ulan
sesuai dengan surat perintah melaksanakan tugas atau surat
perintah menduduki jabatan.
Pasal 6
PNS yang tidak menyusun SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS.
Pasal 7
(1) SKP yang telah disetujui dan ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 menjadi dasar penilaian bagi pejabat penilai.
(2) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
aspek:
a. kuantitas;
b. kualitas;
c. waktu; dan
d. biaya.
(3) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan waktu, sesuai
dengan karakteristik, sifat, dan jenis kegiatan pada masing-
masing unit kerja.
(4) Dalam hal kegiatan tugas jabatan didukung oleh anggaran maka
penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
pula aspek biaya.
(5) Berdasarkan aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap
instansi menyusun dan menetapkan standar teknis kegiatan
288 289
sesuai dengan karakteristik, sifat, jenis kegiatan, dan kebutuhan
tugas masing-masing jabatan.
(6) Instansi dalam menyusun standar teknis kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 8
(1) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja
dengan target.
(2) Dalam hal realisasi kerja melebihi dari target maka penilaian
SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) capaiannya dapat
lebih dari 100 (seratus).
Pasal 9
Dalam hal SKP tidak tercapai yang diakibatkan oleh faktor diluar
kemampuan individu PNS maka penilaian didasarkan pada
pertimbangan kondisi penyebabnya.
Pasal 10
Dalam hal PNS:
a. melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan
atau pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas jabatan; dan/
atau
b. menunjukkan kreativitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam
melaksanakan tugas jabatan; maka hasil penilaian menjadi
bagian dari penilaian capaian SKP.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan
penilaian SKP diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
BAB III
PERILAKU KERJA
Pasal 12
(1) Penilaian perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b meliputi aspek:
a. orientasi pelayanan;
b. integritas;
c. komitmen;
d. disiplin;
e. kerja sama; dan
f. kepemimpinan.
(2) Penilaian kepemimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f hanya dilakukan bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural.
Pasal 13
(1) Penilaian perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
dilakukan melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap
PNS sesuai kriteria yang ditentukan.
(2) Pejabat penilai dalam melakukan penilaian perilaku kerja PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan
masukan dari pejabat penilai lain yang setingkat di lingkungan
unit kerja masing-masing.
(3) Nilai perilaku kerja dapat diberikan paling tinggi 100 (seratus).
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria penilaian perilaku kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
BAB IV
PENILAIAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Penilaian
Pasal 15
(1) Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKP dengan
penilaian perilaku kerja.
(2) Bobot nilai unsur SKP 60% (enam puluh persen) dan perilaku
kerja 40% (empat puluh persen).
Pasal 16
(1) Penilaian prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang
bersangkutan dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.
Pasal 17
Nilai prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dinyatakan dengan angka dan sebutan sebagai berikut:
a. 91 – ke atas: sangat baik
b. 76 – 90: baik
c. 61 – 75: cukup
d. 51 – 60: kurang
e. 50 ke bawah: buruk
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Bagian Kedua
Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai
Pasal 19
(1) Pejabat penilai wajib melakukan penilaian prestasi kerja
terhadap setiap PNS di lingkungan unit kerjanya.
(2) Pejabat penilai yang tidak melaksanakan penilaian prestasi kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai disiplin PNS.
Pasal 20
Pejabat pembina kepegawaian sebagai pejabat penilai dan/atau
atasan pejabat penilai yang tertinggi di lingkungan unit kerja
masing-masing.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Penilaian
Pasal 21
(1) Hasil penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 diberikan secara langsung oleh pejabat penilai kepada
PNS yang dinilai.
(2) PNS yang dinilai dan telah menerima hasil penilaian prestasi
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menandatangani serta mengembalikan kepada pejabat penilai
paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya hasil
penilaian prestasi kerja.
Pasal 22
Dalam hal PNS yang dinilai dan/atau pejabat penilai tidak
menandatangani hasil penilaian prestasi kerja maka hasil penilaian
prestasi kerja ditetapkan oleh Atasan Pejabat Penilai.
Pasal 23
(1) Pejabat penilai wajib menyampaikan hasil penilaian prestasi
kerja kepada atasan pejabat penilai paling lama 14 (empat
belas) hari sejak tanggal diterimanya penilaian prestasi kerja.
(2) Hasil penilaian prestasi kerja mulai berlaku sesudah ada
pengesahan dari atasan pejabat penilai.
Pasal 24
Pejabat Penilai berdasarkan hasil penilaian prestasi kerja dapat
memberikan rekomendasi kepada pejabat yang secara fungsional
bertanggung jawab dibidang kepegawaian sebagai bahan pembinaan
terhadap PNS yang dinilai.
Bagian Keempat
Keberatan Hasil Penilaian
Pasal 25
(1) Dalam hal PNS yang dinilai keberatan atas hasil penilaian maka
PNS yang dinilai dapat mengajukan keberatan disertai dengan
alasan-alasannya kepada atasan pejabat penilai secara hierarki
paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima hasil penilaian
prestasi kerja.
