administrasi kepegawaian 4
rundang-undangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian
barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.
Sanksi hukum bagi pelanggar disiplin PNS terdapat dalam BAB
III HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 yang
menyatakan bahwa PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Pasal 6
Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran
disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 7
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
C. Sanksi Hukum Pelanggar Disiplin PNS
178 179
Bagian Ketiga
Pelanggaran dan Jenis Hukuman
Paragraf 1 Pelanggaran Terhadap Kewajiban
Pasal 8
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
2. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan
martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada unit kerja;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 5 (lima) hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10
(sepuluh) hari kerja; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas)
sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;
10. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
11. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran
dilakukan dengan tidak sengaja;
13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
dan
14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
180 181
Pasal 9
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 1, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan
yang sah;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 2, apabila pelanggaran dilakukan tanpa
alasan yang sah;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
4. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada instansi yang bersangkutan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi
yang bersangkutan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi
yang bersangkutan;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi
yang bersangkutan;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama
16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama
21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima)
hari kerja; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga
puluh) hari kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran
kerja pada akhir tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima
persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen);
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi
yang bersangkutan;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran
dilakukan dengan sengaja;
182 183
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan.
Pasal 10
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/
atau negara;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada pemerintah dan/atau negara;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga
puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural
atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai
dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki
jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu)
sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran
kerja pegawai pada akhir tahun kurang dari 25% (dua puluh
lima persen);
184 185
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/
atau negara.
Paragraf 2
Pelanggaran Terhadap Larangan
Pasal 11
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara, secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila
pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja.
Pasal 12
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila
pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi;
6. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta
sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye
dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai
186 187
peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf b, dan huruf c;
7. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta
pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga,
dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
13 huruf b;
8. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto
kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda
Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan 9. memberikan
dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15
huruf a dan huruf d.
Pasal 13
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 1;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 2;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 3;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 angka 4;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan
dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 7;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun
juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
188 189
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta
kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 13 huruf a; dan
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait
dengan jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan
huruf c.
Pasal 14
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati
ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 9,
Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 angka 9 dihitung secara kumulatif
sampai dengan akhir tahun berjalan.
Bagian Keempat
Pejabat yang Berwenang Menghukum
Pasal 15
(1) Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS
yang menduduki jabatan struktural eselon I dan jabatan lain
yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang
Presiden untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(2) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan usul dari Pejabat Pembina
Kepegawaian.
Pasal 16
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4);
5. struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan
pejabat yang setara yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4);
6. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
7. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di
lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan 8. fungsional umum golongan ruang
III/d ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman
190 191
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf b, dan huruf c;
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara
lain atau badan internasional, atau tugas di luar negeri,
192 193
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e.
(2) Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya,
dan fungsional umum golongan ruang IV/a sampai
dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/b sampai dengan III/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
II, jabatan fungsional tertentu jenjang Madya, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang III/b sampai dengan golongan
ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya:
a. Pejabat Pembina Kepegawaian; dan
b. Pejabat struktural eselon I yang bukan Pejabat Pembina
Kepegawaian, selain menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga
berwenang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi
PNS yang menduduki jabatan struktural eselon IV ke
bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang III/d ke bawah di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c.
194 195
(5) Pejabat struktural eselon III dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/a dan golongan ruang II/b untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(7) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2).
Pasal 17
Kepala Perwakilan Republik Indonesia menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan
ayat (4) huruf b dan huruf c.
196 197
Pasal 18
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4);
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di
lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf b, dan huruf c;
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
198 199
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara
lain atau badan internasional, atau tugas di luar negeri,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e.
(2) Pejabat struktural eselon I menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya,
dan fungsional umum golongan ruang IV/a sampai
dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/b sampai dengan III/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
II, jabatan fungsional tertentu jenjang Madya, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang III/b sampai dengan golongan
ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 2. struktural eselon IV,
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
200 201
sampai dengan golongan ruang III/b di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan structural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya, yang menduduki jabatan struktural eselon
V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b.
202 203
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2).
