pns 1

 




Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/

Dudanya;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang

Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda

Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 2906);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3890);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977

tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3908) sebagaimana

telah lima belas kali diubah terakhir dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013

tentang Perubahan Kelima Belas Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977

tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2013 Nomor 57);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN

PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/

DUDANYA.

Pasal 1

(1) Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/

Dudanya yang dipensiunkan setelah berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013

tentang Perubahan Kelima Belas Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977

tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil,

pensiun pokoknya ditetapkan sebagai berikut:

a. pensiun Pegawai Negeri Sipil yang hasil

perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana

tercantum dalam lajur 2, ditetapkan menjadi

sebagaimana tercantum dalam lajur 3 Daftar

I-A sampai dengan Daftar I-Q Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Pemerintah ini;

b. pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil

yang hasil perhitungan pensiun pokoknya

sebagaimana tercantum dalam lajur 2,

ditetapkan menjadi sebagaimana tercantum

dalam lajur 3 Daftar II-A sampai dengan

Daftar II-Q Lampiran II yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Pemerintah ini;

c. pensiun Janda/Duda dari Pegawai Negeri

Sipil yang tewas yang hasil perhitungan

pensiun pokoknya sebagaimana tercantum

dalam lajur 2, ditetapkan menjadi

sebagaimana tercantum dalam lajur 3

Daftar III-A sampai dengan Daftar III-Q

Lampiran III yang merupakan bagian tidak

316 317

terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;

dan

d. pensiun yang diberikan kepada orang tua

dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas yang

hasil perhitungan pensiun pokoknya

sebagaimana tercantum dalam lajur 2,

ditetapkan menjadi sebagaimana tercantum

dalam lajur 3 Daftar IV-A sampai dengan

Daftar IV-Q Lampiran IV P yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Pemerintah ini.

(2) Pensiun Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/

Duda Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/

Duda dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas,

dan pensiun yang diberikan kepada orang tua

dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

seharusnya pensiun pokoknya ditetapkan

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, tetapi

telah ditetapkan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 15 Tahun 2012, pensiun

pokoknya disesuaikan berdasarkan Daftar

dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 2

Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013:

a. bagi Pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang

dipensiunkan tanggal 1 Januari 2013 dan

sebelum tanggal 1 Januari 2013, pensiun

pokoknya disesuaikan menjadi sebagaimana

tercantum dalam lajur 3 segaris dengan pensiun

pokok lama sebagaimana tercantum dalam lajur

2 Daftar V-A sampai dengan Daftar V-Q

Lampiran V yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;

b. bagi Pensiunan Janda/Duda dari Pegawai

Negeri Sipil yang dipensiunkan tanggal 1

Januari 2013 dan sebelum tanggal 1 Januari

2013, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi

sebagaimana tercantum dalam lajur 3 segaris

dengan pensiun pokok lama sebagaimana

tercantum dalam lajur 2 Daftar VI-A sampai

dengan Daftar VI-Q Lampiran VI yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Pemerintah ini;

c. bagi Pensiunan Janda/Duda dari Pegawai

Negeri Sipil yang tewas yang dipensiunkan

tanggal 1 Januari 2013 dan sebelum tanggal 1

Januari 2013, pensiun pokoknya disesuaikan

menjadi sebagaimana tercantum dalam lajur 3

segaris dengan pensiun pokok lama

sebagaimana tercantum dalam lajur 2 Daftar

VII-A sampai dengan Daftar VII-Q Lampiran

VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Pemerintah ini; dan

d. pensiun yang diberikan kepada orang tua dari

Pegawai Negeri Sipil yang tewas tanggal 1

Januari 2013 dan sebelum tanggal 1 Januari

2013, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi

sebagaimana tercantum dalam lajur 2 Daftar

VIII-A sampai dengan Daftar VIII-Q Lampiran

VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 3

(1) Bagi Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan

Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil, pensiun

yang diberikan kepada anak, bagian pensiun

janda/anak (anak-anak) dan pensiun yang

diberikan kepada orang tua yang dipensiunkan

sebelum tanggal 1 Juli 2001, setelah pensiun

pokoknya disesuaikan menurut Peraturan

Pemerintah ini ternyata:

a. tidak mengalami kenaikan atau mengalami

penurunan penghasilan, kepadanya

diberikan tambahan penghasilan sebesar

jumlah penurunan penghasilannya

ditambah dengan 5% (lima persen) dari

penghasilan; atau

b. mengalami kenaikan penghasilan kurang

5% (lima persen) dari penghasilan,

kepadanya diberikan tambahan

penghasilan sehingga kenaikan peng–

hasilannya menjadi sebesar 5% (lima

persen).

(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) adalah penghasilan yang diterima pada

bulan Desember 2012, tidak termasuk tunjangan

pangan.

(3) Apabila terjadi mutasi keluarga sejak Januari

2013 maka penghasilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dibayarkan dengan

memperhitungkan perubahan penghasilan

sesuai dengan mutasi keluarga.

(4) Pemberian Tambahan Penghasilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal 1

Januari 2013.

Pasal 4

Penyesuaian pensiun pokok sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2, ditetapkan

dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian

Negara sebagai dasar pembayaran pensiun.

Pasal 5

Selain pensiun pokok, kepada penerima pensiun

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah

ini diberikan tunjangan keluarga dan tunjangan

pangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan

Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh menteri

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang keuangan dan/atau Kepala Badan

Kepegawaian Negara, baik secara bersama-sama

maupun sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya

masing-masing.

Pasal 7

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2012

tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan

Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 35), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 11 April 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 11 April 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013

NOMOR 60

Lampiran 2

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 46 TAHUN 2011

TENTANG

PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM

Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan PNS berdasarkan

sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada

sistem prestasi kerja, maka penilaian prestasi kerja PNS

dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan prestasi

kerja dan pengembangan potensi PNS.

Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan, bahwa yang

berwenang membuat penilaian prestasi kerja PNS adalah

pejabat penilai, yaitu atasan langsung dari PNS yang

bersangkutan dengan ketentuan paling rendah pejabat eselon

V atau pejabat lain yang ditentukan. Tujuan penilaian prestasi

kerja adalah untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang

dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier

yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Penilaian prestasi kerja merupakan suatu proses rangkaian

manajemen kinerja yang berawal dari penyusunan perencanaan

prestasi kerja yang berupa Sasaran Kerja Pegawai (SKP),

penetapan tolok ukur yang meliputi aspek kuantitas, kualitas,

waktu, dan biaya dari setiap kegiatan tugas jabatan.

Pelaksanaan penilaian SKP dilakukan dengan cara

membandingkan antara realisasi kerja dengan target yang telah

ditetapkan. Dalam melakukan penilaian dilakukan analisis

terhadap hambatan pelaksanaan pekerjaan untuk mendapatkan

umpan balik serta menyusun rekomendasi perbaikan dan

menetapkan hasil penilaian. Untuk memperoleh objektivitas

dalam penilaian prestasi kerja digunakan parameter penilaian


berupa hasil kerja yang nyata dan terukur yang merupakan

penjabaran dari visi, misi, dan tujuan organisasi, sehingga

subjektivitas penilaian dapat diminimalisir. Dengan demikian

hanya PNS yang berprestasi yang mendapatkan nilai baik.