(2) Atasan pejabat penilai berdasarkan keberatan yang diajukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memeriksa dengan
seksama hasil penilaian prestasi kerja yang disampaikan
kepadanya.
(3) Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
atasan pejabat penilai meminta penjelasan kepada pejabat
penilai dan PNS yang dinilai.
(4) Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
atasan pejabat penilai wajib menetapkan hasil penilaian prestasi
kerja dan bersifat final.
(5) Dalam hal terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat
Penilai dapat melakukan perubahan nilai prestasi kerja PNS.
BAB V
KETENTUAN LAIN
Pasal 26
Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Calon
PNS.
Pasal 27
Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diangkat sebagai pejabat
negara atau pimpinan/anggota lembaga nonstruktural dan tidak
diberhentikan dari jabatan organiknya dilakukan oleh pimpinan
instansi yang bersangkutan berdasarkan bahan dari instansi tempat
yang bersangkutan bekerja.
Pasal 28
(1) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang sedang menjalankan tugas
belajar di dalam negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan
menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang
diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah yang
bersangkutan.
(2) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang menjalankan tugas belajar
di luar negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan
menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang
diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah melalui
Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang
bersangkutan.
Pasal 29
(1) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diperbantukan/
dipekerjakan pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/
Kota atau instansi pemerintah lainnya dilakukan oleh pejabat
penilai dimana yang bersangkutan bekerja.
(2) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diperbantukan/
dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional,
organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan
oleh pemerintah dilakukan oleh pimpinan instansi induknya
atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan bahan yang
diperoleh dari instansi tempat yang bersangkutan bekerja.
Pasal 30
(1) PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan/
anggota lembaga nonstruktural dan diberhentikan dari jabatan
organiknya, Cuti Diluar Tanggungan Negara, Masa Persiapan
Pensiun, diberhentikan sementara, dikecualikan dari kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Bagi PNS yang melakukan tugas belajar dan diperbantukan/
dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional,
organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan
oleh pemerintah dikecualikan dari kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
(3) Penilaian prestasi kerja bagi PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur tersendiri dalam Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai dilaksanakan, Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3134), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 32
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai dilaksanakan, semua
peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979
tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 33
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan bahwa yang
berwenang membuat penilaian prestasi kerja PNS adalah pejabat
penilai, yaitu atasan langsung dari PNS yang bersangkutan dengan
ketentuan paling rendah pejabat eselon V atau pejabat lain yang
ditentukan.
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa
terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah bertahun-tahun
mengabdikan dirinya kepada Negara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian:
1. Janda, ialah isteri sah menurut hukum dari Pegawai Negeri Sipil
atau penerima pensiun-pegawai yang meninggal dunia;
2. Duda, ialah suami yang sah menurut hukum dari Pegawai
Negeri Sipil wanita atau penerima pensiun-pegawai wanita,
yang meninggal dunia dan tidak mempunyai isteri lain;
3. Anak, ialah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak
yang disahkan menurut Undang-undang Negara dari Pegawai
Negeri Sipil, penerima pensiun, atau penerima pensiun-janda/
duda.
Dasar pensiun yang dipakai untuk menentukan besarnya
pensiun/pensiun pokok, ialah gaji pokok terakhir sebulan yang
berhak diterima oleh pegawai yang berkepentingan berdasarkan
peraturan gaji yang berlaku baginya.
Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya
pensiun untuk selanjutnya disebut masa-kerja untuk pensiun ialah:
(1) Waktu bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil;
(2) Waktu bekerja sebagai anggota ABRI;
(3) Waktu bekerja sebagai tenaga bulanan/harian dengan
menerima penghasilan dari Anggaran Negara atau Anggaran
Perusahaan Negara, Bank Negara;
(4) Masa selama menjalankan kewajiban berbakti sebagai pelajar
dalam Pemerintah Republik Indonesia pada masa perjuangan
phisik;
(5) Masa berjuang sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan;
(6) Masa berjuang sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan;
C. Jaminan Hari Tua bagi PNS: Pensiun Janda dan Duda
(7) Waktu bekerja sebagai Pegawai pada sekolah partikelir
bersubsidi.
Pemberian pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan bagian
pensiun-janda ditetapkan oleh pejabat yang berhak memberhentikan
pegawai yang bersangkutan, di bawah pengawasan dan koordinasi
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Di atas pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda atau bagian
pensiun-janda diberikan tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan
dan tunjangan-tunjangan umum atau bantuan-bantuan umum
lainnya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil.
Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil berhak menerima pensiun-pegawai, jikalau ia pada saat
pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil:
(1) telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun
dan mempunyai masa-kerja untuk pensiun sekurang- kurangnya
20 (dua puluh) tahun;
(2) oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan
berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan Pegawai
Negeri Sipil, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan
apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani yang
disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya; atau
(3) mempunyai masa-kerja sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun
dan oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen
Kesehatan berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan
Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam
jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani, yang
tidak disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya.
