ai
berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang dipikulkan pada
unit organisasi itu. Menurut sistem ini, walaupun tingkat unit
organisasi sama, jika beban kerja berbeda, akan berbeda pula
jumlah pegawai yang ditentukan bagi tiap-tiap organisasi itu.
3. Analisis Kebutuhan Pegawai
Untuk dapat menyusun formasi yang tepat harus disusun
analisis kebutuhan pegawai, artinya proses analisis secara logis dan
teratur untuk mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang
diperlukan oleh suatu unit organisasi agar melaksanakan tugasnya
secara berdaya guna, berhasil guna, dan berkelangsungan.
Tujuan analisis kebutuhan pegawai adalah sebagai usaha agar
setiap pegawai yang ada pada setiap unit organisasi mempunyai
pekerjaan.
Alat untuk membuat analisis kebutuhan Pegawai Negeri Sipil
di antaranya uraian jabatan (job description) yang tersusun rapi.
Dengan adanya uraian jabatan, dapat diketahui jenis jabatan, ruang
lingkup tugas yang akan dilaksanakan, sifat pekerjaan, syarat
pejabat, dan perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu
tertentu.
4. Analisis Tugas Jabatan
Analisis tugas jabatan adalah suatu penelaahan secara
mendalam dan sistematis terhadap suatu pekerjaan atau tugas
jabatan.
Hasil analisis tugas jabatan ini disusun berupa “uraian jabatan”,
yaitu sebagai daftar yang memuat nama jabatan, jumlah pejabat
yang diperlukan, perincian tugas jabatan, hubungan antartugas
jabatan, keterangan tentang jabatan di atas dan di bawahnya, latihan
yang diperlukan, waktu kerja, fasilitas/perlengkapan yang
diperlukan, dan syarat-syarat pekerjaan.
Berdasarkan uraian jabatan tersebut dapat dilakukan hal berikut.
a. Penilaian tugas jabatan (job evaluation) untuk keperluan
penentuan “Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (kecakapan)
Pegawai”. Penilaian ini diperlukan untuk menentukan skala gaji
dan syarat gaji dan syarat kenaikan pangkat.
b. Penggolongan tugas jabatan (job classification) untuk
mengadakan penggolongan jabatan dan pangkat (position
classification).
5. Penggolongan jabatan dan Pangkat
Penggolongan Jabatan dan pangkat merupakan usaha
mengelompokkan berbagai jabatan atas dasar persamaan tugas dan
tanggung jawab. Penggolongan ini dipakai sebagai dasar perlakuan
yang sama dalam hal pengangkatan, pemberian gaji/upah, dan
proses-proses kepegawaian lainnya.
Penggolongan jabatan dapat dibedakan dalam bentuk:
a. penggolongan menurut tugas dan tanggung jawab yang
diserahkan kepada pegawai/pekerja;
b. penggolongan menurut tingkat, artinya jabatan dikelompokkan
menurut kualitas dan jumlah orang-orang yang diserahi tugas
dan tanggung jawab tersebut.
Analisis tugas jabatan (job analysis) menghasilkan “uraian
jabatan” dan menjadi alat untuk melakukan “penggolongan tugas
jabatan” (job classification), yaitu tugas jabatan yang sama nilainya.
Artinya, tanggung jawab dan syarat pengetahuan serta kecakapan
yang harus dimiliki sama besar dan dikelompokkan menjadi satu
golongan. Pengelompokan ini dilakukan terhadap berbagai “jenis
pekerjaan” sehingga diperoleh berbagai tingkat dari berbagai “jenis
pekerjaan” dalam garis yang sejajar (horizontal).
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil diatur oleh Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 dengan
pertimbangan bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 90 huruf
c UndangUndang tentang Aparatur Sipil Negara perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5494).
Dalam hal ini memutuskan dan menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang
mencapai batas usia pensiun bagi pejabat fungsional.
55
A. Peraturan Pemberhentian Pegawai Pejabat Fungsional
PEMBERHENTIAN PEGAWAI
BAB 3
54
Pada BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan
Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah
profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat
Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundangundangan.
3. Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan.
4. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi
dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang
berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Pada BAB II mengenai PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI
SIPIL YANG MENCAPAI BATAS USIA PENSIUN BAGI PEJABAT
FUNGSIONAL Pasal 2 disebutkan bahwa:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang
telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat fungsional Ahli
Muda dan Ahli Pertama serta Pejabat fungsional
Keterampilan;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku:
1) Jabatan Fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya;
2) Jabatan Fungsional Apoteker;
3) Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara
penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;
4) Jabatan Fungsional Dokter Gigi yang ditugaskan secara
penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;
5) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Muda dan
Pertama;
6) Jabatan Fungsional Medik Veteriner;
7) Jabatan Fungsional Penilik;
8) Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah;
9) Jabatan Fungsional Widyaiswara Madya dan Muda;
atau
10) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.
c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku:
1) Jabatan Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya
yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian;
2) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan
Madya;
3) Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama;
4) Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi Utama;
5) Jabatan Fungsional Perekayasa Utama;
6) Jabatan Fungsional Pustakawan Utama;
7) Jabatan Fungsional Pranata Nuklir Utama; atau
8) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.
BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 3 disebutkan
bahwa:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya
Peraturan Pemerintah ini sedang menduduki Jabatan
Fungsional Ahli Muda, Ahli Pertama, dan Penyelia
selain Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, yang sebelumnya batas
usia pensiunnya dapat diperpanjang sampai dengan 60
(enam puluh) tahun, batas usia pensiunnya yaitu 60
(enam puluh) tahun.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam Jabatan
Fungsional Ahli Muda, Ahli Pertama, dan Penyelia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah
berlakunya Peraturan Pemerintah ini batas usia
pensiunnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a.
Pasal 4 menyatakan bahwa Batas usia pensiun bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional lain yang
ditentukan UndangUndang, dinyatakan tetap berlaku.
BAB IV mengenai KETENTUAN PENUTUP Pasal 5
menyebutkan bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku, ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah
empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 51), dinyatakan tidak berlaku sepanjang mengatur
batas usia pensiun bagi pegawai negeri sipil yang menduduki
jabatan fungsional. Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku pada tanggal 30 Januari 2014. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Pemberhentian mempunyai arti yang sama dengan separation,
yaitu pemisahan atau pemutusan. Menurut Undangundang No. 13
Tahun 2003, Pemberhentian adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban kedua belah pihak, yakni pegawai dan majikan atau
negara.
Pemberhentian jabatan atas permintaan sendiri dari pegawai
harus disertai dengan pemberhentian dari jabatannya, kecuali
apabila pemberhentian dari jabatannya atas permintaan itu
langsung berhubungan dengan pengangkatan dalam jabatan yang
lain. Pegawai Negeri yang mengajukan pemberhentian atas
permintaan sendiri, pada prinsipnya harus diberhentikan dengan
hormat, tetapi apabila kepentingan dinas mendesak, permintaan
tersebut dapat ditolak atau ditunda untuk sementara waktu. Surat
pemberhentian atas permintaan sendiri harus diberikan sekurang
kurangnya selama 1 bulan sebelumnya. Tujuan penetapan waktu
pemberitahuan ini untuk memberikan kesempatan kepada
departemen yang bersangkutan agar melakukan persiapan mengenai
pengisian jabatan yang akan ditinggalkan oleh seorang pegawai lain
sehingga tidak terdapat kekosongan antara waktu pemberhentian
pejabat yang lama dan pengangkatan pejabat yang akan
menggantinya.