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna

penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan pendekatan

partisipasi dalam arti PNS yang dinilai terlibat langsung secara

aktif dalam proses penetapan sasaran kerja yang akan dicapai,

dan proses penilaian. Hasil rekomendasi penilaian prestasi kerja

digunakan untuk peningkatan kinerja organisasi melalui

peningkatan prestasi kerja, pengembangan potensi, dan karier

PNS yang bersangkutan serta pengembangan manajemen,

organisasi, dan lingkungan kerja. Atasan pejabat penilai secara

fungsional bukan hanya sekedar memberikan legalitas hasil

penilaian dari pejabat penilai, tetapi lebih berfungsi sebagai

motivator dan evaluator seberapa efektif pejabat penilai

melakukan penilaian, untuk mengimbangi penilaian dan

persepsi pejabat penilai sebagai upaya menghilangkan bias-bias

penilaian. Sistem penilaian prestasi kerja PNS yang bersifat

terbuka, diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan

produktivitas kerja serta menciptakan hubungan interaksi antara

pejabat penilai dengan PNS yang dinilai dalam rangka

objektivitas penilaian dan untuk mendapatkan kepuasan kerja

setiap PNS.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Yang dimaksud dengan “pembinaan” adalah upaya dalam

rangka pengembangan karier PNS berdasarkan prestasi

kerja.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan “objektif” adalah penilaian

terhadap pencapaian prestasi kerja sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh

pandangan atau penilaian subjektif pribadi dari

pejabat penilai.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “terukur” adalah penilaian

prestasi kerja yang dapat diukur secara kuantitatif dan

kualitatif.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah seluruh

hasil penilaian prestasi kerja harus dapat

dipertanggung–jawabkan kepada pejabat yang

berwenang.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah seluruh

proses penilaian prestasi kerja dengan melibatkan

secara aktif antara pejabat penilai dengan PNS yang

dinilai.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “transparan” adalah seluruh

proses dan hasil penilaian pretasi kerja bersifat terbuka

dan tidak bersifat rahasia.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. Kegiatan tugas jabatan adalah kegiatan yang wajib

dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi

jabatan;

b. Target adalah jumlah beban kerja yang akan

dicapai dari setiap pelaksanaan tugas jabatan.

Target dalam SKP pada prinsipnya berlaku bagi

pemegang jabatan struktural maupun fungsional,

dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Bagi pemegang jabatan struktural maupun

fungsional umum dengan sifat tugas yang

input/bahan kerjanya berasal dari unit

organisasi bersangkutan, maka penetapan

target didasarkan pada rencana kerja

tahunan yang telah ditetapkan;

2) Bagi pemegang jabatan struktural maupun

fungsional umum dengan sifat tugas yang

input/bahan kerjanya berasal dari output/

hasil kerja unit organisasi lain, penetapan

target didasarkan asumsi rata-rata tahun

sebelumnya;

3) Bagi pemegang jabatan fungsional tertentu,

penetapan target berdasarkan pada angka

kredit yang dipersyaratkan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

c. Nyata dan dapat diukur adalah kegiatan yang

realistis dapat dilaksanakan dan hasilnya dapat

dihitung dalam satuan angka, umpamanya

jumlah, persentase dan lamanya waktu.

Ayat (3)

Dalam menetapkan SKP, pejabat penilai harus

mempertimbangkan usul bawahan dan waktu

penyelesaian beban kerja unit organisasi.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

SKP yang telah disetujui dan ditetapkan, dipantau oleh

pejabat penilai dalam pelaksanaannya untuk

mengetahui perkembangan kemajuan pelaksanaan

kegiatan dalam SKP.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kuantitas” adalah

ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang

dicapai.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kualitas” adalah ukuran

mutu setiap hasil kerja yang dicapai.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “waktu” adalah ukuran

lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “biaya” adalah besaran

jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil

kerja.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

326 327

Pasal 8

Ayat (1)

Dalam melakukan penilaian, pejabat penilai

menggunakan formula:

a. aspek kuantitas: penghitungannya menggunakan

Rumus:

Realisasi Output (RO) X 100

  Target Output (TO)

b. aspek kualitas: penghitungannya menggunakan

Rumus:

Realisasi Kualitas (RK) X 100

 Target Kualitas (TK)

c. aspek waktu: penghitungannya menggunakan

Rumus:

1,76 x Target Waktu(TW) - Realisasi Waktu (RW) X 100

Target Waktu (TW)

d. aspek biaya: penghitungannya menggunakan

Rumus:

1,76 x Target Biaya(TB) - Realisasi Biaya (RB)   X 100

  Target Biaya (TB)

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 9

Yang dimaksud dengan faktor-faktor diluar kemampuan

individu PNS yang dinilai antara lain: bencana alam,

keadaan darurat atau keadaan lain yang dinyatakan oleh

pemerintah, hambatan/kendala yang ditimbulkan oleh

sistem/mekanisme dari organisasi dan target pekerjaan

yang input/bahan kerjanya tergantung pada pihak/unit

kerja/instansi lain maka penilaian prestasi kerja PNS yang

bersangkutan disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan diluar

SKP yang telah ditetapkan dalam tahun tersebut serta

menjelaskan kondisi yang terjadi sehingga menjadi bahan

pertimbangan bagi pejabat penilai untuk menilai PNS yang

bersangkutan.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan “tugas tambahan” adalah tugas

lain atau tugas-tugas yang ada hubungannya dengan tugas

jabatan yang bersangkutan dan tidak ada dalam SKP yang

telah ditetapkan.

Yang dimaksud dengan “pimpinan” adalah pejabat yang

mempunyai kewenangan memimpin dilingkungan unit

kerja masing-masing.

Yang dimaksud dengan “kreativitas” adalah kemampuan

PNS untuk menciptakan sesuatu gagasan/metode pekerjaan

yang bermanfaat bagi organisasi.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “orientasi pelayanan”

adalah sikap dan perilaku kerja PNS dalam

memberikan pelayanan terbaik kepada yang

dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan,

rekan sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi

lain.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “integritas” adalah

kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai,

norma dan etika dalam organisasi.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “komitmen” adalah

kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan

sikap dan tindakan PNS untuk mewujudkan

tujuan organisasi dengan mengutamakan

328 329

kepentingan dinas daripada kepentingan diri

sendiri, seseorang, dan/atau golongan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “disiplin” adalah

kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati

kewajiban dan menghindari larangan yang

ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan dan/atau peraturan kedinasan yang

apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi

hukuman disiplin.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “kerja sama” adalah

kemauan dan kemampuan PNS untuk bekerja

sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan

dalam unit kerjanya serta instansi lain dalam

menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab

yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna

dan hasil guna yang sebesar-besarnya.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “kepemimpinan” adalah

kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi

dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang

berkaitan dengan bidang tugasnya demi

tercapainya tujuan organisasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pejabat penilai lain” adalah

beberapa pejabat penilai yang setingkat dengan pejabat

penilai (atasan langsung) yang ditunjuk oleh atasan

pejabat penilai di lingkungan unit kerja masing-masing.

Dalam hal tidak ada pejabat penilai lain yang setingkat

dengan pejabat penilai, maka penilaian dilakukan

sendiri oleh pejabat penilai yang ada dalam lingkup

organisasi yang bersangkutan.

Pejabat penilai lain harus memberikan masukan

kepada pejabat penilai terfokus pada penilaian perilaku

kerja.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penilaian SKP sebesar 60% dan perilaku kerja sebesar

40% dimaksudkan untuk mewujudkan pembinaan

PNS yang dititikberatkan pada prestasi kerja.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Pejabat pembina kepegawaian selain sebagai pejabat penilai

tertinggi, sekaligus juga sebagai atasan pejabat penilai

tertinggi di lingkungan unit kerja masing-masing, antara

lain Menteri adalah pejabat penilai dan sekaligus menjadi

atasan pejabat penilai terhadap seorang Direktur Jenderal

dalam lingkungannya.


Pasal 21

Ayat (1)

Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada

ayat ini, diberikan secara langsung oleh pejabat penilai

kepada PNS yang dinilai. Apabila diantara pejabat

penilai dengan atasan pejabat penilai tempat bekerja

saling berjauhan, maka hasil penilaian prestasi kerja

dapat dikirim kepada PNS yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup Jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Hasil penilaian prestasi kerja dalam ketentuan ini,

keberatan atau tidak keberatan tetap diserahkan

kepada atasan pejabat penilai paling lambat 14 (empat

belas) hari.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 24

Pembinaan PNS antara lain dalam mempertimbangkan

kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan,

pemindahan, pendidikan dan pelatihan, tugas belajar,

kenaikan gaji berkala, dan lain-lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 25

Ayat (1)

PNS yang dinilai berhak mengajukan keberatan apabila

menurut pendapatnya ada nilai yang kurang sesuai.

