pidana khusus 1







Tindak pidana khusus pertama kali dikenal istilah Hukum 

Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana 

Khusus. berada di luar hukum pidana 

umum yang mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang 

tertentu. Tindak pidana khusus yaitu  bagian dari hukum pidana. 

ada  beberapa definisi menurut para ahli yaitu, Moeljatno, Simons, 

serta definisi pidana itu sendiri menurut Wirjono Prodjodikoro, 

Lamintang, Sudarto, dan Andi Hamzah. Tindak pidana itu sendiri biasa 

dikenal dengan istilah delik. Delik dalam kamus hukum yaitu  

perbuatan yang dapat dikenakan hukuman sebab yaitu  

pelanggaran terhadap undang-undang. 

Tindak pidana khusus ini diatur dalam undang-undang di luar 

hukum pidana umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang 

ada  dalam undang-undang pidana yaitu  indikator apakah 

undang-undang pidana itu yaitu  tindak pidana khusus atau bukan. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa yaitu 

undang-undang pidana atau hukum pidana yang diatur dalam undang-

undang pidana tersendiri. 

Lalu, pernyataan ini sesuai dengan pendapat pompe yang 

mengatakan bahwa hukum pidana khusus memiliki  tujuan dan fungsi 

tersendiri undang-undang pidana yang dikualifikasikan sebagai hukum 

tindak pidana khusus ada yang berhubungan dengan ketentuan hukum 

administrasi negara terutama mengenai penyalahgunaan kewenangan. 

Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan kewenangan ini 

ada  dalam perumusan tindak pidana korupsi. 

 

B. Pengertian Tindak Pidana Khusus  

Tindak pidana khusus yaitu  bagian dari hukum pidana. 

Sebelum membahas pengertian tindak pidana khusus, sangat perlu 

untuk membahas istilah pidana menurut beberapa ahli dan tindak 

pidana terlebih dahulu sebagai dasar dari tindak pidana khusus. Hukum 

pidana menurut Moeljatno ialah bagian daripada keseluruhan hukum 

yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-

aturan untuk.

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, 

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa 

pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan ini  

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah 

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana 

sebagaimana yang telah diancamkan  

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat 

dilaksanakan bila  ada orang yang disangka telah melanggar 

larangan ini . 

 

Selain itu, hukum pidana menurut Simons yaitu sebagai berikut:

1.  Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam 

dengan nestapa yaitu suatu “pidana” bila  tidak ditaati  

2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk 

penjatuhan pidana 

3. Keseluruhan ketentuan yang mmeberikan dasar untuk penjatuhan 

dan penerapan pidana 

Secara umum ada dua jenis istilah yaitu hukum dan pidana. 

Menurut Prof. Dr.Van Kan, Hukum yaitu keseluruhan peraturan hidup 

yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam 

warga . Pidana juga ada  beberapa pengertian menurut para 

ahli. Menurut Profesor Van Hamel pidana atau straf yaitu suatu 

penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan 

yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai 

tanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, 

yakni semata-mata sebab orang ini  telah melanggar suatu 

peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negaraTindak pidana 

                                                             

khusus yaitu tindak pidana vang diatur di luar Kitab Undang-Undang 

Hukum Pidana dan memiliki ketentuan-ketentuan khusus acara pidana.

Di dalam perundang-undangan dipakai istilah perbuatan pidana, 

peristiwa pidana dan tindak pidana yang juga sering disebut delik. 

Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti suatu perbuatan 

yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelakunya ini 

dapat dikatakan subjek tindak pidana. Di dalam WVS dikenal dengan 

istilah Strafbaar feit, Sedang  dalam kepustakaan dipergunakan 

istilah delik. Pembuat undang-undang memakai  istilah peristiwa 

pidana, perbuatan pidana, dan tindak pidana. 

Menurut Moeljatno, unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: 

1. Perbuatan itu harus yaitu  perbuatan manusia,  

2. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan pidana,  

3. Perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang,  

4. Harus dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan,  

5. Perbuatan itu harus disalahkan oleh si pembuat. 

 

Menurut EY Kanter dan SR Sianturi, unsur-unsur tindak pidana adalah: 

1. Subjek,  

2. Kesalahan,  

3. Bersifat melawan hukum,  

4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang 

terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana, Waktu, tempat 

dan keadaan (unsur objektif lainnya). 

 

Dari apa yang disebutkan di atas, dapat ditarik kesimpulan 

bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana bila  

perbuatan itu: 

1. Melawan hukum,  

2. Merugikan warga ,  

3. Dilarang oleh aturan pidana,  

4. Pelakunya akan diancam dengan pidana,  

5. Pelakunya dapat dipertanggungjawabkan. 

 

Menurut Lamintang, ada unsur objektif yang berhubungan 

dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan dimana tindakan dari si pelaku 

itu harus dilakukan. Unsur-unsur obyektif itu meliputi: 

                                                             

a. Perbuatan manusia, terbagi atas perbuatan yang bersifat positif dan 

bersifat negatif yang memicu  suatu pelanggaran pidana. 

