jaksaan Negeri setempat (Pasal 91 ayat 2).
8. Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan,
tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta bendanya dan harta benda istri atau suami anak dan setiap orang
atau badan yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan
dengan tindak pidana narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa
(Pasal 74). Dalam hal tertentu hakim berwenang meminta terdakwa
membuktikan bahwa seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau
suami, anak. dan setiap orang atau badan bukan berasal dan hasil tindak
pidana narkotika yangdilakukan terdakwa (Pasal 98).
9. Di sidang pengadilan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan
perkara tindak pidana narkotika yang sedang dalam pemeriksaan.
Dilarang menyebut nama dan alamat pelapor atauhal-hal yang
memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor
(Pasal 99 ayat (1)). Sebelum sidang dibuka. hakim mengingatkan saksi
dan orang lain mengenai ketentuan sebagainana dimaksud dalam ayat
(1) (Pasal 99 ayat 2).
TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
A. Pengertian Psikotropika
Psikotropika yaitu zat atau obal. baik alamiah maupun sirrtetis bukan
narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaaih selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku (Pasal 1 butir 1).
Dalam Pasal 2 ayat (1) dikemukakan bahwa Ruang lingkup
pengaturan di bidang psikotropika dalam Undang-Undang ini yaitu segala
kegiatan yang berubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
memicu sindroma ketergantungan.
Psikotropika dibagi atas beberapa golongan yang pertama kali
drtelapkan dalam lampiran undang-undang ini. sedangkan kelentuan lebih
Lanjut dan peaibahannya diatur oleh Menteri Kesehatan.
B. Tindak Pldana Psikotropika
1. Pasal 59 ayat (1)
Barangsiapa:
a. memakai psikotropika golongan 1 selain dimaksud dalam Pasal
4ayat (2) atau
b. memproduksi dan/atau memakai dalam proses produksi
psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6: atau
c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3): atau
d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan Imu
Pengetahuan; atau secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau
membawa psikotropika golongan I dipidana dengan pklana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun paling lama 15 (lima betas) tahun dan
ptdana denda paling sedikit Rp. 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta
rupiah). dan paling banyak Rp.750.000 000.00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah).
Menurut Pasal 59 ayat (2), Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara terorganisa.?! dipidana dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah). Selanjutnya menurut (3), Jika tindak pidana dalam pasal
ini dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak
pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Pasal 60
(1) Barang siapa:
a. memproduksi psikotropika sdain yang ditetapkan dalam ketentuan
Pasal 5; atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat
yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7; atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupaobat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima betas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 12 ayat( 2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
107
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
(3) Barang siapa menenma penyaluran psikotropika selain yang
ditetapkan Pasal 12 ayat (2) dipidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam
puluh juta rupiah).
(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3). dan Pasal 14
ayat
(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah).
(5) Barang siapa menenma penyerahan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3). Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabia yang
menerima penyerahan rtu pengguna. maka dipidana dengan pidana
penjara paling
lama 3 (tiga) bulan.
3. Pasal 51
(1) Barang siapa:
a. mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan
dalam Pasal 16 atau
b. mengekspor atau mengimpor psikotropika tanpa surat persetujuan
ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17; atau
c. melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa
dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan
impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau Pasal
22ayat (4);
108
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahir pidana
denda paling banyak Rp. 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah)
(2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada
orangyang bertanggung jawab atas pengangKutan ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) alau Pasal 22 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
4. Pasal 62
Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa
psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5. Pasal 63
(1) Sarang siapa:
a. melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen
pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasai 10; atau
b. melakukan perubahan negara tujuan ekspor yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
c. melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta aipiah).
(2) Barangsiapa:
a. tidak mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29;atau
b. mencantumkan tulisan berupa keterangan dalam label yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat(1); atau
c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1): atau
109
d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) atau Pasal 53
ayat(3):
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6. Pasal 64
Barang siapa;
a. menghalang-halangi pendents sindroma ketergantungan untuk
menjalani pengobatan dan/atau perawalan pada fasilitas rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37;atau
b. menyelenggarakkan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3); dipidana penjara paling
lama 1 (satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
20.000.000.00 (dua putuh juta rupiah)
7. Pasal 65
Barang siapa tidak melaporkan penyaiahgunaan dan/atau pemilikan
psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah).
8. Pasal 66
Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara psikotropika yang
sedang dalam pemeriksaan di sidang pengadilan yang menyebut nama,
alamat atau hal-hal yang dapat terungkapnya identitas pelapor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun
9. Pasal 67
(1) Kepada warga asing yang melakukan tindak pidana psikotropika dan
telah selesai menjalani hukuman pidana dengan putusan pengadilan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini dilakukan pengusiran keluar wilayah negara
Republiknegara kita .
(2) Warga negaia asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
kembali ke negara kita sesudah jangka waktu tertentu sesuai dengan
putusan pengadilan
10. Pasal 69
Percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana sama dengan jika
tindak pidana ini dilakukan.
11. Pasal 70
(1) Barang siapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan
melaksanakan, membantu. menyumh turut melakukan menganjurkan
atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, atau Pasal 63 dipidana sebagai
permufakatan jahat.
(2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan ditambah sepertiga pidana yang beriaku untuk tindak
pidanaini .
Beberapa ketentuan lainnya berkenaan dengan ketentuan pidana.
yaitu menurut Pasal 68 tindak pidana di bidang psikotropika sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini yaitu kejahatan.
Selanjutnya menurut Pasal 70. jika tindak pidana psikotropika
sebagaimana dimaksud daiam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, dan
Pasai 64 dilakukan oteh korporasi. maka di samping dipidananya petaku
tindak pidana kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar 2 (dua)
kali pidana denda yang bertaku untuk tindak pidana ini dan dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabotan izin usana.
