pidana khusus 7




 jaksaan Negeri   setempat (Pasal 91 ayat 2).  

8. Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang  pengadilan, 

tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh 

harta bendanya dan harta benda istri atau suami anak dan setiap orang 

atau badan yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan 

dengan tindak pidana narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa 

(Pasal 74). Dalam hal tertentu hakim berwenang meminta terdakwa 

membuktikan  bahwa seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau 

suami, anak. dan setiap orang atau badan bukan berasal dan hasil tindak 

pidana narkotika yangdilakukan terdakwa (Pasal 98). 

9. Di sidang pengadilan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan 

perkara tindak pidana narkotika yang sedang dalam pemeriksaan. 

Dilarang menyebut nama dan alamat pelapor atauhal-hal yang 

memberikan kemungkinan dapat diketahuinya  identitas  pelapor 


 

(Pasal 99 ayat (1)). Sebelum sidang dibuka. hakim mengingatkan saksi 

dan orang lain mengenai ketentuan sebagainana dimaksud dalam ayat 

(1) (Pasal 99 ayat 2). 

 


TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA 

 


A. Pengertian Psikotropika 

Psikotropika yaitu  zat atau obal. baik alamiah maupun sirrtetis bukan 

narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaaih selektif pada susunan 

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan 

perilaku (Pasal 1 butir 1). 

Dalam Pasal 2 ayat (1) dikemukakan bahwa Ruang lingkup 

pengaturan di bidang psikotropika dalam Undang-Undang ini yaitu  segala 

kegiatan yang berubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi 

memicu  sindroma ketergantungan. 

Psikotropika dibagi atas beberapa golongan yang pertama kali 

drtelapkan dalam lampiran undang-undang ini. sedangkan kelentuan lebih 

Lanjut dan peaibahannya diatur oleh Menteri Kesehatan. 

 

B. Tindak Pldana Psikotropika 

1. Pasal 59 ayat (1) 

Barangsiapa: 

a. memakai  psikotropika golongan 1 selain dimaksud dalam Pasal 

4ayat (2) atau 

b. memproduksi dan/atau memakai  dalam proses produksi 

psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6: atau 

c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3): atau 


d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan Imu 

Pengetahuan; atau secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau 

membawa psikotropika golongan I dipidana dengan pklana penjara 

paling singkat 4 (empat) tahun paling lama 15 (lima betas) tahun dan 

ptdana denda paling sedikit Rp. 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta 

rupiah). dan paling banyak Rp.750.000 000.00 (tujuh ratus lima puluh 

juta rupiah). 

Menurut Pasal 59 ayat (2), Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada 

ayat (1) dilakukan secara terorganisa.?! dipidana dengan pidana mati atau 

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) 

tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima 

puluh juta rupiah). Selanjutnya menurut (3), Jika tindak pidana dalam pasal 

ini dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak 

pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 

5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 

 

2. Pasal 60 

(1) Barang siapa: 

a. memproduksi psikotropika sdain yang ditetapkan dalam ketentuan 

Pasal 5; atau 

b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat 

yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana 

dimaksud dalam Pasal 7; atau 

c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupaobat      

yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di 

bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); 

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima betas) tahun 

dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta 

rupiah). 

(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam 

Pasal 12 ayat( 2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)    

107 

 

tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus 

juta rupiah). 

(3) Barang siapa menenma penyaluran psikotropika selain yang 

ditetapkan Pasal 12 ayat (2) dipidana penjara paling lama 3 (tiga) 

tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam 

puluh juta rupiah). 

(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam 

Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3). dan Pasal 14 

ayat 

(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan 

pidana 

denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah). 

(5) Barang siapa menenma penyerahan psikotropika selain yang 

ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3). Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan 

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling 

banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabia yang 

menerima penyerahan rtu pengguna. maka dipidana dengan pidana 

penjara paling 

lama 3 (tiga) bulan. 

 

3. Pasal 51  

(1) Barang siapa: 

a. mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan 

dalam Pasal 16 atau 

b. mengekspor atau mengimpor psikotropika tanpa surat persetujuan 

ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam 

Pasal 17; atau 

c. melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa 

dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan 

impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau Pasal 

22ayat (4); 

108 

 

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahir pidana 

denda paling banyak Rp. 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah) 

(2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada 

orangyang bertanggung jawab atas pengangKutan ekspor 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) alau Pasal 22 ayat (2) 

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana 

denda paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). 

 

4. Pasal 62 

Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa 

psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan 

pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 

 

5. Pasal 63 

(1) Sarang siapa: 

a. melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen 

pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasai 10; atau 

b. melakukan perubahan negara tujuan ekspor yang tidak memenuhi 

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau 

c. melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi 

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; dipidana 

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda 

paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta aipiah). 

(2) Barangsiapa: 

a. tidak mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 

29;atau 

b. mencantumkan tulisan berupa keterangan dalam label yang tidak 

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 

ayat(1); atau 

c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana 

dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1): atau 

109 

 

d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) atau Pasal 53 

ayat(3): 

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana 

denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 

 

6. Pasal 64 

Barang siapa; 

a. menghalang-halangi pendents sindroma ketergantungan untuk 

menjalani pengobatan dan/atau perawalan pada fasilitas rehabilitasi 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37;atau 

b. menyelenggarakkan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3); dipidana penjara paling 

lama 1 (satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 

20.000.000.00 (dua putuh juta rupiah) 

 

7. Pasal 65 

Barang siapa tidak melaporkan penyaiahgunaan dan/atau pemilikan 

psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 

(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau 

pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah). 

 

8. Pasal 66 

Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara psikotropika yang 

sedang dalam pemeriksaan di sidang pengadilan yang menyebut nama, 

alamat atau hal-hal yang dapat terungkapnya identitas pelapor 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dipidana dengan pidana 

penjara paling lama 1 (satu) tahun

9. Pasal 67 

(1) Kepada warga asing yang melakukan tindak pidana psikotropika dan 

telah selesai menjalani hukuman pidana dengan putusan pengadilan 

sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagaimana diatur dalam 

Undang-Undang ini dilakukan pengusiran keluar wilayah negara   

Republiknegara kita . 

(2) Warga negaia asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat 

kembali ke negara kita  sesudah  jangka waktu tertentu sesuai dengan 

putusan pengadilan 

 

10. Pasal 69 

Percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika 

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana sama dengan jika 

tindak pidana ini  dilakukan. 

 

11. Pasal 70 

(1) Barang siapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan 

melaksanakan, membantu. menyumh turut melakukan menganjurkan 

atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, atau Pasal 63 dipidana sebagai 

permufakatan jahat. 

