumah, email, alamat kantor, jabatan, 


hingga nama ibu kandung (Nurdiani, 2020). Penipuan digital ini marak terjadi melalui media 


sosial. Modusnya pun berbeda-beda, mulai dari rekayasa sosial (social engineering), menjual 


produk di bawah harga pasar hingga membatasi komentar pada unggahan terkait.

Kita juga dapat memperhatikan bahwa cukup banyak kerugian yang dimunculkan dari 


kejahatan digital ini dengan kriteria penipuan digital yang mana dalam lima tahun terakhir 


sejak 2014 sampai dengan 2018 bahwa kerugian yang ditimbulkan kejahatan digital ini 


mencapai US$7.450,6 juta dengan rincian kerugian pada tahun 2014 sebesar US$800,49 


juta. Pada tahun 2015 kerugian mencapai US$1070,71 juta, kemudian pada tahun 2016 


kerugian mencapai US$1450,7 juta, tahun 2017 kerugian mencapai US$1418,7 juta, dan 


pada tahun 2018 kerugian mencapai US$2.710 juta.

Untuk menangkal kejahatan digital khususnya penipuan digital dengan berbagai modus 


sebagaimana ini  di atas, maka kita perlu pemahaman dan peningkatan literasi digital 


dalam kerangka ketahanan keamanan digital dengan minimal kompetensi yang dimiliki 


yaitu  kemampuan analisis, kemampuan verifikasi dan kemampuan evaluasi.


Kemampuan analisis, verifikasi, dan evaluasi berkaitan dengan pemahaman awal mengapa 


terjadi penipuan digital, apa pengertian penipuan digital sebagaimana yang telah dijelaskan 


pada bagian awal di atas. Selanjutnya apa saja jenis dari penipuan digital termasuk 


mengenali dan memahami cara kerja penipuan digital. Setidaknya pemahaman tentang 


penipuan digital dengan berbagai kerugian serta aspek dan aturan hukum yang berkaitan 


dengan penipuan digital sebagaimana ini  di atas dapat membantu kita semua untuk 


tahu secara dasar mengenai penipuan digital. Tren serangan siber pada berbagai platform


media digital semakin meningkat, bahkan pada masa pandemi COVID-19. Hal ini menuntut 


ketahanan kita agar mampu menangkal kejahatan pada dunia maya ini. Serangan siber 


merupakan serangan yang berdampak dan membahayakan. Serangan siber dapat dilakukan 


oleh individu, kelompok, organisasi bahkan negara dengan cara meretas akun dengan 


menyasar keamanan sistem informasi pada perangkatdigital, jaringan infrastruktur maupun 


perangkat pribadi dengansumber anomin. Serangan siber ini bertujuan untuk mencuri,


mengubah, merugikan serta menghancurkan sasaran yang menjadi target mereka. Serangan 


siber yang membahayakan inilah yang kita sebut sebagai kejahatan siber.

Tren serangan siber di negara kita  meningkat dari tahun ke tahun, dengan tipe dan variasi 


serangan yang berbeda dari tahun sebelumnya, namun ada juga yang masih sama. Hal ini 


terjadi karena beberapa sebab, antara lain adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, 


kesempatan untuk melakukan kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan 


hukum. Rata-rata yang menjadi pelaku kejahatan yaitu  mereka yang lebih menguasai 


teknologi ini dan memakai  kemampuannya itu untuk melakukan akses yang tidak sah 


ke jaringan komputer orang lain. Jadi tren pelaku kejahatan siber cukup jelas yaitu mereka 


yang paham dan mahir dalam dunia digital ini (Danuri & Suharnawi, 2017).


Ragam Penipuan Digital


Dalam berbagai kasus serangan siber di atas, penipuan digital menjadi salah satu bentuk 


kejahatan digital yang cukup rentan dan banyak dialami oleh masyarakat. Setidaknya ada 


empat bentuk penipuan digital, yaitu scam, spam, phising, dan hacking.


Secara teknis, penipuan dapat bersifat social engineering dengan ragam bentuk yang kita 


terima mulai dari SMS, telepon, email bahkan dalam bentuk virus serta 


pembajakan/peretasan akun dan cloning platform yang kita miliki.


Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Scam


Scam merupakan bentuk penipuan digital yang paling umum. Pelaku kejahatan ini disebut 


scammer. Strateginya dengan memanfaatkan empati dan kelengahan pemakai . 


Metodenya beragam, bisa memakai  telepon, SMS, WhatsApp, email, maupun surat 


berantai. Beberapa varian scam diantaranya romance scam yang dikembangkan dari 


Nigerian Scam. Istilah nigerian scam lahir karena penipuan ini awalnya tersebar melalui 


email dengan modus seorang pengusaha kaya mencari partner untuk memindahkan 


kekayaannya ke negeri ini . Jika kasusnya di negara kita , maka sang scammer akan 


berdalih ingin memindahkan kekayaan ke negara kita . Korban scam akan diperlakukan secara 


telaten hingga meyakini bahwa si scammer betul-betul serius. Ujung dari penipuan ini

yaitu  scammer akan meminta sejumlah uang sebagai biaya transfer untuk memindahkan 


kekayaannya lintas negara.


