administrasi kepegawaian 5
ulan
Nopember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja selama 5
(lima) hari, sehingga jumlahnya menjadi 12 (dua belas) hari.
Dalam hal demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis.
Pasal 15
Ayat (1)
Pejabat struktural eselon I yang diturunkan jabatannya
menjadi pejabat struktural eselon II maka untuk pengangkatan
dalam jabatan struktural eselon II ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK).
Yang dimaksud dengan “jabatan lain yang pengangkatan
dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden” antara
lain Panitera Mahkamah Agung dan Panitera Mahkamah
Konstitusi.
Pasal 16
Angka 4
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural eselon II” antara
lain adalah:
a. Pejabat struktural eselon II di lingkungan Direktorat
Jenderal atau Badan atau Sekretariat Jenderal, seperti
Direktur, Kepala Pusat, Kepala Biro;
b. Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal
yang atasan langsungnya Pejabat struktural eselon I yang
Bukan Pejabat Pembina Kepegawaian, seperti Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
c. Pejabat struktural eselon II b di lingkungan Unit Pelaksana
Teknis, seperti Kepala Balai Besar.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural eselon II”
adalah Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal
dan Kepala Kantor Perwakilan Provinsi atau Kepala unit setara
dengan sebutan lain yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, seperti Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan, Kepala
Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara, dan Kepala
Kejaksaan Tinggi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja
tertentu, antara lain Rektor dan Dekan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja
tertentu, antara lain Ketua Pengadilan Tinggi.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja
tertentu, antara lain Ketua Pengadilan Negeri, Direktur
Akademi.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja
tertentu, antara lain Kepala Sekolah Menengah Atas, Kepala
Sekolah Menengah Pertama.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja
tertentu, antara lain Kepala Sekolah Dasar, Kepala Taman
Kanak-Kanak.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Jabatan struktural eselon I di Provinsi adalah jabatan
Sekretaris Daerah Provinsi.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Angka 4
Jabatan struktural eselon II antara lain adalah Kepala Dinas
di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Huruf a
Angka 1
Jabatan struktural eselon II adalah Asisten di lingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
230 231
Pasal 21
Ayat (2)
Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan
kepada pejabat yang seharusnya menghukum berlaku juga bagi
atasan dari atasan secara berjenjang.
Penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat
yang tidak menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan sesudah
mendengar keterangannya, dan tidak perlu dilakukan
pemeriksaan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan “tidak terdapat pejabat yang
berwenang menghukum” adalah terdapat satuan organisasi
yang pejabatnya lowong, antara lain karena berhalangan tetap,
atau tidak terdapat dalam struktur organisasi.
Pasal 23
Ayat (3)
Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus
pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan
surat panggilan.
Pasal 24
Ayat (1)
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini,
adalah untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar
atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk
mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan
ia melakukan pelanggaran disiplin.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif,
sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang
menghukum dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya
tentang jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan secara tertutup”
adalah pemeriksaan hanya dihadiri oleh PNS yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin dan pemeriksa.
Pasal 27
Ayat (1)
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya dimaksudkan
untuk kelancaran pemeriksaan dan pelaksanaan tugas-tugasnya.
Selama PNS yang bersangkutan dibebaskan sementara dari tugas
jabatannya, diangkat pejabat pelaksana harian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara tertutup” adalah bahwa
penyampaian surat keputusan hanya diketahui PNS yang
bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan keputusan serta
pejabat lain yang terkait, dengan ketentuan bahwa pejabat
terkait dimaksud jabatan dan pangkatnya tidak boleh lebih
rendah dari PNS yang bersangkutan.
Pasal 37
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “final dan mengikat” adalah
terhadap keputusan penguatan, peringanan, pemberatan, atau
pembatalan hukuman disiplin tidak dapat diajukan keberatan
dan wajib dilaksanakan.
Pasal 40
Ayat (3)
Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya dijatuhkan
hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat
maka keputusan pemberhentiannya ditinjau kembali oleh
pejabat yang berwenang menjadi pemberhentian dengan
hormat.
Pasal 41
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keputusan yang dibatalkan”
adalah bahwa berdasarkan keputusan atasan pejabat yang
berwenang menghukum atau Badan Pertimbangan
Kepegawaian, PNS yang bersangkutan dinyatakan tidak
bersalah.
232 233
Salah satu hak pegawai negeri sipil adalah menerima gaji.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 30 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Ketujuh Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini
diterbitkan dengan:
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna
dan hasil guna serta kesejahteraan Pegawai
Negeri Sipil, perlu menaikkan gaji pokok Pegawai
Negeri Sipil;
b. bahwa besaran gaji pokok Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2014 ten
tang Perubahan Keenam Belas Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
A. Gaji Pegawai
HAK-HAK PEGAWAI
BAB 6
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil perlu
diubah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Perubahan Ketujuh Belas Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5494);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2014
tentang Perubahan Keenam Belas Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 108);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PERUBAHAN KETUJUH BELAS ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN
1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI
NEGERI SIPIL.
Pasal 1
1. Mengubah Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana
telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Pemerintah:
a. Nomor 13 Tahun 1980 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1980 Nomor 21, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3162);
b. Nomor 15 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 21);
c. Nomor 51 Tahun 1992 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 90);
d. Nomor 15 Tahun 1993 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 21);
e. Nomor 6 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 19);
f. Nomor 26 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 49);
g. Nomor 11 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 17);
h. Nomor 66 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 151);
i. Nomor 9 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 25);
j. Nomor 10 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 23);
236 237
k. Nomor 8 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 21);
l. Nomor 25 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 31);
m. Nomor 11 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 24);
n. Nomor 15 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 32);
o. Nomor 22 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 57); dan
p. Nomor 34 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 108).
Sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2015.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng–
undangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang layak
sesuai dengan pekeriaan dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya
setiap Pegawai Negeri beserta keluarganya harus dapat hidup layak
dari gajinya sehingga ia dapat memusatkan perhatian dan
kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan
kepadanya. Gaji adalah sebagai balas jasa atau penghargaan atas
hasil kerja seseorang.
Pada umumnya, sistem penggajian dapat digolongkan dalam 2
(dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda.
Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji
yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama tanpa
memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya
tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaannya.
Adapun sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang
menentukan besarnya gaji bukan hanya didasarkan pada pangkat,
tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi
kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang dipikul
dalam melaksanakan pekerjaan itu. Kedua sistem penggajian ini
mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan sistem skala
tunggal adalah kesederhanaannya, yaitu hanya diperlukan satu
peraturan yang mengatur skala gaji untuk segenap Pegawai Negeri
Sipil, sedangkan kerugiannya adalah dirasakan tidak adil bagi
Pegawai Negeri Sipil yang memikul tanggung jawab yang berat.
Keuntungan sistem skala ganda adalah memberikan perangsang
yang dapat menimbulkan kegairahan bekerja bagi Pegawai Negeri
Sipil yang melaksanakan beban tugas yang besar dan memikul
tanggung jawab yang berat, sedangkan kerugiannya dapat
menimbulkan ketidakadilan pada saat pensiun.
Selain kedua sistem penggajian ini , dikenal pula sistem
penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan yaitu
perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda.
Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi
Pegawai Negeri. Selain itu, diberikan tunjangan kepada pegawai
yang memikul tanggung jawab yang berat, mencapai prestasi yang
tinggi, atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya
memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara
terus-menerus. Sistem skala ganda dan sistem skala gabungan
mungkin dapat dilaksanakan apabila sudah ada Analisa , klasifikasi,
dan evaluasi jabatan/pekerjaan yang lengkap.
Dalam Pasal 7 (UU Nomor 43 tahun 1999) disebutkan bahwa:
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan
layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
Besarnya penghasilan atau gaji Pegawai Negeri, selain
ditentukan oleh sistem penggajian yang dianut, tetapi juga ditentukan
oleh tempat Pegawai Negeri itu melaksanakan tugasnya, terutama
harus memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Pegawai Negeri yang diangkat dalam pangkat tertentu diberikan
gaji pokok berdasarkan golongan ruang yang ditetapkan untuk
pangkat itu, sesuai dengan masa kerja yang ia miliki. Seseorang yang
diangkat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil, kepadanya diberikan
gaji pokok sebesar 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok.
Apabila ia telah mempunyai masa kerja yang dapat
diperhitungkan untuk menentukan gaji pokok, kepadanya diberikan
gaji pokok yang segaris dengan pengalaman kerjanya yang telah
ditetapkan sebagai masa kerja golongan, setinggi-tingginya ditetapkan
berdasar gaji pokok maksimum dikurangi dengan 2 (dua) kali
kenaikan gaji berkala terakhir.
Seseorang diangkat langsung sebagai Pegawai Negeri Sipil (yang
hanya dilakukan oleh presiden) apabila telah mempunyai
pengalaman kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan
gaji.