(2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana 

dengan ditambah sepertiga pidana yang beriaku untuk tindak 

pidanaini . 

Beberapa ketentuan lainnya berkenaan dengan ketentuan pidana. 

yaitu menurut Pasal 68 tindak pidana di bidang psikotropika sebagaimana 

diatur dalam Undang-Undang ini yaitu  kejahatan. 

Selanjutnya menurut Pasal 70. jika tindak pidana psikotropika 

sebagaimana dimaksud daiam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, dan 

Pasai 64 dilakukan oteh korporasi. maka di samping dipidananya petaku 

tindak pidana kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar 2 (dua) 

kali pidana denda yang bertaku untuk tindak pidana ini  dan dapat 

dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabotan izin usana. 

Kemudian meneurut Pasal 72, jika tindak pidana psikotropika 

dilakukan dengan memakai  anak yang belum berumur 18 (delapan 

belas) tahun dan belum menikah atau orang yang di bawah pengampunan 

atau ketika melakukan tindak pidana belum tewat dua tahun sejak selesai 

menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan 

kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang bertaku 

untuk tindak pidana ini . 

 

C. Ketentuan Khusus 

Beberapa ketentuan khusus: 

1. Teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian 

terselubung (Pasal 55 huruf a). Teknik penyidikan ini sama dengan 

ketentuan dalam UU Narkotika. 

2. Membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau 

alat-alat 

perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan 

perkara 

yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam penyidikan (Pasal 

55 huruf b). 

3. menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat telekomunikasi 

elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai atau 

diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan 

tindak  pidana psikotropika. Jangka waktu penyadapan bertangsung 

paling lama 30 (tiga 

puluh) hari (Pasal 55 huruf c). 

4. Di depan pengadilan. saksi dan/atau orang lain dalam perkara 

psikotropika 

yang sedang dalam pemeriksaan. dilarang menyebut nama, alamat, 

atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat terungkapnya 

 

identitasi pelapor(Pasal 56 ayat 1). Pada saat pemeriksaan di sidang 

Pengadilan akan dimulai,hakim memberi peringatan tertebih dahulu 

kepada saksi dan/atau orang lainyang bersangkutan dengan perkara 

tindak pidana psikotropika, untuk tidakmenyebut identitas pelapor 

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (Pasal 56 ayat 2). 

5. Perkara psikotropika, termasuk perkareyang lebih didahulukan daripada 

perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna pemeriksaan dan 

penyelesaian secepatnya (Pasal 58). 

 



TINDAK PIDANA TERORISME 

 


Terorisme selama beberapa tahun terakhir ini terus menerus menjadi 

pokok pematian karena terjadinya sejumlah serangan terhadap warga 

sipil." Tetapi makalah ini tidak dimaksudkan untuk membahas mengenai 

terorisme itu sendiri melainkan ditujukan untuk membahas Perpu No.1 dan 

No.2 Tahun 2002 dan aspek hukum pidana," yang mencakup: 

(1)sifat retroactive dari Perpu No.2/2002; 

(2)materi tindak pidana anliterorisme; 

(3)ketentuan khusus berkenaan dengan acara pidana; 

(4)Kerjasama intemasional; 

(5)Beberapa hal lain. 

 

B. Kedudukan Hukum Pidana 

Kedudukan hukum pidana dari aspek hubungan antara hukum (law. 

recht) dengan kekuasaan (power, macht) yaitu  bahwa hukum pidana 

diadakan untuk membatasi kekuasaan negara. Tanpa hukum pidana. 

alat-alat kekuasaan negara bebas berbuat apa saja asalkan dengan alasan 

melindungi kepentingan masyarakat melawan kejahatan. 

Dalam sebuah buku dikemukakan bahwa. "hukum pidana bukan 

merupakan suatu susunan dari kaidah-kadaih material, yang tertuju pada 

para warga - walaupun para warga menginsafi adanya kaidah hukum 

tertentu, lebih-lebih karena publikasi di sekrtar tuang pengadilan - akan 

tetapi lebih banyak suatu susunan sanksi yang menentukan hak-hak dan 

kewajiban-kewajiban dari polisi dan kehakiman untuk mempertahankan 

kaidah-kaidah material". " Jadi. melalui hukum pidana (material) ditentukan 

temadap perbuatan-perbuatan apa alat-alat negara boleh bertindak 

(menyidik. menuntut, mengadili) dan melalui hukum acara pidana 

ditentukan batas wewenang dan kewajiban alat-alat negara tersebuL 

Tanpa adanya aturan-aturan ini  tidak ada kendali terhadap 

pemakaian  kekuasaan oleh alat-alat negara. 

Dengan demikian melalui hukum pidana diberikan keseimbangan 

antara keinginan untuk menanggulangi kejahatan dengan pemakaian  

kekuasaan negara untuk penanggulangan yang dapat menjadi terlalu 

berlebihan. 

Mengenai kedudukan hukum pidana dalam kaitannya dengan 

masyarakat intemasional, di abad ke-21 sekarang ini, semua negara 

nierupakan bagian dari masyarakat intemasional sehingga setiap negara 

periu menghormali kesepakatan-kesepakatan intemasional dan menjalin 

kerjasama intemasional ataupun regional. Ini dengan catatan bahwa 

nasionalisme yang positif tetap ditegakkan dan hams dihormati oleh negara 

lain. Perkembangan ini mempengaruhi pembangunan hukum pidana di 

suatu negara. 

 

C. Retroactive 

Perpu No.1/2002 ditetapkan dan diundangkan tanggal 18 Oktober 2002 

sedangkan Perpu No.2/2002 yang juga ditetapkan dan diundangkan 

tanggal 18 Oktober 2002 menyatakan bertakunya Perpu No.1/2002 

terhadap peristiwa yang terjadi tanggal 12 Oktober 2002. Perpu No.2/2002 

ini merupakan pemyataan berlaku surut (retroactive) dari suatu peraturan. 

Dua hal yang periu mendapatkan perhatian berkenaan dengan 

pembertakuan surut. yaitu: 

1. Pada dasamya suatu peraturan tidak boleh diberlakukan surut 

 a. Pasal 28 ayat (1) UUD 1945: ... hak untuk tidak dituntut atas 

dasardasar hukum yang berlaku surut adatah hak asasi manusia 

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 

 b. Pasal 2 AB: 'Undang-undang hanya berlaku untuk waktu 

kemudiandan tidak berlaku surut"." 

c. Pasal 1 ayat (1) KUHPidana. 'Suatu perbuatan tidak dapat 

dipidanakecuali berdasarkan kekuatan ketentuan 

perundang-undangan pidana 

yang telah ada".  