Apabila waktu pemberitahuan pemberhentian selama 1 bulan
penuh telah dipenuhi, permintaan pemberhentian tidak dapat
ditolak, karena tidak ada suatu peraturan umum yang melarang
seorang pegawai untuk menghentikan pekerjaannya dalam jabatan
Negeri, kecuali dalam hal yang sangat terbatas.
Ketentuan tentang pengajuan permohonan berhenti sebagai
Pegawai Negeri Sipil atas keinginan sendiri adalah sebagai berikut.
1. Apabila seorang pegawai minta berhenti dari jabatannya, ia
harus diberhentikan dari jabatannya itu.
2. Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3. Permintaan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat ditunda
paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada kepentingan dinas yang
mendesak, misalnya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
sedang melaksanakan tugas yang sukar dialihkan kepada
Pegawai Negeri Sipil lain. Dengan demikian, dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun itu, departemen/lembaga
harus mempersiapkan penggantinya.
B. Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri
4. Permintaan berhenti seorang Pegawai Negeri Sipil dapat ditolak
apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terikat pada
ikatan dinas, sedang menjalankan wajib militer, dan Iainlain
yang serupa dengan itu berdasarkan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
5. Permintaan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil diajukan
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui saluran
hierarki.
6. Penundaan atas permintaan berhenti seorang Pegawai Negeri
Sipil diberitahukan secara tertulis kepada Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi; Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen, Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Wali Kotamadya, Kepala
Daerah Tingkat II, atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
7. Penolakan atas permintaan berhenti sebagai Pegawai Negeri
Sipil diberitahukan secara tertulis kepada pegawai yang
bersangkutan oleh pejabat yang berwenang.
8. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil diberikan hakhak kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Misalnya, seorang Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan
dengan hormat dan pada saat pemberhentiannya mencapai usia
50 tahun dan memiliki masa kerja 20 tahun diberikan pensiun.
Pemberhentian Pegawai Negeri yang telah mencapai usia
pensiun selambatlambatnya diberhentikan setelah mencapai usia 56
tahun bagi Pegawai Negeri pada umumnya, dan bagi Pegawai Negeri
yang memangku jabatan fungsional atau jabatan struktural.
Adapun mengenai mutasi PNS diatur dalam UndangUndang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa setiap
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi
dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi
Daerah, antar Instansi Daerah, antar Instansi Pusat dan Instansi
Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
luar negeri.
Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/
kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah
memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara
(BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antarprovinsi
ditetapkan oleh Menteri PANRB setelah memperoleh pertimbangan
kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat
atau sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar
Instansi Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.
PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pensiun dini;
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban.
Adapun PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau
pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pindana yang dilakukan dengan berencana.
C. Pemberhentian karena Telah Mencapai Usia
Tertentu dan Mutasi
Pemberhentian dalam hal ini berdasarkan atas maksud
pemerintah untuk lebih melancarkan jalannya pemerintahan dan
untuk lebih memberi kesempatan kepada tenaga muda untuk
menempati kedudukan yang lebih bertanggung jawab.
Pemberhentian dalam hal ini disebut peremajaan. Para pegawai
Negeri yang telah berusia 55 tahun dan telah berhak pensiun harus
diberhentikan dari jabatan Negeri dengan hak pensiun dalam waktu
1 tahun setelah mereka mencapai usia 55 tahun, jadi selambat
lambatnya pada waktu mereka genap mencapai usia 56 tahun.
Pemberhentian ini harus diberitahukan kepada pegawai yang
bersangkutan terlebih dahulu, pada saat mereka mencapai usia 55
tahun, dengan anjuran agar mereka mengajukan permintaan untuk
diberhentikan dengan hak pensiun. Apabila anjuran ini tidak diikuti
dan pegawai itu tidak mengajukan permintaan termaksud, ia
diberhentikan dengan hak pensiun tidak atas permintaan sendiri.
Para pegawai yang telah mencapai usia 56 tahun dan harus
diremajakan, belum berhak atas pensiun, diberikan terlebih dahulu
uang tunggu sampai waktu mereka berhak atas pensiun. Setelah
waktu itu, uang tunggu diganti dengan pensiun. Ketentuan
ketentuan peremajaan ini dapat dikecualikan terhadap pegawai
pegawai yang bertalian dengan pendidikan keilmuan dan atau
keahlian, yang nyatanyata masih sangat diperlukan dalam jabatan
Negeri, seperti tenagatenaga yang menjalankan pekerjaan dalam
lapangan penyelidikan pengetahuan (research-workers), guru besar
dan lektor.
Apabila terjadi penyederhanaan organisasi pemerintah yang
mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri, pegawai yang
kelebihan itu diusahakan penyalurannya pada Instansi lain. Apabila
hal ini tidak memungkinkan, Pegawai Negeri tersebut diberikan
kesempatan untuk mencari lapangan pekerjaan lain, dengan hak
hak penuh sebagai Pegawai Negeri selama jangka waktu tertentu.
Apabila pegawai yang bersangkutan belum dapat ditempatkan
dalam lapangan pekerjaan lain, ia memperoleh uang tunggu sebesar
bagian tertentu dari gaji aktif untuk waktu selamalamanya 5 tahun.
Besarnya uang tunggu dan hakhak lain setelah berakhirnya
pemberian uang tunggu diberikan tersendiri.
Instansi, yang karena penyederhanaan organisasi mempunyai
kelebihan Pegawai Negeri Sipil yang perlu disalurkan pada instansi
lain, menyusun daftar Pegawai Negeri Sipil tersebut dan
menyampaikannya kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Apabila Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan karena adanya
penyederhanaan satuan organisasi tidak mungkin disalurkan kepada
instansi lain, Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari jabatan
Negeri dengan mendapat hakhak kepegawaian berdasarkan
peraturan perundangundangan yang berlaku, dengan ketentuan
sebagai berikut.
1. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut telah mencapai usia
sekurangkurangnya 50 (lima puluh) tahun dan memiliki masa
kerja untuk pensiun sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun,
ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan hak pensiun.
2. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut belum mencapai usia 50
(lima puluh) tahun dan atau belum memiliki masa kerja 10
(sepuluh) tahun, ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan
Negeri dengan mendapat uang tunggu.
3. Uang tunggu tersebut diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang tiaptiap kali untuk paling lama 1 (satu)
tahun, dengan ketentuan bahwa pemberian uang tunggu itu
tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun. Apabila Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan telah mencapai usia 50 (lima puluh)
tahun dan telah memiliki masa kerja sekurangkurangnya 10
(sepuluh) tahun sebelum atau pada saat habis masa menerima
uang tunggu, ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil dengan hak pensiun.