Batas gaji pokok tertinggi tidak berlaku bagi seseorang yang
diangkat langsung oleh presiden sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Seorang pensiunan yang oleh presiden diangkat sebagai pegawai
bulanan, selain pensiun diberikan gaji pokok berdasarkan pangkat
dan masa kerja golongan yang dimilikinya pada saat ia diberhentikan
dengan hak mendapat pensiun.
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu pangkat yang
lebih tinggi atau lebih rendah kepadanya diberikan gaji pokok
berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa
kerja golongan ruang menurut pangkat lama.
Pangkat ialah kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang
Pegawai Negeri Sipil dalam rangkaian susunan kepegawaian dan
digunakan sebagai dasar penggajian. Oleh sebab itu, setiap Pegawai
Negeri Sipil diangkat dalam pangkat tertentu.
Pada dasarnya kenaikan pangkat berkaitan dengan pendidikan
atau pelatihan. Selain itu, promosi atau kenaikan pangkat
berhubungan pula dengan penghasilan. Menurut M. Manullang,
promosi atau kenaikan pangkat adalah sesuatu yang pada
umumnya diidamkan oleh masing-masing pegawai, sebab memiliki
hak-hak dan kekuasaan. Kekuasaan yang lebih besar dari
sebelumnya berarti menaikkan penghasilannya.
Kenaikan pangkat pegawai dipertimbangkan berdasarkan pada
syarat-syarat tertentu yang meliputi adanya formasi yang lowong,
daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan, masa kerja, daftar urut
kepangkatan, dan ujian dinas. Adanya formasi yang lowong
merupakan syarat utama dalam kenaikan pangkat. Apabila tidak
terdapat formasi yang lowong, sekalipun telah memenuhi syarat-
syarat lainnya, seorang pegawai tidak dapat diberikan kenaikan
pangkat.
Kenaikan pangkat merupakan penghargaan yang diberikan
atas pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terhadap
negara sebagai pendorong/motivasi bagi Pegawai Negeri Sipil untuk
lebih meningkatkan pengabdiannya di dalam melaksanakan tugas
sehari-hari.
Kenaikan pangkat merupakan penghargaan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang dengan tekun dan penuh pengabdian
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Walaupun
demikian, hendaklah atasan memperhatikan nasib Pegawai Negeri
Sipil yang menjadi bawahannya, sebab kenaikan pangkat adalah
satu-satunya harapan untuk dinaikkan gajinya.
B. Kenaikan Pangkat
Bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan untuk naik pangkat, agar mereka tidak merasa
dirugikan, penyelesaiannya harus tepat pada waktunya maka
petugas pengelola kepegawaian yang terkait selain dituntut dengan
pengabdian yang tinggi, penuh keikhlasan, juga harus memiliki
penguasaan terhadap peraturan-peraturan kepegawaian.
Pegawai Negeri Sipil memiliki beberapa jenis kenaikan pangkat,
yang terdiri atas sebagai berikut.
1. Kenaikan Pangkat Reguler
Kenaikan pangkat reguler merupakan hak Pegawai Negeri Sipil.
Oleh karena itu, apabila seorang Pegawai Negeri Sipil telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, ia dapat dinaikkan
pangkatnya tanpa terikat jabatannya, kecuali apabila ada alasan-
alasan yang sah untuk menundanya.
Pangkat maksimal bagi pegawai Negeri Sipil yang naik pangkat
reguler, yaitu sebagai berikut.
a. Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
adalah sampai dengan pangkat pengatur Muda Golongan ruang
II/a.
b. Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Menengah Tingkat
Pertama/Madrasah Sanawiyah adalah sampai dengan pangkat
Pengatur Golongan ruang II/c.
c. Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Menengah kejuruan Tingkat
Pertama 3 Tahun dan Surat Tanda Tamat Belajar sekolah
Menengah Kejuruan Tingkat Pertama 4 Tahun (PGAN 4 Tahun)
adalah sampai dengan pangkat pengatur Tingkat I Gol. ruang
Il/d.
d. Surat tanda Tamat Belajar Sekolah Menengah Umum Tingkat
Atas/Madrasah Aliyah, Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah
Menengah Kejuruan Tingkat atas Non Guru 3 Tahun, Ijazah
Diploma I, Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Menengah
Kejuruan Tingkat Atas Non Guru 4 Tahun, Surat Tanda Tamat
Belajar Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Guru 3
Tahun, dan Akta I adalah sampai dengan pangkat Penata Muda
golongan ruang Ill/a.
e. Ijazah Sarjana Muda dan Ijazah Diploma II adalah sampai
dengan pangkat Penata Muda Tingkat I gol. ruang Ill/b.
f. Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma
III Politeknik, dan Akta III adalah sampai dengan pangkat
Penata golongan ruang III/c.
g. Ijazah Sarjana, Ijazah Dokter, dan Ijazah Apoteker adalah
sampai dengan pangkat Penata Tingkat I gol. ruang Ill/d.
h. Ijazah Pasca Sarjana, Ijazah Spesialis I dan Akta IV adalah
sampai dengan pangkat pembina gol. ruang IV/a.
i. Ijazah/Gelar Doktor, Ijazah Spesialis II, dan Akta V adalah
sampai dengan pangkat Pembina Tingkat I gol. ruang IV/b.
Syarat-syarat yang diperlukan yaitu:
a. pangkat terakhir belum pangkat maksimal;
b. telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir dan setiap unsur
dari DP. 3 bernilai baik;
c. telah lima Tahun dalam pangkat terakhir dan setiap unsur dari
DP. 3 bernilai cukup;
d. formasi tersedia;
e. tidak melampaui pangkat/golongan, ruang atasannya;
f. telah memiliki KARPEG;
g. lulus ujian dinas, atau diklat berjenjang bagi kenaikan pangkat
yang pindah golongan (I/d ke Il/d, Il/d ke Ill/a, III/d ke IV/a).
Bahan-bahan yang dilampirkan, yaitu:
a. salinan sah SK.I, SK Pegawai Negeri dan SK dalam pangkat
terakhir;
b. salinan Sah KARPEG;
c. DP.3 dalam I (satu) tahun terakhir;
d. tanda lulus ujian dinas, atau Diklat berjenjang bagi kenaikan
pangkat pindah golongan;
e. Pernyataan tidak berparpol, bagi kenaikan pangkat ke Ill/a;
f. DRH (Daftar Riwayat Hidup), bagi kenaikan pangkat ke III/
a, dan IV/b ke atas;
g. DRP (Daftar Riwayat Pekerjaan).
Prosedur yang dilakukan, di antaranya sebagai berikut.
a. Bagi daerah yang sudah ada KANWIL BAKN:
1) untuk golongan Il/d ke bawah diajukan langsung ke
KANWIL BAKN;
2) Untuk gol. Ill dan IV diajukan ke Biro Kepegawaian secara
hirarki untuk dimintakan persetujuan BAKN (gol IV/b
keatas ke SET-NEG).
b. Bagi daerah yang belum ada KANWIL BAKN-nya, golongan I,
II, III, and IV diajukan ke Biro Kepegawaian secara hierarki
untuk dimintakan persetujuan BAKN (golongan IV/b ke atas
SETNEG).
c. Pemberian wewenang kenaikan pangkat, diatur dalam:
1) Keputusan Menteri/Unit Organisasi Pemerintah tentang
Pemberian Kuasa dan Pendelegasian Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Departemen/Instansinya;
2) Keputusan Menteri/Unit Organisasi Pemerintah tentang
Pemberian Kuasa dan Pendelegasian Wewenang penanda–
tanganan Nota Usul ke BAKN.
d. Apabila ada jabatan hakim, harus dimintakan persetujuan
Mahkamah Agung.
2. Kenaikan Pangkat Pilihan
Kenaikan pangkat pilihan adalah kenaikan pangkat yang
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
struktural atau jabatan fungsional tertentu yang telah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan. Jabatan struktural adalah jabatan
yang secara tegas ada dalam struktur organisasi, seperti sekretaris
jenderal, direktur, kepala seksi, dan lain-lain. Adapun jabatan
fungsional adalah jabatan yang walaupun tidak secara tegas
tercantum dalam struktur organisasi, tetapi ditinjau dari sudut
fungsinya, jabatan itu harus ada untuk memungkinkan organisasi
itu dapat melakukan tugas pokoknya, seperti guru, dosen, hakim,
peneliti, juru ukur, dan Iain-lain jabatan yang serupa dengan itu.
Kenaikan pangkat pilihan diberikan dalam batas-batas jenjang
pangkat yang ditentukan untuk jabatan yang bersangkutan.