Kemudian meneurut Pasal 72, jika tindak pidana psikotropika
dilakukan dengan memakai anak yang belum berumur 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah atau orang yang di bawah pengampunan
atau ketika melakukan tindak pidana belum tewat dua tahun sejak selesai
menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan
kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang bertaku
untuk tindak pidana ini .
C. Ketentuan Khusus
Beberapa ketentuan khusus:
1. Teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian
terselubung (Pasal 55 huruf a). Teknik penyidikan ini sama dengan
ketentuan dalam UU Narkotika.
2. Membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat
perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan
perkara
yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam penyidikan (Pasal
55 huruf b).
3. menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat telekomunikasi
elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai atau
diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan
tindak pidana psikotropika. Jangka waktu penyadapan bertangsung
paling lama 30 (tiga
puluh) hari (Pasal 55 huruf c).
4. Di depan pengadilan. saksi dan/atau orang lain dalam perkara
psikotropika
yang sedang dalam pemeriksaan. dilarang menyebut nama, alamat,
atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat terungkapnya
identitasi pelapor(Pasal 56 ayat 1). Pada saat pemeriksaan di sidang
Pengadilan akan dimulai,hakim memberi peringatan tertebih dahulu
kepada saksi dan/atau orang lainyang bersangkutan dengan perkara
tindak pidana psikotropika, untuk tidakmenyebut identitas pelapor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (Pasal 56 ayat 2).
5. Perkara psikotropika, termasuk perkareyang lebih didahulukan daripada
perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna pemeriksaan dan
penyelesaian secepatnya (Pasal 58).
TINDAK PIDANA TERORISME
Terorisme selama beberapa tahun terakhir ini terus menerus menjadi
pokok pematian karena terjadinya sejumlah serangan terhadap warga
sipil." Tetapi makalah ini tidak dimaksudkan untuk membahas mengenai
terorisme itu sendiri melainkan ditujukan untuk membahas Perpu No.1 dan
No.2 Tahun 2002 dan aspek hukum pidana," yang mencakup:
(1)sifat retroactive dari Perpu No.2/2002;
(2)materi tindak pidana anliterorisme;
(3)ketentuan khusus berkenaan dengan acara pidana;
(4)Kerjasama intemasional;
(5)Beberapa hal lain.
B. Kedudukan Hukum Pidana
Kedudukan hukum pidana dari aspek hubungan antara hukum (law.
recht) dengan kekuasaan (power, macht) yaitu bahwa hukum pidana
diadakan untuk membatasi kekuasaan negara. Tanpa hukum pidana.
alat-alat kekuasaan negara bebas berbuat apa saja asalkan dengan alasan
melindungi kepentingan masyarakat melawan kejahatan.
Dalam sebuah buku dikemukakan bahwa. "hukum pidana bukan
merupakan suatu susunan dari kaidah-kadaih material, yang tertuju pada
para warga - walaupun para warga menginsafi adanya kaidah hukum
tertentu, lebih-lebih karena publikasi di sekrtar tuang pengadilan - akan
tetapi lebih banyak suatu susunan sanksi yang menentukan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dari polisi dan kehakiman untuk mempertahankan
kaidah-kaidah material". " Jadi. melalui hukum pidana (material) ditentukan
temadap perbuatan-perbuatan apa alat-alat negara boleh bertindak
(menyidik. menuntut, mengadili) dan melalui hukum acara pidana
ditentukan batas wewenang dan kewajiban alat-alat negara tersebuL
Tanpa adanya aturan-aturan ini tidak ada kendali terhadap
pemakaian kekuasaan oleh alat-alat negara.
Dengan demikian melalui hukum pidana diberikan keseimbangan
antara keinginan untuk menanggulangi kejahatan dengan pemakaian
kekuasaan negara untuk penanggulangan yang dapat menjadi terlalu
berlebihan.
Mengenai kedudukan hukum pidana dalam kaitannya dengan
masyarakat intemasional, di abad ke-21 sekarang ini, semua negara
nierupakan bagian dari masyarakat intemasional sehingga setiap negara
periu menghormali kesepakatan-kesepakatan intemasional dan menjalin
kerjasama intemasional ataupun regional. Ini dengan catatan bahwa
nasionalisme yang positif tetap ditegakkan dan hams dihormati oleh negara
lain. Perkembangan ini mempengaruhi pembangunan hukum pidana di
suatu negara.
C. Retroactive
Perpu No.1/2002 ditetapkan dan diundangkan tanggal 18 Oktober 2002
sedangkan Perpu No.2/2002 yang juga ditetapkan dan diundangkan
tanggal 18 Oktober 2002 menyatakan bertakunya Perpu No.1/2002
terhadap peristiwa yang terjadi tanggal 12 Oktober 2002. Perpu No.2/2002
ini merupakan pemyataan berlaku surut (retroactive) dari suatu peraturan.
Dua hal yang periu mendapatkan perhatian berkenaan dengan
pembertakuan surut. yaitu:
1. Pada dasamya suatu peraturan tidak boleh diberlakukan surut
a. Pasal 28 ayat (1) UUD 1945: ... hak untuk tidak dituntut atas
dasardasar hukum yang berlaku surut adatah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
b. Pasal 2 AB: 'Undang-undang hanya berlaku untuk waktu
kemudiandan tidak berlaku surut"."
c. Pasal 1 ayat (1) KUHPidana. 'Suatu perbuatan tidak dapat
dipidanakecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana
yang telah ada".
2. Peraturan yang lebih tinggi menyampingkan peraturan yang lebih
rendahc (lex superior derogat legi inferior). Suatu peraturan lebih
rendah tidak dapat menyampingkan peraturan lebih tinggi.
Dari sudut TAP MPR No.lll/MPR/2002. suatu Perpu berada di bawah
Undang-undang. sehingga Perpu No.2/2002 tidak dapat menyampingkan
AB dan KUHPidana. apalagi UUD 1945
Tetapi perlu mendapat perhatian lebih lanjut, bagaimana jika diajukan
RUU tentang terorisme yang memberlakukan retroactive? Pihak yang pro
retroactive dapat mengajukan argumentasi:
1. Ada contoh dalam hukum intemasional. yaitu Mahkamah Numberg
yangmengadili bekas pemimpin perang Jerman dan Mahkamah Tokyo
yangmengadili bekas pemimpin perang Jepang berdasarkan aturan
yang dibuat kemudian sesudah perang selesai.