2. Peraturan yang lebih tinggi menyampingkan peraturan yang lebih 

rendahc (lex superior derogat legi inferior). Suatu peraturan lebih 

rendah tidak dapat menyampingkan peraturan lebih tinggi. 

 

Dari sudut TAP MPR No.lll/MPR/2002. suatu Perpu berada di bawah 

Undang-undang. sehingga Perpu No.2/2002 tidak dapat menyampingkan 

AB dan KUHPidana. apalagi UUD 1945 

Tetapi perlu mendapat perhatian lebih lanjut, bagaimana jika diajukan 

RUU tentang terorisme yang memberlakukan retroactive? Pihak yang pro 

retroactive dapat mengajukan argumentasi:  

1. Ada contoh dalam hukum intemasional. yaitu Mahkamah Numberg 

yangmengadili bekas pemimpin perang Jerman dan Mahkamah Tokyo 

yangmengadili bekas pemimpin perang Jepang berdasarkan aturan 

yang dibuat kemudian sesudah  perang selesai. 

2. Larangan bertaku surut dalam Pasal 28i ayat (1) UUD 1945 tidak 

berlaku mutlak. Perhatikan keseluruhan bunyi pasal itu: "Hak untuk 

hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, 

hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai 

pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar 

hukum yang berlaku surut yaitu  hak asasi manusia yang tidak dapat 

dikurangi dalam keadaan apa pun." Jika hak untuk hidup juga bertaku 

mutlak berarti otomatis seluruh ancaman pidana mati dalam hukum 

negara kita  hapus. serta polisi dan tentara segera dilucuti senjatanya 

sebab tidak ada lagi orang yang boleh ditembak mati.  

Pihak yang kontra retroactive dapat mengajukan argumentasi: 

1. Asas legalitas yang terkandung dalam Pasal 28i ayat (1) UUD 1945, 

Pasal 1 ayat (1) KUHPidana dan Pasal 2 AB pertu dihormati sebab asas 

itu memberikan keseimbangan antara keinginan untuk memberantas 

kejahatan dengan pemakaian  kekuasaan negara untuk 

penanggulangan yang dapat menjadi terialu berlebihan. 

2. Kejadian dalam Pengadilan Numberg dan Pengadilan Tokyo yaitu  

karena kesulitan mencari aturan intemasional yang telah ada untuk 

dijadikan dasar penuntutan dan peradilan. Sekarang ini, 

perbuatan-perbuatan terorisme pada umumnya sudah ada ancaman 

pidananya dalam KUHPidana dan KUHAP juga sudah memadai untuk 

menangani perkara pidana apapun juga. Perbedaan beratnya ancaman 

pidana dan kemudahan dari sudut acara pidana. tidak perlu 

mengorbankan asas legalitas yang melarang berlaku surut 

 

D. Materi Tindak Pidana Anti-Terorisme 

Pengertian br.dak pidana terorisme yaitu  segala perbuatan yang 

memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam 

Perpu ini (Pasa: 1 butr 1). Tindak pidana terorisme dikecualikan Can tindak 

pidana politik (bukan tindak pidana politik) (Pasal 5) 

Inti keseluruhan tindak pidana dalam Perpu No. 1/2002:  

1. Bab III: Tindak pidana terorisme: 

a. Tindak pidana terorisme karena tujuannya menimbulkan 

suasanateror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau 

menimbulkan korban yang bersifat massal (Pasal 6-7). 

Tabel Perbandingan unsur Pasal 6 dan 7 

Pasal 6 Pasal 7 

Dengan sengaja  Dengan sengaja 

memakai  kekerasan 1) atau 

ancaman kekerasan 2) 

memakai  kekerasan 

atauancaman kekerasan  

- Menimbulkan suasana teroratau 

rasa takut terhadap orangsecara 

meluas, atau, 

- Menimbulkan korban yangbersifat 

massal 

- menimbulkan  suasana teroratau 

rasa takut terhadaporang secara 

meluas atau 

- menimbulkan korban yangbersifat 

massal 

Dengan cara: 3) 

- merampas kemerdekaan atau 

 hilangnya nyawa dan hartabenda 

orang lain, atau 

- memicu  kerusakan atau

 kehancuran terhadap: 

- obyek-obyek vital yangstrategis 

atau 

- lingkungan hidup atau 

- fasilitas publik atau 

- fasilitas intemasional 

dengan cara: 

- merampas kemerdekaan atau 

- hilangnya nyawa atau hartabenda 

orang lain, atau 

-  untuk menimbulkankerusakan 

 atau kehancuranterhadap: 

- obyek-obyek vital yangstrategis, 

atau 

- lingkungan hidup, atau 

- fasilitas publik, atau 

- fasilitas intemasional 

Catatan: 

1) setiap perbuatan 

Penyalahgunaan kekualan fisik 

dengan atau tanpa memakai  

sarana secara metawan hukum dan 

menimbulkan bahaya bagi badan. 

nyawa, dan kemerdekaan orang, 

termasuk menjadikan orang pingsan 

atau tkjak berdaya (ps.1 btr4) 

2)setiap perbuatan yang dengan  

sengaja dilakukan untuk  

memberikan pertanda atau 

peringatan mengenai suatu  

keadaan yang cenderung dapat 

menimbulkan rasa takut terhadap 

orang atau masyarakat secara i luas 

(ps. 1 btr 5) 

3) ditentukannya "cara'' menipakan 

limrtasi tertiadap ; luasnya unsur 

'memakai  kekerasan atau 

ancaman ; kekerasan'. 

Catatan: 

1) Jadi pemakaian  kekerasan atau 

ancaman kekerasan di sini tidak 

periu harus benar-benar telah 

menimbulkan rasa takut yang luas 

atau korban massal. 

 

Perbandingari dengan beberapa negara lain:  

a. Di USA, dalam United States Code, Title 18, Section 2331 (18 USC 

2331)) terrorism didefinisikan sebagai "violent acts or actsdangerous to 

human life that. . . appear to be intended (i) tointimidate or coerce a 

civilian population; (ii) to influence the policyof a government by 

intimidation or coercion; or (Hi) to affect theconduct of a government by 

assassination or kidnapping.' 


b. Terrorist Act 2000 di Inggris (United Kingdom) mendefinisikanterrorism 

sebagai "the use or threat of action . . . designed toinfluence the 

government or to intimidate the public or a section ofthe public... for the 

purpose of advancing a political, religious orideological cause.' 

c. Canada's Anti-terrorism Act (Bill C-36) mendefinisikan aktivitas teroris 

(terrorist activity) sebagai "an act or omission . . . that is committed in 

whole or in part for a political, religious or ideological purpose, objective 

or cause and in whole or in part with the intention of intimidating the 

public, or a segment of the public, with regard to its security, including its 

economic security, or compelling a person, a government or a domestic 

or an international organization to do or to refrain from doing any act, 

whether the person, government or organization is inside or outside 

Canada... 