Pasal 19
Gubernur selaku wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/
Kota yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/
Kota lain dalam satu provinsi yang menduduki jabatan
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf e; dan
b. PNS Daerah Kabupaten/Kota dari provinsi lain yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota di
provinsinya yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c.
Pasal 20
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4); dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
204 205
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat(3),
dan ayat (4) huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a, huruf b, dan huruf c;
5. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
dan
6. fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan
ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
2. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan
fungsional umum golongan IV/e ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain
atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2);
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 3. struktural eselon IV,
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
206 207
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
208 209
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana
Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/
a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan c. PNS
yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2).
Pasal 21
(1) Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan
hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin.
(2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukuman disiplin
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat
ini dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.
(3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama
dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
(4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga
menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan
pelanggaran disiplin.
Pasal 22
Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan
pejabat yang lebih tinggi.
Mengenai tata cara pemanggilan, pemeriksaan, penjatuhan, dan
penyampaian keputusan hukuman disiplin terdapat dalam Bagian
Kelima Pasal 23 yang menegaskan bahwa:
(1) PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil
secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan
pemeriksaan.
(2) Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal pemeriksaan.
(3) Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan
diperiksa tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua
D. Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan,
dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
210 211
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal seharusnya yang
bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.
(4) Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat
yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa
dilakukan pemeriksaan.
Pasal 24
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung
wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita
acara pemeriksaan.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kewenangan untuk menjatuhkan hukuman
disiplin kepada PNS ini merupakan kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung
ini wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung ini
wajib melaporkan secara hierarki disertai berita acara
pemeriksaan.
Pasal 25
(1) Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
dapat dibentuk Tim Pemeriksa.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian
atau pejabat lain yang ditunjuk.
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang
ditunjuk.
Pasal 26
Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa atau pejabat
yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang
lain.
Pasal 27
(1) Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi
hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara
dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang
bersangkutan diperiksa.
(2) Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan ditetapkannya
keputusan hukuman disiplin.
(3) PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan hak-hak
kepegawaiannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak ada, maka pembebasan sementara dari jabatannya
dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi.
Pasal 28
(1) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa
dan PNS yang diperiksa.
(2) Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani
berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berita acara pemeriksaan ini tetap dijadikan sebagai dasar
untuk menjatuhkan hukuman disiplin.
(3) PNS yang diperiksa berhak mendapat foto kopi berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dan Pasal 25 pejabat yang berwenang menghukum
menjatuhkan hukuman disiplin.
212 213
(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
Pasal 30
(1) PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan
beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat
dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat sesudah
mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan.
(2) PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian
melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, kepadanya
dijatuhi jenis hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman
disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan.
(3) PNS tidak dapat dijatuhi hukuman disiplin dua kali atau lebih
untuk satu pelanggaran disiplin.
(4) Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan
menjadi kewenangannya, Pimpinan instansi atau Kepala
Perwakilan mengusulkan penjatuhan hukuman disiplin kepada
pejabat Pembina kepegawaian instansi induknya disertai berita
acara pemeriksaan.
Pasal 31
(1) Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara tertutup oleh pejabat yang berwenang menghukum atau
pejabat lain yang ditunjuk kepada PNS yang bersangkutan serta
tembusannya disampaikan kepada pejabat instansi terkait.
(3) Penyampaian keputusan hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan.
(4) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada
saat penyampaian keputusan hukuman disiplin, keputusan
dikirim kepada yang bersangkutan.
BAB IV
usaha ADMINISTRATIF
Pasal 32
usaha administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Pasal 33
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:
a. Presiden;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
c. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf
c;
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan
e. Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), tidak
dapat diajukan usaha administratif.
Pasal 34
(1) Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 yaitu jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf
b yang dijatuhkan oleh:
a. Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara ke
bawah;
b. Sekretaris Daerah/Pejabat struktural eselon II Kabupaten/
Kota ke bawah/Pejabat yang setara ke bawah;
c. Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi
vertikal dan unit dengan sebutan lain yang atasan
langsungnya Pejabat struktural eselon I yang bukan Pejabat
Pembina Kepegawaian; dan
d. Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi
vertikal dan Kantor Perwakilan Provinsi dan unit setara
214 215
dengan sebutan lain yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 yaitu hukuman disiplin
yang dijatuhkan oleh:
a. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
d dan huruf e; dan
b. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
d dan huruf e.