D. Pemberhentian karena Peremajaan
E. Pemberhentian karena Penyederhanaan Organisasi
Pemerintah
4. Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud yang pada saat
berakhirnya masa menerima uang tunggu sebelum mencapai
usia 50 (lima puluh) tahun, tetapi memiliki masa kerja pensiun
sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun, ia diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak
pensiun yang diberikan pada saat ia mencapai usia 50 (lima
puluh) tahun, dengan catatan sejak berakhirnya masa pemberian
uang tunggu sampai saat ia berhak menerima pensiun
yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan
dari Negara.
5. Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud di atas yang pada saat ber
akhirnya masa menerima uang tunggu telah mencapai batas
usia 50 (lima puiuh) tahun, tetapi belum memiliki masa kerja
pensiun 10 (sepuluh) tahun, ia diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun.
1. Pelanggaran Disiplin Pegawai
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat
karena melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, sumpah/janji
jabatan Negeri atau peraturan disiplin Pegawai Negeri.
Sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, sumpah/janji jabatan
Negeri dan peraturan disiplin Pegawai Negeri wajib ditaati oleh
setiap Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang ternyata
melanggar sumpah/janji atau melanggar peraturan disiplin Pegawai
Negeri yang berat yang menurut pertimbangan atasan yang
berwenang tidak dapat diperbaiki lagi dapat diberhentikan sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai yang melanggar sumpah/janji atau peraturan disiplin
dapat (tidak harus) diberhentikan, tetapi tidak diperoleh ketegasan
mengenai tindakan yang dapat dilakukan jika pegawai tersebut ia
tidak diberhentikan.
Melalaikan kewajiban terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 11 tahun 1952, baik melanggar aturan jabatan maupun
melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat atau
mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh pegawai.
Hukuman jabatan yang dapat dijatuhkan kepada seorang pegawai
yang melalaikan kewajiban dapat berupa teguran tertulis (yang
teringan) meningkat hingga diberhentikan.
2. Diberhentikan Berdasarkan Putusan Pengadilan
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak hormat karena
dihukum penjara, berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena sengaja melakukan
suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman
penjara setinggitingginya 4 (empat) tahun atau diancam dengan
hukuman yang lebih berat.
Pejabat yang berwenang dalam mempertimbangkan apakah
Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan tindak pidana kejahatan
itu akan diberhentikan atau tidak, atau apakah akan diberhentikan
dengan hormat atau tidak dengan hormat, haruslah
mempertimbangkan faktorfaktor yang mendorong Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan itu,
serta harus pula mempertimbangkan berat ringannya keputusan
pengadilan yang dijatuhkan.
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena
dihukum penjara atau kurungan, berdasarkan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana yang ada hubungannya dengan jabatan.
Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang Pegawai
Negeri Sipil merupakan kepercayaan dari negara yang harus
dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Apabila seorang Pegawai
Negeri Sipil dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan,
Pegawai Negeri yang bersangkutan harus diberhentikan tidak
F. Pemberhentian Tidak Hormat
dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
Dalam keputusan Hakim Pidana (sebagai suatu hukuman
tambahan) dapat ditetapkan bahwa seseorang tidak boleh
memangku jabatan Negeri, dalam hal seorang Pegawai yang dijatuhi
hukuman karena telah melakukan suatu pelanggaran jabatan atau
pelanggaran lain, di samping melanggar suatu kewajiban jahatan
atau menggunakan kekuasaan, kesempatan, atau alat yang diberikan
kepadanya karena jabatan. Waktu selama yang bersangkutan tidak
boleh memangku jabatan lagi atau jabatan Negeri lain, ditetapkan
oleh Hakim dalam tiaptiap keputusan tersendiri. Lamanya adalah
antara 2 tahun sampai untuk seumur hidup (Pasal 35, 36, dan 38
Kitab UndangUndang Hukum Pidana).
3. Penyelewengan
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena
melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara Pancasila,
UndangUndang Dasar 1945, atau terlibat dalam kegiatan yang
menentang negara dan atau pemerintah.
Perbuatan yang merupakan penyelewengan terhadap Falsafah
dan Ideologi Negara Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, atau
kegiatan yang menentang negara atau pemerintah dinyatakan/
diputuskan secara tegas oleh pemerintah pusat.
Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara, abdi negara,
dan abdi masyarakat, yang telah melakukan penyelewengan
terhadap Falsafah dan Ideologi Negara Pancasila, UndangUndang
Dasar 1945, atau terlibat dalam kegiatan yang menentang negara
atau pemerintah, tidak wajar lagi dipertahankan sebagai Pegawai
Negeri Sipil, oleh sebab itu harus diberhentikan tidak dengan hormat.
4. Pemberhentian Sementara karena Dikenakan Tahanan
Sementara oleh Pihak yang Berwajib
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan sementara
oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan tindak
pidana kejahatan dikenakan pemberhentian sementara sebagai
Pegawai Negeri.
Seorang Pegawai Negeri diberhentikan sementara:
a. jika dikenakan tahanan oleh yang berwajib karena didakwa
telah melakukan pelanggaran jabatan, dengan buktibukti yang
cukup meyakinkan;
b. jika dikenakan tahanan oleh yang berwajib karena didakwa
telah melakukan pelanggaran jabatan, dengan belum cukup
buktibukti yang meyakinkan;
c. jika dikenakan tahanan oleh yang berwajib karena didakwa
telah melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak
menyangkut pada jabatannya, dalam pelanggaran yang
dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan hilangnya
kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau
hilangnya martabat serta hilangnya wibawa pegawai itu.
Seorang pegawai yang diberhentikan sementara karena ditahan
oleh yang berwajib diberikan bagian gaji tertentu dengan mendapat
tunjangantunjangan (atas dasar perhitungan bagian gaji) berupa
tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lainlain,
kecuali tunjangan jabatan dan fasilitasfasilitas lain yang
berhubungan dengan jabatan.
Apabila setelah pemeriksaan oleh pengadilan telah selesai dan
ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh
sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat diberhentikan. Apabila pegawai
yang dimaksud diberhentikan karena dihukum berdasarkan
keputusan Pengadilan Negeri, bagian gaji yang telah diterima tidak
dipungut kembali.
Dalam konteks ketenagakerjaan, selain Pegawai Negeri Sipil,
menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak
perusahaan dapat saja melakukan PHK karena alasanalasan sebagai
berikut:
a. pekerja melakukan kesalahan berat;
b. pekerja ditahan pihak yang berwajib;
c. perusahaan mengalami kerugian;
d. pekerja mangkir terus menerus;
e. pekerja meninggal dunia;
f. pekerja melakukan pelanggaran.
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:
1) pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan
secara terusmenerus;
2) pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena
memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku;
3) pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4) pekerja menikah;
5) pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya;
6) pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan
perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan,
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
7) pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan,
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
8) pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib
mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana
kejahatan;
9) karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna
kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status
perkawinan;
10) pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat
keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum
dapat dipastikan.
Pokok-pokok kepegawaian negara diatur oleh Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan
pertimbangan bahwa:
a. dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk
mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral
tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur
aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang
menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. bahwa maksud tersebut pada huruf a, diperlukan Pegawai
Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara
profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
A. Pokok-pokok Kepegawaian Negara
POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
DAN PEMBINAAN PEGAWAI
BAB 4
c. untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
tersebut pada huruf b, diperlukan upaya meningkatkan
manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai
Negeri.
d. sehubungan dengan huruf a, b, dan c tersebut diatas, dipandang
perlu untuk mengubah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal
28 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut:
1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai
berikut:
“BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan
Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau
tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang
ditentukan oleh Undang-undang.