Romance scam memakai  prinsip yang sama dengan Nigerian Scam. Bedanya, pada 


Romance scam pelaku berpura-pura mencari pasangan dan memanfaatkan empati korban 


yang dirayu untuk mau membantunya membiayai ongkos pindah negara. Tentu saja semua 


rayuan itu hanyalah tipuan agar korbannya percaya. Pelaku penipuan romance scam akan 


memakai  profil palsu atau dikenal dengan istilah profile cloning. Hal ini  bertujuan 


agar menarik perhatian calon korban (Salsabilah, Mulyadi & Agustanti 2021).


ada  beberapa modus scam dengan memainkan emosi korban sebagai berikut:

Untuk melihat bagaimana penipuan dengan kategori scam ini, berikut beberapa 


hal berkaitan dengan bagaimana teknis terjadinya scam, ciri-ciri scam, dan tips aman 


menghindari scam untuk menghindari penipuan digital terutama sebagai contoh pada saat 


melakukan belanja secara daring.

Scam sebagai penipuan penipuan digital merupakan kejahatan yang paling kerap terjadi. 


Pada era digital ini scam menjadi ancaman jika kita tidak waspada terhadap berbagai trik 


yang dilakukan oleh scammer. Scam selain berupa romance scam juga dapat berupa 


manipulasi psikologis, di mana pelaku akan memperdaya kita dengan memainkan trik psikologis. Pelaku akan meminta informasi kode PIN/OTP yang kita miliki dan selanjutnya 


meminta transfer uang. Hal yang harus dihindari dari penipuan scam yaitu  kita dapat 


menjaga identitas pribadi kita, tidak memberitahukan siapa pun kode PIN/OTP yang kita 


miliki serta kita juga harus lebih selektif ketika memakai  aplikasi untuk bertransaksi 


daring. Berikut kampanye yang dilakukan oleh Gopay dalam memberikan tips pada 


pemakai nya untuk menghindari scam.

Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Spam


Spam bisa terjadi dalam beragam bentuk, informasi mengganggu yang berbentuk iklan 


secara halus, informasi yang menjadi titik masuk bagi kejahatan siber seperti pemalsuan 


data, penipuan atau pencurian data (Alazab dan Broadhurst, 2015). Aktivitas spam pada 


dasarnya relatif mudah apabila melihat definisinya yang merupakan tindakan yang 


dilakukan bertubi-tubi atau berulang-ulang. Artinya pengirim informasi yang dikatakan 


melakukan spam yang disebut sebagai spammer bisa berada pada dua ciri yang memang 


dengan sengaja mengirimkan spam untuk berbuat kejahatan atau pengirim spam yang tidak 


mengetahui bahwa dirinya telah melakukan spam.


Email spam, selain berisi informasi tidak penting atau tidak relevan, tak jarang pula email 


spam menggiring penerima untuk mengklik tautan atau URL (Unique Related Location) 


tertentu. Ketika di klik URL ini akan mengarah kepada situs web yang mengandung malware 


atau virus yang dapat merusak sistem komputer penerima email atau mencuri data 


penerima email (lihat Bab I). Sisipan malware atau virus ini biasanya berbentuk pesan atau 


informasi dalam email spam ini  yang bersifat sosial atau kode-kode rumit (Putra, 2016).


Spam selain berupa email juga berupa panggilan telepon. Umumnya panggilan telepon ini 


beraneka ragam mulai dari layanan finansial, penawaran asuransi, operator, penipuan, dan 


penagih hutang. berdasar  data Truecaller (2020) sampai dengan 8 Desember 2020 


tercatat kurang lebih ada  100 panggilan spam yang dilaporkan

Bahkan data terkait spam dalam bentuk panggilan spam sepanjang tahun 2018 berupa 


telemarketing, perusahaan penagih hutang, penipuan uang, dan iklan agresif mencapai 


17.983 panggilan dengan nomor-nomor yang tidak diketahui.

Selain spam berupa email, panggilan, spam juga berbentuk SMS. SMS spam biasanya dikirim 


secara bertubi-tubi tanpa kita kehendaki yang dikirim oleh pelaku secara terus menerus 


yang berisi bahwa kita memperoleh hadiah, mencatut nama perusahaan-perusahaan dan 


menyebutkan mewakili dari nama perusahaan terkenal, bahkan menyertakan tautan palsu. 