Keberatan tersebut harus sudah diajukan paling lambat

14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima

penilaian prestasi kerja tersebut. Keberatan yang

diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak

dipertimbangkan. Alasan-alasan keberatan harus

dikemukakan dengan lengkap secara tertulis. Keberatan

tersebut diajukan kepada atasan pejabat penilai secara

hierarki.

Ayat (2)

Atasan pejabat penilai memeriksa dengan seksama isi

penilaian prestasi kerja termasuk keberatan yang

diajukan oleh PNS yang dinilai dan tanggapan pejabat

penilai atas keberatan itu

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Penjelasan hasil penilaian prestasi kerja dimaksudkan

untuk memberikan kejelasan tentang capaian SKP

serta kelebihan dan kekurangan perilaku kerja PNS

yang dinilai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

catatan yang ada dalam buku catatan perilaku kerja.

Ayat (5)

Atasan pejabat penilai wajib menetapkan hasil

penilaian prestasi kerja dan bersifat final yang harus

diterima oleh pejabat penilai dan PNS yang dinilai,

serta tidak dapat diajukan keberatan.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Yang dimaksud dengan pejabat negara yang tidak

diberhentikan dari jabatan organiknya antara lain:

Hakim dan Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dinilai

oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan, dan atasan

pejabat penilai adalah Ketua Pengadilan Tinggi.

Hakim dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dinilai oleh

Ketua Pengadilan Tinggi, dan atasan pejabat penilai adalah

Ketua Mahkamah Agung.

332 333

Ketua Pengadilan Tinggi dinilai oleh Ketua Mahkamah

Agung sekaligus sebagai atasan pejabat penilai.

Yang dimaksud dengan lembaga nonstruktural, antara lain

adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

(KOMNASHAM), Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pejabat penilai” adalah

pejabat penilai dari instansi semula tempat PNS yang

bersangkutan bekerja sebelum ia melaksanakan tugas

belajar.

Bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang

diperlukan, diminta oleh pejabat penilai dari pimpinan

perguruan tinggi atau sekolah yang bersangkutan

menjalankan tugas belajar.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pejabat penilai” adalah

pejabat penilai dari instansi semula tempat PNS yang

bersangkutan bekerja sebelum ia melaksanakan tugas

belajar.

Untuk dapat memberikan bahan-bahan penilaian

prestasi akademik, maka Kepala Perwakilan Republik

Indonesia di luar negeri atau pejabat lain yang

ditunjuk olehnya mengikuti dan mencatat nilai prestasi

akademik PNS yang sedang melakukan tugas belajar

di negara yang bersangkutan.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.










Konsep administrasi kepegawaian atau personnel administration

di Amerika Serikat dipergunakan dalam bidang pemerintahan,

sedangkan  personnel management diterapkan dalam bidang bisnis.

Di Indonesia ada kecenderungan menggunakan manajemen

kepegawaian (personnel management) di bidang pemerintahan

ataupun di bidang bisnis.

Menurut beberapa pakar, administrasi kepegawaian memiliki

pengertian sebagai berikut.

1. Menurut M. Manullang (1998:34), administrasi kepegawaian

adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan

pengontrolan tenaga kerja untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan, dengan memberikan kepuasan kepada para pekerja.

2. Paul Pigors dan Charles A. Myers serta Thomas G. Spates

(1965:56) berpendapat bahwa administrasi kepegawaian adalah

tata cara atau prosedur mengorganisasikan dan memperlakukan

orang yang bekerja sedemikian rupa sehingga mendapatkan

hasil yang terbaik sesuai dengan profesionalitasnya.

A. Pengertian Administrasi Kepegawaian

KONSEP DASAR

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB 1

3. Menurut Burhannudin A. Tayibnapis (1994:26), administrasi

kepegawaian sebagai upaya memperoleh pegawai negeri sipil

yang loyal kepada Pancasila dan Undang–Undang  Dasar 1945,

cakap, terampil, jujur, dan disiplin dalam melaksanakan pokok

pemerintahan dan pembangunan.

4. Menurut Paul Pigos dan Charles A. Myers (1967:54),

administrasi kepegawaian sebagai seni memperoleh,

memajukan, dan memelihara kecakapan kekuatan kerja

sedemikian rupa untuk menyelesaikan fungsi dan tujuan

organisasi dengan efisiensi dan ekonomis yang maksimum.

5. William E. Monser dan J. Donald Kingsley (1978:33)

mengemukakan bahwa administrasi kepegawaian membahas

seluruh aktivitas dan kinerja pegawai yang dimulai dari

penerimaan pegawai, tes masuk pegawai, penilaian kecakapan

pegawai,  pemindahan pegawai, kenaikan pangkat,  latihan dan

pendidikan, kehadiran absensi, pengeluaran pegawai,

kesehatan, rekreasi, kesejahteraan, lingkungan kerja, kerja sama

pegawai, kerja sama pegawai-atasan, peraturan, dan ketentuan

lainnya.

6. Menurut Edwin B. Flippo (1984:65), administrasi kepegawaian

dikaji dalam kaitannya dengan perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengendalian pegawai untuk berbagai tujuan

yang telah ditetapkan oleh organisasi.

7. Menurut Felix A. Nigro (1967:22), administrasi kepegawaian

adalah seni memilih pegawai baru dan mempekerjakan pegawai

lama sehingga dari pegawai itu diperoleh mutu dan jumlah hasil

yang maksimum.

8. Menurut Glen O. Stahl (1987:29), administrasi kepegawaian

sebagai keseluruhan yang berhubungan dengan sumber daya

manusia dari organisasi.

9. Arifin Abdurrachman (1989:55) mengatakan bahwa

administrasi kepegawaian adalah salah satu cabang dari

administrasi negara yang berkaitan dengan para pegawai

negara.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengertian administrasi kepegawaian negara adalah pengelolaan

kepegawaian negara atau pegawai negeri yang dikaji sebagai ilmu

dan seni mempelajari proses penggunaan tenaga manusia mulai

penerimaan hingga pemberhentiannya. Selain itu, administrasi

kepegawaian negara adalah proses penyelenggaraan politik

kepegawaian  atau program kerja, dan tujuan yang berhubungan

dengan tenaga kerja manusia yang digunakan dalam usaha kerja

sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Secara fungsional, administrasi kepegawaian negara adalah

mengatur dan mengurus penggunaan tenaga kerja manusia sebagai

usaha kerja sama dalam merumuskan tujuan, sasaran pokok

kebijaksanaan politik, dan menyusun organisasi untuk

menyelenggarakan pelaksanaan tujuan sasaran pokok/kebijaksanaan

politik itu. Adapun sebagai estetika, administrasi kepegawaian

negara adalah seni memilih pegawai baru serta menggunakan

pegawai lama dengan cara sedemikian rupa, sehingga diperoleh

hasil dan jasa yang maksimal secara kuantitatif dan kualitatif.

Administrasi kepegawaian dalam instansi pemerintah tidak

dapat dilepaskan dari kegiatan administrasi secara keseluruhan.

Lingkup kegiatan administrasi kepegawaian, antara lain

penerimaan, penempatan, pengembangan, dan pemberhentian

tenaga kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian,

sasaran dan Iingkup kegiatan administrasi kepegawaian adalah

pegawai yang dimulai dari saat penerimaan sampai dengan

pemberhentiannya. Sasaran dan Iingkup kegiatan ini sekaligus

memberikan pengertian dari administrasi kepegawaian.

Kegiatan administrasi kepegawaian adalah sebagai berikut.

1. Staffing, meliputi penyaringan, interview, pengangkatan, analisis

pekerjaan, uraian pekerjaan, promosi, mutasi, dan perluasan

pekerjaan.

B. Ruang Lingkup Administrasi Kepegawaian

2. Pembinaan, meliputi: bimbingan, penilaian kepegawaian,

inventarisasi, kontrol pemindahan, pelayanan kesehatan,

pencegahan kecelakaan, kesejahteraan pegawai, dan

sebagainya.

3. Hubungan kepegawaian, meliputi hubungan serikat kerja dengan

organisasi serikat kerja yang lain, atau hubungan

antaraorganisasi serikat kerja dengan perusahaan, perundingan,

kontrak kerja, keluhan buruh, perwasitan jika terjadi

perselisihan kerja, dan sebagainya.