Kenaikan pangkat pilihan hanya dapat diberikan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural dan jabatan
fungsional tertentu. Jabatan fungsional tertentu yang dimaksud
ditetapkan lebih lanjut oleh menteri yang bertanggung jawab dalam
bidang penerbitan dan penyempurnaan aparatur negara dengan
memperhatikan usul menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non–Departemen atau Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan dan sesudah mendengar
pertimbangan kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Kenaikan pangkat pilihan memerlukan beberapa syarat, yaitu:
a. telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir, bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural, tetapi
pangkatnya masih di bawah pangkat minimal dan belum lebih
dari 3 (tiga) kali naik pangkat pilihan dipercepat;
b. telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir, bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu,
dengan syarat angka kreditnya sudah memenuhi;
c. telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir;
d. DP.3 nya 2 (dua) tahun terakhir, sekurang-kurangnya bernilai
baik;
e. pangkatnya belum mencapai pangkat maksimal bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural;
f. telah memiliki KARPEG;
g. tidak akan melampaui pangkat atasannya, bagi Pegawai Negeri
Sipil yang menduduki jabatan struktural;
h. lulus ujian dinas atau diklat berjenjang bagi Pegawai Negeri Sipil
yang menduduki jabatan struktural yang naik pangkat pindah
golongan;
i. formasinya tersedia.
Bahan-bahan yang dilampirkan dalam kenaikan pangkat adalah:
a. salinan sah SKI, SK Pegawai Negeri Sipil, SK dalam pangkat
terakhir dan SK Jabatan;
b. salinan sah Berita Acara serah terima jabatan/pelantikan bagi
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural;
c. salinan sah KARPEG;
d. DP 3 dalam 2 (dua) tahun terakhir;
e. tanda lulus ujian dinas atau diklat berjenjang bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural yang naik
pangkat pindah golongan;
f. Pernyataan tidak berparpol bagi kenaikan ke Ill/a;
g. DRH (Daftar Riwayat Hidup) bagi kenaikan pangkat ke gol. IV/
b ke atas.
h. DRP (Daftar Riwayat Pekerjaan);
i. daftar angka kredit yang telah disahkan.
Prosedur kenaikan pangkat pilihan bagi jabatan fungsional harus
melalui unit kerja terkait (Ditjen, Badan Litbang, Pusdiklat). Adapun
Bagi peneliti harus melalui LIPI untuk dinilai angka kreditnya, bagi
widyaiswara golongan IV/a ke atas harus melalui Dep. Dikbud
untuk dinilai angka kreditnya dan bagi Hakim Agama harus melalui
Mahkamah Agung untuk dimintakan persetujuannya.
3. Kenaikan Pangkat Istimewa
Kenaikan pangkat istimewa adalah kenaikan pangkat yang
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi
kerja yang luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan baru
yang bermanfaat bagi negara.
Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja yang
baik dapat dinaikan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi,
apabila:
a. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya secara terus-
menerus selama 2 (dua) tahun terakhir, sehingga ia nyata-nyata
menjadi teladan bagi lingkungannya yang dinyatakan dengan
surat Keputusan oleh menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non–Departemen atau Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan;
b. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat yang
dimilikinya;
c. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan bernilai sangat
baik selama 2 (dua) tahun terakhir;
d. masih dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan bagi
jabatan yang dipangku oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang
bermanfaat bagi negara dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih
tinggi apabila penilaian pelaksanaan pekerjaan rata-rata bernilai
baik, dengan ketentuan tidak ada unsur penilaian pelaksanaan
pekerjaan yang bernilai kurang.
Syarat-syarat yang diperlukan untuk kenaikan pangkat istimewa
karena prestasinya yang luar biasa, yaitu:
a. menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun terakhir sehingga ia nyata-nyata menjadi
teladan bagi lingkungannya yang dinyatakan dengan Surat
Keputusan Menteri/Pimpinan Instansi Pemerintah.
b. telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
c. DP. 3 dalam 2 (dua) tahun terakhir, setiap unsur bernilai sangat
baik;
d. masih dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan
(pangkatnya belum maksimal);
e. formasinya tersedia;
f. tidak melampaui pangkat atasannya;
g. telah memiliki KARPEG.
Bahan-bahan yang dilampirkan untuk kenaikan pangkat
istimewa karena prestasi kerja yang luar biasa, yaitu:
a. salinan sah SK. I, SK Pegawai Negeri Sipil, SK dalam pangkat
terakhir dan SK jabatan;
b. DP. 3 dalam 2 ( dua ) tahun terakhir, setiap unsur bernilai sangat
baik;
246 247
c. salinan sah surat keputusan prestasi kerja yang luar biasa;
d. tanda lulus ujian dinas atau diklat berjenjang bagi kenaikan
pangkat pindah golongan;
e. pernyataan tidak berparpol bagi kenaikan pangkat ke Ill/a;
f. DRH (Daftar Riwayat Hidup) bagi kenaikan pangkat ke III/a,
dan IV/b ke atas;
g. DRP (Daftar Riwayat Pekerjaan);
h. salinan sah KARPEG.
Syarat-syarat yang diperlukan untuk kenaikan pangkat istimewa
karena menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara,
yaitu:
a. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara
berdasarkan keputusan ketua LIPI;
b. telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
c. DP. 3 dalam 1 (satu) tahun terakhir, setiap unsur bernilai baik;
d. formasinya tersedia;
e. tidak melampaui pangkat atasannya;
f. telah memiliki KARPEG.
Bahan-bahan yang dilampirkan untuk kenaikan pangkat
istimewa karena menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi
negara, yaitu:
a. salinan sah SK.I, SK Pegawai Negeri, SK dalam pangkat
terakhir;
b. DP. 3 dalam tahun terakhir, setiap unsur bernilai baik;
c. salinan sah surat keputusan ketua LIPI tentang penemuan
baru yang bermanfaat bagi negara;
d. pernyataan tidak berparpol bagi kenaikan pangkat ke III/a;
e. DRH (Daftar Riwayat Hidup) bagi kenaikan pangkat ke III/a
dan IV/b ke atas;
f) DRP (Daftar Riwayat Pekerjaan);
g. salinan sah KARPEG.
Prosedur penyelesaiannya sama dengan kenaikan pangkat
reguler, hanya penemuan baru yang bermanfaat bagi negara harus
dikirim dulu ke LIPI untuk diteliti dan dinilai. Apabila penemuan
baru yang bermanfaat bagi negara ke LIPI dan memenuhi syarat.
akan dibuatkan surat keputusan ketua LIPI.
4. Kenaikan Pangkat Pengabdian
Pegawai Negeri Sipil yang telah mencapai batas usia pensiun
yang akan berhenti dengan hormat dengan hak pensiun dapat
dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi apabila:
a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat yang
dimilikinya;
b. penilaian pelaksanaan pekerjaan rata-rata bernilai baik, dengan
ketentuan tidak ada unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan
yang bernilai kurang.
Syarat-syarat yang diperlukan, yaitu:
a. telah mencapai batas usia pensiun;
b. telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir;
c. DP. 3 setiap unsur bernilai baik;
d. diberikan 1 (satu) bulan sebelum pegawai itu diberhentikan
dengan hak pensiun;
e. telah memiliki KARPEG.
Bahan-bahan yang dilampirkan, yaitu:
a. salinan sah SK. I, SK dalam pangkat terakhir, dan SK jabatan
tertentu;
b. salinan sah KARPEG;
c. DP. 3 satu tahun terakhir, setiap unsur bernilai baik;
d. Daftar Riwayat Hidup;
e. Daftar Riwayat Pekerjaan.
Prosedur penyelesaiannya sama dengan kenaikan pangkat
reguler.
5. Kenaikan Pangkat Anumerta
Kenaikan pangkat anumerta membawa akibat kenaikan gaji
pokok. Penanganan kenaikan pangkat anumerta memerlukan
langkah-langkah yang cermat, teliti, dan saksama dari para pejabat
yang terlihat langsung ataupun tidak langsung. Pada pokoknya
kenaikan pangkat anumerta ditetapkan mulai berlaku pada tanggal
meninggal dunianya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang
harus diusahakan sebelum Pegawai Negeri Sipil itu dikebumikan dan
surat keputusan kenaikan pangkat anumerta ini hendaknya
dibacakan pada waktu pemakaman. Oleh karena itu, susaha
pemberian kenaikan pangkat anumerta dapat diberikan sebelum
Pegawai Negeri Sipil itu dikebumikan, dikeluarkan keputusan
sementara. Adapun pejabat yang berwenang mengeluarkan
keputusan sementara ialah menteri/Jaksa Agung. Pimpinan
kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non–Departemen, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
untuk semua pangkat golongan ruang IV/c ke bawah.