Usia Pegawai Negeri Sipil untuk penetapan hak atas pensiun
ditentukan atas dasar tanggal kelahiran yang disebut pada
pengangkatan pertama sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut bukti-
bukti yang sah. Apabila mengenai tanggal kelahiran itu tidak
terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal kelahiran atas umur
pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari pegawai yang
bersangkutan pada pengangkatan pertama itu, dengan ketentuan
bahwa tanggal kelahiran atau umur termaksud kemudian tidak dapat
diubah lagi untuk keperluan penentuan hak atas pensiun-pegawai.
Besarnya pensiun-pegawai sebulan adalah
1
22 % (dua setengah
persen) dari dasar-pensiun untuk tiap-tiap tahun masa-kerja, dengan
ketentuan bahwa:
(1) Pensiun-pegawai sebulan adalah sebanyak-banyaknya 75%
(tujuh puluh lima persen) dan sekurang-kurangnya 40% (empat
puluh persen) dari dasar-pensiun.
(2) pensiun-pegawai sebulan adalah sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen) dari dasar-pensiun;
(3) pensiun-pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji-pokok
terendah menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan
pangkat yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Untuk memperoleh pensiun-pegawai, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada pejabat yang
berwenang dengan disertai:
a. Salinan sah dari surat keputusan tentang pemberhentian ia
sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. Daftar riwayat pekerjaan yang disusun/disahkan oleh pejabat/
badan Negara yang berwenang untuk memberhentikan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
c. Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib
yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat (isteri-isteri)/
suami dan anak-anaknya;
d. Surat keterangan dari Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan
yang menyatakan bahwa semua surat-surat, baik yang asli
maupun turunan atau kutipan, dan barang-barang lainnya
milik Negara yang ada padanya, telah diserahkan kembali
kepada yang berwajib.
Pensiun-pegawai yang berhak diterima diberikan mulai bulan
berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
298 299
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan
penerima pensiun-pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.
Pembayaran pensiun-pegawai dihentikan dan surat keputusan
tentang pemberian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima
pensiun pegawai diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri Sipil
atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk
kemudian sesudah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun.
Jika Pegawai Negeri Sipil termaksud di atas kemudian
diberhentikan dari kedudukannya terakhir maka kepadanya
diberikan lagi pensiun-pegawai termaksud di atas atau pensiun
berdasarkan peraturan pensiun yang berlaku dalam kedudukan
terakhir itu, yang ditetapkan dengan mengingat jumlah masa-kerja
dan gaji yang lama dan baru, apabila perhitungan ini lebih
menguntungkan.
Hak atas pensiun janda/duda:
a. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai
meninggal dunia, maka isteri (isteri-isteri)nya untuk Pegawai
Negeri Sipil pria atau suaminya untuk Pegawai Negeri Sipil
wanita, yang sebelumnya telah terdaftar pada Badan
Administrasi Kepegawaian Negara, berhak menerima pensiun-
janda atau pensiun-duda.
b. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai
yang beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada
isteri/suami yang terdaftar sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda/duda, maka dengan menyimpang dari
ketentuan di atas, pensiun-janda/duda diberikan kepada isteri/
suami yang ada pada waktu ia meninggal dunia. Dalam hal
Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai pria
termaksud di atas beristeri lebih dari seorang, maka pensiun-
janda diberikan kepada isteri yang ada waktu itu paling lama
dan tidak terputus-putus dinikahnya.
Besarnya pensiun-janda/duda sebulan adalah 36% (tiga puluh
enam persen) dari dasar-pensiun, dengan ketentuan bahwa
apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak menerima
pensiun janda, maka besarnya bagian pensiun-janda untuk
masing-masing isteri, adalah 36% (tiga puluh enam persen)
dibagi rata antara isteri-isteri itu.
Jumlah 36% (tiga puluh enam persen) dari dasar-pensiun
termaksud di atas tidak boleh kurang dari 75% (tujuh puluh lima
persen) dari gaji-pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah
tentang gaji dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang berlaku bagi
almarhum suami/isterinya.
c. Apabila Pegawai Negeri Sipil tewas, maka besarnya pensiun-
janda/duda adalah 72% (tujuh puluh dua persen) dari dasar
pensiun, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat lebih dari
seorang isteri yang berhak menerima pensiun-janda maka
besarnya bagian pensiun-janda untuk masing-masing isteri
adalah 72% (tujuh puluh dua persen) dibagi rata antara isteri
isteri itu.
Jumlah 72% (tujuh puluh dua persen) dari dasar pensiun
termaksud di atas tidak boleh kurang dari gaji-pokok terendah
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat
Pegawai Negeri Sipil yang berlaku bagi almarhum suami/
isterinya.
d. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai
meninggal dunia, sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami
lagi yang berhak untuk menerima pensiun-janda/duda atau
bagian pensiun-janda maka:
(1) pensiun-janda diberikan kepada anak/anak-anaknya,
apabila hanya terdapat satu golongan anak yang seayah-
seibu;
(2) satu bagian pensiun-janda diberikan kepada masing-masing
golongan anak yang seayah-seibu;
(3) pensiun-duda diberikan kepada anak (anak-anaknya).
