pns 4
dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang
Berwenang untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi
pratama.
Bagian Ketiga
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Daerah
Pasal 114
(1) Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih
dahulu membentuk panitia seleksi.
(2) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilih 3
(tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya untuk setiap
1 (satu) lowongan jabatan.
(3) Tiga calon nama pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian.
(4) Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon
pejabat pimpinan tinggi madya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada Presiden melalui menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
(5) Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang
disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi
madya.
Pasal 115
(1) Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi.
(2) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilih 3
(tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap
1 (satu) lowongan jabatan.
(3) Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama yang terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang.
(4) Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari 3 (tiga)
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pimpinan tinggi
pratama.
(5) Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin
sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh
bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur.
Bagian Keempat
Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi
Pasal 116
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat
Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan
Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi
tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
(2) Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum
2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
Presiden.
Pasal 117
(1) Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5
(lima) tahun.
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian
kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah
162 163
mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan
berkoordinasi dengan KASN.
Pasal 118
(1) Pejabat Pimpinan Tinggi harus memenuhi target kinerja tertentu
sesuai perjanjian kinerja yang sudah disepakati dengan pejabat
atasannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pejabat Pimpinan Tinggi yang tidak memenuhi kinerja yang
diperjanjikan dalam waktu 1 (satu) tahun pada suatu jabatan,
diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk
memperbaiki kinerjanya.
(3) Dalam hal Pejabat Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak menunjukan perbaikan kinerja maka pejabat
yang bersangkutan harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi
kembali.
(4) Berdasarkan hasil uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) Pejabat Pimpinan Tinggi dimaksud dapat dipindahkan
pada jabatan lain sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau
ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, dan Wakil Bupati/
Wakil Walikota
Pasal 119
Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama
yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur,
bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib
menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak
mendaftar sebagai calon.
Bagian Keenam
Pengawasan dalam Proses Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Pasal 120
(1) Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina
Kepegawaian memberikan laporan proses pelaksanaannya
kepada KASN.
(2) KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik berdasarkan
laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
maupun atas inisiatif sendiri.
(3) Dalam melakukan pengawasan proses pengisian jabatan
pimpinan tinggi utama dan jabatan pimpinan tinggi madya di
Instansi Pusat dan jabatan pimpinan tinggi madya di Instansi
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan Pasal 114,
KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dalam hal:
a. pembentukan panitia seleksi;
b. pengumuman jabatan yang lowong;
c. pelaksanaan seleksi; dan
d. pengusulan nama calon.
(4) Dalam melakukan pengawasan pengisian jabatan pimpinan
tinggi pratama di Instansi Pusat dan Instansi Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dan Pasal 115, KASN
berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian dalam hal:
a. pembentukan panitia seleksi;
b. pengumuman jabatan yang lowong;
c. pelaksanaan seleksi;
d. pengusulan nama calon;
e. penetapan calon; dan
f. pelantikan.
(5) Rekomendasi KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) bersifat mengikat.
(6) KASN menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Presiden.
BAB X
PEGAWAI ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Pasal 121
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara
Pasal 122
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada
Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada
semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. Menteri dan jabatan setingkat menteri;
k. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh;
l. Gubernur dan wakil gubernur;
m. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Pasal 123
(1) Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi ketua, wakil
ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi; ketua, wakil ketua,
dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; ketua, wakil ketua,
dan anggota Komisi Yudisial; ketua dan wakil ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi; Menteri dan jabatan setingkat menteri;
Kepala perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak
kehilangan status sebagai PNS.
(2) Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali
sebagai PNS.
(3) Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan
menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil
gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota
wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS
sejak mendaftar sebagai calon.
Pasal 124
(1) PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) dapat
menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi,
atau Jabatan Fungsional, sepanjang tersedia lowongan jabatan.
(2) Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun
PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.
Pasal 125
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan, pemberhentian,
pengaktifan kembali, dan hak kepegawaian PNS yang diangkat
menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga
nonstruktural diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
ORGANISASI
Pasal 126
(1) Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai
ASN Republik Indonesia.
166 167
(2) Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan:
a. menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi
ASN; dan
b. mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
(3) Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
korps profesi ASN Republik Indonesia memiliki fungsi:
a. pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
b. memberikan perlindungan hukum dan advokasi kepada
anggota korps profesi ASN Republik Indonesia terhadap
dugaan pelanggaran Sistem Merit dan mengalami masalah
hukum dalam melaksanakan tugas;
c. memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik Instansi
Pemerintah terhadap pelanggaran kode etik profesi dan
kode perilaku profesi; dan
d. menyelenggarakan usaha untuk peningkatan kesejahteraan
anggota korps profesi ASN Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai korps profesi Pegawai ASN
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
SISTEM INFORMASI ASN
Pasal 127
(1) Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan
keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi
ASN.
(2) Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi
Pemerintah.