Umumnya SMS spam memiliki tujuan ada juga yang bertujuan untuk melakukan promosi, 


menawarkan produk, namun yang perlu diwaspadai yaitu  yang bertujuan untuk 


melakukan penipuan.

Adapun cara untuk menghindari email, telepon maupun SMS spam dapat dilakukan dengan 


memanfaatkan fitur-fitur yang ada  dalam perangkat kita, misalnya dengan melakukan 


blokir. Berikut kampanye yang dilakukan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi negara kita  


(BRTI) dalam hal memperoleh telepon maupun SMS spam.

Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Phishing


Phishing merupakan kejahatan digital yang kerap ditemui oleh masyarakat negara kita . 


Phishing yaitu  istilah penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar kepada 


orang-orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat. 


Biasanya, phishing dilakukan dengan menduplikat situs web atau aplikasi bank atau 


provider. Ketika kita memasukkan informasi rahasia, uang kita akan langsung dikuras oleh 


cracker tadi. Kejahatan phishing ini dilakukan oleh oknum dengan menghubungi kita sebagai 


calon korbannya melalui email, telepon, atau pesan teks dengan mengaku dari lembaga sah. 


Biasanya oknum-oknum yang melakukan phishing akan menanyakan beberapa data sensitif 


seperti identitas pribadi, detail perbankan, kartu kredit, dan juga kata sandi. Bagi kita yang 


terjebak dalam kejahatan ini, informasi yang diperoleh pelaku dapat ia gunakan untuk 


mengakses akun penting yang kita miliki dan mengakibatkan pencurian identitas hingga 


kerugian finansial. Selain melalui email dan situs web, phishing juga bisa dilakukan melalui 


suara (vishing), SMS (smishing) dan juga beberapa teknik lainnya yang terus-menerus akan 


diperbarui oleh para penjahat dunia maya. Dan berdasar  data serangan phishing situs, 


surel, dan seluler mencapai pada kuartal II tahun 2020 mencapai kurang lebih 100, dimana


serangan dominan ke situs sebanyak 61, surel sebanyak 24, dan seluler 15 (Check Point, 


2020)


Phishing selama masa pandemi COVID-19 juga terus meningkat. Serangan siber ini menjadi 


kategori yang berbahaya. Proses kerja phishing umumnya bermaksud untuk menangkap 


informasi yang sangat sensitif seperti username, sandi


dan detail kartu kredit dalam bentuk meniru sebagai sebuah entitas yang dapat


dipercaya atau legitimate organization dan biasanya berkomunikasi secara


elektronik (Rachmawati, 2014). Pada masa COVID-19 sampai dengan Agustus 2020 serangan 


siber tertinggi berupa phishing mencapai 58 kasus (Interpol, 2020).


Cara kerja phishing ini juga biasanya ditujukan kepada pemakai  internet banking, karena


memakai  isian data (ID) pemakai  dan kata sandi, dan tidak menutup


kemungkinan untuk ditujukan ke pemakai  lainnya. Pelaku phising akan membuat sebuah

situs web yang menyerupai halaman utama layanan perbankan, lengkap dengan kolom isian 


nama pemakai  dan sandi. Korban yang tidak cermat akan mengisi kolom ini  karena 


mengira situs web ini  yaitu  situs web asli. Ketika data diisikan, pelaku phishing


tinggal mengambil rekaman data yang berhasil dicurinya melalui situs web phishing 


ini .


Selain itu phishing ini juga biasanya dilakukan melalui media-media sosial yang terhubung ke 


jaringan internet seperti melalui email/SMS dan situs web. Modus perbuatannya yang 


melalui email/SMS mengirimkan pesan. Kita mungkin pernah mendapatkan telepon dari 


orang yang mengaku teman lama. Mungkin juga telepon dari orang yang mengaku pegawai 


bank dan menyatakan bahwa kita sudah menerima hadiah. Setelah itu korban akan dipandu 


sehingga tanpa sadar membocorkan data pribadinya sendiri. Hal semacam ini juga lumrah 


dalam praktik phishing 

Selain itu phishing saat ini juga telah menyerang pada berbagai platform media sosial. Salah 


satu contoh Instagram yang terkena phishing.Jadi phishing dapat kita bedakan sesuai dengan tanda-tanda yang


umum sering terjadi diantaranya adanya email phishing yang biasanya berisi tautan situs 


web phishing atau kata kunci seperti permintaan sandi, login, dan lain-lain. Setidaknya ada 


beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendeteksi phishing yaitu melalui kesadaran kita 


untuk mengenali email/SMS/situs web phishing atau melalui piranti lunak yang tersedia 


seperti PhiGARo maupun Honeypot yang memang telah dipasang untuk mendeteksi adanya 


serangan phishing pada perangkat digital kita, di mana piranti lunak ini tentu saja akan terus 


dikembangkan oleh para ahli siber untuk mendeteksi serangan phishing yang semakin waktu 


semakin canggih cara dan modusnya.