Apabila Pegawai Negeri Sipil pria atau penerima pensiun-
pegawai pria meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri
(isteri-isteri) yang berhak menerima pensiun-janda/bagian
pensiun-janda di samping anak (anak-anak) dari isteri (isteri-
isteri) yang telah meninggal dunia atau telah cerai, bagian
pensiun-janda diberikan kepada masing-masing isteri dan
golongan anak (anak-anak) seayah-seibu termaksud.
300 301
Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan
sebagai Pegawai Negeri Sipil dan kedua-duanya meninggal dunia,
diberikan satu pensiun-janda, bagian pensiun-janda atau pensiun-
duda atas dasar yang lebih menguntungkan.
Anak (anak-anak) yang berhak menerima pensiun-janda atau
bagian pensiun janda ialah anak (anak-anak) yang pada waktu
pegawai atau penerima pensiun-pegawai meninggal dunia:
(1) belum mencapai usia 25 (dua puluh lima) tahun, atau
(2) tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau
(3) belum nikah atau belum pernah nikah.
Pendaftaran isteri/suami/anak sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda/duda:
1. Pendaftaran isteri (isteri-isteri) suami/anak (anak-anak) sebagai
yang berhak menerima pensiun-janda/duda seperti dimaksud
dalam angka 14 dan angka 16 di atas, harus dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai Negeri
Sipil atau penerima pensiun pegawai yang bersangkutan
menurut petunjuk-petunjuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian negara.
2. Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak
menerima pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-
tiap isteri yang didaftarkan.
3. Jikalau hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah
terdaftar terputus, maka terhitung mulai hari perceraian berlaku
sah isteri/suami itu dihapus dari daftar isteri-isteri/suami yang
berhak menerima pensiun-janda/duda.
4. Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak
menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
seperti termaksud pada angka 16 di atas ialah :
a) Anak-anak pegawai atau penerima pensiun-pegawai dari
perkawinannya dengan isteri (isteri-isteri)/suami yang
didaftar sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/
duda.
b) Anak-anak pegawai wanita atau penerima pensiun-
pegawai wanita.
5. Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah kecuali
anak-anak yang dilahirkan selama perkawinan itu, juga anak
yang dilahirkan selambat-lambatnya 300 (tiga ratus) hari
sesudah perkawinan itu terputus.
6. Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/anak (anak-anak) sebagai yang
berhak menerima pensiun-janda harus dilakukan dalam waktu
1 (satu) tahun sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat
terjadinya kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu.
Pendaftaran isteri/suami/anak yang diajukan sudah lampau
batas waktu ini tidak diterima lagi.
7. Apabila pegawai tewas dan tidak meninggalkan isteri/suami
ataupun anak, maka 20% (dua puluh persen) dari pensiun-
janda/duda termaksud pada angka 15 huruf c diberikan kepada
orang tuanya.
8. Jika kedua orang tua telah bercerai, kepada mereka masing-
masing diberikan separuh dari jumlah termaksud pada huruf g
di atas.
Untuk memperoleh pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-
janda, janda (janda-janda)/duda yang bersangkutan mengajukan
surat permintaan kepada pejabat yang berwenang dengan disertai:
(1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh
yang berwajib;
(2) Salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwajib;
(3) Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib
yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang
berkepentingan;
(4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir
pegawai yang meninggal dunia.
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
kepada anak (anak-anak) dilakukan atas permintaan dari atau atas
nama anak (anak-anak) yang berhak menerimanya. Permintaan
termaksud harus disertai:
302 303
(1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh
yang berwajib;
(2) Salinan surat kelahiran anak (anak-anak) atau daftar susunan
keluarga pegawai yang bersangkutan yang disahkan oleh yang
berwajib, yang memuat nama, alamat dan tanggal lahir dari
mereka yang berkepentingan;
(3) Surat keterangan dari yang berwajib yang menerangkan bahwa
anak (anak-anak) itu tidak pernah kawin dan tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
(4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji-pokok
terakhir pegawai atau penerima pensiun-pegawai yang
meninggal dunia.
Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda diberikan mulai
bulan berikutnya Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-
pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan
berikutnya hak atas pensiun-janda/bagian pensiun-janda itu didapat
oleh yang bersangkutan. Bagi anak yang dilahirkan dalam batas
waktu 300 (tiga ratus) hari sesudah Pegawai Negeri Sipil atau
penerinta pensiun-pegawai meninggal dunia, pensiun-janda/bagian
pensiun-janda diberikan mulai bulan berikutnya tanggal kelahiran
anak itu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1980
kepada janda/duda dari Pegawai Negeri Sipil/pensiunan Pegawai
Negeri Sipil yang meninggal dunia, diberikan Tunjangan Tambahan
Penghasilan sebesar selisih antara pensiun-janda/duda yang akan
diterimanya menurut peraturan yang berlaku dengan penghasilan
terakhir almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil/pensiunan
Pegawai Negeri Sipil. Tunjangan ini diberikan selama 4 (empat)
bulan dan berlaku mulai bulan berikutnya sesudah Pegawai Negeri
Sipil/pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia.