Apabila ternyata pejabat ini berjauhan/jauh dari instansi
di tempat bekerja Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia
sehingga tidak memungkinkan kenaikan pangkat anumerta diberikan
sebelum Pegawai Negeri Sipil itu dikebumikan, Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I atau bupati/walikota, Kepala Daerah Tingkat II
yang bersangkutan dapat mengeluarkan Surat Keputusan Sementara
tentang Pemberian Kenaikan Pangkat Golongan Ruang IV/e ke
bawah, baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri
Sipil Daerah.
Adapun dasar dari keluarnya surat keputusan sementara
ini adalah laporan tentang meninggalnya Pegawai Negeri dari
pimpinan instansi. Berdasarkan laporan ini , pejabat yang
berwenang, Gubernur Kepala Daerah tingkat II memperimbangkan
kenaikan pangkat anumerta itu apabila menurut pendapatnya
memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, ia mengeluarkan Surat Keputusan Sementara tentang
Pemberian Kenaikan Pangkat Anumerta.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Walikota/
Kepala Daerah Tingkat II, yang mengeluarkan Surat Keputusan
Sementara tentang Pemberian Kenaikan Pangkat Anumerta itu,
dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak mulai berlakunya surat keputusan
sementara itu wajib melaporkan peristiwa yang menimpa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan kepada pejabat yang berwenang.
Kenaikan pangkat anumerta memerlukan beberapa hal, yaitu
sebagai berikut.
a. Syarat-syarat yang diperlukan:
1) meninggal dunia akibat menjalankan tugas;
2) meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan terhadap
anasir itu.
b. Bahan-bahan yang dilampirkan:
1) salinan sah SK dalam pangkat terakhir;
2) berita acara dari pejabat yang berwajib (POLRI, Pamong
Praja, dan sebagainya) tentang kejadian yang
mengakibatkan yang bersangkutan tewas;
3) visium et repertum dari dokter;
4) surat tugas dari pejabat yang berwenang.
5) laporan dari pimpinan instansi di lingkungannya sendiri
tentang peristiwa yang menimpa Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan yang berakibat tewas.
6) salinan sah keputusan sementara.
c. Prosedur:
1) untuk golongan IV/a ke bawah diajukan ke BAKN oleh Biro
Kepegawaian untuk mendapatkan persetujuan;
2) untuk golongan IV/b ke atas diajukan kepada presiden oleh
Biro Kepegawaian untuk ditetapkan surat keputusannya.
3) untuk golongan IV/a ke bawah, sesudah mendapat
persetujuan BAKN, dibuatkan surat keputusan kenaikan
pangkat anumerta.
6. Kenaikan Pangkat dalam Tugas Belajar
Kepala Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan mengikuti
pendidikan atau latihan jabatan dapat diberikan kenaikan pangkat.
Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk mengikuti
pendidikan, apabila telah lulus serta memperoleh:
a. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Diploma II, Ijazah Sekolah
Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah
Akademi, Ijazah Bakoloreat, akta II, atau Ijazab Diploma HI
Politeknik dan masih menduduki pangkat.
b. Pengatur Muda golongan ruang Il/a ke bawah dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I gol. Ruang Il/b;
c. Akta III dan masih menduduki pangkat Pengatur Muda Tingkat
I golongan ruang Il/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya
menjadi Pengatur golongan ruang II/c;
d. Ijazah Sarjana, Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, Ijazah Pasca
Sarjana, Ijazah Spesialis I, atau Akta IV dan masih menduduki
pangkat pengatur Tingkat I golongan ruang Il/d ke bawah,
dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda golongan
ruang Il/a;
e. Ijazah/Gelar Doktor, Ijazah spesialis II, atau Akta V dan masih
menduduki pangkat Penata Muda golongan ruang Ill/a ke
bawah, dapat dinaikan pangkatnya menjadi penata Muda
Tingkat I.
Kenaikan pangkat dapat dilakukan apabila penilaian
pelaksanaan pekerjaan rata-rata bernilai baik, dengan ketentuan
tidak ada unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan yang bernilai
kurang.
Penugasan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengikuti
pendidikan adalah untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Pada
umumnya Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk mengikuti
pendidikan sudah diarahkan untuk menduduki suatu jabatan
apabila ia lulus dari pendidikan ini . Pangkat Pegawai Negeri
Sipil yang telah selesai mengikuti pendidikan dan telah lulus atau
mendapat ijazah/gelar perlu disesuaikan dengan penghargaan
pangkat berdasarkan ijazah/gelar yang dimilikinya.
Syarat-syarat kenaikan pangkat dalam tugas belajar, yaitu:
a. ditugaskan oleh instansi yang berwenang;
b. telah 4 ( empat) tahun dalam pangkat terakhir;
c. DP. 3 dalam tahun terakhir setiap unsur bernilai baik;
d. masih dalam jenjang pangkat yang ditentukan (pangkatnya
belum maksimal);
e. formasinya tersedia;
f. tidak melampaui pangkat atasannya;
g. telah memiliki KARPEG;
h. lulus ujian dinas atau diklat berjenjang untuk kenaikan pangkat
ke III/a;
Bahan-bahan yang dilampirkan, yaitu:
a. salinan sah SK. I, SK dalam pangkat terakhir dan SK jabatan
sebelum tugas belajar;
b. berita acara pelantikan/serah terima jabatan (bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan sebelum tugas belajar).
c. salinan sah Surat Tugas Belajar;
d. DP.3 dalam tahun terakhir setiap unsur bernilai baik;
e. tanda lulus ujian atau diklat berjenjang bagi kenaikan pangkat
pindah golongan;
f. pernyataan tidak berparpol;
g. Daftar Riwayat Hidup;
h. Daftar Riwayat Pekerjaan;
i. salinan sah KARPEG.
Prosedur penyelesaiannya sama dengan kenaikan pangkat
reguler; pegawai Negeri Sipil yang sedang mengikuti diklat jabatan
yang dipangkunya sebelum mengikuti diklat ini . Kenaikan
pangkat dalam tugas belajar diberikan dalam batas jenjang
pangkat yang ditentukan untuk jabatan yang dipangku oleh yang
bersangkutan sebelum mengikuti tugas belajar.
7. Kenaikan Pangkat Selain Menjadi Pejabat Negara
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi pejabat negara dan
dibebaskan dari jabatan organiknya dapat dinaikkan pangkatnya
setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat
apabila:
a. telah 4 (empat) tahun dalam pangkat yang dimilikinya, dan
setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan sekurang-
kurangnya bernilai baik; atau
b. telah 5 (lima) tahun dalam pangkat yang dimilikinya, dan
penilaian pelaksanaan pekerjaan rata-rata bernilai baik, dengan
ketentuan tidak ada unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan
yang bernilai kurang.
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara
tetapi tidak dibebaskan dari jabatan organiknya, kenaikan
pangkatnya dipertimbangkan berdasarkan jabatan yang
dipangkunya. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat
Negara (misalnya menjadi anggota DPRD), tetapi tidak dibebaskan
dari jabatan organiknya, kenaikan pangkatnya dipertimbangkan
berdasarkan jabatan yang dipangkunya. Apabila yang bersangkutan
tidak menduduki jabatan struktural/fungsional, kenaikan
pangkatnya setiap kali dipertimbangkan berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang berlaku untuk pemberian kenaikan pangkat reguler.
Kenaikan pangkat selama menjadi pejabat negara memerlukan
persyaratan dan bahan-bahan yang diperlukan, yaitu sebagai
berikut.
a. Syarat-syarat yang diperlukan, yaitu:
1. diangkat menjadi pejabat negara dan dibebaskan dari
jabatan organiknya;
2. telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir;
3. DP.3 dalam tahun terakhir, setiap unsur bernilai baik;
4. telah memiliki KARPEG;
5. lulus ujian dinas atau diklat berjenjang untuk kenaikan
pangkat ke golongan III/a;
b. Bahan-bahan yang dilampirkan dan prosedur, yaitu:
1. salinan sah SK.I, SK dalam pangkat terakhir;
2. salinan sah SK Pembebasan dari jabatan organik;
3. salinan sah pengangkatan menjadi pejabat negara;
4. DP.3 dalam tahun terakhir, setiap unsur bernilai baik;
5. tanda lulus ujian atau diklat berjenjang bagi kenaikan
pangkat pindah golongan;
6. pernyataan tidak berparpol bagi kenaikan pangkat ke
golongan Ill/a;
7. Daftar Riwayat Hidup;
8. Daftar Riwayat Pekerjaan;
9. salinan sah KARPEG;
10. prosedur penyelesaiannya sama dengan kenaikan
pangkat reguler.
8. Kenaikan Pangkat Selama dalam Penguasa di Luar Instansi
Induk
Bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan
secara penuh pada proyek pemerintah, perusahaan milik negara,
organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan, negara sahabat,
atau badan internasional dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali
setingkat lebih tinggi.