2. Larangan bertaku surut dalam Pasal 28i ayat (1) UUD 1945 tidak
berlaku mutlak. Perhatikan keseluruhan bunyi pasal itu: "Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut yaitu hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun." Jika hak untuk hidup juga bertaku
mutlak berarti otomatis seluruh ancaman pidana mati dalam hukum
negara kita hapus. serta polisi dan tentara segera dilucuti senjatanya
sebab tidak ada lagi orang yang boleh ditembak mati.
Pihak yang kontra retroactive dapat mengajukan argumentasi:
1. Asas legalitas yang terkandung dalam Pasal 28i ayat (1) UUD 1945,
Pasal 1 ayat (1) KUHPidana dan Pasal 2 AB pertu dihormati sebab asas
itu memberikan keseimbangan antara keinginan untuk memberantas
kejahatan dengan pemakaian kekuasaan negara untuk
penanggulangan yang dapat menjadi terialu berlebihan.
2. Kejadian dalam Pengadilan Numberg dan Pengadilan Tokyo yaitu
karena kesulitan mencari aturan intemasional yang telah ada untuk
dijadikan dasar penuntutan dan peradilan. Sekarang ini,
perbuatan-perbuatan terorisme pada umumnya sudah ada ancaman
pidananya dalam KUHPidana dan KUHAP juga sudah memadai untuk
menangani perkara pidana apapun juga. Perbedaan beratnya ancaman
pidana dan kemudahan dari sudut acara pidana. tidak perlu
mengorbankan asas legalitas yang melarang berlaku surut
D. Materi Tindak Pidana Anti-Terorisme
Pengertian br.dak pidana terorisme yaitu segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
Perpu ini (Pasa: 1 butr 1). Tindak pidana terorisme dikecualikan Can tindak
pidana politik (bukan tindak pidana politik) (Pasal 5)
Inti keseluruhan tindak pidana dalam Perpu No. 1/2002:
1. Bab III: Tindak pidana terorisme:
a. Tindak pidana terorisme karena tujuannya menimbulkan
suasanateror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat massal (Pasal 6-7).
Tabel Perbandingan unsur Pasal 6 dan 7
Pasal 6 Pasal 7
Dengan sengaja Dengan sengaja
memakai kekerasan 1) atau
ancaman kekerasan 2)
memakai kekerasan
atauancaman kekerasan
- Menimbulkan suasana teroratau
rasa takut terhadap orangsecara
meluas, atau,
- Menimbulkan korban yangbersifat
massal
- menimbulkan suasana teroratau
rasa takut terhadaporang secara
meluas atau
- menimbulkan korban yangbersifat
massal
Dengan cara: 3)
- merampas kemerdekaan atau
hilangnya nyawa dan hartabenda
orang lain, atau
- memicu kerusakan atau
kehancuran terhadap:
- obyek-obyek vital yangstrategis
atau
- lingkungan hidup atau
- fasilitas publik atau
- fasilitas intemasional
dengan cara:
- merampas kemerdekaan atau
- hilangnya nyawa atau hartabenda
orang lain, atau
- untuk menimbulkankerusakan
atau kehancuranterhadap:
- obyek-obyek vital yangstrategis,
atau
- lingkungan hidup, atau
- fasilitas publik, atau
- fasilitas intemasional
Catatan:
1) setiap perbuatan
Penyalahgunaan kekualan fisik
dengan atau tanpa memakai
sarana secara metawan hukum dan
menimbulkan bahaya bagi badan.
nyawa, dan kemerdekaan orang,
termasuk menjadikan orang pingsan
atau tkjak berdaya (ps.1 btr4)
2)setiap perbuatan yang dengan
sengaja dilakukan untuk
memberikan pertanda atau
peringatan mengenai suatu
keadaan yang cenderung dapat
menimbulkan rasa takut terhadap
orang atau masyarakat secara i luas
(ps. 1 btr 5)
3) ditentukannya "cara'' menipakan
limrtasi tertiadap ; luasnya unsur
'memakai kekerasan atau
ancaman ; kekerasan'.
Catatan:
1) Jadi pemakaian kekerasan atau
ancaman kekerasan di sini tidak
periu harus benar-benar telah
menimbulkan rasa takut yang luas
atau korban massal.
Perbandingari dengan beberapa negara lain:
a. Di USA, dalam United States Code, Title 18, Section 2331 (18 USC
2331)) terrorism didefinisikan sebagai "violent acts or actsdangerous to
human life that. . . appear to be intended (i) tointimidate or coerce a
civilian population; (ii) to influence the policyof a government by
intimidation or coercion; or (Hi) to affect theconduct of a government by
assassination or kidnapping.'
b. Terrorist Act 2000 di Inggris (United Kingdom) mendefinisikanterrorism
sebagai "the use or threat of action . . . designed toinfluence the
government or to intimidate the public or a section ofthe public... for the
purpose of advancing a political, religious orideological cause.'
c. Canada's Anti-terrorism Act (Bill C-36) mendefinisikan aktivitas teroris
(terrorist activity) sebagai "an act or omission . . . that is committed in
whole or in part for a political, religious or ideological purpose, objective
or cause and in whole or in part with the intention of intimidating the
public, or a segment of the public, with regard to its security, including its
economic security, or compelling a person, a government or a domestic
or an international organization to do or to refrain from doing any act,
whether the person, government or organization is inside or outside
Canada...