Pasal 35
(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1),
diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum dengan memuat alasan keberatan dan
tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang
menghukum.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari, terhitung mulai tanggal
yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin.
Pasal 36
(1) Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1), harus memberikan tanggapan atas
keberatan yang diajukan oleh PNS yang bersangkutan.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara tertulis kepada atasan Pejabat yang berwenang
menghukum, dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja terhitung
mulai tanggal yang bersangkutan menerima tembusan surat
keberatan.
(3) Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil
keputusan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang
bersangkutan dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari
kerja terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima
surat keberatan.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) pejabat yang berwenang menghukum tidak memberikan
tanggapan atas keberatan maka atasan pejabat yang berwenang
menghukum mengambil keputusan berdasarkan data yang ada.
(5) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil
dan/atau meminta keterangan dari pejabat yang berwenang
menghukum, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin, dan/atau
pihak lain yang dianggap perlu.
Pasal 37
(1) Atasan Pejabat yang berwenang menghukum dapat
memperkuat, memperingan, memperberat, atau membatalkan
hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang
berwenang menghukum.
(2) Penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Atasan Pejabat yang berwenang
menghukum.
(3) Keputusan Atasan Pejabat yang berwenang menghukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat.
(4) Apabila dalam waktu lebih 21 (dua puluh satu) hari kerja Atasan
Pejabat yang berwenang menghukum tidak mengambil
keputusan atas keberatan maka keputusan pejabat yang
berwenang menghukum batal demi hukum.
Pasal 38
(1) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2), dapat mengajukan banding
administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Ketentuan mengenai banding administratif diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Badan Pertimbangan Kepegawaian.
216 217
Pasal 39
(1) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin:
a. mengajukan banding administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 maka gajinya tetap dibayarkan sepanjang
yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas;
b. tidak mengajukan banding administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 maka pembayaran gajinya
dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya sejak hari ke
15 (lima belas) keputusan hukuman disiplin diterima.
(2) Penentuan dapat atau tidaknya PNS melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi
kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian dengan
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan kerja.
Pasal 40
(1) PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas usaha
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan
atas:
a. keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman
disiplin dan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS serta
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. banding administratif, dihentikan pembayaran gajinya
sampai dengan ditetapkannya keputusan banding
administratif.
(3) Dalam hal PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) huruf b meninggal dunia, diberhentikan dengan hormat dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) PNS yang mengajukan keberatan kepada atasan Pejabat yang
berwenang menghukum atau banding administratif kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian, tidak diberikan kenaikan
pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sampai dengan
ditetapkannya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(2) Apabila keputusan pejabat yang berwenang menghukum
dibatalkan maka PNS yang bersangkutan dapat
dipertimbangkan kenaikan pangkat dan/atau kenaikan gaji
berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 42
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga
melakukan pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan usaha
administratif tidak dapat disetujui untuk pindah instansi.
BAB V
BERLAKUNYA HUKUMAN DISIPLIN
DAN PENDOKUMENTASIAN
KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Berlakunya Hukuman Disiplin
Pasal 43
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:
a. Presiden;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
c. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf
b dan huruf c;
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan
e. Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), mulai
berlaku sejak tanggal keputusan ditetapkan.
218 219
Pasal 44
(1) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, apabila tidak diajukan
keberatan maka mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas)
sesudah keputusan hukuman disiplin diterima.
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, apabila diajukan
keberatan maka mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya
keputusan atas keberatan.
Pasal 45
(1) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian atau Gubernur selaku wakil pemerintah untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4) huruf d dan huruf e, apabila tidak diajukan banding
administratif maka mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas)
sesudah keputusan hukuman disiplin diterima.
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian atau Gubernur selaku wakil pemerintah untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4) huruf d dan huruf e, apabila diajukan banding
administratif maka mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya
keputusan banding administratif.
Pasal 46
Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin maka hukuman disiplin
berlaku pada hari ke 15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan
untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin.