Definisi dalam Pasal 6 dan 7 Perpu No.1/2002. Sebagaimanahalnya 

18 USC 2331, Udak menyebut mengenai motif politik. Agama atau ideologi 

seperti yang dilakukan oleh Inggris dan Kanada. 

a. Tindak pidana terorisme karena membahayakan/ merusak 

/menghancurkan pesawat udara (Pasal 8 huruf a-r) 

b. Tindak pidana terorisme karena keterkaitan dengan lalu lintas senjata 

api amunisi atau sesuatu bahan peledak dan bahan Lainnya yang 

berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme 

(Pasal 9). 

c. Tindak pidana terorisme karena pemakaian  senjata kimia, senjata 

biotogts, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya (Pasal 

10). 

d. Tindak pidana terorisme karena menyediakan atau mengumpulkan dana 

dengan tujuan tertentu, yaitu: 

a) akan dipakai  atau patut diketahuinya akan dipakai  untuk 

melakukan tindak pidana terorisme (Pasal 11); atau. 

b) akan dipakai  untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang 

dirumuskan dalam Pasal 12 huruf a sampai dengan g 

e. Tindak pidana terorisme karena memberi bantuan atau kemudahan 

terhadap pelaku tindak pidana terorisme (Pasal 13). 

f. Tindak pidana terorisme karena merencanakan dan/atau menggerakkan 

orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme dalam Pasal 6-12 

(Pasal 14). 

g. Tindak pidana terorisme karena melakukan permufakatan jahat, 

percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme 

dalam Pasal 6-12 (Pasal 15). 

i. Tindak pidana terorisme karena saat berada di luar wilayah negara kita  

memberikan bantuan, kemudahan. sarana, atau keterangan untuk 

terjadinya tindak pidana terorisme (Pasal 16). 

 

2. Bab IV: Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan dengan Tindak Pidana 

Terorisme. 

 a. Mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat 

hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidana terorisme 

(Pasal 20). 

 b. Memberi kesaksian palsu, alat bukti palsu atau barang bukti palsu, 

mempengaruhi atau menyerang saksi atau petugas pengadilan 

dalam perkara tindak pidana terorisma (Pasal 21); 

 c. Merintangi secara langsung atau tidak langsung terhadap 

penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dalam 

perkara tindak pidana terorisme (Pasal 22). 

 d. Saksi yang membuka indentitas pelapor (Pasal 23). 

 

 Substansi tindak pidana terorisme (Pasal 6-15) mengacu pada 

konvensi-konvensi intemasional tentang terorisme. Ini karena sejak 

beberapa tahun lalu, masyarakat intemasional melalui PBB telah 

memberikan perhatian khusus terhadap langkah-langkah melawan 

terosrisme, antara lain melalui sejumlah konvensi" dan deklarasi. 


 Beberapa di antaranya seoelumnya sudah ada dalam 

undang-undang negara kita , seperti Pasal 8 huruf a sampai huruf telah ada 

dalam Buku II Bab XXIX A KUHPkJana tentang "Kejahatan Penerbangan 

dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan". Perhatian baru 

yaitu  tindak pidana terorisme karena menyediakan atau mengumpulkan 

dana dengan tujuan seperti yang dirumuskan dalam Pasal 11 dan 12. 

Pokok ini berkaitan dengan International Convention for the Suppression of 

the Financing of Terrorism, yang diterima oleh Majelis Umum PBB tanggal 9 

Desember 1999. 

Bagaimanapun juga rumusan-rumusan tindak pidana yang diklasifikasi 

sebagai tindak pidana terorisme itu masih pertu dikaji lebih jauh agar 

memenuhi syarat lex certa yaitu rumusan tindak pidana harus seketat 

mungkin. tidak tertalu luas. Suatu Perpu dibuat dalam waktu yang relatif 

singkat karena pembuatannya "dalam hal ihwal kegenCngan yang 

memaksa" (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945). 

 

E. Ketentuan-Ketentuan Khusus 

Beberapa ketentuan khusus ada  berkenaan dengan penyidikan. 

penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 25 ayat (1): 

Penyidikan. penuntutan. dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam 

perkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukum acara yang 

berlaku kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah Pengganti 

Undang-undang ini. Ketentuan-ketentuan khusus: 

1. Penetapan adanya bukti permulaan melalui proses pemeriksaan oleh 

Ketua/Wakil Ketua Pengaditan Negeri (Pasal 26 ayat (2), (3) dan (4)). 

  Seorang anggota DPR memberi komentar bahwa ikut terlibatnya 

pengadilan penetapan adanya bukti permulaan akan memicu  

penegakan asas praduga tidak bersalah sewaktu di persidangan 

sangatlah susah Tanggapan seperti ini muncul karena tidak secara rinci 

diatur dalam Perpu No.1/2002 tentang apa sebenamya peran dan 

pengadilan. 

  Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat di mana secara ketat 

dipegang asas doe process of law. " di beberapa negara bagian untuk 

kasus-kasus berat (pembunuhan. dsb) dikenal adanya preliminary 

hearing, yaitu sebelum suatu perkara benar-benar diajukan ke 

pengadilan, hakim memeriksa lebih dahulu, terutama mengenai segi 

teknis berkenaan dengan alat bukti, yaitu tentang keabsahan alat-alat 

bukti, metode memperolehnya dan apakah alat-alat bukti itu memiliki 

nilai sebagai alat bukti di depan pengadilan. 

  Dalam Perpu periu diatur lebih rinci tentang peran hakim antara lain 

mengenai apakah memeriksa segi teknis, segi material dari alat bukti, 

ataukah kedua-duanya. 

2. Bukti permulaan yang cukup dapat berupa laporan intelejen. Pasal 26 

ayat (1): Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik 

dapat memakai  setiap laporan intelijen. penjelasan Pasal: Yang 

dimaksud dengan "laporan intelijen" yaitu  laporan   yang   berkaitan   

dan berhubungan dengan masalah-masalah keamanan nasional. 

Laporan intelijen dapat diperoleh dari Departemen Oalam Negeri. 