Definisi dalam Pasal 6 dan 7 Perpu No.1/2002. Sebagaimanahalnya
18 USC 2331, Udak menyebut mengenai motif politik. Agama atau ideologi
seperti yang dilakukan oleh Inggris dan Kanada.
a. Tindak pidana terorisme karena membahayakan/ merusak
/menghancurkan pesawat udara (Pasal 8 huruf a-r)
b. Tindak pidana terorisme karena keterkaitan dengan lalu lintas senjata
api amunisi atau sesuatu bahan peledak dan bahan Lainnya yang
berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme
(Pasal 9).
c. Tindak pidana terorisme karena pemakaian senjata kimia, senjata
biotogts, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya (Pasal
10).
d. Tindak pidana terorisme karena menyediakan atau mengumpulkan dana
dengan tujuan tertentu, yaitu:
a) akan dipakai atau patut diketahuinya akan dipakai untuk
melakukan tindak pidana terorisme (Pasal 11); atau.
b) akan dipakai untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang
dirumuskan dalam Pasal 12 huruf a sampai dengan g
e. Tindak pidana terorisme karena memberi bantuan atau kemudahan
terhadap pelaku tindak pidana terorisme (Pasal 13).
f. Tindak pidana terorisme karena merencanakan dan/atau menggerakkan
orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme dalam Pasal 6-12
(Pasal 14).
g. Tindak pidana terorisme karena melakukan permufakatan jahat,
percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme
dalam Pasal 6-12 (Pasal 15).
i. Tindak pidana terorisme karena saat berada di luar wilayah negara kita
memberikan bantuan, kemudahan. sarana, atau keterangan untuk
terjadinya tindak pidana terorisme (Pasal 16).
2. Bab IV: Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan dengan Tindak Pidana
Terorisme.
a. Mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat
hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidana terorisme
(Pasal 20).
b. Memberi kesaksian palsu, alat bukti palsu atau barang bukti palsu,
mempengaruhi atau menyerang saksi atau petugas pengadilan
dalam perkara tindak pidana terorisma (Pasal 21);
c. Merintangi secara langsung atau tidak langsung terhadap
penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dalam
perkara tindak pidana terorisme (Pasal 22).
d. Saksi yang membuka indentitas pelapor (Pasal 23).
Substansi tindak pidana terorisme (Pasal 6-15) mengacu pada
konvensi-konvensi intemasional tentang terorisme. Ini karena sejak
beberapa tahun lalu, masyarakat intemasional melalui PBB telah
memberikan perhatian khusus terhadap langkah-langkah melawan
terosrisme, antara lain melalui sejumlah konvensi" dan deklarasi.
Beberapa di antaranya seoelumnya sudah ada dalam
undang-undang negara kita , seperti Pasal 8 huruf a sampai huruf telah ada
dalam Buku II Bab XXIX A KUHPkJana tentang "Kejahatan Penerbangan
dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan". Perhatian baru
yaitu tindak pidana terorisme karena menyediakan atau mengumpulkan
dana dengan tujuan seperti yang dirumuskan dalam Pasal 11 dan 12.
Pokok ini berkaitan dengan International Convention for the Suppression of
the Financing of Terrorism, yang diterima oleh Majelis Umum PBB tanggal 9
Desember 1999.
Bagaimanapun juga rumusan-rumusan tindak pidana yang diklasifikasi
sebagai tindak pidana terorisme itu masih pertu dikaji lebih jauh agar
memenuhi syarat lex certa yaitu rumusan tindak pidana harus seketat
mungkin. tidak tertalu luas. Suatu Perpu dibuat dalam waktu yang relatif
singkat karena pembuatannya "dalam hal ihwal kegenCngan yang
memaksa" (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945).
E. Ketentuan-Ketentuan Khusus
Beberapa ketentuan khusus ada berkenaan dengan penyidikan.
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 25 ayat (1):
Penyidikan. penuntutan. dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam
perkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukum acara yang
berlaku kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang ini. Ketentuan-ketentuan khusus:
1. Penetapan adanya bukti permulaan melalui proses pemeriksaan oleh
Ketua/Wakil Ketua Pengaditan Negeri (Pasal 26 ayat (2), (3) dan (4)).
Seorang anggota DPR memberi komentar bahwa ikut terlibatnya
pengadilan penetapan adanya bukti permulaan akan memicu
penegakan asas praduga tidak bersalah sewaktu di persidangan
sangatlah susah Tanggapan seperti ini muncul karena tidak secara rinci
diatur dalam Perpu No.1/2002 tentang apa sebenamya peran dan
pengadilan.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat di mana secara ketat
dipegang asas doe process of law. " di beberapa negara bagian untuk
kasus-kasus berat (pembunuhan. dsb) dikenal adanya preliminary
hearing, yaitu sebelum suatu perkara benar-benar diajukan ke
pengadilan, hakim memeriksa lebih dahulu, terutama mengenai segi
teknis berkenaan dengan alat bukti, yaitu tentang keabsahan alat-alat
bukti, metode memperolehnya dan apakah alat-alat bukti itu memiliki
nilai sebagai alat bukti di depan pengadilan.
Dalam Perpu periu diatur lebih rinci tentang peran hakim antara lain
mengenai apakah memeriksa segi teknis, segi material dari alat bukti,
ataukah kedua-duanya.
2. Bukti permulaan yang cukup dapat berupa laporan intelejen. Pasal 26
ayat (1): Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik
dapat memakai setiap laporan intelijen. penjelasan Pasal: Yang
dimaksud dengan "laporan intelijen" yaitu laporan yang berkaitan
dan berhubungan dengan masalah-masalah keamanan nasional.
Laporan intelijen dapat diperoleh dari Departemen Oalam Negeri.
Departemen Luar Negeri. Departemen Pertahanan. Departemen
Kehakiman dan HAM. Departemen Keuangan. Kepolisian Negara
Republik negara kita . Tentara Nasional negara kita . Kejaksaan Agung
Republik negara kita , Badan IntelijenNegara. atau instansi lain yang
terkait
3. Adanya bukti permulaan yang cukup menjadi dasar dilakukannya
penangkapan (Pasal 23) dimulainya penyidikan (Pasal 26:
4)memeriksa/menyita surat dan kiriman melalui pos/jasa penginman
(Pasal 31: 1 huruf a), dan penyadapan telepon/alat komunikasi lain
(Pasal 31: 1 huruf b).