5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga
tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan.
6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang
hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi
syarat yang ditentukan.
7. Jabatan Organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas
pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.
8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-
upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban
kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengaduan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian.”
70 71
2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menjadi
berbunyi sebagai berikut:
“BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK
PEGAWAI NEGERI
Bagian Pertama
Jenis dan Kedudukan
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a, terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
(3) Di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat
pegawai tidak tetap.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur
negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai serta tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Bagian kedua
Kewajiban
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta
wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia”.
3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 7
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.”
4. Judul Bagian Keempat BAB II dan Ketentuan Pasal 11 menjadi
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara
“Pasal 11
(1) Pejabat Negara terdiri atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung
pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua dan
Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
Pertimbangan Agung;
72 73
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota;
dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-
undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi
Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai
Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat
kembali dalam jabatan organiknya.”
5. Judul BAB III, Ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi
berbunyi sebagai berikut:
“BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Tujuan Manajemen
Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk
menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri
Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan
adil melalui pembinaan berdasarkan sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem
prestasi kerja.
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
Pasal 13
(1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
(2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berada pada
Presiden selaku kepala pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan
kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi
Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), terdiri dari dua anggota tetap yang berkedudukan
sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) anggota
tidak tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
(5) Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio
menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
(6) Komisi Kepegawaian Negara bersidang sekurang-kurangnya
sekali dalam satu bulan.”
6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
diperlukan ditetapkan dalam formasi.
74 75
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan
untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan
beban kerja yang harus dilaksanakan.”
7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai berikut:
“(2) Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri
Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.”
8. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan satu pasal, yakni
pasal 16 A berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 16A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat
mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi
mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang
kepentingan Nasional.
(2) Persyaratan, tata cara dan pengangkatan langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat
tertentu.
(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai
dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang
ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan
golongan.
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal.”
10. Ketentuan Pasal 19 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 20
Untuk lebih menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan
pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan
penilaian prestasi kerja.”
12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26
menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 22
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam
rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan
perpindahan jabatan, tugas dan/atau wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena
meninggal dunia.
(2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. perampingan organisasi pemerintah; atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai pegawai negeri sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
atau tidak diberhentikan karena:
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan
sumpah/janji jabatan selain pelanggaran sumpah/
janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan
karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945,
Negara dan Pemerintah; atau
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat)
tahun.
76 77
(4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat
karena:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih;
atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil
tingkat berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat
karena :
a. melanggar sumpah/janji pegawai negeri sipil dan
sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah;
b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara,
Pancasila, UUD 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang
menentang Negara dan Pemerintah; atau
c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan.
Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat
yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan
pemberhentian sementara.
Pasal 25
(1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden.
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian
wewenangnya kepada daerah yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa
Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur Jenderal,
Inspektur Jenderal, dan jabatan setingkat, ditetapkan oleh
Presiden.
Bagian Kelima
Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin
Pasal 26
(1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat
pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib
mengucapkan sumpah/janji.
(2) Susunan kata-kata sumpah/janji adalah sebagai berikut:
Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan
penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai
Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat
dan bersemangat untuk kepentingan negara.”
13. Ketentuan pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 30
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal
27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 31
(1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-
besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil
yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu,
keahlian, kemampuan dan keterampilan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Kesejahteraan
Pasal 32
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan
usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan dan asuransi
pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib
membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan
penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah
menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya
berhak memperoleh bantuan.”
14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 34
(1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan
kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk
Badan Kepegawaian Negara.
(2) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil
mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber
daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian,
pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan
pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung
perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri
Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit
organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.”
15. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni
Pasal 34A berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 34 A
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri
Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.
(2) Badan Kepegawaian Daerah Sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah perangkat daerah yang dibentuk oleh
Kepala Daerah.”
16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata
Usaha Negara.
80 81
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap
peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui
upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian.
(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.”
17. Judul BAB IV dan ketentuan pasal 37 menjadi berbunyi sebagai
berikut:
BAB IV MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
“Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing-masing diatur
dengan Undang-undang tersendiri.”
Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M U L A D I
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 169
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara umum telah mendapat
pedoman dan pengarahan seperti yang terdapat dalam Undang-
undang No. 8/1974 yang dikenal dengan sistem karier dan prestasi
kerja. Pembinaan tersebut dikelompokkan menjadi:
1. pembinaan dalam kepangkatan;
2. pembinaan dalam jabatan;
3. pembinaan dalam diklat;
4. pembinaan dalam disiplin.
Pembinaan dalam kepangkatan berkaitan dengan kenaikan gaji
berkala, kenaikan pangkat, penundaan, cuti, peninjauan masa kerja,
dan lain-lain. Pada hakikatnya jabatan itu dapat dibedakan dua
macam, yaitu jabatan struktual dan jabatan fungsional. Jabatan
struktural adalah jabatan yang secara nyata ada dalam struktur
organisasi dari suatu unit kerja, misalnya Sekretaris Jenderal, Kepala
Biro, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian, Direktur Jenderal, Sekretaris,
Direktur, Kepala Bagian, Kepala Sub Direktorat, dan Kepala Seksi.
Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau dari sudut fungsinya
B. Dasar Pembinaan Pegawai
82 83
sangat diperlukan untuk melaksanakan tugas suatu unit kerja
misalnya tenaga akademik, dokter, peneliti, perawat, dan juru ukur.
Selain usaha penyeragaman jabatan struktural, masih banyak
tugas-tugas fungsional yang belum ditetapkan sebagai jabatan
fungsional. Pembinaan kepegawaian adalah segala usaha dan tujuan
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggunaan dan
pemeliharaan pegawai (tenaga kerja manusia) dengan tujuan untuk
mampu melaksanakan tugas dengan efektif dan efisien.
Kegiatan pokok pembinaan kepegawaian terbagi atas:
1. penentuan kebutuhan;
2. pengadaan;
3. penempatan;
4. pengendalian;
5. peningkatan moril;
6. peningkatan mutu;
7. pemeliharaan tata usaha kepegawaian.
Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia bagi Pegawai
Negeri Sipil dilakukan berbagai jenis pendidikan dan pelatihan. Jenis
pendidikan dan pelatihan yang diberlakukan untuk Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
101 tahun 2005 adalah sebagai berikut.
1. Diklat Prajabatan
Diklat Prajabatan sebagai syarat pengangkatan seorang CPNS
menjadi PNS dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dan
wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, di samping
pengetahuan dan kompetensi dasar tentang sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara, serta bidang tugas dan budaya organisasinya
agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan
masyarakat.
Adapun jenis Diklat Prajabatan terdiri atas:
a. Diklat Prajabatan Golongan I sebagai syarat untuk menjadi PNS
Golongan I;
b. Diklat Prajabatan Golongan II sebagai syarat untuk menjadi PNS
Golongan II;
c. Diklat Prajabatan Golongan III sebagai syarat untuk menjadi
PNS Golongan III.