4. Latihan dan pengembangan, meliputi job training, latihan

kepemimpinan, pengembangan kepemimpinan, latihan khusus

atau latihan kerja  sebelum menduduki suatu jabatan, dan

sebagainya.

5. Kompensasi, meliputi gaji dan upah, tunjangan, bonus,

pembagian laba, hadiah, dan sebagainya.

6. Komunikasi kepegawaian, meliputi: buku petunjuk, saluran

komunikasi,  pengendalian  gosip,  keluh  kesah,  mendengarkan

keluhan survei tingkah laku modal, dan pengharapan.

7. Organisasi, meliputi penyusunan struktur organisasi,

penggunaan saluran organisasi formal dan informal, dan

mengatasi  akibat yang ditimbulkan dari perubahan organisasi.

8. Administrasi, meliputi penjelasan dan penafsiran mengenai

otoritas, konsultasi, partisipasi, gaya kepemimpinan, dan

sebagainya.

9. Kebijaksanaan kepegawaian dan pelaksanaannya, meliputi

penentuan tujuan, kebijaksanaan, strategi, dan perencanaan

kebutuhan tenaga.

10. Tinjauan, perhitungan, penelitian, meliputi program laporan dan

pencatatan, evaluasi kebijaksanaan dan program, pengujian

teori, inovasi, percobaan, dan analisis biaya dan keuntungan.

Menurut Arifin Abdurrachman, kegiatan administrasi

kepegawaian meliputi analisis jabatan, klasifikasi jabatan dan

evaluasi jabatan, rekrutmen, ujian dan penempatan, disiplin dan

moral pegawai, dan catatan kepegawaian.

Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro menyebutkan bahwa  ruang

lingkup administrasi kepegawaian meliputi kegiatan pengangkatan

dan seleksi, pengembangan yang meliputi latihan jabatan (in-service

training), promosi, dan pemberhentian. Adapun Bintoro

Tjokroamidjojo mengatakan bahwa pokok-pokok umum yang

dilakukan dalam administrasi kepegawaian adalah sebagai berikut:

1. dasar hukum kepegawaian negeri dan administrasi

kepegawaian;

2. lembaga yang menyelenggarakan administrasi kepegawaian,

dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan pemerintah

serta memiliki hubungan yang jelas dengan kementerian serta

unit pengurusan kepegawaiannya;

3. adanya struktur klasifikasi serta jabatan kepegawaian;

4. pengadaan (recruitment) dan penempatan atau penunjukan

(placement and appointment) berdasarkan suatu sistem yang tidak

memihak dan standar-standar tertentu sesuai dengan keperluan

pekerjaan/jabatan;

5. sistem  promosi  dan  evaluasi  terhadap  prestasi   kerja

pegawai, disiplin, pemindahan atau pergantian jabatan serta

pemberhentian;

6. sistem gaji berdasarkan standar tertentu yang objektif sesuai

dengan pekerjaan yang dilakukan dan dapat diubah jika

diperlukan. Hal ini dikaitkan dengan pensiun;

7. adanya program pendidikan dan latihan untuk meningkatkan

kemampuan kerja pegawai negeri;

8. hubungan dengan organisasi-organisasi kepegawaian dan

serikat-serikat sekerja;

9. tata usaha kepegawaian dalam arti data kepegawaian

individual, absensi, cuti, kenaikan gaji, dan sebagainya.

Jucius menyatakan bahwa bidang kegiatan administrasi

kepegawaian, meliputi pengadaan, pengembangan, pembinaan, dan

penggunaan. Dengan kata lain, bidang kegiatan administrasi

kepegawaian meliputi perencanaan, pengaturan, pengarahan dan

pengendalian dari kegiatan pengadaan, pengembangan, penggajian

dan integrasi tenaga kerja pegawai dalam suatu organisasi tertentu.

Lingkup kegiatan administrasi kepegawaian adalah sebagai berikut:

1. kegiatan  pengadaan  dan  seleksi  tenaga  kerja/pegawai untuk

mengetahui segenap rangkaian seleksi pegawai yang sesuai

dengan kebutuhan;

2. kegiatan penempatan calon pegawai pada jabatan atau fungsi

tertentu yang telah ditetapkan;

3. kegiatan pengembangan, untuk mengetahui segenap  proses

latihan (training), baik latihan sebelum menduduki jabatan

maupun latihan setelah menduduki jabatan. Latihan ini

hendaknya dikaitkan dengan promosi bagi pegawai yang

bersangkutan;

4. kegiatan pemberhentian, untuk mengetahui segenap proses

pemberhentian tenaga kerja/pegawai, baik pemberhentian

sebelum masanya maupun setelah sampai saatnya berhenti

(pensiun).

Menurut Pigors dan Myers, tujuan administrasi kepegawaian

adalah sebagai berikut.

1. Effective utilization of human resources, yaitu memanfaatkan

tenaga manusia secara efektif. Sumber daya manusia dapat

memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan. Semua tenaga

kerja dalam organisasi dapat bekerja sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing. Administrasi kepegawaian berarti

mengelola profesionalitas para pegawai sesuai dengan

kemampuan, keahlian, dan kebutuhan organisasi. Demikian

pula, tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan

organisasi harus dilatih agar memiliki keahlian yang berdaya

guna dan berhasil guna sehingga langkah awal dari proses

administrasi kepegawaian adalah pengadaan (recruitment)

tenaga kerja. Dalam proses pengadaan tenaga kerja diperlukan

analisis kebutuhan menyangkut semua fungsi dan tugas yang

ada. Dengan demikian, organisasi membutuhkan pengisian

tenaga untuk setiap fungsi dan tugas tersebut. Jika pengadaan

tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan yang ada, demikian pula

tenaga kerja yang direkrut itu sesuai dengan persyaratan yang

dikemukakan sehingga efektivitas tenaga kerja dalam organisasi

akan diperoleh.

2. Desirable working relationship among all members of the

organization, yaitu membangun sistem yang integral, artinya

setiap subsistem saling berhubungan dan melaksanakan kegiatan

tertentu untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Hubungan  kerja antarpegawai, antara atasan dan bawahan,

atasan dan koleganya, dan bawahan dan bawahan menentukan

keberhasilan penugasan. Hubungan kerja yang diharapkan

adalah hubungan kerja yang harmonis lahir dan batin sehingga

para pegawai menikmati pekerjaannya masing-masing.

3. Maximum individual development, yaitu mengembangkan

kecakapan individu semaksimal mungkin.

Menurut Felix A. Nigro dalam bukunya Public Personal

Administration, fungsi administrasi kepegawaian negara adalah

sebagai berikut:

1. pengembangan struktur organisasi untuk melaksanakan

program kepegawaian sehingga tugas dan tanggung jawab

setiap pegawai ditentukan dengan tegas dan jelas;

2. klasifikasi jabatan yang sistematis dan perencanaan gaji yang

adil dengan mempertimbangkan saingan dari sektor swasta;

3. penarikan tenaga kerja yang baik;

4. seleksi pegawai yang menjamin pengangkatan calon pegawai

yang cakap dan penempatannya dalam jabatan yang sesuai;

5. perencanaan pelatihan jabatan yang luas dengan tujuan

menambah keterampilan pegawai, meningkatkan semangat kerja,

dan mempersiapkan  kenaikan jabatan atau kenaikan pangkat;

C. Tujuan Administrasi Kepegawaian D. Fungsi Administrasi Kepegawaian

6. penilaian   kecakapan   pegawai   secara   berkala   dengan

tujuan meningkatkan  hasil kerja dan menentukan pegawai-

pegawai yang cakap;

7. perencanaan kenaikan jabatan yang didasarkan atas kecakapan

pegawai dengan adanya sistem jabatan dengan cara

menempatkan pegawai-pegawai yang cakap ditempatkan pada

jabatan-jabatan yang sesuai dengan kecakapannya sehingga

mereka dapat mencapai tingkat jabatan yang setinggi-tingginya;

8. kegiatan untuk memperbaiki hubungan antarmanusia;

9. kegiatan untuk memelihara dan mempertahankan semangat

kerja dan disiplin pegawai.