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
berakhir pada akhir bulan :
(1) Janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia;
(2) Tidak lagi terdapat anak yang memenuhi syarat-syarat untuk
menerimanya.
Apabila penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-
janda/duda atau bagian pensiun-janda di kemudian hari ternyata
keliru, penetapan ini diubah sebagaimana mestinya dengan
surat keputusan baru yang memuat alasan perubahan itu, tetapi
kelebihan pensiun-pegawai atau pensiun-jarida/duda atau bagian
pensiun-janda yang mungkin telah dibayarkan, tidak dipungut
kembali.
Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan
kepada janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika
janda/duda yang bersangkutan menikah lagi, terhitung dari bulan
berikutnya perkawinan itu dilangsungkan. Apabila kemudian khusus
dalam hal janda (janda-janda) perkawinan termaksud terputus,
terhitung dari bulan berikutnya kepada janda yang bersangkutan
diberikan lagi pensiun-janda atau bagian pensiun-janda yang telah
dibatalkan, atau jika lebih menguntungkan, kepadanya diberikan
pensiun-janda yang dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir.
Hak untuk menerima pensiun-pegawai atau pensiun-janda/
duda dihapus:
(1) Jika penerima pensiun-pegawai tidak seizin pemerintah menjadi
anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing;
(2) Jika penerima pensiun-pegawai/pensiun-janda/duda/bagian
pensiun-janda menurut keputusan pejabat/badan Negara yang
berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat
dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan
terhadap Negara dan haluan Negara yang berdasarkan
Pancasila;
(3) Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan
sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun-pegawai/
pensiun-janda/duda/bagian pensiun-janda, tidak benar dan
bekas Pegawai Negeri Sipil atau janda/duda/anak yang
bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2013
TENTANG
PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
DAN JANDA/DUDANYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan gaji pokok
Pegawai Negeri Sipil yang berlaku terhitung mulai
tanggal 1 Januari 2013 sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013
tentang Perubahan Kelima Belas Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan
Gaji Pegawai Negeri Sipil, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Pensiun
LAMPIRAN
Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/
Dudanya;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2906);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3890);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3908) sebagaimana
telah lima belas kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013
tentang Perubahan Kelima Belas Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 57);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/
DUDANYA.
Pasal 1
(1) Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/
Dudanya yang dipensiunkan sesudah berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013
tentang Perubahan Kelima Belas Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil,
pensiun pokoknya ditetapkan sebagai berikut:
a. pensiun Pegawai Negeri Sipil yang hasil
perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana
tercantum dalam lajur 2, ditetapkan menjadi
sebagaimana tercantum dalam lajur 3 Daftar
I-A sampai dengan Daftar I-Q Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini;
b. pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil
yang hasil perhitungan pensiun pokoknya
sebagaimana tercantum dalam lajur 2,
ditetapkan menjadi sebagaimana tercantum
dalam lajur 3 Daftar II-A sampai dengan
Daftar II-Q Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini;
c. pensiun Janda/Duda dari Pegawai Negeri
Sipil yang tewas yang hasil perhitungan
pensiun pokoknya sebagaimana tercantum
dalam lajur 2, ditetapkan menjadi
sebagaimana tercantum dalam lajur 3
Daftar III-A sampai dengan Daftar III-Q
Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
dan
d. pensiun yang diberikan kepada orang tua
dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas yang
hasil perhitungan pensiun pokoknya
sebagaimana tercantum dalam lajur 2,
ditetapkan menjadi sebagaimana tercantum
dalam lajur 3 Daftar IV-A sampai dengan
Daftar IV-Q Lampiran IV P yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pensiun Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/
Duda Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/
Duda dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas,
dan pensiun yang diberikan kepada orang tua
dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
seharusnya pensiun pokoknya ditetapkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, tetapi
telah ditetapkan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2012, pensiun
pokoknya disesuaikan berdasarkan Daftar
dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 2
Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013:
a. bagi Pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang
dipensiunkan tanggal 1 Januari 2013 dan
sebelum tanggal 1 Januari 2013, pensiun
pokoknya disesuaikan menjadi sebagaimana
tercantum dalam lajur 3 segaris dengan pensiun
pokok lama sebagaimana tercantum dalam lajur
2 Daftar V-A sampai dengan Daftar V-Q
Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
b. bagi Pensiunan Janda/Duda dari Pegawai
Negeri Sipil yang dipensiunkan tanggal 1
Januari 2013 dan sebelum tanggal 1 Januari
2013, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi
sebagaimana tercantum dalam lajur 3 segaris
dengan pensiun pokok lama sebagaimana
tercantum dalam lajur 2 Daftar VI-A sampai
dengan Daftar VI-Q Lampiran VI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini;
c. bagi Pensiunan Janda/Duda dari Pegawai
Negeri Sipil yang tewas yang dipensiunkan
tanggal 1 Januari 2013 dan sebelum tanggal 1
Januari 2013, pensiun pokoknya disesuaikan
menjadi sebagaimana tercantum dalam lajur 3
segaris dengan pensiun pokok lama
sebagaimana tercantum dalam lajur 2 Daftar
VII-A sampai dengan Daftar VII-Q Lampiran
VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini; dan
d. pensiun yang diberikan kepada orang tua dari