Diklat Prajabatan wajib diikuti oleh CPNS selambat-lambatnya
2 (dua) tahun setelah pengangkatannya. CPNS wajib mengikuti dan
lulus Diklat Prajabatan untuk dapat diangkat sebagai PNS.
2. Diklat dalam Jabatan
Diklat dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai agar dapat
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan
sebaik-baiknya.
Diklat dalam Jabatan (Tenaga Administrasi) terdiri atas sebagai
berikut.
a. Diklat Kepemimpinan
Diklat kepemimpinan dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur sesuai dengan
jenjang jabatan struktural. Diklat Pengembangan Kepemimpinan
adalah diklat yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan
wawasan manajemen bagi pejabat struktural dan pejabat fungsional.
b. Diklat Fungsional
Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
kompetensi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas fungsional.
Jenis dan jenjang diklat fungsional untuk masing-masing jabatan
fungsional ditetapkan oleh instansi Pembina Jabatan Fungsional yang
bersangkutan.
c. Diklat Teknis
Diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS.
Diklat teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang
diklat teknis ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi PNS bertitik tolak
dari visi dan misi Badan Kepegawaian. Visi merupakan cara
pandang jauh ke depan tentang arah, cara, dan strategi organisasi
untuk tetap konsisten dan dapat eksis, antisipatif, serta inovatif
dalam mengembangkan sumber daya pegawai negeri sipil agar
tercapai tujuan yang lebih baik untuk masa sekarang dan masa yang
akan datang. Adapun misi merupakan sesuatu yang harus diemban
atau dilaksanakan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan
berhasil dengan baik sesuai dengan berbagai upaya yang harus
dilakukan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.
Dengan adanya misi, seluruh pegawai dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan diharapkan dapat mengetahui dan mengenal
tentang peranan dan program serta hasil yang akan dicapai oleh
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan untuk masa akan
datang.
Misi Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan adalah
sebagai berikut:
1. mewujudkan pengembangan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang
bermoral dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
wujud nyata pengamalan Pancasila yang tecermin dalam pola
sikap, perilaku, profesional, disiplin, etos kerja tinggi, dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
2. meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil menjadi aparatur
yang terampil, jujur, profesional, serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan pelayanan yang
prima kepada masyarakat;
3. mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian
hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil;
4. Mewujudkan pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil sesuai
dengan norma, standar, dan prosedur yang sama yang
dilakukan secara objektif dan selektif dalam rangka memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
5. meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat
mendorong produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri Sipil.
Bidang Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas menyusun,
mengoordinasikan dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
pegawai, serta melaporkan dan mengevaluasi pelaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh Kepala Badan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di
atas, Bidang Pendidikan dan Pelatihan menyelenggarakan:
1. penyusunan rencana program dan kegiatan bidang;
2. penyiapan kebijakan teknis di bidang pendidikan dan pelatihan
pegawai sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
3. pengelolaan, penyelenggaraan, dan fasilitasi pendidikan dan
latihan jabatan struktural, fungsional dan teknis lainnya sesuai
dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
4. pengelolaan dan fasilitasi pendidikan formal dan profesi sesuai
dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
5. penyusunan analisis kebutuhan dan peningkatan mutu dan
kualitas diklat sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
6. penyiapan dan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan
mutu dan kualitas diklat sesuai dengan norma, standar, dan
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
7. penyampaian informasi kepegawaian di bidang pendidikan dan
pelatihan pegawai kepada instansi terkait;
8. pelaporan dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan
bidang.
Bidang Pendidikan dan Pelatihan membawahi dan
mengoordinasikan subbidang berikut.
1. Subbidang analisis dan pengembangan pendidikan dan
pelatihan
Subbidang analisis dan pengembangan pendidikan dan
pelatihan mempunyai tugas pokok menyusun analisis kebutuhan
dan peningkatan mutu dan kualitas diklat, menyiapkan dan
melaksanakan pengembangan dan peningkatan mutu dan
kualitas diklat, melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan Subbidang, serta melaksanakan tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Bidang.
2. Subbidang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
Subbidang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
mempunyai tugas pokok mengelola, menyelenggarakan dan
memfasilitasi pendidikan dan latihan jabatan struktural,
fungsional, dan teknis lainnya, mengelola dan memfasilitasi
pendidikan formal dan profesi, melaporkan dan mengevaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan Subbidang, serta
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang.
Selain itu, kebijakan mengenai Diklat PNS juga diatur dalam
Keputusan Presiden RI No. 87 Th. 1999 tentang Rumpun Jabatan
Fungsional PNS, PP 101/2000 tentang Diklat Jabatan PNS, dan
Pedoman Umum Diklat Jabatan PNS 193/2001.
Diklat untuk PNS bertujuan sebagai berikut:
1. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap
untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional
dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan
kebutuhan instansi;
2. terciptanya aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu
dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
3. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang beorientasi
pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;
4. menciptakan pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai
Negeri Sipil guna tercapainya tujuan Diklat terbit Keputusan Kepala
Lembaga Administrasi Negara Nomor 193/XIII/10/6/2001 Tentang
Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil.
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan
bernegara dan kepemerintahan yang baik (good governance)
sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global, maka
diperlukan Sumber Daya Manusia aparatur yang memiliki
kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan.
b. bahwa untuk membentuk Sumber Daya Manusia aparatur yang
memiliki kompetensi sebagaimana dimaksud diperlukan
pembinaan pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil yang
lebih efektif, maka Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994
disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai Negeri Sipil.
c. Bahwa untuk melaksanakan butir b tersebut di atas, dipandang
perlu penyempurnaan Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan
dengan Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara Nomor
304 A/IX/6/4/1995 sebagai implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000 dengan orientasi lebih meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pembinaan dan penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 22 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
C. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan bagi PNS
88 89
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4018);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 12 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3546);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 198 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4019);
9. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972 tentang Tanggung
Jawab Fungsional Pendidikan dan Pelatihan;
10. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendidikan
dan Pelatihan Prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil;
11. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
12. Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Nondepartemen
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
16 Tahun 2001;
13. Keputusan Presiden Nomor 178 Tahun 2000 tentang Susunan
Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Nondepartemen
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
17 Tahun 2001;
14. Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000 tentang Badan
Kepegawaian Daerah.
Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil merupakan acuan umum bagi setiap Lembaga Diklat
dalam Penyelenggaraan Diklat Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS yang selanjutnya disebut
Diklat adalah proses belajar mengajar guna meningkatkan
kompetensi PNS. Pembinaan Diklat adalah kegiatan yang dilakukan
agar penyelenggaraan Diklat dan capaian kinerja Diklat sesuai
dengan standar kualitas dan sasaran yang ditetapkan. Instansi
Pembinaan Diklat yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah
Lembaga Administrasi Negara yang secara fungsional bertanggung
jawab atas pengaturan, koordinasi, dan terjaganya kualitas dan
produktivitas penyelenggaraan Diklat.