Departemen Luar Negeri. Departemen Pertahanan. Departemen 

Kehakiman dan HAM. Departemen Keuangan. Kepolisian Negara 

Republik negara kita . Tentara Nasional negara kita . Kejaksaan Agung 

Republik negara kita , Badan IntelijenNegara. atau instansi lain yang 

terkait 

3. Adanya bukti permulaan yang cukup menjadi dasar dilakukannya 

penangkapan (Pasal 23) dimulainya penyidikan (Pasal 26: 

4)memeriksa/menyita surat dan kiriman melalui pos/jasa penginman 

(Pasal 31: 1 huruf a), dan penyadapan telepon/alat komunikasi lain 

(Pasal 31: 1 huruf b).  

4. Penangkapan paling lama 7 x 24 jam. 

  Hal ini ditentukan dalam dalam Pasal 28: Penyidik dapat 

melakukan penangkapan temadap setiap orang yang diduga keras 

melakukan tindak pidana teronsme berdasarkan bukti permulaan yang 

cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling 

lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam. 

5. Maximum waktu penahanan untuk tahap penyidikan 4 bulan dan tahap 

penuntutan 2 bulan. 

  Pasal 25 ayat (2): Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, 

penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan temadap 

tersangka paling lama 6 (enam) bulan. Penjelasan Pasal: Jangka waktu 

6 (enam) bulan yang dimaksud dalam ketentuan ini terdiri dari 4 (empat) 

bulan untuk kepentingan penyidikan dan 2 (dua) bulan untuk 

kepentingan penuntutan. Perbandingan dengan KUHAP. mpenahanan 

dalam tahap penyidikan untuk tindak pidana yang ancamannya di atas 9 

tahun maximum 120 hari (4 bulan) dan penahanan di tahap penuntutan 

maximum 110 hari (3 bulan 20 hari). 

6.  Perluasan alat bukti. 

Pasal 27: Alat bukti pemeriksaan tindak pidana teronsme meliputi: 

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; 

b. alat bukti lain berupa infomiasi yang diucapkan. dikirimkan, diterima. 

atau dtsimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa 

dengan itu; dan 

c. data, rekaman. atau infonmasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/'atau 

didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan 

suatusarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun 

selainkertas atau yang tarekam secara elekironik termasuk tetapi 

tidakterlintas pada: 

1) tulisan, suara, atau gambar. 

2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; 

3) huruf, Tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna 

atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau 

memahammya. 

  Penambahan alat bukti Pasal 27 huruf (b) dan (c) merupakan hal 

baru bagi hukum acara pidana negara kita . Alat bukti Pasal 27 huruf (b) 

merupakan pemakaian  sarana elektronik penyimpan informasi. 

Untukbidang perdata/dagang, khususnya e-commerce, ini sudah lama 

meniadi pertiatian secara intemasional mdan sejumlah negara sudah 

memiiiki undang-undang yang mengaturnya; negara kita , belum. Dalam 

UU No.s Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan telah mulai dtakui 

keabsahan informasi yang disimpan pada media penyimpanan 

elektronik, di mana pada Pasal 15 ayat (1) dikatakan bahwa dokumen 

perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofikn atau media lainnya 

sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan atau has!) 

cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Untuk pembuatan peraturan 

yang menerimanya sebagai alat bukti dalam perkara pidana, masih 

peMu dibahas dengan para pakar media elektronik antara lain sampai 

sejauh mana kemungkinan terjadinya pemalsuan. Alat bukti huruf (c) 

biasanya dipandang sebagai barang bukti (corpus delicti). 

7. Pemblokiran harta kekayaan diduga terkait terorisme atas perintah 

penyidik, penuntut umum atau hakkn (Pasal 29). 

8. Rahasia bank tidak bertaku berdasatkan permintaan penyidik. penuntut 

umum atau hakim mengenai harta kekayaan yang diduga terkait 

terorisme(Pasal 30). 

9. Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana teorisme 

dilarang menyebutkan nama, alamat, dan semua hal lain yang dapat 

membuka identitas pelapor (Pasal 32) 

10. Pertindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim 

(Pasal 33 dan 34) 

11. In absentia (Pasal 35). 

12. Kewenangan-kewenangan tertentu dari atasan yang berhak 

menghukum dan perwira penyidik perkara, tidak bertaku (Pasal 44). 

 

KERJASAMA INTERNASIONAL 

Pasal 43: Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak 

pidana terorisme, Pemerintah RepuWik negara kita  melaksanakan kerja 

sama intemasional dengan negara lain di bidang intelijen, kepolisian dan 

kerjasama teknis lainnya yang berkaitan dengan tindakan melawan 

terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang 

bertaku. 

Secara material, ketentuan ini sudah selayaknya bagi setiap anggota 

masyarakat intemasional dalam menghadapi terorisme. Walaupun 

demikian perlu ditambahkan ketentuan umum berkenaan dengan segi 

teknis, seperti segi koordinasi yang tetap berada di pihak negara kita  bila  

yang hendak ditanggulangi ada'.ah peristiwa atau orang yang berada di 

negara kita . 

 

BEBERAPA HAL LAIN 

Beberapa pokok lain dalam Perpu: 

1.  Lingkungan kuasa bertakunya Perpu menurut tempat (Pasal 2-4); 

2.  Korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana teronsme (Pasal 17-18); 

3. Untuk pelaku yang beoisia di bawah 18 lahun tidak bertaku 

ketentuanpidana minimum khusus. pidana mati dan pidana penjara 

seumur hidup 

(Pasal 19). 

4. Dalam Bab VI diatur tentang Kompensasi, Restitusi. dan Rehabilitasi 

(Pasal 36-42); 

 

CATATAN AKHIR: 

A. Istilah Teror dan Terorisme 

Peristilahan merupakan pokok penting dalam bidang hukum. Jika dua 

orang memakai  istilah yang sama tetapi dalam pikiran masing-masing 

memiliki pengertian yang berbeda tentang pengertian dari istilah ini , 

maka percakapan akan simpang siur. 

Oleh karena itu, dalam suatu peraturan perundang-undangan. pada 

umumnya akan diberikan pengertian tentang istilah-istilah yang dipakai  

dalam peraturan yang beraangkutan. Penafsiran tertiadap peraturan 

ini . biasanya diletakkan di bagian depan, yaitu pada Bab I tentang 

Ketentuan Umum. 

Sebelum melakukan pembahasan tertiadap istilah yang dipakai  

dalam peraturan perundang-undangan, tertebih dahulu akan dijelaskan 

tentang istilah teror dan terorisme secara umum. 