Kenaikan pangkat dapat dilakukan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
kali, kecuali bagi tenaga pengajar, tenaga medis, tenaga para medis,
dan pekerja sosial. Proyek pemerintah, perusahaan milik negara,
organisasi profesi, badan swasta, badan internasional, jabatan
pimpinan, dan jabatan lain yang dipersamakan dengan itu,
ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
penertiban dan penyempurnaan aparatur negara dengan memper-
hatikan usul menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen atau Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I yang
bersangkutan dan sesudah mendengar pertimbangan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara/aparatur
pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat dalam rangka
pelaksanaan pembangunan terdapat beberapa yang diperbantukan
atau dipekerjakan secara penuh pada proyek-proyek pemerintah
atau perusahaan milik negara. Dalam rangka pengabdian pada
masyarakat, ada kalanya Pegawai Negeri Sipil dipekerjakan atau
diperbantukan secara penuh pada organisasi profesi atau badan-
badan swasta tertentu.
Kenaikan pangkat ini perlu memperhatikan hal-hal berikut.
a. Syarat-syarat yang diperlukan, yaitu sebagai berikut.
1) Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di luar instansi induk
(diperbantukan/dipekerjakan) yang memangku jabatan
pimpinan, kenaikan pangkatnya sesuai dengan syarat-
syarat kenaikan pangkat pilihan sebagaimana ini pada
angka 2 di atas.
2) Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di luar instansi induk
(diperbantukan/dipekerjakan) yang tidak memangku
jabatan pimpinan, kenaikan pangkatnya sesuai dengan
syarat-syarat kenaikan pangkat reguler sebagaimana
ini pada angka 1 di atas.
b. Bahan-bahan yang dilampirkan, yaitu sebagai berikut.
1) Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan dari instansi induk
(diperbantukan/dipekerjakan), yang memangku jabatan
pimpinan, maka bahan yang harus dilampirkan untuk
kenaikan pangkatnya sama dengan kenaikan pangkat
pilihan sebagaimana ini pada angka 2 di atas (DP. 3
dari instansi penerima bantuan).
2) Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan dari instansi induk
(diperbantukan/dipekerjakan), yang tidak memangku
jabatan pimpinan, maka bahan yang harus dilampirkan
untuk kenaikan pangkatnya sama dengan kenaikan pilihan,
sebagaimana ini pada angka 1 (satu) diatas (DP. 3 dari
instansi penerima bantuan).
c. Prosedur
Instansi yang menerima bantuan tenaga pegawai mengusulkan
pada instansi induk. Proses selanjutnya sama dengan kenaikan
pangkat reguler.
Seorang Pegawai Negeri yang dipekerjakan sebaiknya tidak
terlalu lama meninggalkan tugas-tugas pokok pada instansi
induknya. Oleh sebab itu, kenaikan pangkat jenis ini hanya dapat
diberikan paling banyak tiga kali.
Akan tetapi, terdapat beberapa Pegawai Negeri Sipil yang
dikecualikan dari ketentuan maksimal kenaikan pangkat ini ,
yaitu:
a. tenaga pengajar yang diperbantukan/dipekerjakan pada
sekolah/perguruan tinggi swasta, seperti guru dan dosen;
b. tenaga medis dan tenaga para medis yang diperbantukan/
dipekerjakan pada rumah sakit swasta, PMI, dan Iain-lain;
c. pekerja sosial, yang diperbantukan/dipekerjakan pada badan-
badan sosial, seperti pelatih pada panti asuhan dan lain-lain.
Landasan yuridis kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil adalah
sebagai berikut;
a. PP No. 63 tahun 2009: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
no. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkutan,
Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
b. PP No. 12 Tahun 2002: Perubahan PP 99 tahun 2000 tentang
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil;
c. PP No. 20 Tahun 1991: Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
Secara Langsung;
d. Perka BKN No. 2 Tahun 2011: Kenaikan Pangkat dan BUP bagi
PNS yang Dipekerjakan atau Diperbantukan Secara Penuh Di
Luar Instansi;
e. Kepka BKN No. 12 Tahun 2002: Juknis PP No. 12 Tahun 2002
tentang kenaikan pangkat PNS;
f. Pedoman Kenaikan Pangkat PNS.
C. Pengangkatan dalam Jabatan
Pengangkatan dalam Jabatan Struktural berlandaskan:
1. PP No. 13 Tahun 2002: Perubahan atas PP No. 100 tahun 2000
tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural;
2. Permenpan dan RB No. 34 Tahun 2011: Pedoman Evaluasi
Jabatan;
3. Permenpan dan RB No. 33 Tahun 2011: Pedoman Analisa
Jabatan;
4. KEP/61/M.PAN/8/2004: Pedoman Pelaksanaan Analisa
Jabatan;
5. Perka BKN No. 13 Tahun 2011: Penyusunan Standar
Kompetensi Jabatan;
6. Perka BKN No. 12 Tahun 2011: Pedoman Pelaksanaan Analisa
Jabatan;
7. Kepka BKN No. 13 Tahun 2002: Juknis PP no. 13 Tahun 2002
tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural;
8. Kepka BKN No. 09 tahun 2006: Tata Cara Permintaan,
Pemberian, dan Penghentian Tunjangan Jabatan Struktural;
9. Pedoman Pengangkatan dalam Jabatan Struktural.
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional:
1. PP No. 40 Tahun 2010: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
No.16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil;
2. Perpres No. 97 tahun 2012 tentang Perubahan atas Keputusan
Presiden no. 87 tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil;
3. Pedoman Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional.
Larangan Jabatan Rangkap bagi PNS adalah PP No. 47 Tahun
2005: Perubahan atas PP 29 Tahun 1997 tentang PNS yang
menduduki jabatan rangkap.
4. Tunjangan Jabatan Struktural PNS (Perpres No. 26 Tahun 2007);
5. Tunjangan Jabatan Struktural Anggota TNI dan Anggota POLRI
(Perpres No. 27/2007 untuk TNI dan No. 28/2007 untuk
POLRI);
6. Tunjangan Jabatan Fungsional atau Dipersamakan: SE Dirjen
Anggaran No S-6053/PB/2006;
7. Tunjangan Fungsional PNS (ada 42 jenis jabatan fungsional
PNS SE Dirjen Anggaran No S-6053/PB/2006);
8. Tunjangan Fungsional Anggota POLRI (ada 6 jenis SE Dirjen
Anggaran No S-6053/PB/2006);
9. Tunjangan Fungsional Anggota TNI (ada 11 jenis SE Dirjen
Anggaran No S-6053/PB/2006);
10. Perka BKN No.39 tahun 2007: Tata Cara Permintaan,
Pemberian, dan Penghentian Tunjangan Jabatan Fungsional;
11. Tunjangan Umum (bagi yang tidak termasuk S/F/D), Perpres
no. 12 Tahun 2006;
12. Kepka BKN No. 18 tahun 2006: Tata Cara Permintaan,
Pemberian, dan Penghentian Tunjangan Umum bagi Pegawai
Negeri Sipil;
13. Tunjangan Kemahalan Daerah/Tunjangan khusus Provinsi
Papua, Keppres No. 68 Tahun 2002;
14. Tunjangan Resiko/Tunjangan Kompensasi Kerja, Perpres No.
88 Tahun 2006 Tunjangan Beresiko bagi Petugas
Permasyarakatan;
15. Tunjangan Tugas Belajar, Keppres No. 57 tahun 1986;
16. Tunjangan Hari Tua dan Pemelihara Kesehatan, PP No. 25
tahun 1981;
17. Tunjangan Pensiun, UU No. 11 Tahun 1969 dan PP No. 08
Tahun 1989;
18. Tunjangan cacat dan kematian, PP No. 12 Tahun 1981;
D. Tunjangan PNS
258 259
Tunjangan PNS berdasarkan:
1. Tunjangan Kinerja untuk PNS;
2. Tunjangan Keluarga, Kepres No. 17 tahun 2000 Pasal 29, PP No.
13 tahun 1980 Pasal 1;
3. Tunjangan Pangan (PerDirjen Perbendaharaan No.PER-11/PB/
2012);
19. Tunjangan Fungsional Dosen, Perpres No.65 Tahun 2007,
Keppres No. 9 Tahun 2001;
20. Tunjangan Profesi Dosen, Tunjangan Profesi, Tunjangan
Khusus, dan Tunjangan Kehormatan bagi Dosen yang
memenuhi persyaratan, PP No. 41 Tahun 2009 Tunjangan tugas
tambahan sebagai pimpinan di PTN: Perpres no.65 Tahun 2007.
Kompensasi adalah imbalan jasa yang diberikan kepada
pegawai, karena yang bersangkutan telah memberikan sumbangan
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam istilah kompensasi
termasuk gaji, upah, perumahan pegawai, pakaian, tunjangan
pangan, dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Berdasarkan BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu
Hak PNS Pasal 21 PNS berhak memperoleh:
a. gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b. cuti;
c. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d. perlindungan; dan
e. pengembangan kompetensi.