4. Penangkapan paling lama 7 x 24 jam.
Hal ini ditentukan dalam dalam Pasal 28: Penyidik dapat
melakukan penangkapan temadap setiap orang yang diduga keras
melakukan tindak pidana teronsme berdasarkan bukti permulaan yang
cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling
lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam.
5. Maximum waktu penahanan untuk tahap penyidikan 4 bulan dan tahap
penuntutan 2 bulan.
Pasal 25 ayat (2): Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan,
penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan temadap
tersangka paling lama 6 (enam) bulan. Penjelasan Pasal: Jangka waktu
6 (enam) bulan yang dimaksud dalam ketentuan ini terdiri dari 4 (empat)
bulan untuk kepentingan penyidikan dan 2 (dua) bulan untuk
kepentingan penuntutan. Perbandingan dengan KUHAP. mpenahanan
dalam tahap penyidikan untuk tindak pidana yang ancamannya di atas 9
tahun maximum 120 hari (4 bulan) dan penahanan di tahap penuntutan
maximum 110 hari (3 bulan 20 hari).
6. Perluasan alat bukti.
Pasal 27: Alat bukti pemeriksaan tindak pidana teronsme meliputi:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa infomiasi yang diucapkan. dikirimkan, diterima.
atau dtsimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa
dengan itu; dan
c. data, rekaman. atau infonmasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/'atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan
suatusarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun
selainkertas atau yang tarekam secara elekironik termasuk tetapi
tidakterlintas pada:
1) tulisan, suara, atau gambar.
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
3) huruf, Tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahammya.
Penambahan alat bukti Pasal 27 huruf (b) dan (c) merupakan hal
baru bagi hukum acara pidana negara kita . Alat bukti Pasal 27 huruf (b)
merupakan pemakaian sarana elektronik penyimpan informasi.
Untukbidang perdata/dagang, khususnya e-commerce, ini sudah lama
meniadi pertiatian secara intemasional mdan sejumlah negara sudah
memiiiki undang-undang yang mengaturnya; negara kita , belum. Dalam
UU No.s Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan telah mulai dtakui
keabsahan informasi yang disimpan pada media penyimpanan
elektronik, di mana pada Pasal 15 ayat (1) dikatakan bahwa dokumen
perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofikn atau media lainnya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan atau has!)
cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Untuk pembuatan peraturan
yang menerimanya sebagai alat bukti dalam perkara pidana, masih
peMu dibahas dengan para pakar media elektronik antara lain sampai
sejauh mana kemungkinan terjadinya pemalsuan. Alat bukti huruf (c)
biasanya dipandang sebagai barang bukti (corpus delicti).
7. Pemblokiran harta kekayaan diduga terkait terorisme atas perintah
penyidik, penuntut umum atau hakkn (Pasal 29).
8. Rahasia bank tidak bertaku berdasatkan permintaan penyidik. penuntut
umum atau hakim mengenai harta kekayaan yang diduga terkait
terorisme(Pasal 30).
9. Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana teorisme
dilarang menyebutkan nama, alamat, dan semua hal lain yang dapat
membuka identitas pelapor (Pasal 32)
10. Pertindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim
(Pasal 33 dan 34)
11. In absentia (Pasal 35).
12. Kewenangan-kewenangan tertentu dari atasan yang berhak
menghukum dan perwira penyidik perkara, tidak bertaku (Pasal 44).
KERJASAMA INTERNASIONAL
Pasal 43: Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana terorisme, Pemerintah RepuWik negara kita melaksanakan kerja
sama intemasional dengan negara lain di bidang intelijen, kepolisian dan
kerjasama teknis lainnya yang berkaitan dengan tindakan melawan
terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertaku.
Secara material, ketentuan ini sudah selayaknya bagi setiap anggota
masyarakat intemasional dalam menghadapi terorisme. Walaupun
demikian perlu ditambahkan ketentuan umum berkenaan dengan segi
teknis, seperti segi koordinasi yang tetap berada di pihak negara kita bila
yang hendak ditanggulangi ada'.ah peristiwa atau orang yang berada di
negara kita .
BEBERAPA HAL LAIN
Beberapa pokok lain dalam Perpu:
1. Lingkungan kuasa bertakunya Perpu menurut tempat (Pasal 2-4);
2. Korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana teronsme (Pasal 17-18);
3. Untuk pelaku yang beoisia di bawah 18 lahun tidak bertaku
ketentuanpidana minimum khusus. pidana mati dan pidana penjara
seumur hidup
(Pasal 19).
4. Dalam Bab VI diatur tentang Kompensasi, Restitusi. dan Rehabilitasi
(Pasal 36-42);
CATATAN AKHIR:
A. Istilah Teror dan Terorisme
Peristilahan merupakan pokok penting dalam bidang hukum. Jika dua
orang memakai istilah yang sama tetapi dalam pikiran masing-masing
memiliki pengertian yang berbeda tentang pengertian dari istilah ini ,
maka percakapan akan simpang siur.
Oleh karena itu, dalam suatu peraturan perundang-undangan. pada
umumnya akan diberikan pengertian tentang istilah-istilah yang dipakai
dalam peraturan yang beraangkutan. Penafsiran tertiadap peraturan
ini . biasanya diletakkan di bagian depan, yaitu pada Bab I tentang
Ketentuan Umum.
Sebelum melakukan pembahasan tertiadap istilah yang dipakai
dalam peraturan perundang-undangan, tertebih dahulu akan dijelaskan
tentang istilah teror dan terorisme secara umum.
Berkenaan dengan terjadinya sejumlah peristiwa pemboman di
beberapa negara, termasuk pula antaranya di negara kita , istilah yang sering
diberitakan yaitu istilah terorisme. bukannya istilah teror.
