komunikasi 7

 




Komunikasi radio yang dimaksud adalah komunikasi tanpa kabel yang 

memanfaatkan udara (ruang hampa/free space) sebagai media transmisi untuk 

perambatan gelombang radio (yang bertindak sebagai pembawa sinyal 

informasi). Prinsip komunikasinya dapat dilihat pada gambar 9.1 berikut: 

                                         

 

        pemancar   penerima 

 

Gambar 9.1  Prinsip komunikasi radio 

 

 Sistem terdiri atas dua bagian pokok, yaitu pemancar (Tx) dan 

penerima (Rx). Pemancar terdiri atas modulator dan antena  pemancar, 

sedangkan penerima terdiri atas demodulator dan antena penerima. Modulator 

berfungsi memodulasi informasi menjadi sinyal yang akan dipancarkan 

melalui antena pemancar. Antena merupakan suatu sarana atau piranti 

pengubah sinyal listrik (tegangan/arus) menjadi sinyal elektromagnetik 

(sebagai pemancar). Sinyal elektromagnetik inilah yang akan dipancarkan 

melalui udara atau ruang bebas (sehingga sampai ke penerima). 

Sinyal yang dipancarkan oleh antena pemancar akan ditangkap oleh 

antena penerima. Dalam hal ini, antena merupakan suatu sarana atau piranti 

pengubah sinyal elektromagnetik menjadi sinyal listrik (tegangan/arus) 

(sebagai penerima). Demodulator pada bagian penerima akan men-demodulasi 

(yaitu proses balik dari modulasi) sinyal listrik menjadi sinyal informasi 

seperti aslinya. Agar antena dapat bekerja dengan efektif, maka dimensi 

antena harus merupakan kelipatan (orde) tertentu dari panjang gelombang 

radio yang dipakai  (misalnya antena ¼ λ, antena½ λ dan lain-lain). 

 

  Alokasi Frekuensi 

 Rentang frekuensi yang ada harus diatur penggunaannya (disebut 

alokasi frekuensi) sedemikian rupa sehingga sistem-sistem radio yang ada 

tidak saling mengganggu. Bidang frekuensi yang dipakai  untuk 

telekomunikasi menempati rentang dari 3 kHz hingga 3 THz (Tera = 1012). 

Dengan pengaturan alokasi frekuensi, maka  setiap sistem yang memakai  

komunikasi radio akan memiliki rentang frekuensi kerja tersendiri yang 

berbeda dengan rentang frekuensi kerja sistem yang lain. Kenyataan ini juga 

akan meminimalkan resiko interferensi oleh karena penggunaan frekuensi 

yang sama oleh dua atau lebih sistem yang berlainan. Interferensi juga sering 

disebabkan oleh penggunaan filter yang kurang baik, sehingga terjadi 

kebocoran frekuensi. 

 Pada tabel 1 berikut ini, diperlihatkan salah satu contoh alokasi 

frekuensi untuk beberapa sistem radio. 

 


Tabel 1  Alokasi frekuensi 

 

Jangkauan Bidang Frekuensi Penggunaan 

3 – 30 KHz VLF (Very Low Frequency) Maritim dan militer 

 

30 – 300 KHz LF (Low Frequency) 

LW (Long Wave) 

Aeronotika, navigasi, 

radio transoseanik 

 

300 – 3000 KHz MF (Medium Frequency) 

MW (Medium Wave) 

 

Siaran AM 

3 – 30 MHz HF (High Frequency) 

SW (Short Wave) 

Radio CB, radio amatir 

 

 

30 – 300 MHz VHF (Very High Frequency) Radio bergerak, TV 

VHF, siaran FM, 

aeronotika 

 

300 – 3000 MHz  UHF (Ultra High Frequency) TV UHF, satelit, radio 

bergerak 

 

3 – 30 GHz SHF (Super High Frequency) Rele radio gel. mikro 

 

30 – 300 GHz EHF (Extremely High 

Frequency) 

Radio dengan 

pemandu gelombang 

 

 

 

  Ragam Perambatan Gelombang 

 Dalam perjalanannya dari antena pemancar ke antena penerima, 

gelombang radio melalui berbagai lintasan dengan beberapa mekanisme 

perambatan dasar yang mungkin. Mekanisme perambatan dasar yang 

dimaksud adalah LOS (Line of Sight), pantulan, difraksi, dan hamburan. Pada 

bagian selanjutnya, mekanisme-mekanisme perambatan dasar ini akan 

dipelajari lebih lanjut. 

 

  LOS (Line of Sight) 

Salah satu mekanisme perambatan gelombang radio adalah LOS, yang 

merupakan lintasan gelombang radio yang mengikuti garis pandang. 