Menurut Felix A. Nigro, pendekatan dalam administrasi

kepegawaian dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai

berikut.

1. Pendekatan kepartaian (The fight the political party approach)

Pendekatan ini berdasarkan perjuangan politisi. Pengangkatan

seseorang untuk memangku jabatan berdasarkan perjuangan

partai politik.

2. Pendekatan daya guna (The fight the efficiency approach)

Pendekatan ini berlandaskan daya guna atau efisiensi. Artinya,

pengangkatan pegawai atas pertimbangan keahlian,

profesionalitas, dan keterampilannya sesuai dengan kebutuhan

negara.

3. Pendekatan hubungan antarmanusia (The human relations

approach)

Pendekatan ini timbul sebagai akibat yang tidak memuaskan

dari pendekatan daya guna yang kurang memperhatikan faktor

hubungan antarmanusia dalam administrasi. Sebagai bagian

dari gerakan manajemen ilmiah, administrasi kepegawaian tidak

luput dari kritik, antara lain dalam mencapai daya guna yang

terlalu menitikberatkan pada benda mati, penekanan pada

prosedur, birokratis, bahan, bentuk, dan mengabaikan manusia.

Dengan pendekatan hubungan antarmanusia ini tidak berarti

bahwa faktor kecakapan ditinggalkan. Hanya pada pendekatan

ini perhatian tercurahkan pada faktor hubungan antarmanusia.

Sasaran administrasi  kepegawaian adalah penggunaan tenaga

kerja. Oleh karena itu, administrasi kepegawaian dikembangkan

dengan tujuan:

1. penggunaan tenaga kerja manusia secara efektif;

2. tercipta, terpelihara, serta berkembangnya hubungan kerja yang

memberikan suasana kerja yang menyenangkan antarindividu

yang bekerja sama.

3. tercapainya perkembangan yang maksimal bagi individu yang

bekerja sama.

Dengan demikian, sasaran administrasi kepegawaian negara

adalah sebagai berikut:

1. penerimaan pegawai negeri sipil yang sesuai dengan kebutuhan

negara, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun daerah, atau

kabupaten dan kota.

2. memperoleh pegawai yang cakap, terampil, berpendidikan, dan

profesional;

3. memperoleh pegawai yang bermoral tinggi;

4. menempatkan pegawai dan mempromosikannya sesuai dengan

prestasinya.

E. Pendekatan Administrasi Kepegawaian

F. Sasaran Administrasi Kepegawaian

Kebijakan administrasi kepegawaian berhubungan dengan

kinerja supervisi kepegawaian yang bertanggung jawab atas seluruh

aktivitas yang dirumuskan, yang memelihara keselarasan dan

keserasian antara pengawas dan pegawai.

Adapun kebijaksanaan politik kepegawaian (personel policy)

adalah kumpulan asas, aturan, dan petunjuk yang menjadi

ketentuan pokok dalam mengatur dan mengendalikan organisasi,

menjadi pedoman kegiatan dalam mengadakan hubungan dengan

segenap pegawai. Kebijaksanaan politik kepegawaian dibuat

berdasarkan haluan politis organisasi agar tercapai keselarasan dan

keserasian dalam menjalankan peraturan dan ketentuan organisasi.

Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan berbagai pertimbangan

tradisi organisasi yang bersangkutan, perkembangan perilaku para

pegawai secara keseluruhan, serta mempertimbangkan kelompok

dalam organisasi, peraturan pemerintah, dan gagasan manajemen

dari pegawai.

Terdapat beberapa lembaga pemerintah yang bertanggung

jawab dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia.

Lembaga-lembaga yang dianggap berperan penting tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan)

Sebagai sebuah kementerian negara, lembaga ini bertugas

membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi

di bidang pendayagunaan aparatur negara. Untuk melaksanakan

tugas tersebut, lembaga ini memiliki fungsi:

a. perumusan kebijakan pemerintah di bidang pendayagunaan

aparatur negara;

G. Kebijakan Kepegawaian

H. Lembaga Pengelola Kepegawaian

20 21

b. pengoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan

rencana dan program, pemantauan, analisis, dan evaluasi di

bidang pendayagunaan aparatur negara;

c. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan

di bidang tugas dan fungsinya kepada presiden.

Sebagai sebuah lembaga yang bertangung jawab dalam

memberdayakan aparatur negara, lembaga ini tidak hanya

menangani kepegawaian saja, tetapi juga persoalan kelembagaan

pemerintah dengan segala macam aspek yang berada di dalamnya.

2. Badan Kepegawaian Negara (BKN)

Berdasarkan kepres No. 103 tahun 2001, BKN bertugas

melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen kepegawaian

negara sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, BKN menyelenggarakan fungsi:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

kepegawaian;

b. penyelenggaraan koordinasi identifikasi kebutuhan pendidikan

dan pelatihan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan

pendidikan, dan pelatihan SDM PNS;

c. penyelenggaraan administrasi kepegawaian pejabat negara dan

mantan pejabat negara;

d. penyelenggaraan administrasi dan sistem informasi

kepegawaian negara dan mutasi kepegawaian antarprovinsi;

e. penyelenggaraan  koordinasi penyusunan norma, standar dan

prosedur mengenai mutasi, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak

dan kewajiban, kedudukan hukum PNS Pusat dan PNS Daerah

dan bidang kepegawaian lainnya;

f. penyelenggaraan bimbingan teknis pelaksanaan peraturan

perundang-undangan di bidang kepegawaian kepada instansi

pemerintah;

g. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BKN;

h. fasilitasi kegiatan instansi pemerintah di bidang administrasi

kepegawaian;

i. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan, dan rumah tangga.

3. Lembaga Administrasi Negara (LAN)

Berdasarkan keputusan Presiden No. 103 tahun 2001, LAN

bertanggung jawab melaksanakan tugas pemerintah di bidang

administrasi negara tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan-

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas tersebut

dimanifestasikan ke dalam sejumlah fungsi, yaitu:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional tertentu di

bidang administrasi negara;

b. pengkajian kinerja kelembagaan dan sumber daya aparatur

dalam rangka pembangunan administrasi negara dan

peningkatan kualitas sumber daya aparatur;

c. pengkajian dan pengembangan manajemen kebijakan dan

pelayanan di bidang pembangunan administrasi negara;

d. penelitian dan pengembangan administrasi pembangunan dan

otomatisasi administrasi negara;

e. pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

aparatur negara;

f. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAN;

g. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah

di bidang administrasi negara;

h. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan, dan rumah tangga.

4. Badan Kepegawaian Daerah (BKD)

Badan ini mengatur administrasi kepegawaian pemerintah

daerah, baik pemerintah daerah kabupaten/kota maupun

pemerintah provinsi. Sesuai dengan UU tentang Pemerintah Daerah,

kewenangan mengatur kepegawaian mulai dari rekrutmen sampai

dengan pensiun berada di kabupaten/kota. Pembentukan BKD

didasarkan pada Peraturan daerah masing-masing. Sebelum

pelaksanaan otonomi daerah, semua urusan kepegawaian berada

pada pemerintah pusat, sedangkan yang ada di daerah hanya

sebagai pelaksana administrasi kepegawaian dari kebijakan

pemerintah pusat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, Presiden

Republik Indonesia menimbang bahwa untuk mengisi formasi yang

lowong dan mendapatkan Pegawai Negeri Sipil yang Profesional,

berkualitas serta mewujudkan objektivitas dalam pelaksanaan

pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dipandang perlu mengatur kembali

ketentuan mengenai pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam

Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 11 Tahun 2002

Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun

2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, Presiden Republik

Indonesia menimbang bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri

Sipil yang profesional dan bertanggung jawab, dipandang perlu

mengubah Peraturan Pemerintah No. 98 Tahun 2000 tentang

Pengadaan pegawai Negeri sipil, dengan Peraturan Pemerintah.

A. Peraturan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

PENGADAAN PEGAWAI

BAB 2

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil berlandaskan kepada peraturan

perundangan sebagai berikut.