Bagian Kedua Hak PPPK Pasal 22 PPPK berhak memperoleh:
a. gaji dan tunjangan;
b. cuti;
c. perlindungan; dan
d. pengembangan kompetensi.
Adapun tujuan kompensasi yaitu:
1. memperoleh pegawai yang cakap;
2. mempertahankan pegawai lama;
3. mencegah perpindahan pegawai.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 109/PMK.05/2013 TENTANG PELAKSANAAN
PEMBAYARAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA SERTA
PURNAWIRAWAN, WARAKAWURI/DUDA, TUNJANGAN
ANAK YATIM/PIATU, ANAK YATIM PIATU, DAN
TUNJANGAN ORANG TUA ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2013
tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya, Pasal 7
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2013
tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan,
Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu,
Anak Yatim Piatu, dan Tunjangan Orang Tua
Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Pasal 7
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2013
tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan,
Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu,
Anak Yatim Piatu, dan Tunjangan Orang Tua
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pelaksanaan Pembayaran Pensiun Pokok
Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/
Dudanya serta Purnawirawan, Warakawuri/Duda,
Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu,
dan Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara
Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
E. Kompensasi untuk Pegawai
F. Pensiun Pegawai Negeri Sipil
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2013
tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 60);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2013
tentang Penetapan Pensiun Pokok Pur–
nawirawan, Warakawuri/Duda, Tunjangan
Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu, dan
Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara
Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 61);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2013
tentang Penetapan Pensiun Pokok Pur–
nawirawan, Warakawuri/Duda, Tunjangan
Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu, dan
Tunjangan Orang Tua Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 62);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/
PMK.02/2010 tentang Tata Cara Perhitungan,
Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggung–
jawaban Dana APBN yang Kegiatannya
Dilaksanakan oleh PT Asabri (Persero);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/
PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/
PMK.02/2013 tentang Tata Cara Perhitungan,
Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggung–
jawaban Dana Belanja Pensiun yang
Dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PELAKSANAAN PEMBAYARAN PENSIUN
POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DAN JANDA/DUDANYA SERTA PUR–
NAWIRAWAN, WARAKAWURI/DUDA, TUN–
JANGAN ANAK YATIM/PIATU, ANAK YATIM
PIATU, DAN TUNJANGAN ORANG TUA
ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA
DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.
Pasal 1
Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013, besaran pensiun pokok
adalah sebagai berikut:
a. Pensiun pokok bagi pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan janda/
dudanya disesuaikan dan dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penetapan Pensiun
Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya.
b. Pensiun pokok purnawirawan, warakawuri/duda, tunjangan
anak yatim/piatu, anak yatim piatu, dan tunjangan orang tua
anggota Tentara Nasional Indonesia disesuaikan dan
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2013 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan,
Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim
Piatu, dan Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara Nasional
Indonesia.
c. Pensiun pokok purnawirawan, warakawuri/duda, tunjangan
anak yatim/piatu, anak yatim piatu, dan tunjangan orang tua
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan dan
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2013 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan,
Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim
Piatu, dan Tunjangan Orang Tua Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Pasal 2
(1) Penyesuaian pensiun dengan menggunakan besaran pensiun
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan dengan
keputusan oleh Pejabat yang berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. Kepala Badan Kepegawaian Negara untuk penyesuaian
pensiun pokok bagi pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan
janda/dudanya.
b. Panglima Tentara Nasional Indonesia untuk penyesuaian
pensiun pokok bagi purnawirawan, warakawuri/duda,
tunjangan anak yatim/piatu, anak yatim piatu, dan
tunjangan orang tua anggota Tentara Nasional Indonesia.
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
penyesuaian pensiun pokok bagi purnawirawan,
warakawuri/duda, tunjangan anak yatim/piatu, anak
yatim piatu, dan tunjangan orang tua anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
(1) Pensiun pokok pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan janda/
dudanya serta Purnawirawan, Warakawuri/duda, tunjangan
anak yatim/piatu, anak yatim piatu, dan tunjangan orang tua
anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dibayarkan pada bulan Juni 2013.
(2) Pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan menggunakan besaran pensiun pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
(3) Pembayaran kekurangan atas penghasilan pensiun sebagai
akibat penyesuaian pensiun pokok sejak bulan Januari 2013
dapat dilaksanakan sesudah pensiun pokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibayarkan.
(4) Pembayaran kekurangan penghasilan pensiun sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan menggunakan
Daftar Pembayaran (Dapem) tersendiri dan dipertanggung–
jawabkan sesuai dengan ketentuan tentang pertanggung–
jawaban pembayaran pensiun.
(5) Daftar Pembayaran (Dapem) sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) merupakan daftar nominatif yang dibuat oleh PT Taspen
(Persero) atau PT Asabri (Persero) sebagai sarana pembayaran
pensiun.
Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 24/PMK.02/2013 TENTANG TATA CARA
PERHITUNGAN, PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PER–
TANGGUNGJAWABAN DANA BELANJA PENSIUN YANG
DILAKSANAKAN OLEH PT TASPEN (PERSERO) DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan
Program Pensiun yang dilaksanakan oleh PT
Taspen (Persero), perlu dialokasikan dana
belanja pensiun melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara;
b. bahwa dalam rangka menyempurnakan
ketentuan mengenai tata cara perhitungan,
penyediaan, pencairan, dan pertanggung–
jawaban dana belanja pensiun yang
dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero), perlu
mengatur kembali tata cara perhitungan,
G. Tabungan Pensiun (TASPEN)
penyediaan, pencairan, dan pertanggung–
jawaban dana belanja pensiun yang
dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) yang
sebelumnya telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2010;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan,
Pencairan, Dan Pertanggungjawaban Dana
Belanja Pensiun Yang Dilaksanakan Oleh PT
Taspen (Persero);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2906);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4400);
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 228,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5361);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981
tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3200);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 38);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5178);
9. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 53 Tahun 2010;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/
PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
TATA CARA PERHITUNGAN, PENYEDIAAN,
PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN
DANA BELANJA PENSIUN YANG
DILAKSANAKAN OLEH PT TASPEN (PERSERO).
Pasal 1
Dana Belanja Pensiun adalah dana yang bersumber dari APBN
yang digunakan untuk membayar pensiun PNS Pusat, Eks PNS
Pegadaian, eks PNS Departemen Perhubungan pada PT Kereta
Api Indonesia (Persero), Pejabat Negara, Hakim, PNS Daerah,
Anggota TNI/POLRI yang pensiun sebelum 1 April 1989,
Tunjangan Veteran, Tunjangan PKRI/KNIP, dan Dana
Kehormatan Veteran.
Pasal 2
(1) Dalam rangka pengelolaan Dana Belanja Pensiun, Menteri
Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur
Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran
yang selanjutnya disebut KPA.
(2) Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mendelegasikan
kewenangan KPA kepada pejabat eselon II terkait di
lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 3
(1) PT Taspen (Persero) mengajukan usulan kebutuhan Dana
Belanja Pensiun setiap tahun kepada KPA paling lambat
pertengahan Bulan Januari.
(2) Berdasarkan usulan kebutuhan dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KPA mengajukan permohonan
penyediaan Dana Belanja Pensiun kepada Menteri
Keuangan cq. Direktorat Jenderal Anggaran.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Menteri Keuangan cq. Direktorat Jenderal
Anggaran, KPA, dan PT Taspen (Persero) membahas
besaran kebutuhan Dana Belanja Pensiun.
(4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh
perwakilan dari Direktorat Jenderal Anggaran, KPA, dan
PT Taspen (Persero).
(5) Berdasarkan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), Direktorat Jenderal Anggaran mengalokasikan Dana
Belanja Pensiun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).
Pasal 4
(1) Alokasi Dana Belanja Pensiun ditetapkan dalam APBN
pada tahun berkenaan.
(2) Berdasarkan alokasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Direktur Jenderal Anggaran memberitahukan pagu
alokasi Dana Belanja Pensiun kepada KPA.
Pasal 5
(1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2), KPA mengajukan permintaan penyediaan
Dana Belanja Pensiun kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(2) Berdasarkan permintaan penyediaan dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran
bersama dengan KPA melaksanakan penelaahan atas
rencana penggunaan alokasi Dana Belanja Pensiun.
(3) Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat
Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara
Umum Negara untuk keperluan belanja pensiun.
(4) Berdasarkan Surat Penetapan Rencana Kerja dan
Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), KPA menyusun Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) guna memperoleh
pengesahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 6
Dalam rangka pencairan Dana Belanja Pensiun, KPA
menunjuk:
a. pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/
penanggungjawab kegiatan/pembuat komitmen, yang
selanjutnya disebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); dan
b. pejabat yang diberi wewenang untuk menguji tagihan
kepada negara dan menandatangani Surat Perintah
Membayar (SPM), yang selanjutnya disebut Pejabat
Penandatangan SPM.