Pengendalian Diklat adalah kegiatan yang dilakukan dalam
rangka menjamin keserasian program Diklat dengan standar
kompetensi jabatan Pegawai Negeri Sipil serta optimalisasi
pemanfaatan lulusannya. Instansi Pengendali Diklat yang
selanjutnya disebut Instansi Pengendali adalah Badan Kepegawaian
Negara yang secara fungsional bertanggung jawab atas
pengembangan dan pengawasan standar kompetensi jabatan serta
pengendalian pemanfaatan lulusan Diklat. Instansi Pembina Jabatan
Fungsional adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas
pembinaan Jabatan Fungsional menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah
Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional
oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab,
wewenang untuk mendidik, mengajar dan atau melatih PNS pada
Lembaga Diklat Pemerintah, yaitu satuan organisasi pada
Departemen Lembaga Pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi, Tinggi Negara dan Perangkat Pemerintah
Daerah yang bertugas melakukan pengelolaan Diklat.
Pengelolaan Diklat adalah proses kegiatan berupa perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian monitoring dan
evaluasi guna meningkatkan kompetensi/kemampuan PNS dalam
suatu jabatan untuk menyelenggarakaan pemerintahan dan
pembangunan secara efisien dan efektif. Kurikulum adalah susunan
mata pendidikan dan pelatihan beserta uraian yang diperlukan
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta
diklat sesuai dengan tujuan dan sasaran program Diklat.
Akreditasi Lembaga Diklat PNS adalah penilaian tingkat
kelayakan suatu lembaga Diklat dalam menyelenggarakan jenis dan
jenjang tertentu. Lembaga Diklat Pemerintah yang terakreditasi
adalah unit penyelenggara Diklat Pemerintah yang mendapat
pengakuan tertulis secara formal (sertifikasi) dari Instansi Pembina
untuk menyelenggarakan Diklat.
Sertifikasi adalah pernyataan tertulis tentang kewenangan
Lembaga Diklat untuk menyelenggarakaan jenis dan jenjang Diklat
tertentu yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Instansi Pembina.
Pengelola Lembaga Diklat Pemerintah adalah PNS yang bertugas
pada lembaga Diklat Instansi Pemerintah yang secara fungsional
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan,
memonitor dan mengevaluasi Diklat. Tenaga Kependidikan dan
pelatihan lainnya adalah pejabat atau seseorang yang bukan
Widyaiswara, bukan pengelola lembaga Diklat pemerintah tetapi
karena kemampuan atau kedudukannya diikutsertakan dalam
kegiatan pencapaian tujuan Diklat.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki
oleh seorang PNS berupa wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Kompetensi Teknis adalah kemampuan PNS dalam bidang-bidang
teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas masing-masing. Jabatan
Fungsional adalah jabatan-jabatan fungsional tertentu sebagaimana
ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur Negara; Peserta Diklat adalah PNS
yang ditugaskan/ditetapkan oleh Pimpinan Instansi atau pejabat
pembina kepegawaian untuk mengikuti Diklat dalam rangka
meningkatkan kompetensi dan/atau memenuhi kompetensi jabatan
yang dipersyaratkan.
BAB II
PERENCANAAN DIKLAT
Pasal 2
(1) Perencanaan Diklat merupakan kegiatan Pembinaan PNS yang
berorientasi pada peningkatan kompetensi jabatan PNS.
(2) Perencanaan Diklat didasarkan pada kebutuhan Diklat dan
rencana pembinaan karier PNS.
(3) Perencanaan Diklat mencakup penetapan peserta, penentuan
tujuan dan sasaran spesifik, penentuan jenis dan jenjang Diklat,
penetapan agenda, pembelajaran, penyiapan widyaiswara serta
sarana dan prasarana, pembiayaan, evaluasi dan pelaporan.
Pasal 3
(1) Perencanaan kebutuhan Diklat dilakukan oleh unit kerja (Biro/
Bagian Kepegawaian) yang secara fungsional bertanggung
jawab dalam pembinaan kepegawaian.
(2) Dalam penyusunan rencana kebutuhan Diklat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilibatkan :
a) Atasan langsung;
b) Unit yang secara fungsional bertanggung jawab dalam
pengelolaan Diklat;
c) Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi (TSPDI);
d) Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
(BAPERJAKAT);
Pasal 4
(1) Identifikasi kebutuhan Diklat dilakukan melalui analisis
kebutuhan Diklat dengan membandingkan kompetensi yang
dipersyaratkan dalam jabatan dengan kompetensi yang dimiliki
pegawai yang bersangkutan dalam rangka pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan dan pembangunan.
(2) Identifikasi Kebutuhan Diklat mengungkapkan gambaran
kekurangan kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas
umum pemerintahan dan pembangunan.
(3) Identifikasi kebutuhan Diklat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatas merupakan dasar untuk merancang suatu program
Diklat.
(4) Hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan analisis kebutuhan
Diklat diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi
Pembina.
BAB III
PEMBINAAN DAN PENYELENGGARAAN DIKLAT
Pasal 5
Pembinaan Diklat meliputi kegiatan perencanaan,
penyelenggaraan dan evaluasi serta pelaporan Diklat.
Pasal 6
(1) Pembinaan perencanaan Diklat adalah fasilitasi untuk
meningkatkan kapasitas dalam menyusun rencana Diklat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(2) Pembinaan penyelenggaraan Diklat adalah fasilitasi mengenai
pelaksanaan Diklat agar program Diklat yang direncanakan
dapat dilaksanakan sesuai dengan standar kualitas dan dapat
mencapai sasaran Diklat yang telah ditetapkan.
(3) Pembinaan evaluasi Diklat adalah fasilitasi penilaian
ketercapaian tujuan dan sasaran Diklat, agenda pembelajaran,
kesesuaian widyaiswara, ketersediaan sarana dan prasarana
serta kesesuaian pembiayaan dan kinerja Diklat.
(4) Pembinaan pelaporan Diklat adalah fasilitasi penyusunan
laporan dan pertanggungjawaban tentang kinerja
penyelenggaran Diklat.
Pasal 7
Penyelenggaraan Diklat meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Diklat oleh instansi
penyelenggara Diklat kepada Pimpinan dan Instansi Pembina.
Pasal 8
(1) Perencanaan penyelenggaraan Diklat meliputi penetapan jenis
dan jenjang Diklat, program Diklat, Peserta Diklat, Widyaiswara,
sarana dan prasarana Diklat, bahan Diklat, jadwal pelaksanaan,
pembiayaan dan surat keterangan Diklat.
(2) Pelaksanaan Diklat meliputi keseluruhan proses pembelajaran
serta kegiatan Widyaiswara, peserta dan penyelenggara sesuai
posisi, tugas dan fungsi masing-masing.
(3) Evaluasi pelaksanaan Diklat meliputi ketercapaian tujuan dan
sasaran Diklat, ketepatan agenda pembelajaran, kesesuaian
widyaiswara dan peserta, ketersediaan sarana dan prasarana
Diklat serta kesesuaian pembiayaan, bahan pelatihan dan
metode pembelajaran.
(4) Laporan pelaksanaan Diklat merupakan pertanggungjawaban
tentang kinerja Diklat.
BAB IV
JENIS DAN JENJANG DIKLAT
Pasal 9
Jenis Diklat terdiri dari :
a. Diklat Prajabatan,
b. Diklat Kepemimpinan,
c. Diklat Fungsional, dan
d. Diklat Teknis.