Hal ini menimbulkan pertanyaan. apakah istilah teror memiliki
pengertian yang sama dengan terorisme ataukah di antara kedua istilah itu
ada perbedaan arti.
Untuk itu akan dilihat apa arti yang diberikan dalam kamus bahasa.
Terhadap istilah (error, dalam suatu kamus Inggris negara kita diberikan
pengertian 'kata benda. rasa ngeri. kengerian. teror. Reign of terror
pemerintahan yang bengis".15 Sedangkan terhadap istilah terrorism
diberikan pengertian sebagai 'kata benda. terorisme. penggentaran'.16
Dalam pemakaian sehari-hari, kata teror (Ing.: terror), pada
umumnya memiliki arti yang lebih luas. Sebagai contoh, A dan 8 yang
rumahnya bertetangga tetapi di antara keduanya saling bermusuhan. di
mana A setiap pagi melakukan teror terhadap B dengan cara mengasah
parangnya di depan rumah. Perbuatan A ini sudah dapat dikatakan
merupakan iindakan teror yang drtujukan terhadap B. yaitu bertujuan
menakut-nakuti tetangganya B.
Tetapi sulit untuk dikatakan bahwa tindakan A, yang mengasah
parangnya di depan rumah. sudah merupakan suatu tindakan terorisme.
Istilah terorisme mempunyai pengertian yang bersifat tebih khusus
Dewasa ini, baik dalam lingkup intemaskxial maupun di negara kita , kata
terorisme dikaitkan dengan tindakan menakut-nakuti yang memiliki latar
belakang tertentu. yaitu paham tertentu Paham tertentu ini dapat berupa
paham politik, kJeotogi atau agama kleh karena itu dalam peraturan
peoindang-undanqan seperti Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tmdak
Pidana Terorisme. dipakai istiiah tindak pidana terorisme dan bukannya
hanya tindak pidana teror.
B. Sejarah Terorisme
Kata terror (Latin: terrere; Perancis: terreur) mulai memperoleh makna
yang negatif. sesudah dipakai di Perancis untuk menggambarkan suatu
sistem pemerintahan baru yang dijalankan selama Revolusi Perancis
(1789-1799) Pemerintahan waktu itu, yang dinamakan Regime de la terreur
(Reign of Terror), sebanamya dimaksudkan untuk memajukan demokrasi
dan pemerintahan rakyat dengan cara menyisihkan musuh-musuh revolusi.
Tetapi, pemakaian kekerasan yang berlebih-lebihan oleh alat-alat negara
telah membuat mereka menjadi sesuatu yang menakutkan bagi rakyat
Perancis. Sejak itu kata terorisme memiliki konotasi negatif.
Tetapi kata ini nanti menjadi populer di akhir abad ke-19 sesudah
dipakai oleh suatu kelompok revolusiover Russia untuk
menggambarkan perjuangan mereka yang penuh kekerasan melawan
Tsar. Sejak itu. terorisme dipandang sebagai berkaitan erat dengan
gerakan anti-pemerintah.
Beberapa contoh dengan tujuan yang beraneka ragam yaitu antara
lain:
1. Serangan-serangan kelompok-kelompok sayap kiri Baader Meinhof
(Jerman) dan Brigade Merah (Italia), di tahun 1660-an dan 1970-an yang
bertujuan mengganti pemerintah dengan pemerintahan komunis;
2. Serangan kelompok bersitat keagamaan Aum Shinrikyo di Jepang
dengan memakai gas di Tokyo subway yang menewaskan 12
orang, yang bertatar belakang pandangan tentang akhir zaman.
3. Serangan-serangan separatis Basque di Spanyol, Nasionalis Irandia di
Irlandia Utara. separatis Tamil di Srilangka dan India, dan separatis Kurdi
di Turki, yang bertujuan membentuk pemerintahan nastonal sendiri;
4. Serangan Alkhaeda terhadap WTC. New York. 11-9-2001 menewaskan
sekitar 3.000 orang bertatar belakang pandangan anti-Amerika.
Sekarang ini dunia intemasional, melalui Perserikatan Bangsa-bangsa
(United Nations Organization), telah menaruh perhatian besar terhadap
terorisme dan membuat sejumlah konvensi yang berkenaan dengan
terorisme.
Dalam website Perserikatan Bangsa-bangsa, dicantumkan sejumlah
konvensi yang dipandang sebagai berkenaan dengan upaya pencagahan
dan penanggulangan terorisme. yaitu:
United Nations Treaty Collection: Conventions on Terrorism:
I. United Nations Conventions Deposited With The Secretary-General
Of The United Nations:
Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against
Internationally Protected Persons, including Diplomatic Agents,
adopted by the General Assembly of the United Nations on
14December 1973.
International Convention against the Taking of Hostages, adopted
bythe General Assembly of the United Nations on 17 December
1979
International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings
adopted by the General Assembly of the United Nations on
15December 1997
International Convention for the Suppression of the Financing of
Terrorism, adopted by the General Assembly of the United Nations
on 9 December 1999.
II. United Nations Conventions Deposited With Other Depositaries .
Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on
Board Aircraft, signed at Tokyo on 14 September 1963.
(Deposited with the Secretary-General of the International Civil
Aviation Organization)
Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft,
signedat the Hague on 16 December 1970. (Deposited with the
Governmentsof the Russian Federation, the United Kingdom and
the United Statesof America)
Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the
Safety of Civil Aviation, signed at Montreal on 23 September 1971.
(Deposited with the Governments of the Russian Federation, the
United Kingdom and the United States of America)
Convention on the Physical Protection of Nuclear Material, signed
at Vienna on 3 March 1980. (Deposited with the Director-General
of theInternational Atomic Energy Agency)
Protocol on the Suppression of Unlawful Acts of Violence at
Airports Serving International Civil Aviation, supplementary to the
Conventionfor the Suppression of Unlawful Acts against the
Safety of Civil Aviation, signed at Montreal on 24 February 19S8.