Pasal 7
(1) PT Taspen (Persero) menyampaikan surat tagihan belanja
pensiun kepada KPA dengan dilampiri:
a. kuitansi/tanda terima senilai jumlah bruto; dan
b. Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak yang
ditandatangani oleh pejabat PT Taspen (Persero), yang
dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(2) Jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan jumlah dari pensiun pokok, tunjangan-
tunjangan dan pembulatan penghasilan.
Pasal 8
(1) Berdasarkan surat tagihan belanja pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, PPK menerbitkan dan
menyampaikan Surat Permintaan Pembayaran Langsung
(SPP-LS) kepada Pejabat Penandatangan SPM dengan
dilampiri:
a. Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja dari PPK;
dan
b. kuitansi/tanda terima yang telah disetujui oleh PPK.
(2) Dalam hal PPK berhalangan, KPA dapat melaksanakan
tugas-tugas PPK.
Pasal 9
(1) Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pejabat Penandatangan SPM menerbitkan dan
menyampaikan SPM-LS kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara dengan dilampiri Surat Pernyataan
Tanggungjawab Belanja.
(2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana untuk untung PT Taspen (Persero)
pada rekening bank yang ditunjuk.
Pasal 11
PT Taspen (Persero) harus memotong, menyimpan, membayar
atau menyerahkan, menatausahakan dan mem–
pertanggungjawabkan potongan belanja pensiun yang menjadi
hak Negara/Daerah untuk keuntungan Kas Negara/Kas Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Dalam hal terdapat tuntutan ganti kerugian negara yang
telah diserahkan pengurusan piutangnya kepada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang berkoordinasi dengan PT
Taspen (Persero).
(2) Penyelesaian piutang negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) dengan
menyetorkan bagian dana pensiun kepada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bagian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari yang diterima
oleh penerima pensiun untuk pelunasan tuntutan ganti
kerugian negara.
Pasal 13
PT Taspen (Persero) menyetorkan potongan belanja pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan bagian dana
pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan
ayat (3) ke Kas Negara/Kas Daerah paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya.
Pasal 14
Dalam hal PT Taspen (Persero) tidak dapat melakukan penagihan
atas sisa piutang negara kepada penerima manfaat pensiun, PT
Taspen (Persero) menyampaikan sisa piutang negara ini
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melalui KPA.
Pasal 15
(1) PT Taspen (Persero) harus melakukan potongan alimentasi
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(2) Potongan alimentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan potongan pensiun dalam rangka pemberian
nafkah kepada anak atau mantan istri penerima pensiun
yang diberikan atas dasar putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) PT Taspen (Persero) harus melakukan potongan terhadap
pensiunan untuk iuran kesehatan dan menyetorkan kepada
PT Askes (Persero).
(4) Mekanisme penyetoran iuran kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur melalui Perjanjian Kerja
Sama antara PT Taspen (Persero) dan PT Askes (Persero).
Pasal 16
(1) PT Taspen (Persero) bertanggung jawab sepenuhnya atas
penggunaan Dana Belanja Pensiun yang diterimanya.
(2) PT Taspen (Persero) menyampaikan laporan penggunaan
Dana Belanja Pensiun kepada KPA berupa laporan realisasi
pembayaran pensiun.
Pasal 17
(1) KPA bertanggung jawab terhadap penyaluran Dana
Belanja Pensiun dari Kas Negara kepada PT Taspen
(Persero).
(2) KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) KPA dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan
pembayaran pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen
(Persero).
Pasal 18
(1) KPA dan PT Taspen (Persero) melakukan perhitungan
selisih lebih/kurang atas realisasi pembayaran manfaat
pensiun untuk menentukan selisih lebih/kurang
pembayaran manfaat pensiun sesudah bulan pembayaran.
(2) Apabila berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih lebih antara dana
yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran
manfaat pensiun, selisih lebih ini diperhitungkan
untuk pembayaran manfaat pensiun bulan berikutnya.
(3) Apabila berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih kurang antara dana
yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran
manfaat pensiun, jumlah selisih kurang dimaksud akan
dibayarkan pada pembayaran bulan berikutnya.
(4) Dalam hal terdapat manfaat pensiun yang tidak dibayarkan
kepada penerima pensiun/diambil oleh penerima manfaat
pensiun, kelebihan ini diperhitungkan untuk
pembayaran manfaat pensiun bulan berikutnya.
(5) Apabila berdasarkan hasil perhitungan akhir tahun
berkenaan terdapat selisih lebih antara dana yang diterima
PT Taspen (Persero) dengan pembayaran manfaat pensiun,
PT Taspen (Persero) harus menyetorkan kelebihan
pembayaran ini ke Rekening Kas Negara.
Pasal 19
Dalam hal alokasi dana pada tahun berkenaan tidak mencukupi
untuk membayar manfaat pensiun, Pemerintah dapat
memenuhi kekurangan ini pada tahun anggaran berjalan
dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Pasal 20
Penggunaan Dana Belanja Pensiun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1), dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 21
(1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 terdapat selisih kurang antara
dana yang diterima PT Taspen (Persero) dengan
pembayaran manfaat pensiun, jumlah selisih kurang
dimaksud dapat dibayarkan melalui APBN tahun anggaran
berjalan dengan memperhatikan kemampuan keuangan
negara.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 terdapat selisih lebih antara dana
yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran
manfaat pensiun, PT Taspen (Persero) harus menyetorkan
kelebihan pembayaran ini ke Rekening Kas Negara.
Pasal 22
Dalam rangka perhitungan pengalokasian dana pembayaran
belanja pensiun tahun anggaran berikutnya, Menteri Keuangan
cq. Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan monitoring
dan evaluasi atas penggunaan Dana Belanja Pensiun.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Anggaran
dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 24
Peraturan Menteri ini masih berlaku sepanjang dana untuk
belanja pensiun masih dianggarkan dalam APBN.
Pasal 25
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2010 tentang Tata
Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan Per–
tanggungjawaban Dana APBN Yang Kegiatannya Dilaksanakan
Oleh PT Taspen (Persero), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013
NOMOR 90
274 275
Pengembangan karier adalah proses pelaksanaan (implementasi)
perencanaan karier. Pengembangan karier pegawai dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu Diklat dan cara non–Diklat.
Contoh pengembangan karier melalui Diklat adalah:
1. menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar negeri);
2. memberi pelatihan (di dalam atau di luar organisasi);
3. memberi pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).
Contoh pengembangan karier melalui non–Diklat adalah:
1. memberi penghargaan kepada pegawai;
2. menghukum pegawai;
3. mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi;
4. merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan
semula.
A. Kriteria yang Menentukan Efektivitas Karier
Pegawai
PENGEMBANGAN
KARIER PEGAWAI
BAB 7
Beberapa kriteria yang menentukan karier, yaitu sebagai berikut.
1. Kinerja
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki kinerja baik dan selalu produktif.
2. Sikap
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki sikap karier positif, dinamis, progresif, dan
mengutamakan kepentingan perusahaan daripada kepentingan
pribadinya.
3. Kemampuan adaptasi
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki kemampuan beradaptasi dengan jabatannya,
pekerjaannya, konsumen, masyarakat, lingkungan dunia usaha,
dan lainnya sehingga memudahkan mempromosikan objek
usahanya.
4. Identitas
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki identitas karier yang berwawasan, memiliki kepribadian
yang pasti, konsisten dalam pekerjaan yang digelutinya, dan
memiliki rencana untuk kemajuan pada masa depannya.
Adapun tahapan karier, menurut James L. Gibson (1996: 320),
adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan karier
Karier pegawai perlu dibentuk dan dibangun oleh dirinya dan
perusahaan demi masa depannya sehingga pegawai akan lebih
terampil dan profesional dalam menjalankan tugasnya.
2. Pengembangan karier
Pegawai perlu mengembangkan kariernya dengan berbagai
cara. Demikian pula, perusahaan bertanggung jawab terhadap
pengembangan karier pegawai dengan memberikan fasilitas
yang menunjang pengembangannya.
3. Pemeliharaan karier
Pemeliharaan karier berkaitan dengan peningkatan
kesejahteraan pegawai dan mempertahankannya. Jabatan yang
diperoleh pegawai perlu dibina secara intensif agar pemenuhan
tanggung jawabnya lebih baik dan meningkatkan produktivitas
kerja perusahaan.
4. Penarikan diri dari karir
Seorang pegawai, demi kariernya, dapat mengundurkan diri
dari karier tertentu untuk berpindah pada karier lainnya, seperti
berpindah dari jabatan yang selama ini dipegangnya. Karena
menurutnya jabatan itu kurang sesuai, demi kariernya ia
meminta pindah agar jabatannya diganti yang lebih sesuai
dengan keahliannya. Dengan cara inilah, pegawai akan lebih
prospektif dalam meniti kariernya.