Kemampuan Memahami dan Tips Mengendalikan Hacking


Hacking merupakan tindakan dari seorang yang disebut sebagai hacker yang sedang 


mencari kelemahan dari sebuah sistem komputer. Di mana hasilnya dapat berupa program 


kecil yang dapat dipakai  untuk masuk ke dalam sistem komputer ataupun memanfaatkan 


sistem ini  untuk suatu tujuan tertentu tanpa harus


memiliki user account (Murti, 2005: 38). Umumnya cara kerja para hacker yaitu  dengan 


melakukan pembobolan/peretasan sampai dengan percobaan keamanan situs situs web 


dan komputer dapat mereka lakukan. Berikut beberapa contoh kasus akun diretas hack


dengan berbagai cara, dari tokopedia yang dibobol hacker, pemberitahuan virus yang dapat 


membobol akun, hack situs web KPU Yogyakarta:

Pada sisi yang lain seorang hacker yang memiliki sisi baik, jika menemukan hal-hal indikasi 


penyimpangan/peretasan/pembobolan akan memberitahu sistem administrator, bahwa 


sistem komputer yang dimasukinya telah ada  kelemahan yang mungkin berbahaya bagi 


sistem komputer ini . Jika hasil dari hacking ini dimanfaatkan oleh orang yang tidak 


baik, maka tindakan ini  digolongkan ke dalam kejahatan siber.

MEMAHAMI ASPEK ATURAN DAN HUKUM


Selain itu, transaksi dalam elektronik ini mengandung banyak aspek hukum yang harus 


diperhatikan, baik dari segi perdata maupun pidana, diantaranya tentang perlindungan 


hukum bagi konsumen yang dirugikan, cara penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan 


konsumen, keabsahan kontrak secara elektronik yang dapat dilihat pada Undang-Undang 


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah sebagian 


dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang 


Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Rudiastari, 2015).


Contoh kasus pengenaan sanksi hukum kejahatan siber dalam bentuk phishing di negara kita  


dapat dikenakan UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 35 “Setiap Orang dengan sengaja dan 


tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, 


penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan 


tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ini  dianggap seolah￾olah data yang otentik” jo Pasal 51 ayat (1) “Setiap Orang yang memenuhi unsur 


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua 


belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”, 


karena phishing merupakan kejahatan siber yang membuat situs yang menyerupai situs asli 


yang resmi, padahal situs ini  yaitu  situs palsu. Cybercrime dalam bentuk phishing ini 


juga dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1), Pasal 45A ayat (1) karena phishing juga melakukan 


kebohongan untuk menyesatkan orang lain di mana mengarahkan orang yang dibohongi 


untuk mengakses sebuah tautan yang di mana tautan ini  ditujukan ke situs palsu dan 


memberikan suatu perintah untuk memperbarui informasi pribadinya yang rahasia ke dalam 


situs palsu yang telah dibuat oleh pelaku phishing, sehingga informasi pribadinya yang 


rahasia ini  diketahui oleh pelaku phishing dan menyebabkan orang ini  


mengalami kerugian (Gulo dkk., 2020)


Jadi ketentuan hukum untuk pelaku kejahatan spam, scam, phishing dan hacking juga ini 


dapat dikenakan:


Pasal 28 (1) UU ITE mengatur “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak 


menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian

konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Pasal 45A ayat (1) UU ITE yang mengatur


Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan 


menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dipidana dengan pidana 


penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak 


Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan 


Tindak Pidana Pencucian Uang pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) mengatur “Setiap 


Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, 


hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau memakai  Harta Kekayaan yang 


diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana 


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) 


tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” dan/atau 


Pasal 82 dan/atau Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tindak 


Pidana Transfer Dana dan/atau 378 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 6-20 


tahun


Dari penjelasan di atas, nampak bahwa sanksi hukum yang dikenakan pada pelaku penipuan 


digital sudah jelas diatur dalam perundangan. Dengan begitu, penting bagi kita untuk 


mempunyai kesadaran untuk melaporkan penipuan digital sebagaimana akan dijelaskan di 


bagian berikut.


Memahami Pelaporan Penipuan Digital


Penipuan digital dengan berbagai kategori scam, spam, phishing maupun hacking yang 


masuk dalam perangkat digital kita seperti email, telepon, maupun SMS selain dapat kita 


antisipasi dengan memakai  fitur-fitur perlindungan yang ada pada perangkat kita, 


misalnya dengan melakukan blokir atau kita dapat melakukan cek rekening penipu dan 


melakukan pelaporan. Berikut beberapa hal yang berkaitan dengan pelaporan penipuan 


digital baik melalui situs resmi maupun pelaporan secara langsung ke kepolisian terdekat. 