Transmisi ini terjadi jika antena pemancar dan penerima dapat “saling 

melihat” yaitu jika di antara  keduanya dapat ditarik garis lurus tanpa 

hambatan apa pun. Perhatikan gambar 9.2. Lintasan LOS merupakan lintasan 

yang menghasilkan daya yang tertinggi di antara mekanisme-mekanisme yang 

lain. Dengan kata lain, lintasan LOS menawarkan rugi-rugi lintasan (pathloss) 

yang terendah. Di atas permukaan bumi, transmisi ini dibatasi jaraknya oleh 

lengkungan bumi. Perhatikan gambar 9.3. 

Rugi-rugi lintasan yang menyatakan penyusutan sinyal sebagai besaran 

positif dalam desibell (dB), didefinisikan sebagai perbedaan antara daya yang 

ditransmisikan (oleh pemancar) dengan daya yang diterima (oleh penerima). 

Dengan memperhitungkan perolehan antena pemancar dan penerima, maka 

rugi-rugi lintasan dapat ditentukan sebagai: 


dengan 

PL : rugi-rugi lintasan (dalam dB) 

Pt : daya yang ditransmisikan (dalam watt) 

Pr : daya yang diterima (dalam watt) 

Gt : perolehan antena pemancar 

Gr : perolehan antena penerima 

λ : panjang gelombang radio (dalam meter) 

d : jarak antara antena pemancar dan antena penerima 

 

 

 

 

Gambar 9.2 Lintasan LOS 

 

 

 

Gambar 9.3  Lintasan LOS dibatasi lengkungan bumi 

 

Lintasan LOS merupakan lintasan yang dapat diandalkan karena rugi-

rugi lintasan yang rendah. Jika antara pemancar dan penerima tersedia lintasan 

semacam ini, maka dapat diharapkan dengan pasti tentang kualitas penerimaan 

sinyal. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam komunikasi gelombang mikro, 

dimana masing-masing antena pemancar dan penerima memakai  antena 

parabola dengan perarahan yang tinggi. Yang perlu diperhatikan dalam 

pemanfatan lintasan LOS dalam hal ini adalah kenyataan bahwa kedua antena 

harus benar-benar dapat “saling pandang”. Jika kondisi ini tidak terpenuhi 

maka akan membuat kegagalan dalam komunikasi, terutama jika lebar-berkas 

(beamwidth) antena cukup kecil. Lintasan LOS juga sangat berperan dalam 

jenis komunikasi radio yang lain, misalnya komunikasi seluler. 

 

l  Lintasan Pantulan 

Lintasan LOS juga sering disebut dengan lintasan tak terhalang 

(unobstructed). Tiga mekanisme perambatan gelombang yang lain, yaitu 

pantulan, difraksi dan hamburan menghasilkan lintasan yang termasuk dalam 

kategori lintasan terhalang (obstructed). Hal ini membuat tiga lintasan yang 

terakhir ini memiliki  efektivitas yang lebih rendah daripada lintasan LOS, 

karena rugi-rugi lintasan yang lebih besar. 

Mekanisme pantulan pada atmosfer bumi menghasilkan lintasan 

terpantul lapisan ionosfer. Lapisan ionosfer merupakan lapisan atmosfer bumi 

yang memiliki sifat dapat memantulkan gelombang elektromagnetik. Dengan 

lintasan ini, jangkauan radio dapat mencapai jarak yang lebih jauh daripada 

memakai  lintasan hamburan tropo. Pada siang hari, lapisan ionosfer 

kurang stabil oleh karena proses ionisasi, sehingga memicu  

efektivitasnya sebagai pemantul menjadi kurang baik. Lapisan ionosfer 

menjadi lebih stabil pada waktu malam hari sehingga semakin efektif sebagai 

pemantul gelombang radio. 

Mekanisme pantulan juga terjadi di atas permukaan bumi, yaitu oleh 

permukaan bumi itu sendiri. Lintasan terpantul oleh permukaan bumi juga 

sangat berperan dalam komunikasi seluler. Bersama-sama dengan lintasan 

LOS, lintasan terpantul oleh permukaan bumi ini membentuk apa yang ground 

reflection (2 ray) model. Perhatikan gambar 9.4. 

 

 

 

Gambar 9.4 Ground reflection (2 ray) model 

 

Permukaan bumi dan lapisan ionosfer secara bersama-sama dapat 

membentuk pantulan gelombang yang berulang-ulang sehingga diperoleh 

jangkauan radio yang sangat jauh.  

 

 

Difraksi 

Difraksi terjadi jika gelombang radio membentur benda atau 

penghalang yang berupa ujung yang tajam, sudut-sudut atau suatu permukaan 

batas (gelombang menyusur permukaan). Gelombang radio yang demikian 

akan terurai dan dapat menjangkau daerah berbayang-bayang (shadowed 

region). Mekanisme ini menjadi penting terutama pada lingkungan 

komunikasi seluler, karena pada lingkungan ini  terdapat banyak wilayah 

yang berbayang-bayang. 