(Deposited with the Governments of the Russian Federation, the
United Kingdom and the United States of America and with the
Secretary-General of theInternational Civil Aviation Organization)
Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the
Safety ofMaritime Navigation, done at Rome on 10 March 1988.
(Depositedwith the Secretary-General of the International
Maritime Organization)
Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of
Fixed Platforms Located on the Continental Shelf, done at Rome
on 10March 1988 (Deposited with the Secretary-General of
theInternational Maritime Organization)
Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of
Fixed Platforms Located on the Continental Shelf, done at Rome
on 10March 1988. (Deposited with the Secretary-General of
theInternational Maritime Organization)
Dengan demikian dalam Hukum Intemasional telah cukup banyak
konvensi hukum berkenaan dengan upaya pencegahan dan
penanggutangan terorisme. dan tinggal bagaimana kehendak suatu negara
untuk melakukan kerja sama dengan negara-negara lain untuk metakukan
koordinasi. termasuk melakukan ratifikasi terhadap berbagai konvensi
ini
C. Pengertian Terorisme dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2002
Pada tanggal 18 Oktober 2002. diundangkannya Peraturan pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme dalam Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor
106, Penjelasan dalam TLN Nomor 4232.
Sistematika Perpu ini tersusun atas bab-bab sebagai berikut:
BABI KETENTUAN UMUM (Pasal 1-2)
BABII LINGKUP BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG (Pasal 3-5)
BAB III TINDAK PIDANA TERORISME (Pasal 6-19)
BAB IV TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK
PIDANA TERORISME (Pasal 20-24)
BABV PENYIDIKAN, PENUNTUTAN. DAN PEMERIKSAAN Dl
SIDANGPENGADILAN (Pasal 25-35)
BAB VI KOMPENSASI, RESTITUSI. DAN REHABILITASI (Pasal 36-42)
BAB VII KERJA SAMA INTERNASIONAL (Pasal 43)
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP (Pasal 444-7)
Dalam Pasal 1 butir 1. yang terletak dalam Bab 1 dari Perpu Nomor 1
Tahun 2002, dikatakan bahwa tindak pidana terorisme yaitu segala
perbuatan yang mernenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.
Jadi, dalam Pasal 1 ini Mak diberikan suatu definisi tentang apa
yang dimaksudkan dengan terorisma dan tindak pidana terorisme. Dalam
pasal ini langsung ditunjuk bahwa tindak pidana-tindak pidana yang
dirumuskan dalam peraturan pemerintah psngganti undang-undang ini
merupakan tindak pidana terorisme.
Oleh karena itu pertu dilihat pasat-pasal dalam Perpu dan apa yang
merupakan unsur-unsur tindak pidana dalam pasat-pasal ini
Dalam Pasal 6 ditentukan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja
memakai kekerasan atau arcaman kekerasan menimbuikan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbuikan
korban yang bersifat massal. dengan cara merampas kemerdekaan atau
hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau memicu
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang stralegis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas intemasional. diptdana
dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Dalam Pasal 7 ditentukan bahwa. setiap orang yang dengan sengaja
memakai kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk
menimbulkan suasana teror atau rasa takut tertiadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau
untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek
vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau
fasilitas intemastonal, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur
hidup.
Dalam Pasal 8 ditentukan bahwa, dipidana karena melakukan tindak
pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6. setiap orang yang:
a. menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak
bangunanuntuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan
usaha untuk
pengamanan bangunan ini ;
b. menyebabkan hancumya tidak dapat dipakainya atau rusaknya
bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara. atau gagalnya usaha
untuk pengamanan bangunan ini ;
c. dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan merusak,
mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan
penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat ini ,
atau memasang tanda atau alat yang keliru;
d. karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat untuk pengamanan
penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan
terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang
keliru;
e. dengan sengaja atau melawan hukum. menghancurkan atau membuat
tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain;
f. dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan,
membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara;
g. karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka. hancur. Tidak
dapat dipakai, atau rusak;
h. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
laindengan melawan hukum. atas penanggung asuransi menimbulkan
kebakaran atau ledakan, kecetakaan kenancuran, kerusakan atau
membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang dipertanggungkan
tertiadap bahaya atau yang dipertanggungkao muatannya maupun upah
yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya. staupun untuk
kepentingan muatan ini telah diterima uang tanggungan;
i. dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum.
merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai
pesawat udara dalam penerbangan;
j dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau
ancaman dalam bentuk lainnya. merampas atau mempertahankan
perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam
penerbangan;
k melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan jahat,
dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu. memicu luka
berat seseorang, memicu kerusakan pada pesawat udara
sehingga dapat membahayakan penerbangannya, dilakukan dengan
maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas
kemerdekaan seseorang;
l. dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan
terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika
perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara
ini ;
m. dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam
dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara ini yang
menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan
penerbangan;
n. dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan
ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas. dengan cara
apapun. alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara
yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan
pesawat udara ini yang dapat membahayakan keamanan dalam
penerbangan;
o. melakukan secara bersama-sama 2 (dua) orang atau lebih, sebagai
kelanjutan dari permufakatan jahat, melakukan dengan direncanakan
lebih dahulu, dan memicu luka berat bagi seseorang
dari perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf I, huruf m, dan huruf
n
p. memberikan keterangan yang diketahuinya yaitu palsu dan karena
perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam
penerbangan;
q. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang dapat
membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan;
r. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat
mengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam pesawat udara dalam
penerbangan.
Dalam Pasal 9 ditentukan bahwa. setiap orang yang secara melawan
hukum memasukkan ke negara kita , membuat, menerima. mencoba
memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam
miliknya, menyimpan. mengangkut menyembunyikan, mempergunakan.
atau mengeluarkan ke dan/atau dari negara kita sesuatu senjata api.
amunisi. atau sesuatu bahan petedak dan bahan-bahan lainnya yang
berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme.
dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Dalam Pasai 10 ditentukan bahwa. dipidana dengan pidana yang
sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. setiap orang
yang dengan sengaja memakai senjata kimia. senjata biologis.
radioiogi. mikroorganisme. radioaktif atau komponennya. sehingga
menimbulkan suasana teror. atau rasa takut terhadap orang secara
meluas. menimbulkan korban yang bersifat massal. membahayakan
terhadap kesehatan. terjadi kekacauan terhadap kehidupan. keamanan.
dan hak-hak orang. atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang strategis. lingkungan hidup. fasilitas publik. atau
fasilitas internasional.