Pegawai Negeri Sipil yang tewas tanggal 1
Januari 2013 dan sebelum tanggal 1 Januari
2013, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi
sebagaimana tercantum dalam lajur 2 Daftar
VIII-A sampai dengan Daftar VIII-Q Lampiran
VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
(1) Bagi Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan
Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil, pensiun
yang diberikan kepada anak, bagian pensiun
janda/anak (anak-anak) dan pensiun yang
diberikan kepada orang tua yang dipensiunkan
sebelum tanggal 1 Juli 2001, sesudah pensiun
pokoknya disesuaikan menurut Peraturan
Pemerintah ini ternyata:
a. tidak mengalami kenaikan atau mengalami
penurunan penghasilan, kepadanya
diberikan tambahan penghasilan sebesar
jumlah penurunan penghasilannya
ditambah dengan 5% (lima persen) dari
penghasilan; atau
b. mengalami kenaikan penghasilan kurang
5% (lima persen) dari penghasilan,
kepadanya diberikan tambahan
penghasilan sehingga kenaikan peng–
hasilannya menjadi sebesar 5% (lima
persen).
(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah penghasilan yang diterima pada
bulan Desember 2012, tidak termasuk tunjangan
pangan.
(3) Apabila terjadi mutasi keluarga sejak Januari
2013 maka penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibayarkan dengan
memperhitungkan perubahan penghasilan
sesuai dengan mutasi keluarga.
(4) Pemberian Tambahan Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal 1
Januari 2013.
Pasal 4
Penyesuaian pensiun pokok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2, ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian
Negara sebagai dasar pembayaran pensiun.
Pasal 5
Selain pensiun pokok, kepada penerima pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
ini diberikan tunjangan keluarga dan tunjangan
pangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan dan/atau Kepala Badan
Kepegawaian Negara, baik secara bersama-sama
maupun sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya
masing-masing.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2012
tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 35), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan PNS berdasarkan
sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja, maka penilaian prestasi kerja PNS
dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan prestasi
kerja dan pengembangan potensi PNS.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan, bahwa yang
berwenang membuat penilaian prestasi kerja PNS adalah
pejabat penilai, yaitu atasan langsung dari PNS yang
bersangkutan dengan ketentuan paling rendah pejabat eselon
V atau pejabat lain yang ditentukan. Tujuan penilaian prestasi
kerja adalah untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang
dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier
yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu proses rangkaian
manajemen kinerja yang berawal dari penyusunan perencanaan
prestasi kerja yang berupa Sasaran Kerja Pegawai (SKP),
penetapan tolok ukur yang meliputi aspek kuantitas, kualitas,
waktu, dan biaya dari setiap kegiatan tugas jabatan.
Pelaksanaan penilaian SKP dilakukan dengan cara
membandingkan antara realisasi kerja dengan target yang telah
ditetapkan. Dalam melakukan penilaian dilakukan Analisa
terhadap hambatan pelaksanaan pekerjaan untuk mendapatkan
umpan balik serta menyusun rekomendasi perbaikan dan
menetapkan hasil penilaian. Untuk memperoleh objektivitas
dalam penilaian prestasi kerja digunakan parameter penilaian
berupa hasil kerja yang nyata dan terukur yang merupakan
penjabaran dari visi, misi, dan tujuan organisasi, sehingga
subjektivitas penilaian dapat diminimalisir. Dengan demikian
hanya PNS yang berprestasi yang mendapatkan nilai baik.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna
penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan pendekatan
partisipasi dalam arti PNS yang dinilai terlibat langsung secara
aktif dalam proses penetapan sasaran kerja yang akan dicapai,
dan proses penilaian. Hasil rekomendasi penilaian prestasi kerja
digunakan untuk peningkatan kinerja organisasi melalui
peningkatan prestasi kerja, pengembangan potensi, dan karier
PNS yang bersangkutan serta pengembangan manajemen,
organisasi, dan lingkungan kerja. Atasan pejabat penilai secara
fungsional bukan hanya sekedar memberikan legalitas hasil
penilaian dari pejabat penilai, tetapi lebih berfungsi sebagai
motivator dan evaluator seberapa efektif pejabat penilai
melakukan penilaian, untuk mengimbangi penilaian dan
persepsi pejabat penilai sebagai usaha menghilangkan bias-bias
penilaian. Sistem penilaian prestasi kerja PNS yang bersifat
terbuka, diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan
produktivitas kerja serta menciptakan hubungan interaksi antara
pejabat penilai dengan PNS yang dinilai dalam rangka
objektivitas penilaian dan untuk mendapatkan kepuasan kerja
setiap PNS.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “pembinaan” adalah usaha dalam
rangka pengembangan karier PNS berdasarkan prestasi
kerja.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan “objektif” adalah penilaian
terhadap pencapaian prestasi kerja sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh
pandangan atau penilaian subjektif pribadi dari
pejabat penilai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “terukur” adalah penilaian
prestasi kerja yang dapat diukur secara kuantitatif dan
kualitatif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah seluruh
hasil penilaian prestasi kerja harus dapat
dipertanggung–jawabkan kepada pejabat yang
berwenang.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah seluruh
proses penilaian prestasi kerja dengan melibatkan
secara aktif antara pejabat penilai dengan PNS yang
dinilai.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “transparan” adalah seluruh
proses dan hasil penilaian pretasi kerja bersifat terbuka
dan tidak bersifat rahasia.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. Kegiatan tugas jabatan adalah kegiatan yang wajib
dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi
jabatan;
b. Target adalah jumlah beban kerja yang akan
dicapai dari setiap pelaksanaan tugas jabatan.