 

 Hamburan  

Hamburan gelombang radio terjadi jika medium tempat gelombang 

merambat terdiri atas benda-benda (partikel) yang berukuran kecil (jika 

dibandingkan dengan panjang gelombang) dan jumlah per satuan volumenya 

cukup besar. Mekanisme hamburan akan memicu  gelombang menuju ke 

segala arah sehingga transmisi gelombang radio dengan mekanisme hamburan 

memiliki  efisiensi yang kecil. Biasanya dipakai  antena dengan 

permukaan yang luas untuk meningkatkan efisiensi. Sebagai contoh adalah 

mata rantai gelombang mikro Surabaya-Banjarmasin (melalui Madura). 

Transmisi jenis ini memanfaatkan sifat lapisan troposfer yang 

menghamburkan gelombang elektromagnetik dan sering disebut dengan istilah 

hamburan tropo (troposcatter). 

Mekanisme hamburan juga terjadi pada lingkungan radio seluler. 

Dalam hal ini, benda-benda penghambur dapat berupa pepohonan, rambu-

rambu lalu lintas dan tiang-tiang lampu jalan. Efisiensi yang kecil 

memicu  mekanisme hamburan ini hanya berpengaruh pada penerima 

yang berada di sekitar benda penghambur saja. Daya gelombang terhambur 

akan meluruh dengan cepat sehingga pengaruhnya pada penerima yang berada 

jauh dari penghambur menjadi sangat kecil. Meskipun demikian, berbagai 

pengukuran menunjukkan bahwa daya yang diterima sering lebih daripada 

yang diperkirakan oleh sinyal terpantul dan terdifraksi. Hal ini menunjukkan 

kontribusi gelombang terhambur pada penerimaan sinyal. 

 


 Pemudaran (Fading) 

Pada dasarnya, gelombang radio yang datang pada penerima berasal dari 

berbagai arah dan berbagai lintasan (dengan berbagai mekanisme perambatan 

yang telah dilaluinya). Dengan demikian daya yang diterima oleh penerima 

merupakan jumlahan (vektor) dari seluruh gelombang radio yang datang 

ini . Perhatikan gambar 9.5.  

Jarak yang ditempuh gelombang dan mekanisme perambatan yang telah 

dialami gelombang memicu  gelombang yang datang memiliki amplitude 

dan fase yang berbeda satu sama lain. Kondisi lingkungan yang selalu berubah 

dari waktu ke waktu juga memicu  amplitude dan fase gelombang radio 

yang diterima berubah-ubah (bervariasi) dari waktu ke waktu. Keadaan ini 

dikenal dengan istilah pemudaran (fading). Oleh karena diakibatkan oleh 

lintasan-jamak (multipath), maka juga sering disebut pemudaran lintasan-

jamak (multipath fading). 

 

 

 

Gambar 9.5   Gelombang datang pada penerima dari berbagai lintasan  

(multipath) 

 

 

 Contoh akibat terjadinya pemudaran gelombang radio adalah 

bervariasinya volume pada penerimaan radio SW (Short Wave). Pada siang 

hari, pemudaran yang terjadi cukup mengganggu, sedangkan pada malam hari 

penerimaan radio SW menjadi lebih baik karena atmosfer bumi lebih stabil 

daripada pada siang hari. 

 

  Komunikasi Satelit 

 Pada dasarnya, satelit adalah peralatan komunikasi 

(pengulang/repeater RF) yang diletakkan pada suatu orbit di luar angkasa 

(mengitari bumi). Untuk dapat berkomunikasi dengan bumi, maka diperlukan 

stasiun bumi yang dilengkapi dengan antena pancarima. Stasiun bumi yang 

hanya berkomunikasi dengan sesama stasiun bumi (tanpa perantaraan satelit) 

sering disebut dengan stasiun terestrial. 

 Ada beberapa orbit satelit yang ada, yaitu: 

1. Orbit Equatorial 

Satelit pada orbit ini dapat melayani/mengkover daerah di sekitar garis 

equator. Orbit ini memuat orbit geostasioner; yaitu orbit yang 

memungkinkan satelit pada orbit ini  tampak diam.  

Misalnya:   

   TELESAT 

   INTELSAT 

2. Orbit Eliptis Miring 

Satelit pada orbit ini dapat melayani/mengkover daerah di sekitar 

lingkaran kutub. 

3. Orbit Lingkaran Kutub 

Satelit pada orbit ini biasanya dipakai  untuk kepentingan navigasi. 