Pasal 10
(1) Diklat Prajabatan adalah Diklat untuk membentuk wawasan
kebangsaan, kepribadian, dan etika PNS serta memberikan
pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara dan tentang bidang tugas serta budaya
organisasinya agar mampu melaksanakan tugas jabatan PNS.
(2) Diklat Prajabatan merupakan bagian dari persyaratan
pengangkatan Calon PNS menjadi PNS.
Pasal 11
(1) Jenjang Diklat Prajabatan terdiri dari :
a) Diklat Prajabatan Golongan I merupakan syarat
pengangkatan CPNS untuk menjadi PNS Golongan I.
94 95
b) Diklat Prajabatan Golongan II merupakan syarat
pengangkatan CPNS untuk menjadi PNS Golongan II.
c) Diklat Prajabatan Golongan III merupakan syarat
pengangkatan CPNS untuk menjadi PNS Golongan III.
(2) Hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Diklat Prajabatan
diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi Pembina.
Pasal 12
(1) Jenjang Diklat Kepemimpinan merupakan Diklat untuk
memenuhi atau meningkatkan kompetensi PNS yang akan atau
telah menduduki jabatan struktural.
(2) Diklat Kepemimpinan adalah Diklat yang memberikan
wawasan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan
perilaku dalam bidang kepemimpinan aparatur sehingga
mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan dalam jenjang
jabatan struktural tertentu.
Pasal 13
(1) Jenjang Diklat Kepemimpinan terdiri dari :
a) Diklat Kepemimpinan Tingkat IV (Diklatpim Tingkat IV)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon IV.
b) Diklat Kepemimpinan Tingkat III (Diklatpim Tingkat III)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon III.
c) Diklat Kepemimpinan Tingkat II (Diklatpim Tingkat II)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon II.
d) Diklat Kepemimpinan Tingkat I (Diklatpim Tingkat I)
merupakan Diklat untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah dalam Jabatan
Struktural Eselon I.
(2) Diklat Kepemimpinan tingkat dibawahnya tidak merupakan
prasyarat untuk mengikuti Diklat Kepemimpinan tingkat
diatasnya.
(3) Hal–hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan setiap
jenjang Diklatpim diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh
Instansi Pembina.
Pasal 14
(1) Diklat Fungsional merupakan Diklat untuk memenuhi ataupun
meningkatkan kompetensi PNS yang akan atau telah
menduduki Jabatan Fungsional.
(2) Hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Diklat Fungsional
diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi Pembina
Jabatan Fungsional dengan mengacu pada Pedoman yang
ditetapkan oleh Instansi Pembina.
Pasal 15
(1) Diklat Teknis merupakan Diklat untuk meningkatkan
kompetensi teknis dalam jabatan PNS sesuai dengan bidang
tugasnya.
(2) Program Diklat Teknis dirancang dan ditetapkan oleh Instansi
Teknis yang bersangkutan dengan memperhatikan pedoman
yang ditetapkan oleh Instansi Pembina.
(3) Hal–hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan Diklat Teknis
diatur dalam Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi Teknis
dengan mengacu pada Pedoman yang ditetapkan oleh Instansi
Pembina.
Pasal 16
(1) Penetapan peserta Diklat bersifat selektif dan merupakan
penugasan Instansi yang bersangkutan untuk memenuhi
persyaratan kompetensi jabatan.
(2) Persyaratan umum bagi calon peserta Diklat adalah sebagai
berikut :
a. Memiliki potensi untuk dikembangkan;
b. Memiliki motivasi tinggi untuk pengembangan diri;
c. Mampu menjaga reputasi dan kredibilitas sebagai PNS;
d. Memiliki dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan
organisasi;
e. Berprestasi baik dalam melaksanakan tugas;
f. Sehat jasmani dan rohani.
(3) Persyaratan khusus bagi calon peserta Diklat diatur lebih lanjut
dalam Pedoman Diklat yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Seleksi peserta Diklat oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (BAPERJAKAT) bersama Tim Seleksi Peserta
Diklat Instansi (TSPDI) dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian.
(2) Tata cara seleksi dan penetapan peserta Diklat diatur dalam
Pedoman Penyelenggaraan Diklat yang bersangkutan.
Pasal 18
(1) PNS yang telah memiliki keseluruhan dan atau sebagian
kompetensi dalam suatu jabatan struktural tertentu dapat
dibebaskan untuk tidak mengikuti secara keseluruhan dan/atau
sebagian program Diklat yang bersangkutan dengan ditandai
pemberian “Sertifikat” berdasarkan Pedoman yang ditetapkan
oleh Instansi Pembina dan Instansi Pengendali.
(2) PNS yang telah memiliki keseluruhan dan/atau sebagian
kompetensi dalam suatu jabatan fungsional tertentu dapat
dibebaskan untuk tidak mengikuti secara keseluruhan dan/atau
sebagian program Diklat yang bersangkutan dengan ditandai
pemberian “Sertifikat” berdasarkan Pedoman yang ditetapkan
oleh Instansi Pembina, Instansi Pengendali dan Instansi Pembina
Jabatan Fungsional yang bersangkutan.
Dalam Undang-Undang R.I. Nomor 43 Tahun 1999 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang
Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 30 dinyatakan bahwa:
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1)
dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Dengan dikeluarkan UU Nomor 43 Tahun 1999 diharapkan
merupakan landasan yang kuat bagi penyempurnaan pembinaan
Pegawai Negeri Sipil yang dapat digunakan sebagai dasar untuk:
a. menyempurnakan dan menyederhanakan peraturan
perundangan di bidang kepegawaian;
b. melaksanakan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem
karier dan sistem prestasi kerja;
c. memungkinkan penentuan kebijaksanaan yang sama bagi
segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat
maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah;
d. memungkinkan usaha-usaha untuk pemupukan jiwa karsa
yang bulat dan pembinaan keutuhan serta kekompakan segenap
Pegawai Negeri Sipil.
Agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara
berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien), “pembinaan“
diarahkan untuk menjamin sasaran tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan
mutu pegawai yang rasional berdasarkan jenis, sifat dan beban
kerja yang dibebankan kepadanya.
2. Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh Pegawai Negeri
Sipil, artinya bahwa terhadap semua Pegawai Negeri Sipil
berlaku ketentuan yang sama.
D. Kebijaksanaan Pembinaan
3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem karier dan
sistem prestasi kerja.
4. Pembagian sistem penggajian yang mengarah kepada
penghargaan terhadap prestasi dan besarnya tanggung jawab.
5. Pelaksanaan tindakan korektif yang tegas terhadap pegawai
yang nyata-nyata melakukan pelanggaran terhadap norma-
norma kepegawaian.
6. Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem
pengawasannya.
1. Pengendalian Kebutuhan
Pengendalian kebutuhan adalah usaha dan kegiatan untuk
menjamin tersedianya jumlah dan kualitas yang diperlukan pada
setiap saat. Pegawai itu tidak selamanya dapat dipaksakan tetap
berada dalam organisasi. Pada suatu waktu pegawai akan
meninggalkan organisasi karena berbagai sebab (pensiun,
diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri, meninggal
dunia, dan Iain-lain). Dalam organisasi yang besar, perkiraan dan
rencana kebutuhan pegawai dilakukan dalam jangka panjang yang
di dalamnya memperkirakan:
a. jumlah pegawai dari tiap-tiap golongan yang diperlukan tiap
tahun;
b. jumlah pegawai yang keluar karena pensiun atau sebab lainnya.