Berkenaan dengan terjadinya sejumlah peristiwa pemboman di 

beberapa negara, termasuk pula antaranya di negara kita , istilah yang sering 

diberitakan yaitu  istilah terorisme. bukannya istilah teror. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan. apakah istilah teror memiliki 

pengertian yang sama dengan terorisme ataukah di antara kedua istilah itu 

ada perbedaan arti. 

Untuk itu akan dilihat apa arti yang diberikan dalam kamus bahasa. 

Terhadap istilah (error, dalam suatu kamus Inggris negara kita  diberikan 

pengertian 'kata benda. rasa ngeri. kengerian. teror. Reign of terror 

pemerintahan yang bengis".15 Sedangkan terhadap istilah terrorism 

diberikan pengertian sebagai 'kata benda. terorisme. penggentaran'.16 

Dalam pemakaian  sehari-hari, kata teror (Ing.: terror), pada 

umumnya memiliki arti yang lebih luas. Sebagai contoh, A dan 8 yang 

rumahnya bertetangga tetapi di antara keduanya saling bermusuhan. di 

mana A setiap pagi melakukan teror terhadap B dengan cara mengasah 

parangnya di depan rumah. Perbuatan A ini sudah dapat dikatakan 

merupakan iindakan teror yang drtujukan terhadap B. yaitu bertujuan 

menakut-nakuti tetangganya B. 

Tetapi sulit untuk dikatakan bahwa tindakan A, yang mengasah 

parangnya di depan rumah. sudah merupakan suatu tindakan terorisme. 

Istilah terorisme mempunyai pengertian yang bersifat tebih khusus 

Dewasa ini, baik dalam lingkup intemaskxial maupun di negara kita , kata 

terorisme dikaitkan dengan tindakan menakut-nakuti yang memiliki latar 

belakang tertentu. yaitu paham tertentu Paham tertentu ini dapat berupa 

                                                     

paham politik, kJeotogi atau agama kleh karena itu dalam peraturan 

peoindang-undanqan seperti Peraturan Pemerintah Pengganti 

Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tmdak 

Pidana Terorisme. dipakai  istiiah tindak pidana terorisme dan bukannya 

hanya tindak pidana teror. 

 

B. Sejarah Terorisme 

Kata terror (Latin: terrere; Perancis: terreur) mulai memperoleh makna 

yang negatif. sesudah  dipakai  di Perancis untuk menggambarkan suatu 

sistem pemerintahan baru yang dijalankan selama Revolusi Perancis 

(1789-1799) Pemerintahan waktu itu, yang dinamakan Regime de la terreur 

(Reign of Terror), sebanamya dimaksudkan untuk memajukan demokrasi 

dan pemerintahan rakyat dengan cara menyisihkan musuh-musuh revolusi. 

Tetapi, pemakaian  kekerasan yang berlebih-lebihan oleh alat-alat negara 

telah membuat mereka menjadi sesuatu yang menakutkan bagi rakyat 

Perancis. Sejak itu kata terorisme memiliki konotasi negatif. 

Tetapi kata ini nanti menjadi populer di akhir abad ke-19 sesudah  

dipakai  oleh suatu kelompok revolusiover Russia untuk 

menggambarkan perjuangan mereka yang penuh kekerasan melawan 

Tsar. Sejak itu. terorisme dipandang sebagai berkaitan erat dengan 

gerakan anti-pemerintah. 

Beberapa contoh dengan tujuan yang beraneka ragam yaitu  antara 

lain: 

1. Serangan-serangan kelompok-kelompok sayap kiri Baader Meinhof 

(Jerman) dan Brigade Merah (Italia), di tahun 1660-an dan 1970-an yang 

bertujuan mengganti pemerintah dengan pemerintahan komunis; 

2. Serangan kelompok bersitat keagamaan Aum Shinrikyo di Jepang 

dengan memakai  gas di Tokyo subway yang menewaskan 12 

orang, yang bertatar belakang pandangan tentang akhir zaman. 


3. Serangan-serangan separatis Basque di Spanyol, Nasionalis Irandia di 

Irlandia Utara. separatis Tamil di Srilangka dan India, dan separatis Kurdi 

di Turki, yang bertujuan membentuk pemerintahan nastonal sendiri; 

4. Serangan Alkhaeda terhadap WTC. New York. 11-9-2001 menewaskan 

sekitar 3.000 orang bertatar belakang pandangan anti-Amerika. 

Sekarang ini dunia intemasional, melalui Perserikatan Bangsa-bangsa 

(United Nations Organization), telah menaruh perhatian besar terhadap 

terorisme dan membuat sejumlah konvensi yang berkenaan dengan 

terorisme. 

Dalam website Perserikatan Bangsa-bangsa, dicantumkan sejumlah 

konvensi yang dipandang sebagai berkenaan dengan upaya pencagahan 

dan penanggulangan terorisme. yaitu: 

United Nations Treaty Collection: Conventions on Terrorism: 

I.   United Nations Conventions Deposited With The Secretary-General 

Of The United Nations: 

  Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against 

Internationally Protected Persons, including Diplomatic Agents, 

adopted by the General Assembly of the United Nations on 

14December 1973. 

   International Convention against the Taking of Hostages, adopted 

bythe General Assembly of the United Nations on 17 December 

1979 

   International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings 

adopted by the General Assembly of the United Nations on 

15December 1997  

   International Convention for the Suppression of the Financing of 

Terrorism, adopted by the General Assembly of the United Nations 

on 9 December 1999. 

  

II.  United Nations Conventions Deposited With Other Depositaries .    

  Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on 

Board Aircraft, signed at Tokyo on 14 September 1963. 

(Deposited with the Secretary-General of the International Civil 

Aviation Organization) 

  Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, 

signedat the Hague on 16 December 1970. (Deposited with the 

Governmentsof the Russian Federation, the United Kingdom and 

the United Statesof America) 

  Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the 

Safety of Civil Aviation, signed at Montreal on 23 September 1971. 

(Deposited with the Governments of the Russian Federation, the 

United Kingdom and the United States of America) 

  Convention on the Physical Protection of Nuclear Material, signed 

at Vienna on 3 March 1980. (Deposited with the Director-General 

of theInternational Atomic Energy Agency) 

  Protocol on the Suppression of Unlawful Acts of Violence at 

Airports Serving International Civil Aviation, supplementary to the 

Conventionfor the Suppression of Unlawful Acts against the 

Safety of Civil Aviation, signed at Montreal on 24 February 19S8. 

(Deposited with the Governments of the Russian Federation, the 

United Kingdom and the United States of America and with the 

Secretary-General of theInternational Civil Aviation Organization) 

  Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the 

Safety ofMaritime Navigation, done at Rome on 10 March 1988. 