Adapun pelaporan dan pengecekan secara digital diantaranya:

1. Langkah yang dapat dilakukan yaitu  Laporkan kejahatan siber di sekitar kita melalui 


www.patrolisiber.id


2. Laporkan SMS spam ke Badan Regulasi Telekomunikasi negara kita  (BRTI) dengan cara 


melakukan tangkapan layar pada SMS spam dan nomor pengirim dengan 


menyertakan identitas ponsel kita yang telah teregistrasi NIK dan KK atau kirim 


aduan ke Twitter BRTI @aduanBRTI melalui direct message (DM).


3. Kita dapat melakukan pengecekan dan pelaporan rekening penipu mulai dari nama 


pemilik, nama bank, hingga rekaman transaksi sehingga nomor rekening penipu 


dapat dibekukan melalui:


a. CekRekening.id yang merupakan situs yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi 


dan Informatika dengan cara buka situs, pilih bank, masukkan nomor rekening 


dan klik periksa tombol rekening. Jika terindikasi melakukan penipuan klik 


”tambah laporan” dan isi kolom-kolom yang diperlukan. CekRekening.id juga 


merupakan situs yang dapat kita gunakan untuk melaporkan jika ada  


investasi palsu maupun kejahatan lainnya.


b. Kredibel.co.id yang merupakan situs untuk mengecek rekam jejak nomor 


rekening dan kredibilitas nomor rekening.


c. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan pengaduan ke 1-500-655 


atau email ke konsumen@ojk.go.id.


4. Kita juga dapat melapor ke situs Lapor.go.id merupakan situs Kepolisian Republik 


negara kita  dengan cara kita membuat akun terlebih dahulu dan laporkan penipuan 


yang kita alami. Selain situs resmi Lapor.go.id dapat juga mengadu melalui SMS ke 


1708, aplikasi LAPOR! atau melalui akun Twitter@LAPOR1708 dengan menyematkan 


#lapor.


5. Kita juga dapat melapor ke CS KK maupun CS penyedia layanan produk/CS e￾commerce seperti CS Shopee, CS Bukalapak, CS Tokopedia dan seterusnya.


6. Jika kita mengalami penipuan digital melalui Instagram, kita dapat melaporkan ke 


akun Instagram @negara kita blacklist.

Penipuan digital termasuk tipe kejahatan digital tertinggi di negara kita . Setidaknya ada  


4 kategori penipuan digital yaitu spam, scam, phishing, hacking. Penipuan digital tertinggi 


ada  pada kasus berbelanja daring, namun demikian pada berbagai hal juga ada  


ragam modus dan motif penipuan digital, karena itu kompetensi literasi digital dengan 


kemampuan analisis, verifikasi dan evaluasi menjadi elemen penting dalam diri kita untuk 


melindungi keamanan diri dan perangkat digital yang kita miliki dari penipuan digital.


Selain memahami berbagai jenis penipuan digital dan mengenal cara kerja yang mereka 


buat, kita juga memiliki kemampuan untuk proteksi terhadap berbagai kemungkinan 


peretasan akun yang kita miliki, setidaknya memanfaatkan fitur-fitur dalam perangkat 


digital kita dapat mencegah kejahatan digital. Kemampuan lain juga yang harus ada pada 


diri kita yaitu  mampu mengaplikasikan kompetensi literasi digital dengan tidak 


mendiamkan jika ada  indikasi penipuan digital, yaitu dengan cara melakukan pelaporan 


penipuan digital ke situs-situs resmi serta memahami berbagai ketentuan hukum yang 


berlaku berkaitan dengan penipuan digital.


Kompetensi literasi digital tidak hanya terbatas pada 4 komponen pada kejahatan digital di 


atas. Melakukan gerakan kampanye komprehensif kepada masyarakat agar memiliki 


kesadaran dalam hal bertransaksi digital ada baiknya melakukan kelayakan pengecekan 


harga, tidak tergiur dengan diskon atau harga miring yang ditawarkan untuk meminimalisir 


tindak pidana penipuan yang dapat terjadi. Selain itu kesadaran kita sebagai pemakai  


untuk terus ditingkatkan untuk membedakan antara berbagai jenis penipuan digital dan 


meningkatkan keamanan melalui piranti lunak yang kita miliki terutama mendeteksi scam, 


spam, phishing, dan hacking. Perlu penajaman konteks penipuan digital seperti pharming, 


social engineering yang massif, sniffing, money mule, di mana pada beberapa bagian 


ada  overlapping konsep dalam spam, phishing dan social engineering itu sendiri serta 


mengingat konsep ini  menjadi bagian kerangka penting dalam daya tahan keamanan 


digital kita dari penipuan digital ke depan serta pentingnya mempertajam interpretasi 


kategori penipuan digital dalam aturan hukum.