Faktor yang memengaruhi kebutuhan pegawai, antara lain
perkiraan perluasan atau penyederhanaan/penyusutan organisasi,
dan perkiraan tersedianya alat-alat baru (alat-alat modern dapat
mengurangi jumlah pegawai).
Berdasarkan perkiraan dan rencana kebutuhan pegawai, dapat
direncanakan jumlah pegawai baru yang akan diterima setiap
tahun.
2. Pengendalian Kepangkatan
Pada umumnya pangkat diatur dalam formasi dan dalam
jenjang kepangkatan. Dalam “formasi” misalnya ditentukan jumlah
pegawai dari tiap-tiap golongan yang diperlukan, sedangkan jenjang
kepangkatan ditentukan golongan minimum dan maksimum untuk
jabatan tertentu.
Tujuan pengendalian kepangkatan adalah sebagai usaha:
a. memelihara perkembangan kepangkatan masing-masing
pegawai.
b. menjamin tetap terpeliharanya piramida kepangkatan dalam
organisasi.
Masalah kenaikan pangkat adalah sesuatu yang sensitif, karena
bukan hanya menyangkut perbaikan nasib, melainkan juga
menyangkut moral dan prestasi seorang pegawai (ketenteraman
kerja akan terganggu dan moril pegawai yang bersangkutan merosot
sehingga kelancaran pekerjaan terganggu).
3. Pengendalian Jabatan
Dalam organisasi apa pun, jabatan selalu terbatas jumlahnya,
semakin tinggi jabatan, semakin sedikit jumlahnya. Pengendalian
jabatan bertujuan sebagai usaha menempatkan orang yang tepat
pada tempat yang tepat (the right man on the right place), dan untuk
menghindarkan adanya kesenjangan pada suatu waktu.
Dalam praktik sering terjadi kesenjangan dalam penempatan
jabatan. Misalnya, pemegang jabatan berhenti (pensiun), tetapi
penggantinya belum dipersiapkan sehingga jabatan kosong itu
ditempati oleh pegawai yang tingkat pangkatnya terlampau rendah,
misalnya golongan IV/a digantikan oleh golongan III/c.
Pengendalian kebutuhan, pengendalian kepangkatan, dan
pengendalian jabatan memerlukan alat-alat untuk pengendalian
yang baik. Alat-alat itu antara lain sebagai berikut.
1. Jenjang kepangkatan
Dalam Jenjang kepangkatan ditentukan pangkat minimum
dan maksimum suatu jabatan. Misalnya, Kepala Direktorat,
pangkat minimum (IV/A), lanjutan (IV/b), tertinggi (IV/c).
E. Pengendalian Pegawai
100 101
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa seorang
pegawai yang berpangkat di bawah pangkat minimum itu
(misalnya Ill/d) tidak boleh diangkat menjadi Kepala Direktorat,
kalaupun terpaksa diangkat menjadi “pejabat”. Sebaliknya,
seorang pegawai yang ingin naik pangkat menjadi IV/d harus
ditempatkan lebih dulu pada jabatan yang sesuai dengan itu.
Ketentuan tentang jenjang kepangkatan adalah sebagai alat
untuk memelihara piramida dalam kepangkatan.
2. Formasi
Dalam formasi ditentukan jumlah pegawai dari masing-
masing golongan yang diperlukan. Faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan formasi adalah volume dan
jenis pekerjaan yang akan dikerjakan oleh organisasi; tingkat
kecakapan pegawai; kualitas alat-alat material.
Pengadaan (penerimaan) pegawai bertujuan untuk mengisi
formasi yang kosong. Oleh sebab itu, “formasi” sebagai “alat
pengendalian”.
3. Daftar urut kepangkatan
Daftar urut kepangkatan adalah satu daftar yang dapat
dilihat senioritas setiap pegawai. Syarat-syarat penyusunan
daftar urut kepangkatan adalah sebagai berikut.
a. Ketentuan dalam pangkat, artinya pegawai yang lebih
tinggi atau lebih tua masa pangkatnya ditempatkan dalam
urut kepangkatan lebih atas.
b. Jabatan, artinya dalam hal dua orang pegawai mempunyai
pangkat yang sama dan masa pangkatnya juga sama,
dilihat dari jabatan yang pernah didudukinya. Pegawai
yang pernah menduduki jabatan yang lebih tinggi dari
yang lain berada pada urutan kepangkatan lebih atas.
c. Pendidikan, jika pangkat dan masa pangkat sama serta
jabatan yang diduduki mereka sama tingkatannya, dapat
dilihat dari pendidikannya; yang lebih tinggi tingkat
pendidikannya ditempatkan pada urutan lebih atas.
d. Masa kerja, baik pangkat, masa pangkat, tingkat jabatan
maupun tingkat pendidikan sama maka yang terbanyak
masa kerjanya ditempatkan pada urutan lebih atas.
e. Umur, baik pangkat, masa pangkat, tingkat jabatan, tingkat
pendidikan maupun masa kerja sama maka yang tertua
usianya ditempatkan pada urutan lebih atas.
4. Penilaian pelaksanaan pekerjaan (conduite staat)
Penilaian ini merupakan suatu daftar yang menjadi alat
untuk menilai hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan pegawai.
Dengan demikian, kualitas yang sebenarnya dari tiap pegawai
mudah diketahui.
Pembinaan adalah upaya mendidik dan melatih agar
berkembang lebih baik. Pembinaan juga berarti memberikan peluang
dan kesempatan kepada pegawai untuk memahami tugas dan
kewajibannya sebagai pegawai. Pembinaan dilakukan agar program
yang sedang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan yang telah direncanakan.
Sistem kepegawaian yang menyangkut pengangkatan dan
penempatan pegawai merupakan dasar pembinaan karier pegawai.
Hal ini dikarenakan sistem pembinaan karier yang baik dan
dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan kegairahan bekerja
dan rasa tanggung jawab yang besar dari seluruh pegawai.
Sebaliknya, sistem pembinaan karier tidak dilaksanakan dengan baik
dapat menimbulkan dampak yang tidak baik.
Dalam pengangkatan dan penggunaan SDM, terutama yang
dikembangkan secara luas di kalangan pemerintahan negara,
terdapat beberapa sistem, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem kawan
Pengangkatan/penempatan pegawai untuk memangku
jabatan didasarkan atas hubungan pribadi (hubungan
F. Pembinaan Karier
subjektif) antara yang mengangkat dan yang diangkat. Sistem
ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu spoil system dan
nepotism. Spoil system adalah hubungan pribadi bersifat politis,
sedangkan nepotism adalah hubungan pribadi bersifat nonpolitis,
hubungan darah, dan hubungan kawan.
2. Sistem prestasi kerja/jasa
Dasar pertimbangan yang dipakai untuk pengangkatan atau
penempatan seseorang menduduki jabatan tertentu adalah
kecakapan atau prestasi yang dicapainya. Oleh karena itu,
sistem itu objektif.
Norma untuk menentukan seseorang memenuhi syarat
“kecakapan