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3890);

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3839);

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3848);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai

Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015).

8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang

Pengadaan Pegawai negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000

Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1, Dalam Peraturan Pemerintah ini yang

dimaksud dengan:

1. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi

formasi yang lowong.

2. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung,

Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer,

Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian

Negara, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi

Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.

Adapun pada Pasal 2 disebutkan bahwa:

1. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari

perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan,

pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan

pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.

2. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian.

Dalam Pasal 3 disebutkan hak dan kesempatan warga negara

untuk mendaftarkan diri sebagai peserta atau pelamar Pegawai

Negeri Sipil, yang menyatakan bahwa setiap warga negara Republik

Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar

menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini.

 

Perencanaan, pengumuman, persyaratan, dan pelamaran

Pegawai Negeri Sipil diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 98 Tahun 2000 dan Nomor 11 Tahun 2002 Tentang

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil BAB II PERENCANAAN,

PENGUMUMAN, PERSYARATAN DAN PELAMARAN.

Sebagaimana pada Pasal 4 bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian

B. Perencanaan dan Persyaratan Pelamaran Pegawai

Negeri Sipil

membuat perencanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Adapun

pada Pasal 5 disebutkan sebagai berikut.

(1) Lowongan formasi Pegawai Negeri Sipil diumumkan seluas-

luasnya oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.

(2) Pengumuman dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari

sebelum tanggal penerimaan lamaran.

(3) Dalam pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dicantumkan:

a. jumlah dan jenis jabatan yang lowong;

b. syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar;

c. alamat dan tempat lamaran ditujukan; dan

d. batas waktu pengajuan lamaran.

Pasal 6 menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh

setiap pelamar adalah:

Ayat (1)

a. warga Negara Indonesia;

b. berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan

setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;

c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan

keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum

yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;

d. tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai

Negeri Sipil, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai

pegawai swasta;

e. tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri;

f. mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan

yang diperlukan;

g. berkelakuan baik;

h. sehat jasmani dan rohani;

i. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah;

dan

j. syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

Ayat (2)

Pengangkatan sebagai pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan

bagi mereka yang melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun

berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan secara efektif.

Semua pelamar PNS akan  mengikuti seleksi atau penyaringan

sebagaimana diatur dalam  BAB III PENYARINGAN pada Pasal 7,

sebagai berikut.

(1) Ujian penyaringan bagi pelamar yang memenuhi syarat

dilaksanakan oleh suatu panitia yang dibentuk oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian.

(2) Tugas panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. menyiapkan bahan ujian;

b. menentukan pedoman pemeriksaan dan penilaian ujian;

c. menentukan tempat dan jadwal ujian;

d. menyelenggarakan ujian;

e. memeriksa dan menentukan hasil ujian.

(3) Materi ujian meliputi:

a. test kompetensi;

b. psikotes.

Hasil penyaringan akan diumumkan secara terbuka dan on-line

melalui internet. Dalam  Pasal 8 dinyatakan bahwa Pejabat Pembina

Kepegawaian menetapkan dan mengumumkan pelamar yang

dinyatakan lulus ujian penyaringan. Pada BAB IV

PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 9

disebutkan bahwa pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib menyerahkan

kelengkapan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Adapun Pasal 10 menyatakan bahwa:

(1) Daftar pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang akan diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil disampaikan oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian

Negara untuk mendapat nomor identitas Pegawai Negeri Sipil.

(2) Dalam menyampaikan daftar pelamar sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilengkapi data perorangan sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan.

Pasal 11 menyatakan bahwa:

(1) Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah

diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil diangkat sebagai

Calon Pegawai Negeri Sipil.

(2) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Pejabat

Pembina Kepegawaian.

(3) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam tahun anggaran

berjalan, dan penetapannya tidak boleh berlaku surut.

(4) Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai

Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah:

a. Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar serendah-

rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat

Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat;

b. Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar serendah-

rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat

Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau

yang setingkat;

c. Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat

Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas, Diploma I, atau yang setingkat;

d. Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat

Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar

Biasa atau Diploma II;

e. Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III;

f. Golongan ruang III/a bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Sarjana (S1), atau Diploma IV;

g. Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Dokter, Ijazah Apoteker, dan Magister (S2) atau Ijazah lain

yang setara;

h. Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar

serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah

Doktor (S3).

(5)  Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah Ijazah

yang diperoleh dari Sekolah atau Perguruan Tinggi Negeri dan/

atau Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau Perguruan Tinggi

Swasta yang telah diakreditasi oleh Menteri yang bertanggung

jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

berwenang menyelenggarakan pendidikan.

(6) Ijazah yang diperoleh dari Sekolah atau Perguruan Tinggi di

Luar Negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan

ditetapkan sederajat dengan Ijazah dari Sekolah atau Perguruan

Tinggi Negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung

jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

berwenang menyelenggarakan pendidikan.

Setelah dinyatakan sebagai PNS maka yang bersangkutan

berhak menerima gaji dari negara sesuai dengan pangkat, golongan,

dan masa kerjanya. Hal ini diatur dengan  Pasal 12 yang

menyebutkan bahwa:

(1) Hak dan gaji bagi Calon Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku

pada tanggal yang bersangkutan secara nyata melaksanakan

tugasnya yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh kepala

kantor/satuan organisasi yang bersangkutan.

(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang penempatannya jauh dari

tempat tinggalnya sudah dianggap nyata melaksanakan tugas

sejak ia berangkat menuju ke tempat tugasnya, yang dibuktikan

dengan surat perintah perjalanan/penugasan dari pejabat yang

berwenang menugaskan.

Masa kerja pegawai diperhitungkan untuk menentukan besaran

gaji yang diterimanya sebagaimana dalam Pasal 13 disebutkan

sebagai berikut:

(1) Masa kerja yang diperhitungkan penuh untuk penetapan gaji

pokok pengangkatan pertama adalah:

a. selama menjadi Pegawai Negeri, kecuali selama

menjalankan cuti di luar tanggungan negara;

b. selama menjadi Pejabat Negara;

c. selama menjalankan tugas pemerintahan;

d. selama menjalankan kewajiban untuk membela negara;

atau

e. selama menjadi pegawai/karyawan perusahaan milik

pemerintah.

(2)   Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang

berbadan hukum di luar lingkungan badan-badan pemerintah

yang tiap-tiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan tidak

terputus-putus, diperhitungkan ½ (setengah) sebagai masa kerja

untuk penetapan gaji pokok dengan ketentuan sebanyak-

banyaknya 8 (tahun) tahun.

Mengenai pengangkatan CPNS menjadi PNS diatur dalam  BAB

V PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI

PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 14 yang menyebutkan sebagai

berikut.

(1)  Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa

percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama

2 (dua) tahun, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh

Pejabat Pembina Kepegawaian dalam jabatan dan pangkat

tertentu, apabila :

a. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya

bernilai baik;

b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk

diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil; dan

c. telah lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan.

(2)  Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b

dinyatakan dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh

Dokter Penguji Tersendiri/Tim Penguji Kesehatan yang ditunjuk

oleh Menteri Kesehatan.

(3)  Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c

dinyatakan dengan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan

Pelatihan Prajabatan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian.

(4)  Tanggal mulai berlakunya keputusan pengangkatan menjadi

Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut.

Menurut Pasal 15, Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah

menjalankan masa percobaan lebih dari 2 (dua) tahun dan telah

memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)

tetapi karena sesuatu sebab belum diangkat menjadi Pegawai Negeri

Sipil hanya dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila

alasannya bukan karena kesalahan yang bersangkutan.

Dalam Pasal 16 disebutkan bahwa:

Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal

14 ayat (1) dan Pasal 15 yang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil

diberikan pangkat:

a. Juru Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/

a;

b. Juru bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/c;

c. Pengatur Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang

II/a;

d. Pengatur Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam

golongan ruang II/b;

e. Pengatur bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang II/c;

C. Pengangkatan CPNS Menjadi PNS

f. Penata Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang

III/a;

g. Penata Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam

golongan ruang III/b;

h. Penata bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang III/c.