(Depositedwith the Secretary-General of the International 

Maritime Organization) 

  Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of 

Fixed Platforms Located on the Continental Shelf, done at Rome 

on 10March 1988 (Deposited with the Secretary-General of   

theInternational Maritime Organization) 


  Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of 

Fixed Platforms Located on the Continental Shelf, done at Rome 

on 10March 1988. (Deposited with the Secretary-General of   

theInternational Maritime Organization) 

 

Dengan demikian dalam Hukum Intemasional telah cukup banyak 

konvensi hukum berkenaan dengan upaya pencegahan dan 

penanggutangan terorisme. dan tinggal bagaimana kehendak suatu negara 

untuk melakukan kerja sama dengan negara-negara lain untuk metakukan 

koordinasi. termasuk melakukan ratifikasi terhadap berbagai konvensi 

ini   

 

C. Pengertian Terorisme dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2002 

Pada tanggal 18 Oktober 2002. diundangkannya Peraturan pemerintah 

Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan 

Tindak Pidana Terorisme dalam Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 

106, Penjelasan dalam TLN Nomor 4232. 

Sistematika Perpu ini  tersusun atas bab-bab sebagai berikut: 

BABI  KETENTUAN UMUM (Pasal 1-2) 

BABII    LINGKUP BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH 

 PENGGANTI UNDANG-UNDANG (Pasal 3-5)  

BAB III    TINDAK PIDANA TERORISME (Pasal 6-19)  

BAB IV    TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK 

 PIDANA TERORISME (Pasal 20-24)  

BABV     PENYIDIKAN, PENUNTUTAN. DAN PEMERIKSAAN Dl 

SIDANGPENGADILAN (Pasal 25-35) 

BAB VI   KOMPENSASI, RESTITUSI. DAN REHABILITASI (Pasal 36-42)  

BAB VII   KERJA SAMA INTERNASIONAL (Pasal 43)  

BAB VIII  KETENTUAN PENUTUP (Pasal 444-7) 

Dalam Pasal 1 butir 1. yang terletak dalam Bab 1 dari Perpu Nomor 1 

Tahun 2002, dikatakan bahwa tindak pidana terorisme yaitu  segala 

perbuatan yang mernenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan 

ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. 

Jadi, dalam Pasal 1 ini  Mak diberikan suatu definisi tentang apa 

yang dimaksudkan dengan terorisma dan tindak pidana terorisme. Dalam 

pasal ini  langsung ditunjuk bahwa tindak pidana-tindak pidana yang 

dirumuskan dalam peraturan pemerintah psngganti undang-undang ini 

merupakan tindak pidana terorisme. 

Oleh karena itu pertu dilihat pasat-pasal dalam Perpu dan apa yang 

merupakan unsur-unsur tindak pidana dalam pasat-pasal ini  

Dalam Pasal 6 ditentukan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja 

memakai  kekerasan atau arcaman kekerasan menimbuikan suasana 

teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbuikan 

korban yang bersifat massal. dengan cara merampas kemerdekaan atau 

hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau memicu  

kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang stralegis atau 

lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas intemasional. diptdana 

dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling 

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. 

Dalam Pasal 7 ditentukan bahwa. setiap orang yang dengan sengaja 

memakai  kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk 

menimbulkan suasana teror atau rasa takut tertiadap orang secara meluas 

atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas 

kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau 

untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek 

vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau 

fasilitas intemastonal, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur 

hidup. 

Dalam Pasal 8 ditentukan bahwa, dipidana karena melakukan tindak 

pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam 

pasal 6. setiap orang yang: 

a.  menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak 

bangunanuntuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan 

usaha untuk 

pengamanan bangunan ini ; 

b.  menyebabkan hancumya tidak dapat dipakainya atau rusaknya 

bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara. atau gagalnya usaha 

untuk pengamanan bangunan ini ; 

c.  dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan merusak, 

mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan 

penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat ini , 

atau memasang tanda atau alat yang keliru; 

d.  karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat untuk pengamanan 

penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan 

terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang 

keliru; 

e. dengan sengaja atau melawan hukum. menghancurkan atau membuat 

tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian 

kepunyaan orang lain; 

f.  dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, 

membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara; 

g.  karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka. hancur. Tidak 

dapat dipakai, atau rusak; 

h. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang 

laindengan melawan hukum. atas penanggung asuransi menimbulkan 

kebakaran atau ledakan, kecetakaan kenancuran, kerusakan atau 

membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang dipertanggungkan 

tertiadap bahaya atau yang dipertanggungkao muatannya maupun upah 

yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya. staupun untuk 

kepentingan muatan ini  telah diterima uang tanggungan; 

i. dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum. 

merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai 

pesawat udara dalam penerbangan; 

j  dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau 

ancaman dalam bentuk lainnya. merampas atau mempertahankan 

perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam 

penerbangan; 

k melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan jahat, 

dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu. memicu  luka 

berat seseorang, memicu  kerusakan pada pesawat udara 

sehingga dapat membahayakan penerbangannya, dilakukan dengan 

maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas 

kemerdekaan seseorang; 

l. dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan 

terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika 

perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara 

ini ; 

m. dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam 

dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara ini  yang 

menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan 

penerbangan; 

n. dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan 

ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas. dengan cara 

apapun. alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara 

yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan 

pesawat udara ini  yang dapat membahayakan keamanan dalam 

penerbangan; 

o. melakukan secara bersama-sama 2 (dua) orang atau lebih, sebagai 

kelanjutan dari permufakatan jahat, melakukan dengan direncanakan 

lebih  dahulu,  dan  memicu   luka  berat  bagi  seseorang  

dari perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf I, huruf m, dan huruf 

p. memberikan keterangan yang diketahuinya yaitu  palsu dan karena 

perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam 

penerbangan;  

q. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang dapat 

membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan;  

r. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat 

mengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam pesawat udara dalam 

penerbangan. 

Dalam Pasal 9 ditentukan bahwa. setiap orang yang secara melawan 

hukum memasukkan ke negara kita , membuat, menerima. mencoba 

memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, 

membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam 

miliknya, menyimpan. mengangkut menyembunyikan, mempergunakan. 

atau mengeluarkan ke dan/atau dari negara kita  sesuatu senjata api. 

amunisi. atau sesuatu bahan petedak dan bahan-bahan lainnya yang 

berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme. 

dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana 

penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. 