(3) Untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam Sistem
Informasi ASN, setiap Instansi Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib memutakhirkan data secara
berkala dan menyampaikannya kepada BKN.
(4) Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) berbasiskan teknologi informasi yang mudah
diaplikasikan, mudah diakses, dan memiliki sistem keamanan
yang dipercaya.
Pasal 128
(1) Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127
ayat (1) memuat seluruh informasi dan data Pegawai ASN.
(2) Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
kurang memuat:
a. data riwayat hidup;
b. riwayat pendidikan formal dan non formal;
c. riwayat jabatan dan kepangkatan;
d. riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;
e. riwayat pengalaman berorganisasi;
f. riwayat gaji;
g. riwayat pendidikan dan latihan;
h. daftar penilaian prestasi kerja;
i. surat keputusan; dan
j. kompetensi.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 129
(1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari keberatan dan banding administratif.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara
tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya
disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum.
(4) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diajukan kepada badan pertimbangan ASN.
168 169
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan
pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/
Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1969
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
2906) dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sampai
ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini yang
mengatur mengenai program pensiun PNS.
Pasal 131
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap jabatan
PNS dilakukan penyetaraan:
a. jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah nonkementerian
setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan
tinggi madya;
c. jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi
pratama;
d. jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
e. jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
f. jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan
pelaksana, sampai dengan berlakunya peraturan pelaksanaan
mengenai Jabatan ASN dalam Undang Undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 132
Kebijakan dan Manajemen ASN yang diatur dalam Undang-Undang
ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan daerah tertentu
dan warga negara dengan kebutuhan khusus.
Pasal 133
Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dan
Pasal 128 paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional.
Pasal 134
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 135
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, PNS Pusat dan PNS
Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.
Pasal 136
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3041) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 3890), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 137
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai
Kepegawaian Daerah yang diatur dalam Bab V Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844) dan peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 138
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian
pelanggaran terhadap kode etik bagi jabatan fungsional tertentu
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.
Pasal 139
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Undang Undang ini.
Pasal 140
KASN dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 141
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014
NOMOR 6
Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur oleh Peraturan Pemerintah
RI Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan tersebut ditetapkan dengan mem–pertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30
Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, perlu mengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
B. Disiplin Pegawai Negeri Sipil
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DISIPLIN
PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai
Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari
larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah
PNS Pusat dan PNS Daerah.
3. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau
perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau
melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
4. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada
PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Provinsi, dan Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur wewenang pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian PNS.
6. Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh
PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang
dijatuhkan kepadanya berupa keberatan atau banding
administratif.
7. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada
atasan pejabat yang berwenang menghukum.
8. Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat
ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin
berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum,
kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
Pasal 2
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi calon PNS.
BAB II KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu Kewajiban
Pasal 3
Setiap PNS wajib:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan
martabat PNS;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.
Bagian Kedua
Larangan
Pasal 4
Setiap PNS dilarang:
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain\ dengan menggunakan kewenangan orang
lain;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan
dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun
juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau
pekerjaannya;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani;
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut
partai atau atribut PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas
negara;
13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara:
a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang meng–
untungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan/atau
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian
barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat;
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto
kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda
Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian
barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.
Sanksi hukum bagi pelanggar disiplin PNS terdapat dalam BAB
III HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 yang
menyatakan bahwa PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Pasal 6
Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran
disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 7
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
C. Sanksi Hukum Pelanggar Disiplin PNS
Bagian Ketiga
Pelanggaran dan Jenis Hukuman
Paragraf 1 Pelanggaran Terhadap Kewajiban
Pasal 8
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
2. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan
martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada unit kerja;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 5 (lima) hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10
(sepuluh) hari kerja; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas)
sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;
10. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
11. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran
dilakukan dengan tidak sengaja;
13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
dan
14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
Pasal 9
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 1, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan
yang sah;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 2, apabila pelanggaran dilakukan tanpa
alasan yang sah;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
4. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada instansi yang bersangkutan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi
yang bersangkutan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi
yang bersangkutan;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi
yang bersangkutan;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama
16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi
PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama
21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima)
hari kerja; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga
puluh) hari kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran
kerja pada akhir tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima
persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen);
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi
yang bersangkutan;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran
dilakukan dengan sengaja;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan.
Pasal 10
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/
atau negara;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada pemerintah dan/atau negara;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga
puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural
atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai
dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki
jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu)
sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran
kerja pegawai pada akhir tahun kurang dari 25% (dua puluh
lima persen);
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/
atau negara.
Paragraf 2
Pelanggaran Terhadap Larangan
Pasal 11
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara, secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila
pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja.
Pasal 12
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila
pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi;
6. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta
sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye
dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai
peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf b, dan huruf c;
7. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta
pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga,
dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
13 huruf b;
8. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto
kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda
Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan 9. memberikan
dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15
huruf a dan huruf d.