Pada bab ini, juga memberikan pertimbangan dalam kerangka keamanan digital dari modus 


penipuan digital bagi masyarakat dengan kriteria pendekatan usia, kelompok terpinggirkan 


(anak, perempuan dan kaum difabel), maupun masyarakat di Kawasan 3T (terdepan, terluar 


dan tertinggal), di mana dalam perlindungan diri dari penipuan digital seluruh pemangku 


kepentingan secara bersama-sama perlu baik dari pendekatan untuk memperoleh minimal 


pengetahuan modus penipuan digital serta keterampilan dalam mendeteksi adanya indikasi 


penipuan digital.

EVALUASI KOMPETENSI PENIPUAN DIGITAL


Untuk mengukur kemampuan literasi digital yang kita miliki berkaitan dengan pengetahuan 


dasar mengenai penipuan digital, setidaknya dapat diukur dengan aspek kognitif, afektif dan 


konatif, yang mana pada akhir modul ini, diharapkan kita mampu memiliki pengetahuan dan 


kesadaran bahwa transaksi digital yang kita lakukan rentan dengan berbagai kejahatan 


digital dalam hal ini yaitu  penipuan digital

CONTOH INSTRUMEN EVALUASI PENGETAHUAN DASAR MENGENAI PENIPUAN DIGITAL


Contoh instrumen ini hanya berkaitan dengan aspek kognitif dari penipuan digital, di mana 


pengetahuan menjadi fondasi dasar untuk mencegah dan mengatasi penipuan digital yang 


saat ini sedang marak dengan beragam modus dan beragam teknik yang dilakukan oleh para 


pelaku untuk meretas/membobol akun yang kita miliki. Kegiatan ini sebagai bentuk evaluasi 


diri berkaitan dengan ketahanan keamanan digital kita.

URGENSI PERLINDUNGAN REKAM JEJAK DIGITAL


Dunia digital saat ini memberikan masyarakat tempat dan teknologi yang memudahkan kita 


dalam beraktivitas. Sebagai pemakai  teknologi, tidak dapat kita pungkiri bahwa salah satu 


aspek yang harus kita perhatikan yaitu  keamanan kita di dunia digital (Digital Safety). 


Dalam aktivitas sehari-hari, setiap dari kita secara sadar atau tidak sadar telah meninggalkan 


banyak jejak di dunia maya. pemakai an teknologi yang melekat dengan kehidupan sehari￾hari kita juga telah meningkatkan kejahatan di dunia maya dengan mengakses perangkat 


lunak, gawai, dan terlebih menyambungkan diri kita dengan internet, kita telah memberikan 


akses pada pihak lain untuk mengetahui kebiasaan kita sehari-hari.


Teknologi yang semakin canggih dapat membaca dan memetakan kebiasaan kita hanya 


dengan membaca jejak yang kita tinggalkan. Mulai dari hal sederhana seperti pemakai an 


peta digital seperti Waze dan Google Maps, pola kita sehari-hari menjadi mudah untuk 


dipelajari oleh pihak lain. Kemudahan teknologi pun ternyata memiliki sisi yang perlu kita 


waspadai, yakni jejak-jejak kita di dunia maya. Jejak-jejak inilah yang disebut dengan jejak 


digital (digital footprints).


Jejak digital ini pula yang membentuk dan mengabadikan gambaran tentang siapa kita di 


dunia digital, yang bisa jadi lebih detail dari yang kita bayangkan. Apa pun yang kita lakukan 


saat melakukan aktivitas daring, penting bagi kita untuk mengetahui jenis jejak yang kita 


tinggalkan, dan apa efeknya bagi kita di kemudian hari (internetsociety.org, 2021).


Bab Jejak Digital ini disusun untuk membantu kita dalam mempelajari lebih lanjut tentang 


jejak digital dan juga membantu kita menentukan cara yang tepat untuk melindungi privasi 


kita di dunia digital. Dengan mengetahui bentuk rekam jejak digital, contoh kasus tentang 


rekam jejak digital serta memahami bahwa rekam jejak digital sulit dihilangkan, maka

diharapkan kita dapat mengembangkan kemampuan kita untuk melindungi diri sendiri, dan 


juga orang lain dalam ranah digital.


Penting pula bagi kita untuk memahami bahwa setiap tindakan yang kita lakukan memiliki 


konsekuensi, terlebih di ranah digital yang kita seringkali luput untuk memperhatikan dan 


berhati-hati. Konsekuensi hukum juga perlu kita pahami, karena beberapa kasus 


menunjukkan bahwa tidak hanya pelaku yang dapat dihukum namun juga korban 


penyalahgunaan rekam jejak digital dapat menjadi sasaran empuk.