324 325
Target dalam SKP pada prinsipnya berlaku bagi
pemegang jabatan struktural maupun fungsional,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bagi pemegang jabatan struktural maupun
fungsional umum dengan sifat tugas yang
input/bahan kerjanya berasal dari unit
organisasi bersangkutan, maka penetapan
target didasarkan pada rencana kerja
tahunan yang telah ditetapkan;
2) Bagi pemegang jabatan struktural maupun
fungsional umum dengan sifat tugas yang
input/bahan kerjanya berasal dari output/
hasil kerja unit organisasi lain, penetapan
target didasarkan asumsi rata-rata tahun
sebelumnya;
3) Bagi pemegang jabatan fungsional tertentu,
penetapan target berdasarkan pada angka
kredit yang dipersyaratkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Nyata dan dapat diukur adalah kegiatan yang
realistis dapat dilaksanakan dan hasilnya dapat
dihitung dalam satuan angka, umpamanya
jumlah, persentase dan lamanya waktu.
Ayat (3)
Dalam menetapkan SKP, pejabat penilai harus
mempertimbangkan usul bawahan dan waktu
penyelesaian beban kerja unit organisasi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
SKP yang telah disetujui dan ditetapkan, dipantau oleh
pejabat penilai dalam pelaksanaannya untuk
mengetahui perkembangan kemajuan pelaksanaan
kegiatan dalam SKP.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kuantitas” adalah
ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang
dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kualitas” adalah ukuran
mutu setiap hasil kerja yang dicapai.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “waktu” adalah ukuran
lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “biaya” adalah besaran
jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil
kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
326 327
Pasal 8
Ayat (1)
Dalam melakukan penilaian, pejabat penilai
menggunakan formula:
a. aspek kuantitas: penghitungannya menggunakan
Rumus:
Realisasi Output (RO) X 100
Target Output (TO)
b. aspek kualitas: penghitungannya menggunakan
Rumus:
Realisasi Kualitas (RK) X 100
Target Kualitas (TK)
c. aspek waktu: penghitungannya menggunakan
Rumus:
1,76 x Target Waktu(TW) - Realisasi Waktu (RW) X 100
Target Waktu (TW)
d. aspek biaya: penghitungannya menggunakan
Rumus:
1,76 x Target Biaya(TB) - Realisasi Biaya (RB) X 100
Target Biaya (TB)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan faktor-faktor diluar kemampuan
individu PNS yang dinilai antara lain: bencana alam,
keadaan darurat atau keadaan lain yang dinyatakan oleh
pemerintah, hambatan/kendala yang ditimbulkan oleh
sistem/mekanisme dari organisasi dan target pekerjaan
yang input/bahan kerjanya tergantung pada pihak/unit
kerja/instansi lain maka penilaian prestasi kerja PNS yang
bersangkutan disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan diluar
SKP yang telah ditetapkan dalam tahun ini serta
menjelaskan kondisi yang terjadi sehingga menjadi bahan
pertimbangan bagi pejabat penilai untuk menilai PNS yang
bersangkutan.
Pasal 10
Yang dimaksud dengan “tugas tambahan” adalah tugas
lain atau tugas-tugas yang ada hubungannya dengan tugas
jabatan yang bersangkutan dan tidak ada dalam SKP yang
telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan “pimpinan” adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan memimpin dilingkungan unit
kerja masing-masing.