Dalam Pasai 10 ditentukan bahwa. dipidana dengan pidana yang 

sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. setiap orang 

yang dengan sengaja memakai  senjata kimia. senjata biologis. 

radioiogi. mikroorganisme. radioaktif atau komponennya. sehingga 

menimbulkan suasana teror. atau rasa takut terhadap orang secara 

meluas. menimbulkan korban yang bersifat massal. membahayakan 

terhadap kesehatan. terjadi kekacauan terhadap kehidupan. keamanan. 

dan hak-hak orang. atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap 

obyek-obyek vital yang strategis. lingkungan hidup. fasilitas publik. atau 

fasilitas internasional. 

Dalam Pasal 11 ditentukan bahwa. dipidana dengan pidana penjara 

paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun. setiap 

orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana 

dengan tujuan akan dipakai  atau patut d.ketahuinya akan dipakai  

sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme 

dirnaksud dalam Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Pasal 9. dan Pasa?io 

Dalam Pasal 12 drtentukan bahwa, dipidana karena melakukan tindak 

pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3 (figa) tahun , 

paling lama 15 (lima betas) tahun. setiap orang yang dengan senaai 

menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akar 

dipakai  atau patut diketahuinya akan dipakai  sebagian atau 

seluruhnya untuk melakukan: 

a. tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, memakai , 

menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia, 

senjatabiologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya 

yang memicu  atau dapat memicu  kematian atau luka berat 

ataumenimbulkan kerusakan harta benda; 

b. mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, 

radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya; 

c. penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir senjata 

kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif 

ataukomponennya; 

d. meminta bahan nuklii, senjata kimia senjata biologis, radiologi, 

mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atau 

ancaman kekerasan atau dengan segala bentuk intimtdasi; 

e. mengancam: 

 1) memakai  bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi. 

mikroorganisme. radioaktif. atau komponennya untuk menimbulkan 

kematian atau luka berat atau kerusakan harta benda; atau 

 2) melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf 

bdengan tujuan untuk memaksa orang lain, organisasi 

intemasional,atau negara lain untuk melakukan atau tidak 

melakukan sesuatu. 

f. mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf 

a. huruf b, atau huruf c; dan 

g. ikut serta datam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam 

huruf a sampai dengan huruf f. 

Dalam Pasal 13 ditentukan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja 

memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidaaa 

terorisme, dengan: 

a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan 

lainnya kepada peiaku tindak pidana terorisme; 

b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau 

c. menyembunyikan informast tentang tindak pidana terorisme,dipidana 

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan pahng lama 15 

(lima betas) tahun. 

Dalam Pasal 14 ditentukan bahwa. setiap orang yang merencanakan 

dan/atau menggerakkan orang tain untuk melakukan tindak pidana 

terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Pasal 9. 

Pasal 10. Pasal 11. dan Pasa! 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana 

Penjara seumur hidup. 

Dalam Pasat 15 ditentukan bahwa. setiap orang yang melakukan 

permufakatan jahat. peroobaan. atau pembantuan untuk melakukan tindak 

pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8.  

Pasal 9. Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana yana 

sama sebagai pelaku tindak pidananya. 

Dalam Pasal 16 ditentukan bahwa, setiap orang di luar wilayah negara 

Republik negara kita  yang memberikan bantuan. kemudahan, sarana, atau 

keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme, dipidana dengan 

pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 6, Pasal 7. Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. 

Selain itu, ada  pula tindak pidana yang disebut sebagai tindak 

pidana tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme. 

Tindak-tindak pidana ini diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 23. 

Dalam Pasal 20 ditentukan bahwa, setiap orang yang dengan 

memakai  kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan 

mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum. penasihat hukum, 

dan/atau hakim yang menangani tindak pidana terorisme sehingga proses 

peradilan menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara paling 

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun. 

Dalam Pasal 21 ditentukan bahwa, setiap orang yang memberikan 

kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, 

dan mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan, 

atau meiakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas 

pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme. dipidana dengan pidana 

penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun. 

Dalam Pasal 22 ditentukan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja 

mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak 

langsung penyidikan, penuntutan. dan pemeriksaan di sidang pengadilan 

dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara 

paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun. 

Dalam Pasal 23 ditentukan bahwa. setiap saksi dan orang lain yang 

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) 

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun. 

Dengan demikian, tindak pidana-tindak pidana dalam Perpu No 1 

Tahun 2002 dapat diklasifikasi sebagai berikut: 3. Tindak pidana terorisme. 

yang diatur dalam Bab III. yang mencakup: 

a. Tindak pidana terorisme karena tujuannya menimbulkan suasana 

teroratau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan 

korban yang bersifat massal (Pasal 6-7). 

b. Tindak pidana terorisme karena membahayakan/ 

merusak/menghancurkan pesawat udara (Pasal 8 huruf a-r).

c. Tindak pidana terorisme karena keterkaitan dengan lalu lintas senjata 

tapi amunisi atau sesuatu bahan petedak dan bahan lainnya yang 

berbahaya, dengan maksud untuk meiakukan tindak pidana terorisme 

(Pasal 9). 

d. Tindak pidana terorisme karena pemakaian  senjata kimia, senjata 

biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya (Pasal 

10). 

e. Tindak pidana terorisme karena menyediakan atau mengumpulkan dana 

dengan tujuan tertentu.  

f. akan dipakai  atau patut diketahuinya akan dipakai  untuk 

meiakukan tindak pidana terorisme (Pasal 11): atau. 

g. akan dipakai  untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang dirumuskan 

dalam Pasal 12 huruf a sampai dengan g;  

h. Tindak pidana terorisme karena memberi bantuan atau kemudahan 

terhadap pelaku tindak pidana terorisme (Pasal 13).  

i. Tindak pidana terorisme karena merencanakan dan/ataumenggerakkan 

orang lain untuk melakukan tindak pidana terorismedalam Pasal 6-12 

(Pasal 14).  

j. Tindak pidana terorisme karena melakukan  permufakatan jahat, 

percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme 

dalam Pasal 6-12 (Pasal 15).  

k. Tindak pidana terorisme karena saat berada di luar wilayah negara kita  

memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk 

terjadinya tindak pidana terorisme (Pasal 16). 

4.Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme. 

yang diatur dalam Bab IV, yang mencakup: 

a. Mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat 

hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidana 

terorisme(Pasal 20). 

b. Memberi kesaksian palsu, alat bukti palsu atau barang bukti palsu 

mempengaruhi atau rnenyerang saksi atau petugas pengadilan 

dalam perkara tindak pidana terorisme (Pasal 21); 

c. Merintangi secara langsung atau tidak langsung terhadap 

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dalam 

perkara tindak pidana terorisme (Pasal 22). 

d. Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 23).