Selain menjelaskan konsep, memberikan ilustrasi kasus dan menyampaikan langkah-langkah 


untuk melindungi jejak digital, bab ini juga akan memberikan penjelasan mengenai evaluasi 


untuk mengukur keterampilan perlindungan jejak digital. Evaluasi ini bisa dipakai  secara 


langsung oleh pemakai  media digital sebagai self-assessment (evaluasi diri) maupun oleh 


pengajar atau pegiat literasi digital untuk mengukur kompetensi perlindungan jejak digital 


peserta didik atau peserta program jejak digital. Penguatan kompetensi perlindungan jejak 


digital sangat penting untuk menjaga keamanan digital supaya  tidak terseret dalam 


penyalahgunaan identitas digital dan data diri kita maupun pemakai  media digital lainnya.


MENGETAHUI BENTUK REKAM JEJAK DIGITAL


Secara umum, jejak digital yaitu  jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan saat 


memakai  perangkat digital (dictionary.com, 2021). Salah satu ancaman terbesar bagi 


kaum muda di situs media sosial yaitu  jejak digital dan reputasi masa depan mereka 


tidak hanya perangkat digital, namun termasuk pula 


situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada 


media sosial, foto yang kita unggah, transaksi kita pada situs atau platform belanja daring, 


dan segala informasi yang kita kirimkan ke berbagai layanan daring yang ada.

Ketika kita mengunjungi berbagai situs web, melalui menu history pada browser kita dapat 


melihat bukti situs mana saja yang telah kita kunjungi. Rekaman aktivitas web yang kolektif 


dan saling berhubungan ini yang dikatakan sebagai jejak digital , Setiap kali kita mengunjungi situs web, kita telah mengungkapkan beberapa 


informasi tentang diri kita kepada pemilik situs web seperti alamat IP, lokasi geografis, jenis

peramban (browser) web dan sistem operasi, dan seringkali juga situs web yang terakhir kali 


kita kunjungi. Potongan-potongan informasi yang tampak relatif tidak berbahaya dan 


bahkan cukup anonim ini pun yaitu  jejak digital kita (internetsociety.org, 2021).


Jejak digital memiliki sisi positif dan juga sisi negatif yang perlu kita waspadai. Jejak digital 


dan keberadaan fisik orang-orang sekarang dapat dilacak dengan mudah sehingga 


seseorang kini harus melindungi anonimitas mereka secara daring dan juga luring dengan 


lebih menyeluruh ,Riset yang dilakukan oleh The Pew Research Center's 


Internet & American Life Project pada 2011 menyatakan bahwa Sekitar dua pertiga dari 


pemakai  situs jejaring sosial menaikkan keamanan dari akun jejaring sosial mereka. 63% 


dari mereka telah menghapus orang dari daftar "teman" mereka, 44% telah menghapus 


komentar yang dibuat oleh orang lain di profil mereka, dan 37% telah menghapus nama 


mereka dari foto yang diberi tag untuk mengidentifikasi diri mereka ,

Kekhawatiran atas pelanggaran privasi ini berawal dari temuan bahwa dunia digital telah 


merekam setiap gerak gerik kita. Cara termudah mengetahui jejak digital kita yaitu  dengan


mengetikkan nama kita pada search engine/mesin pencari digital seperti Google, Yahoo, 


Altavista, Yandex, dan sebagainya. Berapa banyak informasi yang kita temukan dan 


terhubung dengan kita dari hasil ini ?


Cara lain yaitu  dengan melakukan pencarian barang pada situs belanja daring. Meskipun 


kita telah menutup halaman toko daring ini , situs itu tetap akan memberikan kita 


referensi hasil pencarian yang cocok dengan pencarian kita sebelumnya. Atau, bahkan hasil 


pencarian kita akan terhubung dengan media sosial kita sehingga kita akan melihat iklan￾iklan yang berhubungan dengan pencarian kita ini  bertebaran di timeline. Hal ini 


memperlihatkan bahwa jejak penelusuran kita terekam di internet.

Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni jejak digital yang bersifat pasif dan jejak 


digital yang bersifat aktif. Mengetahui kedua jenis jejak digital ini penting untuk 


meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari tercecernya jejak digital kita.


Jejak digital pasif yaitu  jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja 


dan tanpa sepengetahuan kita. Biasanya dipakai  untuk mencari tahu profil pelanggan, 


target iklan, dan lain sebagainya. Jejak digital pasif ini tercipta saat kita mengunjungi situs 


web tertentu dan server web mungkin mencatat alamat IP kita, yang mengidentifikasi 


penyedia layanan Internet dan perkiraan lokasi. Meskipun alamat IP kita dapat berubah dan 


tidak menyertakan informasi pribadi apa pun, itu masih dianggap sebagai bagian dari jejak 


kita. Aspek yang lebih pribadi dari jejak digital yaitu  riwayat penelusuran kita, yang 


disimpan oleh beberapa mesin telusur saat kita masuk. Biasanya data ini diakses melalui 


cookie .