Pasal 17 menyatakan bahwa:

(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi

Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang

bersangkutan dinyatakan tewas.

(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang oleh

Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi

dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri

Sipil.

(3) Calon Peawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (2)

setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil diberhentikan

dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan diberikan hak-

hak Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(4) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai

negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku

terhitung mulai tanggal 1 (satu) pada bulan ditetapkannya surat

keterangan Tim Penguji Kesehatan.

Dalam  BAB VI mengenai PEMBERHENTIAN CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL, pada Pasal 18 disebutkan bahwa:

(1)  Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila:

a. mengajukan permohonan berhenti;

b. tidak memenuhi syarat kesehatan;

c. tidak lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan;

d. tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas;

e. menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang

dapat mengganggu lingkungan pekerjaan;

f. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat;

g. pada waktu melamar dengan sengaja memberikan

keterangan atau bukti yang tidak benar;

h. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan

pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak

pidana kejahatan atau melakukan sesuatu tindak pidana

kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan/

tugasnya;

i. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;

j. 1 (satu) bulan setelah diterimanya keputusan pengangkatan

sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tidak melapor dan

melaksanakan tugas, kecuali bukan karena kesalahan yang

bersangkutan.

(2)   Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c,

d, e, dan j, diberhentikan dengan hormat.

(3)   Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g dan

h diberhentikan tidak dengan hormat.

(4) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) f dan

diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat.

Pada Pasal 19 disebutkan bahwa: Pemberhentian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18, ditetapkan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian.

  Berkaitan dengan penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil

umumnya dilakukan setiap tahun dengan pelaksanaan yang

terpusat di provinsi masing-masing wilayah ataupun dilaksanakan

oleh tingkat daerah kabupaten dan kota.

D. Pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil

Pertimbangan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54

Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor

97 Tahun 2000 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR  54  TAHUN  2003

Tentang

Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000

Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka perencanaan kepegawaian

secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan mutu

Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi negara,

dipandang perlu mengubah Peraturan Pemerintah

Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai

Negeri Sipil, dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal  5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3890);

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun

1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3839);

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor

72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000

tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara

Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000

tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Negara Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4015);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang

Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4263);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI

PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai

Negeri Sipil diubah, sebagai berikut :

E. Formasi Pegawai Negeri Sipil

1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga seluruhnya menjadi

berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Formasi  Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut

dengan formasi adalah jumlah dan susunan pangkat

Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan

organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok

dalam jangka waktu tertentu.

2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa

Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan,

Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan

Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan

Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon

I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga

Pemerintah Non Departemen.

3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah

Gubernur.

4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota

adalah Bupati/Walikota.”

2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga seluruhnya menjadi

berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 2

(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun

anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab

di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah

memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan

pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional terdiri dari :

a Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat.

b Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.

3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi

berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 3

(1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing

satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran

ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab  di bidang

pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat

pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing

satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/

Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah

masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari

Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan

aparatur negara, berdasarkan pertimbangan dari Kepala

Badan Kepegawaian Negara.

(3) Penetapan dan persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil

Pusat dan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

dilakukan berdasarkan usul dari:

a Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat; dan

b Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang

dikoordinasikan oleh Gubernur.”

P E N J E L A S A N

A T A S

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR  54  TAHUN  2003

TENTANG

PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000

TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM

Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999,

disebutkan bahwa jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri

Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi untuk jangka

waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang

harus dilaksanakan.

Sejalan dengan hal tersebut dan dalam rangka perencanaan

kepegawaian secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan

mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi Negara,

sesuai dengan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus

dilaksanakan, maka formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional

ditetapkan setiap tahun anggaran. Selanjutnya, berdasarkan

formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut ditetapkan

formasi Pegawai Negeri Sipil untuk masing-masing satuan

organisasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi/

Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.

Penetapan dan persetujuan penetapan Formasi Pegawai Negeri

Sipil Pusat dan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam satu

kesatuan Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut

didasarkan atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat,

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi, dan Pejabat

Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian

di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang

Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini,

Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan dimaksud adalah

Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden,

Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. Sedangkan

Pejabat Pembina Kepegawaian untuk Kesekretariatan Lembaga

lain yang dipimpin oleh Pejabat Struktural Eselon I dan bukan

merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non

Departemen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,

dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah Pimpinan

Lembaga Kesekretariatan dimaksud, misalnya Sekretariat

Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pejabat Pembina

Kepegawaiannya adalah Sekretaris Jenderal Komisi Nasional

Hak Asasi Manusia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat  (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Formasi

Pegawai Negeri Sipil secara nasional adalah jumlah

dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil secara

nasional yang diperlukan untuk menyelenggarakan

tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dalam

satu tahun anggaran yang penetapannya dilakukan

dengan memperhatikan kemampuan anggaran yang

tersedia.

Ayat  (2)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat   (1)

40 41

Khusus untuk penetapan formasi Pegawai Negeri

Sipil di luar negeri, juga memperhatikan

pertimbangan Menteri Luar Negeri.

Ayat  (2)

Formasi untuk suatu satuan organisasi Pemerintah

Daerah bagi :

a. Propinsi ditetapkan oleh Gubernur;

b. Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan

c. Kota ditetapkan oleh Walikota.

Ayat  (3)

Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat

disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

Pusat yang bersangkutan kepada Menteri yang

bertanggung jawab di bidang pendayagunaan

aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian

Negara.

Usul pengajuan Formasi Pegawai Negeri Sipil di

lingkungan Kesekretariatan Lembaga Ke–

presidenan disampaikan oleh Sekretaris Negara

kepada Menteri yang bertanggung jawab di

bidang pendayagunaan aparatur negara dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah

Propinsi disampaikan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan

kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan

Kepegawaian Negara.Usul pengajuan formasi

Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota

disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

Daerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan

kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan

Kepegawaian Negara melalui Gubernur selaku wakil

Pemerintah.

Gubernur dalam mengajukan usul formasi Pegawai

Negeri  Sipil Daerah dibuat secara kolektif dengan

merinci jumlah formasi yang dibutuhkan

oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan masing-

masing Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di

lingkungan Propinsi yang bersangkutan

sesuai dengan yang diusulkan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota. Dengan

demikian, Gubernur tidak dapat

mengubah jumlah usul formasi yang diajukan oleh

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/

Kota.

Pasal II

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 4332

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 63 TAHUN 2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9

TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN,

PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk mewujudkan fungsi manajemen

kepegawaian yang terintegrasi dan mendorong

peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu

unsur perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia, serta mendekatkan

pelayanan bidang kepegawaian, perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang

Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3890);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

126, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4438);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003

tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,

dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4263);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG

PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN

PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4263), sehingga seluruhnya berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan bekerja pada Kementerian Negara, Kejaksaan

Agung, Kesekretariatan Lembaga Presiden, Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Lembaga Pemerintah Nonkementerian,

Kesekretariatan Lembaga Negara,  Badan Koordinasi Keamanan

Laut, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,

Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat

Struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari

Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Instansi

Vertikal di daerah provinsi/kabupaten/kota, Kepaniteraan

Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas

negara lainnya.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah provinsi/

kabupaten/kota atau dipekerjakan di luar instansi induknya.

3. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa

Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan,

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pimpinan

Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Kepala Pelaksana Harian

Badan Koordinasi Keamanan Laut, Kepala Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan serta Pimpinan Kesekretariatan

Lembaga Negara dan Lembaga lainnya yang dipimpin oleh

Pejabat Struktural   eselon I dan bukan merupakan bagian dari

Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Nonkementerian.

4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi adalah

Gubernur.

5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah

Bupati/Walikota.

6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai

kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan

Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

7. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan adalah Pegawai

Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya

yang gajinya dibebankan pada instansi yang menerima

perbantuan.

8. Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan adalah Pegawai Negeri

Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya yang

gajinya dibebankan pada instansi induknya.

9. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan

tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai

Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi

negara.

10. Jabatan fungsional tertentu adalah suatu kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak

seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi

yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian

dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan untuk

kenaikan jabatan dan pangkatnya

11. disyaratkan dengan angka kredit.