Faktor yang memengaruhi manajemen karier adalah sebagai
berikut.
1. Hubungan pegawai dan organisasi. Hubungan pegawai dengan
perusahaan harus menjadi hubungan kemitraan yang dibangun
bersama dengan prinsip saling bertanggung jawab dan saling
mengawasi kinerjanya sehingga setiap pegawai akan
memengaruhi pengembangan karier masing-masing.
2. Personalia pegawai. Bagian kepegawaian dituntut mengelola
karier dan membantu pegawai dalam mengurus kariernya.
Misalnya, mengurus kenaikan pangkat sehingga pegawai tidak
ditekan oleh cara-cara personalia yang membiarkan bahkan
memberlakukan birokrasi yang ketat.
3. Faktor eksternal. Faktor ini dapat menjadi motivator
pengembangan karier pegawai dan juga tantangan untuk
meningkatkan solusi permasalahan yang dihadapi pegawai.
4. Politicking dalam organisasi. Situasi dan kondisi perusahaan tidak
akan terbebas dari pengaruh sosial, politik, dan ekonomi yang
naik turun ataupun yang berada dalam kemapanan. Oleh
karena itu, pegawai harus memiliki kemampuan membaca
keinginan atau kehendak zaman.
B. Faktor yang Memengaruhi Manajemen Karier
5. Sistem penghargaan. Pegawai akan meningkatkan kinerjanya
apabila seluruh jasanya mendapat penghargaan yang adil dan
layak, serta menyejahterakan.
6. Jumlah pegawai. Kuantitas pegawai akan menjadi tantangan
tersendiri dalam rangka mengelola karier, bahkan bagi pegawai
akan lebih kompetitif meraih kariernya.
7. Ukuran organisasi. Besar atau kecilnya organisasi menjadi
penentu kemudahan dan kesulitan mengelola karier. Akan
tetapi, bagi pegawai, pengelolaan karier bergantung pada
dirinya sendiri.
8. Kultur organisasi. Pegawai dan perusahaan yang tegas
menjalankan aturan organisasi yang berkaitan dengan
pengembangan dan pengelolaan karier pegawai akan
mendorong pegawai untuk lebih enerjik dalam kinerjanya.
9. Tipe Manajemen. Pengelolaan kerier juga berkaitan dengan tipe
manajemen atau tipe kepemimpinan yang diterapkan dalam
organisasi. Apabila pimpinan menggunakan tipe demokrasi,
pegawai akan merasa diberi peluang dan kesempatan untuk
memberikan pendapat dan pemikirannya mengenai
pengembangan karier.
Perencanaan karier merupakan salah satu fungsi manajemen
karir. Perencanaan karier adalah perencanaan yang dilakukan
pegawai dan organisasi mengenai karier pegawai, terutama
mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk
mencapai tujuan karier tertentu. Karier pegawai dirumuskan dengan
perencanaan yang matang oleh pegawainya dan organisasi.
Organisasi mencanangkan karier pegawai dengan persyaratan yang
sudah ditetapkan sebelumnya, sementara pegawai berusaha
memenuhi persyaratan yang harus ditempuh agar kariernya tercapai.
Oleh karena itu, perencanaan karier merupakan kegiatan atau usaha
perjalanan karier pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan karier ini .
Lima syarat perencanaan karier pegawai, yaitu sebagai berikut.
1. Dialog. Pegawai harus mengomunikasikan rencana kariernya
dengan sesama pegawai dan organisasi agar memperoleh
jawaban yang menyemangati rencana kariernya.
2. Bimbingan. Pegawai harus memperoleh bimbingan dan
pembinaan dari organisasi yang bertujuan meningkatkan
kariernya.
3. Keterlibatan individual. Pegawai harus terlibat dalam semua
aktivitas yang akan mengembangkan atau mendukung kariernya
agar lebih baik.
4. Umpan balik. Seluruh kinerja pegawai memperoleh sambutan
dan motivasi dari manajemen organisasi serta mendialogkannya
secara terbuka.
5. Mekanisme. Pegawai menjatuhkan pilihan dalam
mengembangkan kariernya melalui mekanisme yang benar dan
tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku.
Berkaitan dengan mekanisme perencanaan karier, ada beberapa
tahap yang perlu dilakukan dalam proses perencanaan karir
pegawai, yaitu sebagai berikut.
1. Analisa Kebutuhan Karier Individu
Analisa kebutuhan karier individu dalam hubungannya dengan
karier pegawai adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan
kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai agar karier pegawai
yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan dengan
baik. Pada dasarnya, Analisa kebutuhan karier individu ini dilakukan
oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai ini .
C. Perencanaan Karier dalam Manajemen
2. Analisa Peran–Kompetensi
Analisa peran–kompetensi adalah Analisa untuk mengetahui
peran (atau jabatan) yang paling sesuai untuk seorang pegawai,
kemudian mengkaji kompetensi yang telah dikuasai dan kompetensi
yang belum dikuasai pegawai. Melalui Analisa peran-kompensasi ini,
pegawai didorong untuk melihat prospek kariernya serta mengkaji
secara jujur dan kritis kompetensi yang sudah dikuasai dan
kompetensi yang belum dikuasai dalam rangka mejalankan peran-
peran yang ada.
282
Penilaian prestasi kerja adalah proses mengevaluasi atau menilai
prestasi kerja pegawai, termasuk PNS yang dilaksanakan oleh
pemerintah untuk memperbaiki keputusan personalia dan sebagai
umpan balik kepada karyawan (Hani Handoko, 1985: 99). Prestasi
kerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut
Hasibuan (1995: 105), prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu.
Menurut Moh. As’ud (1995: 47), prestasi kerja merupakan
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebagai
ukuran keberhasilan dari bagian personalia, antara perusahaan dan
pegawai memerlukan umpan balik atas usaha nya maka prestasi
kerja karyawan perlu mendapat penilaian. Penilaian prestasi kerja
adalah proses evaluatif yang dilaksanakan oleh organisasi.
283
A. Penilaian Prestasi Kerja
SISTEM PENILAIAN PRESTASI
KERJA DAN JAMINAN HARI TUA
BAB 8
serta menyusun rekomendasi perbaikan dan menetapkan hasil
penilaian.
Penilaian prestasi kerja PNS berhubungan dengan
pengembangan karier PNS, karena tanpa prestasi tidak akan ada
pengembangan karier yang baik dan meningkat. Penilaian prestasi
kerja PNS telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2011 yang diterbitkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. bahwa untuk mewujudkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja, perlu dilakukan
penilaian prestasi kerja;
b. bahwa penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan hukum dalam pembinaan Pegawai
Negeri Sipil;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b serta untuk memenuhi ketentuan
mengenai penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
Negeri Sipil;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890);
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Penilaian prestasi kerja PNS adalah suatu proses penilaian secara
sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran
kerja pegawai dan perilaku kerja PNS.
3. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS
pada satuan organisasi sesuai dengan sasaran kerja pegawai
dan perilaku kerja.
4. Sasaran Kerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah
rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS.
5. Target adalah jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap
pelaksanaan tugas jabatan.
6. Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan
yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Rencana kerja tahunan adalah rencana yang memuat kegiatan
tahunan dan target yang akan dicapai sebagai penjabaran dari
sasaran dan program yang telah ditetapkan oleh instansi
pemerintah.
B. Landasan Hukum Penilaian Prestasi Kerja PNS
286 287
8. Pejabat penilai adalah atasan langsung PNS yang dinilai,
dengan ketentuan paling rendah pejabat struktural eselon V atau
pejabat lain yang ditentukan.
9. Atasan pejabat penilai adalah atasan langsung dari pejabat
penilai.
10. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Pejabat Pembina
Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur wewenang
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.
Pasal 2
Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas
pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Pasal 3
Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip:
a. objektif;
b. terukur;
c. akuntabel;
d. partisipatif; dan
e. transparan.
Pasal 4
Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur:
a. SKP; dan
b. perilaku kerja.
BAB II
SASARAN KERJA PEGAWAI
Pasal 5
(1) Setiap PNS wajib menyusun SKP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a berdasarkan rencana kerja tahunan instansi.
(2) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kegiatan
tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu
penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur.
(3) SKP yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai.
(4) Dalam hal SKP yang disusun oleh PNS tidak disetujui oleh
pejabat penilai maka keputusannya diserahkan kepada atasan
pejabat penilai dan bersifat final.
(5) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap
tahun pada bulan Januari.
(6) Dalam hal terjadi perpindahan pegawai sesudah bulan Januari
maka yang bersangkutan tetap menyusun SKP pada awal b