Bagian Kedua
Pendokumentasian Keputusan Hukuman Disiplin
Pasal 47
(1) Keputusan hukuman disiplin wajib didokumentasikan oleh
pejabat pengelola kepegawaian di instansi yang bersangkutan.
(2) Dokumen keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digunakan sebagai salah satu bahan penilaian
dalam pembinaan PNS yang bersangkutan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
(1) Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh PNS yang
bersangkutan dinyatakan tetap berlaku.
(2) Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum atau banding administratif kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini diselesaikan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
PNS beserta peraturan pelaksanaannya.
(3) Apabila terjadi pelanggaran disiplin dan telah dilakukan
pemeriksaan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini
maka hasil pemeriksaan tetap berlaku dan proses selanjutnya
berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(4) Apabila terjadi pelanggaran disiplin sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dan belum dilakukan pemeriksaan
maka berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 50
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1. Ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah dua
kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65
220 221
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 141), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3176), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
3. Ketentuan pelaksanaan mengenai disiplin PNS yang ada
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. UMUM
Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan
bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan
prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance), maka
PNS sebagai unsur aparatur negara dituntut untuk setia kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah,
bersikap disiplin, jujur, adil, transparan, dan akuntabel dalam
melaksanakan tugas.
Untuk menumbuhkan sikap disiplin PNS, pasal 30 Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
mengamanatkan ditetapkannya peraturan pemerintah mengenai
disiplin PNS. Selama ini ketentuan mengenai disiplin PNS telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Namun demikian peraturan
pemerintah ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan, karena tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi
saat ini.
Untuk mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan
bermoral ini , mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS yang
dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga
dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif
berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Peraturan Pemerintah tentang disiplin PNS ini antara lain
memuat kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat
dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran.
Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina PNS
yang telah melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan
mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi dan
memperbaiki diri pada masa yang akan datang.
Dalam Peraturan Pemerintah ini secara tegas disebutkan jenis
hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan terhadap suatu
pelanggaran disiplin. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi
pejabat yang berwenang menghukum serta memberikan kepastian
dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan
batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum
telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Penjatuhan hukuman berupa jenis hukuman disiplin ringan,
sedang, atau berat sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan
latar belakang dan dampak dari pelanggaran yang dilakukan.
Kewenangan untuk menetapkan keputusan pemberhentian bagi
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dilakukan berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
Selain hal ini di atas, bagi PNS yang dijatuhi hukuman
disiplin diberikan hak untuk membela diri melalui usaha
administratif, sehingga dapat dihindari terjadinya kesewenang-
wenangan dalam penjatuhan hukuman disiplin.
222 223
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 3
Angka 3
Yang dimaksud dengan “setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Pemerintah” adalah setiap PNS di samping taat juga
berkewajiban melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebijakan negara dan
Pemerintah serta tidak mempermasalahkan dan/atau
menentang Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”
adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “tugas kedinasan” adalah tugas
yang diberikan oleh atasan yang berwenang dan berhubungan
dengan:
a. perintah kedinasan;
b. peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian
atau peraturan yang berkaitan dengan kepegawaian;
c. peraturan kedinasan;
d. tata tertib di lingkungan kantor; atau
e. standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure atau
SOP).
Angka 8
Yang dimaksud dengan “menurut sifatnya” dan “menurut
perintah” adalah didasarkan pada peraturan perundang-
undangan, perintah kedinasan, dan/atau kepatutan.
Angka 11
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan
menaati ketentuan jam kerja” adalah setiap PNS wajib datang,
melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja
serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila
berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang
berwenang.
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat
dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah)
jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja.
Angka 12
Yang dimaksud dengan “sasaran kerja pegawai” adalah
rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang
pegawai yang disusun dan disepakati bersama antara pegawai
dengan atasan pegawai.
Angka 14
Yang dimaksud dengan “memberikan pelayanan sebaik-
baiknya kepada masyarakat” adalah memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau,
dan terukur, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 16
Yang dimaksud dengan “memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk mengembangkan karier” adalah memberi
kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan kemampuan
dalam rangka pengembangan karier, antara lain memberi
kesempatan mengikuti rapat, seminar, diklat, dan pendidikan
formal lanjutan.