Pasal 13
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 1;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 2;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 3;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 angka 4;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan
dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 7;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun
juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak
yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang
dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta
kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 13 huruf a; dan
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait
dengan jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan
huruf c.
Pasal 14
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati
ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 9,
Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 angka 9 dihitung secara kumulatif
sampai dengan akhir tahun berjalan.
Bagian Keempat
Pejabat yang Berwenang Menghukum
Pasal 15
(1) Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS
yang menduduki jabatan struktural eselon I dan jabatan lain
yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang
Presiden untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(2) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan usul dari Pejabat Pembina
Kepegawaian.
Pasal 16
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4);
5. struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan
pejabat yang setara yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4);
6. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
7. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di
lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan 8. fungsional umum golongan ruang
III/d ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman
190 191
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf b, dan huruf c;
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara
lain atau badan internasional, atau tugas di luar negeri,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e.
(2) Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya,
dan fungsional umum golongan ruang IV/a sampai
dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/b sampai dengan III/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
II, jabatan fungsional tertentu jenjang Madya, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang III/b sampai dengan golongan
ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya:
a. Pejabat Pembina Kepegawaian; dan
b. Pejabat struktural eselon I yang bukan Pejabat Pembina
Kepegawaian, selain menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga
berwenang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi
PNS yang menduduki jabatan struktural eselon IV ke
bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang III/d ke bawah di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c.
(5) Pejabat struktural eselon III dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/a dan golongan ruang II/b untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(7) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2).
Pasal 17
Kepala Perwakilan Republik Indonesia menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan
ayat (4) huruf b dan huruf c.
Pasal 18
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4);
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di
lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf b, dan huruf c;
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a;
2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara
lain atau badan internasional, atau tugas di luar negeri,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e.
(2) Pejabat struktural eselon I menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya,
dan fungsional umum golongan ruang IV/a sampai
dengan golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/b sampai dengan III/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
II, jabatan fungsional tertentu jenjang Madya, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang III/b sampai dengan golongan
ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 2. struktural eselon IV,
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan structural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya, yang menduduki jabatan struktural eselon
V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2).
Pasal 19
Gubernur selaku wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/
Kota yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/
Kota lain dalam satu provinsi yang menduduki jabatan
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf e; dan
b. PNS Daerah Kabupaten/Kota dari provinsi lain yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota di
provinsinya yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c.
Pasal 20
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4); dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan
ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Madya dan Penyelia ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c;
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan
huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat(3),
dan ayat (4) huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang
Madya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a, huruf b, dan huruf c;
5. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
dan
6. fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan
ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan:
1. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
2. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan
fungsional umum golongan IV/e ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain
atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2);
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 3. struktural eselon IV,
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang
III/c dan golongan ruang III/d di lingkungannya,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/c sampai
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf
a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana
Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan ruang II/
a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan c. PNS
yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan
ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan fungsional umum
golongan ruang I/a sampai dengan golongan ruang I/d,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2).
Pasal 21
(1) Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan
hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin.
(2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukuman disiplin
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat
tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.
(3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama
dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
(4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga
menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan
pelanggaran disiplin.
Pasal 22
Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan
pejabat yang lebih tinggi.
Mengenai tata cara pemanggilan, pemeriksaan, penjatuhan, dan
penyampaian keputusan hukuman disiplin terdapat dalam Bagian
Kelima Pasal 23 yang menegaskan bahwa:
(1) PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil
secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan
pemeriksaan.
(2) Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal pemeriksaan.
(3) Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan
diperiksa tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua
D. Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan,
dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal seharusnya yang
bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.
(4) Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat
yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa
dilakukan pemeriksaan.
Pasal 24
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung
wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita
acara pemeriksaan.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kewenangan untuk menjatuhkan hukuman
disiplin kepada PNS tersebut merupakan kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung
tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut
wajib melaporkan secara hierarki disertai berita acara
pemeriksaan.
Pasal 25
(1) Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
dapat dibentuk Tim Pemeriksa.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian
atau pejabat lain yang ditunjuk.
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang
ditunjuk.
Pasal 26
Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa atau pejabat
yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang
lain.
Pasal 27
(1) Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi
hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara
dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang
bersangkutan diperiksa.
(2) Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan ditetapkannya
keputusan hukuman disiplin.
(3) PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan hak-hak
kepegawaiannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak ada, maka pembebasan sementara dari jabatannya
dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi.
Pasal 28
(1) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa
dan PNS yang diperiksa.
(2) Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani
berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berita acara pemeriksaan tersebut tetap dijadikan sebagai dasar
untuk menjatuhkan hukuman disiplin.
(3) PNS yang diperiksa berhak mendapat foto kopi berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dan Pasal 25 pejabat yang berwenang menghukum
men