Pada dasarnya, jejak digital pasif ini tidak berbahaya, tetapi data jejak ini bisa menjadi 


masalah besar dalam beberapa keadaan. Masalah yang timbul dari jejak digital pasif ini 


antara lain yaitu  penjualan data aktivitas pelanggan oleh perusahaan pengelola website 


kepada pihak-pihak lain.

Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di 


platform digital (Vonbank, 2019). Contohnya seperti mengirim email, mempublikasikan di 


media sosial, mengisi formulir daring, dan lain sebagainya. Hal-hal ini  berkontribusi 


pada jejak digital aktif kita karena kita memberikan data untuk dilihat dan/atau disimpan 


oleh orang lain. Semakin banyak email yang kita kirim, semakin banyak jejak digital kita. Saat 


ini, banyak orang bahkan tidak berpikir sebelum mereka mempublikasikan sesuatu. Jejak 


digital aktif kita dapat mempengaruhi berbagai hal seperti ketika kita melamar pekerjaan 


baru. Perusahaan saat ini gemar untuk melihat profil media sosial calon pekerjanya sehingga 


kita perlu untuk berhati-hati dalam mengelola jejak digital aktif ini. Komentar kasar di 


Twitter atau foto yang pelanggaran aturan di Instagram sudah cukup untuk merusak 


peluang kerja dan reputasi kita.

Penting untuk berhati-hati dengan apa yang kita unggah di internet karena hal ini  


dapat dipakai  untuk merugikan kita. Semua yang kita publikasikan dapat dilihat oleh 


semua orang: calon pemberi kerja, guru, dan universitas. Namun, di masa penuh 


keterbukaan seperti sekarang ini, sudah seperti tidak ada Batasan tentang apa saja yang 


boleh dibagikan di media sosial. Survei yang dilakukan terhadap anak-anak di Amerika 


menunjukkan bahwa anak muda cenderung membagikan hal-hal yang privat di internet. 


Berikut yaitu  statistik tentang apa saja yang diungkapkan kebanyakan anak muda tentang 


diri mereka secara daring ,

Jejak digital yang kita tinggalkan pada dasarnya yaitu  hal yang netral. Akan tetapi, 


kenetralan ini  dapat menjadi positif atau negatif tergantung dari bagaimana kita atau 


pihak lain memanfaatkan data ini . Untuk membuat jejak digital yang positif, sangat

penting bagi kita untuk memahami implikasi, baik positif maupun negatif, dari tindakan kita 


di dunia maya.


DUA SISI JEJAK DIGITAL


Penyalahgunaan jejak digital yaitu  pemanfaatan jejak digital secara negatif. Netsafe 


mencatat beberapa hal negatif yang muncul dari penyalahgunaan jejak digital yang paling 


sering dilaporkan oleh pemakai  internet, antara lain: mempublikasikan informasi pribadi 


yang mengarah ke penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi pribadi 


atau bisnis yang dipakai  untuk serangan manipulasi psikologis.


Modus penyalahgunaan jejak digital lain yang juga sering dilakukan yaitu  menerbitkan 


atau berbagi informasi yang merusak reputasi, seperti kehilangan pekerjaan. Perilaku 


membocorkan informasi pribadi atau biasa disebut Selain ketiga modus ini , Netsafe 


juga mencatat modus lain dengan menerbitkan atau berbagi gambar atau video yang 


dipakai  untuk sexting, pemerasan, pelecehan berbasis gambar (terkadang disebut 


revenge porn) atau insiden pemerasan. Untuk perilaku semacam ini ancaman hukumannya 


bisa berlapis dan menyentuh hukum tentang pencemaran nama baik bahkan juga 


pemerasan.


Pemanfaatan jejak digital yaitu  pemakai an jejak digital secara positif. Jejak digital yang 


ditinggalkan seringkali dipakai  oleh aparat penegak hukum. Bagi mereka, jejak digital 


ini  akan sangat membantu dalam mengungkap kasus-kasus kriminal, baik yang 


berbasis dunia daring (cybercrime) maupun yang terjadi di dunia luring Bentuknya beragam. 


Mulai dari aktivitas sinyal seluler pada ponsel, riwayat login akun media sosial, sampai 


dengan jejak pengiriman SMS atau panggilan telepon. Bahkan, jika seseorang meretas 


sebuah situs web atau aplikasi berbasis Internet, sejatinya jejak digital itu akan tertinggal 


dan bisa dilacak (Kumparan.com, 2017).


Kita pun sebenarnya bisa merancang jejak digital yang baik. Misalnya dengan meninggalkan 


catatan karya atau prestasi di berbagai platform digital seperti media sosial maupun blog 


pribadi. Jejak-jejak digital positif yang kita tinggalkan ini di kemudian hari akan menjadi 


catatan diri kita di media digital. Harapannya ketika seseorang mengetikkan nama kita di

mesin pencari maka seluruh