12. Jabatan fungsional umum adalah suatu kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak

seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi

yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada

keterampilan tertentu dan untuk kenaikan pangkatnya tidak

disyaratkan dengan angka kredit.

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik  Indonesia.

Prinsip penempatan pegawai adalah the right man on the right

place (penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat). Ada

dua hal yang harus diperhatikan, dalam prinsip ini, yaitu sebagai

berikut.

1. Analisis  tugas  jabatan  (job  analysis)   yang baik, artinya analisis

yang menggambarkan ruang lingkup dan sifat-sifat tugas yang

dilaksanakan suatu unit organisasi dan syarat-syarat yang harus

dimiliki oleh pejabat yang akan menduduki jabatan di dalam unit

organisasi itu.

2. Penilaian pelaksanaan pekerjaan (kecakapan pegawai) dari tiap-

tiap pegawai yang terpelihara dengan baik dan terus-menerus.

Dengan adanya penilaian pekerjaan ini dapat diketahui sifat,

kecakapan, disiplin, dan prestasi kerja dari tiap-tiap pegawai.

Sekalipun demikian, faktor “kepercayaan” dan “loyalitas”

memegang peranan dalam menempatkan seorang pegawai

terutama untuk kedudukan penting. Hal ini dikarenakan seseorang

yang cakap dan mempunyai keahlian tinggi, tetapi tidak dapat

dipercaya dan tidak loyal, akan menimbulkan kekacauan dalam

organisasi. Selain itu, faktor objektif seperti kecakapan, keahlian dan

prestasi kerja harus lebih diutamakan daripada faktor subjektifnya.

F. Penempatan Pegawai dan Analisis Jabatan

Analisis jabatan (job analysis) adalah proses membuat uraian

pekerjaan untuk memperoleh keterangan yang diperlukan dalam

menilai jabatan tertentu guna peningkatan mutu.

Ada tiga cara pengumpulan informasi dalam menyusun job

analysis, yaitu penyusunan daftar pertanyaan, wawancara, dan

peninjauan oleh penganalisis jabatan.

Alasan dilakukannya analisis jabatan karena adanya

kekurangan jumlah pegawai, tenaga berkualifikasi kurang memadai,

dan distribusi tenaga tidak merata.

1. Penentuan Kebutuhan

Penentuan kebutuhan adalah kegiatan untuk menentukan

jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan dalam suatu

organisasi. Langkah pertama untuk menentukan kebutuhan adalah

menyusun jenjang kepangkatan dan formasi. Formasi ini yaitu

sebagai berikut.

a. Formasi Pegawai Negeri Sipil adalah jumlah susunan pangkat

Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan

organisasi negara agar melaksanakan tugas pokok untuk jangka

waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung

jawab dalam bidang penertiban dan penyempurnaan Aparatur

Negara.

b. Formasi anggaran adalah jumlah pegawai dalam suatu

organisasi yang didasarkan atas anggaran belanja pegawai yang

tersedia. Formasi anggaran ini kurang mencerminkan realitas

kebutuhan.

Dalam penyusunan formasi, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu:

a. dasar penyusunan formasi;

b. sistem penyusunan formasi;

c. analisis kebutuhan pegawai negeri sipil;

d. anggaran belanja negara yang tersedia.

Dasar penyusunan formasi  yang umumnya digunakan adalah

sebagai berikut.

a. Jenis pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang harus dilakukan

oleh suatu unit organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya.

Pada umumnya, jenis-jenis pekerjaan dapat dikelompokkan

dalam dua kelompok, yaitu:

1. pekerjaan yang bersifat umum, yaitu  jenis pekerjaan   yang

ada   di setiap departemen;

2. pekerjaan yang bersifat khusus, yaitu jenis pekerjaan khusus

dalam suatu departemen atau lembaga. Misalnya,

memberantas penyakit demam berdarah di Departemen

Kesehatan.

Setelah diketahui jenis pekerjaan yang akan dilakukan, dapat

ditetapkan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan.

b. Sifat Pekerjaan, yang ditinjau dari beberapa hal, seperti waktu

kerja, pemusatan perhatian, dan risiko pribadi, yang mungkin

timbul dalam melaksanakan pekerjaan.

Misalnya, penentuan jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan

pada jam kerja dan jenis pekerjaan yang harus dikerjakan secara

terus-menerus.

c. Perkiraan beban  kerja  adalah frekuensi  kegiatan rata-rata

jenis pekerjaan pada jangka waktu tertentu.

Pada umumnya beban kerja itu dapat dibagi dalam hal-hal

berikut.

1. Beban  kerja  yang  dapat  diukur pada setiap hari, setiap

minggu, setiap bulan, atau setiap tahun.

2. Beban kerja yang sulit diukur, yaitu beban kerja yang

frekuensinya bergantung pada keadaan. Misalnya, jumlah

perkara  yang akan diperiksa oleh kejaksaan bergantung

pada keadaan ekonomi dan situasi politik.

3. Beban kerja yang tidak dapat diukur, misalnya pekerjaan

intelijen dan pekerjaan diplomatik.

G. Penentuan Kebutuhan Pegawai

d. Perkiraan kapasitas pegawai, yaitu perkiraan kemampuan rata-

rata satu orang pegawai untuk menyelesaikan jenis pekerjaan

dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan kapasitas pegawai perlu

diketahui untuk menentukan jumlah pegawai yang diperlukan

masing-masing pekerjaan.

Walaupun jenis pekerjaan sama, beban kerja dan  perkiraan

kapasitas  pegawai  berbeda sehingga akan berbeda pula jumlah

pegawai yang diperlukan. Jika beban kerja dari beberapa jenis

pekerjaan sedikit, unit organisasi dapat menugaskan satu orang

pegawai untuk mengerjakan beberapa jenis pekerjaan.

e. Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan, yaitu kebijaksanaan

instansi untuk suatu jenis pekerjaan yang sangat besar

pengaruhnya terhadap penentuan jumlah pegawai. Misalnya,

pekerjaan pembuatan jalan diborongkan kepada pihak lain

sehingga pemerintah tidak memerlukan pegawai golongan I/a,

tetapi yang diperlukan adalah pegawai golongan III dan

golongan IV sebagai tenaga perencana dan pengawas yang

jumlahnya sedikit dan kualitasnya tinggi.

Penentuan kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan  ditentukan

dalam jangka waktu yang cukup lama karena pegawai yang

telah diangkat tidak dapat diberhentikan begitu saja.

f. Jenjang, jumlah jabatan, dan pangkat yang tersedia dalam suatu

organisasi. Hal ini mempunyai pengaruh dalam suatu organisasi

dan dalam penyusunan formasi, karena piramida jabatan dan

pangkat yang serasi merupakan salah satu syarat mutlak untuk

terpeliharanya suatu organisasi yang baik. Semakin tinggi

jabatan, semakin terbatas jumlahnya sehingga semakin terbatas

pula Pegawai Negeri Sipil yang mencapai jabatan/pangkat yang

lebih tinggi.

g. Alat yang tersedia atau diperkirakan tersedia dalam

melaksanakan tugas. Semakin tinggi mutu peralatan dan

peralatan tersedia dalam jumlah yang cukup dapat

mengakibatkan semakin sedikit jumlah Pegawai Negeri Sipil

yang dibutuhkan untuk mengerjakan jenis pekerjaan tertentu.

Hal ini justru kualitas Pegawai Negeri Sipil semakin baik.

2. Sistem Penyusunan Formasi

Pada umumnya ada dua sistem penyusunan formasi yang

umum digunakan, yaitu sebagai berikut.

a. Sistem sama

Sistem ini menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang sama

bagi semua unit organisasi dengan tidak memperhatikan besar

kecilnya “beban kerja”. Sistem ini umumnya digunakan pada

organisasi yang sudah  distandardisasikan, seperti ABRI, tiap

batalion infanteri mempunyai jumlah personel yang sama

dengan tidak memperhatikan tempat  Batalyon itu ditugaskan.

b. Sistem ruang lingkup

Sistem ini menentukan jumlah dan kualitas pegaw