Dalam Pasal 11 ditentukan bahwa. dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun. setiap
orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana
dengan tujuan akan dipakai atau patut d.ketahuinya akan dipakai
sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme
dirnaksud dalam Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Pasal 9. dan Pasa?io
Dalam Pasal 12 drtentukan bahwa, dipidana karena melakukan tindak
pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3 (figa) tahun ,
paling lama 15 (lima betas) tahun. setiap orang yang dengan senaai
menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akar
dipakai atau patut diketahuinya akan dipakai sebagian atau
seluruhnya untuk melakukan:
a. tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, memakai ,
menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia,
senjatabiologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya
yang memicu atau dapat memicu kematian atau luka berat
ataumenimbulkan kerusakan harta benda;
b. mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis,
radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya;
c. penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir senjata
kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif
ataukomponennya;
d. meminta bahan nuklii, senjata kimia senjata biologis, radiologi,
mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atau
ancaman kekerasan atau dengan segala bentuk intimtdasi;
e. mengancam:
1) memakai bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi.
mikroorganisme. radioaktif. atau komponennya untuk menimbulkan
kematian atau luka berat atau kerusakan harta benda; atau
2) melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf
bdengan tujuan untuk memaksa orang lain, organisasi
intemasional,atau negara lain untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
f. mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf
a. huruf b, atau huruf c; dan
g. ikut serta datam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf f.
Dalam Pasal 13 ditentukan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja
memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidaaa
terorisme, dengan:
a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan
lainnya kepada peiaku tindak pidana terorisme;
b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau
c. menyembunyikan informast tentang tindak pidana terorisme,dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan pahng lama 15
(lima betas) tahun.
Dalam Pasal 14 ditentukan bahwa. setiap orang yang merencanakan
dan/atau menggerakkan orang tain untuk melakukan tindak pidana
terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Pasal 9.
Pasal 10. Pasal 11. dan Pasa! 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana
Penjara seumur hidup.
Dalam Pasat 15 ditentukan bahwa. setiap orang yang melakukan
permufakatan jahat. peroobaan. atau pembantuan untuk melakukan tindak
pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8.
Pasal 9. Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana yana
sama sebagai pelaku tindak pidananya.
Dalam Pasal 16 ditentukan bahwa, setiap orang di luar wilayah negara
Republik negara kita yang memberikan bantuan. kemudahan, sarana, atau
keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme, dipidana dengan
pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7. Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12.
Selain itu, ada pula tindak pidana yang disebut sebagai tindak
pidana tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme.
Tindak-tindak pidana ini diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 23.
Dalam Pasal 20 ditentukan bahwa, setiap orang yang dengan
memakai kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan
mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum. penasihat hukum,
dan/atau hakim yang menangani tindak pidana terorisme sehingga proses
peradilan menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun.
Dalam Pasal 21 ditentukan bahwa, setiap orang yang memberikan
kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu,
dan mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan,
atau meiakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas
pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme. dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun.
Dalam Pasal 22 ditentukan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja
mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penuntutan. dan pemeriksaan di sidang pengadilan
dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.
Dalam Pasal 23 ditentukan bahwa. setiap saksi dan orang lain yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun.
Dengan demikian, tindak pidana-tindak pidana dalam Perpu No 1
Tahun 2002 dapat diklasifikasi sebagai berikut: 3. Tindak pidana terorisme.
yang diatur dalam Bab III. yang mencakup:
a. Tindak pidana terorisme karena tujuannya menimbulkan suasana
teroratau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat massal (Pasal 6-7).
b. Tindak pidana terorisme karena membahayakan/
merusak/menghancurkan pesawat udara (Pasal 8 huruf a-r).
c. Tindak pidana terorisme karena keterkaitan dengan lalu lintas senjata
tapi amunisi atau sesuatu bahan petedak dan bahan lainnya yang
berbahaya, dengan maksud untuk meiakukan tindak pidana terorisme
(Pasal 9).
d. Tindak pidana terorisme karena pemakaian senjata kimia, senjata
biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya (Pasal
10).
e. Tindak pidana terorisme karena menyediakan atau mengumpulkan dana
dengan tujuan tertentu.
f. akan dipakai atau patut diketahuinya akan dipakai untuk
meiakukan tindak pidana terorisme (Pasal 11): atau.
g. akan dipakai untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang dirumuskan
dalam Pasal 12 huruf a sampai dengan g;
h. Tindak pidana terorisme karena memberi bantuan atau kemudahan
terhadap pelaku tindak pidana terorisme (Pasal 13).
i. Tindak pidana terorisme karena merencanakan dan/ataumenggerakkan
orang lain untuk melakukan tindak pidana terorismedalam Pasal 6-12
(Pasal 14).
j. Tindak pidana terorisme karena melakukan permufakatan jahat,
percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme
dalam Pasal 6-12 (Pasal 15).
k. Tindak pidana terorisme karena saat berada di luar wilayah negara kita
memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk
terjadinya tindak pidana terorisme (Pasal 16).
4.Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme.
yang diatur dalam Bab IV, yang mencakup:
a. Mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat
hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidana
terorisme(Pasal 20).
b. Memberi kesaksian palsu, alat bukti palsu atau barang bukti palsu
mempengaruhi atau rnenyerang saksi atau petugas pengadilan
dalam perkara tindak pidana terorisme (Pasal 21);
c. Merintangi secara langsung atau tidak langsung terhadap
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dalam
perkara tindak pidana terorisme (Pasal 22).
d. Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 23).