Pasal 4
Angka 1
Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan wewenang”
adalah menggunakan kewenangannya untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan
pribadi atau kepentingan pihak lain yang tidak sesuai dengan
tujuan pemberian kewenangan ini .
Angka 2
Contoh:
Seorang PNS yang tidak memiliki wewenang di bidang
perizinan membantu mengurus perizinan bagi orang lain
dengan memperoleh imbalan.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “memiliki, menjual, membeli,
menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-
barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat
berharga milik negara secara tidak sah” adalah perbuatan yang
dilakukan tidak atas dasar ketentuan termasuk tata cara
maupun kualifikasi barang, dokumen, atau benda lain yang
dapat dipindahtangankan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “jabatan” adalah jabatan struktural
dan jabatan fungsional tertentu.
Angka 8
PNS dilarang menerima hadiah, padahal diketahui dan
patut diduga bahwa hadiah ini diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Angka 9
Yang dimaksud dengan “bertindak sewenang-wenang”
adalah setiap tindakan atasan kepada bawahan yang tidak
sesuai dengan peraturan kedinasan seperti tidak memberikan
tugas atau pekerjaan kepada bawahan, atau memberikan nilai
hasil pekerjaan (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) tidak
berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan.
Angka 11
Yang dimaksud dengan “menghalangi berjalannya tugas
kedinasan” adalah perbuatan yang mengakibatkan tugas
kedinasan menjadi tidak lancar atau tidak mencapai hasil yang
harus dipenuhi.
Contoh:
PNS yang tidak memberikan dukungan dalam hal diperlukan
koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi dalam tugas kedinasan.
Angka 12
Huruf b
PNS sebagai peserta kampanye hadir untuk mendengar,
menyimak visi, misi, dan program yang ditawarkan peserta
pemilu, tanpa menggunakan atribut Partai atau PNS.
Yang dimaksud dengan “menggunakan atribut partai”
adalah dengan menggunakan dan/atau memanfaatkan
pakaian, kendaraan, atau media lain yang bergambar partai
politik dan/atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan/atau calon Presiden/Wakil Presiden dalam masa
kampanye.
Yang dimaksud dengan “menggunakan atribut PNS”
adalah seperti menggunakan seragam Korpri, seragam dinas,
kendaraan dinas, dan lain-lain.
Angka 15
Huruf a
Yang dimaksud dengan “terlibat dalam kegiatan
kampanye” adalah seperti PNS bertindak sebagai pelaksana
kampanye, petugas kampanye/tim sukses, tenaga ahli,
penyandang dana, pencari dana, dan lain-lain.
Pasal 6
PNS yang melanggar ketentuan disiplin PNS dijatuhi
hukuman disiplin dan apabila perbuatan ini terdapat unsur
226 227
pidana maka terhadap PNS ini tidak tertutup kemungkinan
dapat dikenakan hukuman pidana.
Pasal 7
Ayat (2)
Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan
dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak
dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan
hukuman disiplin.
Huruf b
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan
dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran.
Huruf c
Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas
secara tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh
pejabat yang berwenang menghukum kepada PNS yang
melakukan pelanggaran.
Ayat (3)
Huruf a
Masa penundaan kenaikan gaji berkala ini dihitung
penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.
Ayat (4)
Huruf b
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah dengan memperhatikan jabatan yang lowong dan
persyaratan jabatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jabatan” adalah jabatan struktural
dan fungsional tertentu.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “dihitung secara kumulatif sampai
dengan akhir tahun berjalan” adalah bahwa pelanggaran yang
dilakukan dihitung mulai bulan Januari sampai dengan bulan
Desember tahun yang bersangkutan.
Contoh:
Seorang PNS dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret
2011 tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari maka yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan.
Selanjutnya, pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 yang
bersangkutan tidak masuk kerja selama 2 (dua) hari, sehingga
jumlahnya menjadi 7 (tujuh) hari. Dalam hal demikian, maka
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran
tertulis.
Selanjutnya, pada bulan September sampai dengan b