Yang dimaksud dengan “kreativitas” adalah kemampuan
PNS untuk menciptakan sesuatu gagasan/metode pekerjaan
yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “orientasi pelayanan”
adalah sikap dan perilaku kerja PNS dalam
memberikan pelayanan terbaik kepada yang
dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan,
rekan sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi
lain.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “integritas” adalah
kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai,
norma dan etika dalam organisasi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “komitmen” adalah
kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan
sikap dan tindakan PNS untuk mewujudkan
tujuan organisasi dengan mengutamakan
kepentingan dinas daripada kepentingan diri
sendiri, seseorang, dan/atau golongan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “disiplin” adalah
kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kerja sama” adalah
kemauan dan kemampuan PNS untuk bekerja
sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan
dalam unit kerjanya serta instansi lain dalam
menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab
yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna
dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “kepemimpinan” adalah
kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi
dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang
berkaitan dengan bidang tugasnya demi
tercapainya tujuan organisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pejabat penilai lain” adalah
beberapa pejabat penilai yang setingkat dengan pejabat
penilai (atasan langsung) yang ditunjuk oleh atasan
pejabat penilai di lingkungan unit kerja masing-masing.
Dalam hal tidak ada pejabat penilai lain yang setingkat
dengan pejabat penilai, maka penilaian dilakukan
sendiri oleh pejabat penilai yang ada dalam lingkup
organisasi yang bersangkutan.
Pejabat penilai lain harus memberikan masukan
kepada pejabat penilai terfokus pada penilaian perilaku
kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penilaian SKP sebesar 60% dan perilaku kerja sebesar
40% dimaksudkan untuk mewujudkan pembinaan
PNS yang dititikberatkan pada prestasi kerja.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Pejabat pembina kepegawaian selain sebagai pejabat penilai
tertinggi, sekaligus juga sebagai atasan pejabat penilai
tertinggi di lingkungan unit kerja masing-masing, antara
lain Menteri adalah pejabat penilai dan sekaligus menjadi
atasan pejabat penilai terhadap seorang Direktur Jenderal
dalam lingkungannya.
330 331
Pasal 21
Ayat (1)
Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat ini, diberikan secara langsung oleh pejabat penilai
kepada PNS yang dinilai. Apabila diantara pejabat
penilai dengan atasan pejabat penilai tempat bekerja
saling berjauhan, maka hasil penilaian prestasi kerja
dapat dikirim kepada PNS yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Hasil penilaian prestasi kerja dalam ketentuan ini,
keberatan atau tidak keberatan tetap diserahkan
kepada atasan pejabat penilai paling lambat 14 (empat
belas) hari.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Pembinaan PNS antara lain dalam mempertimbangkan
kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan,
pemindahan, pendidikan dan pelatihan, tugas belajar,
kenaikan gaji berkala, dan lain-lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 25
Ayat (1)
PNS yang dinilai berhak mengajukan keberatan apabila
menurut pendapatnya ada nilai yang kurang sesuai.
Keberatan ini harus sudah diajukan paling lambat
14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima
penilaian prestasi kerja ini . Keberatan yang
diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak
dipertimbangkan. Alasan-alasan keberatan harus
dikemukakan dengan lengkap secara tertulis. Keberatan
ini diajukan kepada atasan pejabat penilai secara
hierarki.
Ayat (2)
Atasan pejabat penilai memeriksa dengan seksama isi
penilaian prestasi kerja termasuk keberatan yang
diajukan oleh PNS yang dinilai dan tanggapan pejabat
penilai atas keberatan itu
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Penjelasan hasil penilaian prestasi kerja dimaksudkan
untuk memberikan kejelasan tentang capaian SKP
serta kelebihan dan kekurangan perilaku kerja PNS
yang dinilai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
catatan yang ada dalam buku catatan perilaku kerja.
Ayat (5)
Atasan pejabat penilai wajib menetapkan hasil
penilaian prestasi kerja dan bersifat final yang harus
diterima oleh pejabat penilai dan PNS yang dinilai,
serta tidak dapat diajukan keberatan.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pejabat negara yang tidak
diberhentikan dari jabatan organiknya antara lain:
Hakim dan Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dinilai
oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan, dan atasan
pejabat penilai adalah Ketua Pengadilan Tinggi.
Hakim dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dinilai oleh
Ketua Pengadilan Tinggi, dan atasan pejabat penilai adalah
Ketua Mahkamah Agung.
Ketua Pengadilan Tinggi dinilai oleh Ketua Mahkamah
Agung sekaligus sebagai atasan pejabat penilai.
Yang dimaksud dengan lembaga nonstruktural, antara lain
adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNASHAM), Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat penilai” adalah
pejabat penilai dari instansi semula tempat PNS yang
bersangkutan bekerja sebelum ia melaksanakan tugas
belajar.
Bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang
diperlukan, diminta oleh pejabat penilai dari pimpinan
perguruan tinggi atau sekolah yang bersangkutan
menjalankan tugas belajar.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pejabat penilai” adalah
pejabat penilai dari instansi semula tempat PNS yang
bersangkutan bekerja sebelum ia melaksanakan tugas
belajar.
Untuk dapat memberikan bahan-bahan penilaian
prestasi akademik, maka Kepala Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya mengikuti dan mencatat nilai prestasi
akademik PNS yang sedang melakukan tugas belajar
di negara yang bersangkutan.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.