 

Satelit komunikasi biasanya diletakkan pada orbit geostasioner (kira-

kira pada ketinggian ± 35.900 km di atas permukaan bumi) yaitu satelit yang 

jika dilihat dari arah bumi tampak diam tak bergerak (stasioner). Hal ini 

disebabkan karena satelit dibuat sedemikian rupa sehingga perioda satelit 

dalam mengelilingi bumi sama dengan 24 jam (sama dengan perioda bumi 

berotasi pada porosnya). 

 Untuk dapat mengkover seluruh permukaan bumi pada saat yang sama, 

setidaknya dibutuhkan tiga buah satelit yang diletakkan sedemikian rupa 

sehingga satu sama lain terpisah sejauh 120° (dengan demikian setiap satelit 

akan mengkover sepertiga luas permukaan bumi). Hal ini berarti satu stasiun 

bumi tertentu akan dapat berhubungan dengan stasiun manapun di permukaan 

bumi melalui ketiga satelit komunikasi ini . 

 Satelit memiliki  peralatan elektronika yang disebut transponder. 

Peralatan ini berfungsi menerima sinyal yang berasan dari stasiun bumi 

pemancar, memperkuat sinyal, menurunkan frekuensi, dan memancarkan 

kembali sinyal ini  menuju stasiun penerima. Lintasan dari stasiun bumi 

menuju satelit disebut dengan up-link; biasanya memakai  frekuensi 3,7 - 

4,2 Ghz. Lintasan dari satelit kembali ke stasiun bumi disebut dengan down-

link; biasanya memakai  frekuensi 5,925 - 6,425 Ghz. 

 Satelit biasanya menangani bidang frekuensi selebar 500 Mhz. Bidang 

frekuensi ini dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi (yaitu 

bidang kerja sebuah transpoder). Jika satelit memiliki  12 transponder, maka 

satu transponder kira-kira memiliki  lebar bidang 36 Mhz. Beberapa satelit 

yang mutakhir memiliki  transponder selebar 77 Mhz dan 241 Mhz 

(INTELSAT V). Untuk lebih mengefektifkan bidang frekuensi yang dipunyai, 

dapat dipakai  dua macam polarisasi yaitu polarisasi vertikal dan polarisasi 

horisontal. 

 

Metode Akses Satelit 

 Agar satelit dapat dipakai  oleh beberapa stasiun bumi, maka 

diperlukan metode akses tertentu. Metode akses ke satelit dapat dibedakan 

menjadi: 

1. berdasar  cara penjatahan (assignment) 

a) Penjatahan tetap 

Setiap stasiun bumi mendapat jatah frekuensi atau alur waktu yang 

telah ditentukan (tetap). 

b) Penjatahan sesuai permintaan (kebutuhan) 

Setiap stasiun bumi mendapat jatah frekuensi atau alur waktu yang 

sesuai dengan kebutuhannya; disebut DAMA (Demand Assignment 

Multiple Access). Jika suatu stasiun bumi membutuhkan kanal maka 

stasiun bumi ini  akan meminta kanal, dan jika telah selesai 

memakai nya maka kanal ini  akan dikembalikan untuk dapat 

dipakai  oleh yang lain. 

2. berdasar  domain penjatahan 

a) FDMA (Frequency Division Multiple Access) 

Setiap stasiun bumi mendapat jatah frekuensi yang telah ditentukan 

(tetap). Hal ini berarti setiap stasiun bumi diberi jatah sebagian, satu, 

atau lebih transponder untuk dipakai . Metode akses ini paling 

banyak dipakai . Setiap stasiun bumi dapat memancarkan setiap saat 

namun dengan lebar bidang yang terbatas. 

Misalnya: 

   Stasiun bumi A selebar 36 Mhz 

   Stasiun bumi B selebar 54 Mhz 

   Stasiun bumi C selebar 72 Mhz 

   Stasiun bumi D selebar 18 Mhz 

 

b)  TDMA (Time Division Multiple Access) 

Setiap stasiun bumi mendapat jatah waktu yang telah ditentukan 

(tetap). Hal ini berarti setiap stasiun bumi dapat memakai  

transponder satelit berdasar  pembagian waktu (bergantian, secara 

berurutan).  Metode akses ini dipakai  pada jaringan digital. Setiap 

stasiun bumi dapat memancarkan informasi dengan memakai  

seluruh lebar bidang yang dipunyai, namun dalam waktu yang terbatas 

(sesuai dengan jatah masing-masing). Informasi dikirim dalam format 

digital (memakai  bingkai/frame). 

Misalnya: 

  INTELSAT ( perioda 1 bingkai 750 mikrosekon) 

  TELESAT   ( perioda 1 bingkai 250 mikrosekon) 

 

 

SB 1 SB 2 SB 3 SB 4  SB 5 SB 6 ….. SB n 

 

     1 perioda bingkai