Terkadang perbuatan positif dan negatif ada  dengan tegas di 

dalam norma hukum pidana yang dikenal dengan delik formil. 

Dimana pada delik formil yang diancam hukuman yaitu 

perbuatannya seperti yang ada  pada Pasal 362 KUHP dan Pasal 

372 KUHP, Sedang  terkadang pada suatu perbuatan saja diancam 

hukuman Sedang  cara menimbulkan akibat itu tidak diuraikan 

lebih lanjut, delik seperti ini disebut sebagai delik materil yang 

ada  pada Pasal 338 KUHP. 

b. Akibat perbuatan manusia, yaitu akibat yang terdiri atas merusaknya 

atau mebahayakan kepentingan-kepentingan hukum yang menurut 

norma hukum pidana itu perlu ada susaha  dapat dipidana. 

c. Sifat melawan hukum dan dapat dipidana. Perbuatan itu melawan 

hukum jika bertentangan dengan undang-undang. Sifat dapat 

dipidana artinya bahwa perbuatan itu harus diancam dengan pidana, 

oleh suatu norma pidana yang tertentu. 

 

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) 

atau Wetboek van Strafrecht, UU No. 1 Tahun 1946 jo Staatsblad 1915 

No. 732, telah dirumuskan sejumlah tindak pidana yang ditempatkan 

dalam Buku II tentang Kejahatan (Misdrijven) dan Buku III tentang 

Pelanggaran (Overtredingen). Di luar KUHPidana ini masih ada 

sejumlah undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana seperti: 

1. UU No.7/Drt/1955 tentang Pengusutan. Penuntutan dan Peradilan 

Tindak Pidana Ekonomi; 

2. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;  

3. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 

 

Tindak pidana ekonomi, tindak pidana psikotropika, dan tindak 

pidana narkotika yaitu  beberapa contoh dari tindak pidana yang 

diatur dalam undang-undang tersendiri di !uar KUHPidana. Mengapa 

tindak pidana seperti tindak pidana ekonomi, psikotropika.dan 

narkotika, tidak diintegrasikan saja dalam KUHPidana, melainkan 

sampai perlu diatur dalam undang-undang tersendiri di luar 

KUHPidana? Hal ini sebab tindak pidana-tindak pidana ini  

memerlukan pengaturan yang lebih komprehensif dan bukan sekedar 

hanya mendapatkan rumusan tindak pidana saja. 

Untuk tindak pidana ekonomi dipandang perlu ada pengaturan 

antara lain tentang: 

1. Tindakan tata tertib (Pasal 8).  

2. Tindak pidana oleh korporasi (Pasal 15).  

3. Tindakan sementara selama pemeriksaan di muka pengadilan belum 

dimulai (Pasal 27), dan 

4. Wewenang yang besar dalam penyidikan misalnya menurut Pasal 

20: 

a. Pegawai-pegawai pengusut pada setiap waktu berhak memasuki 

setiap tempat yang menurut pendapatnya perlu dimasuki untuk 

menjalankan tugasnya. Jika perlu pegawai-pegawai itu masuk ke 

dalam tempat itu dengan bantuan kekuasaan umum.  

b. Bertentangan dengan kemauan penghuni mereka tidak akanmasuk 

ke dalam sebuah rumah selain untuk mengusut suatutindak-pidana 

ekonomi dan disertai oleh seorang komisarispolisi atau oleh 

walikota, atau atas perintah tertulis dan jaksa. 

 

Untuk tindak pidana narkotika dan tindak pidana psikotropika 

dipandang perlu ada pengaturan antara lain tentang  

1. Penggolongan narkotika/psikotropika,  

2. Perlakuan khusus terhadap korban narkotika/ psikotropika, dan  

3. Ketentuan khusus dalam penyidikan seperti teknik penyidikan 

penyerahanyang diawasi dan teknik pembelian terselubung.  

 

Apa yang menjadi kebutuhan untuk pengaturan bersifat 

komprehensif. dapat berbeda-beda antara satu tindak pidana dengan 

tindak pidana lainnya Tetapi semuanya memiliki kebutuhan untuk 

adanya sejumlah ketentuan khusus acara pidana, walaupun ketentuan 

khusus itu dapat berfaeda antara satu tindak pidana dengan tindak 

pidana lainnya. 

Adanya sejumlah ketentuankhusus acara pidana ini yaitu  

karakteristik penting untuk tindak pidana khusus. Ini tidak berarti dalam 

suatu Undang-Undang, seperti UU No. 5 Tahun 1997 tentang 

Psikotropika telah diatur keseluruhan acara pidana. Dalam UU No. 5 

Tahun 1997 hanya diatur beberapa saja ketentuan acara 

pidana.Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan berkenaan dengan tindak 

pidana psikotropika.pada umumnya tunduk pada ketentuan-ketentuan 

acara pidana dalam KUHAP. 


C. Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus 

Dengan adanya perkembangan dalam warga , untuk 

memenuhi kebutuhan hukum dan mengimbangi perkembangan 

warga  yang berkembang pesat, baik peraturan sebagai 

penyempurnaan ketentuanketentuan yang telah ada dalam KUHP, maka 

dibentuklah beberapa peraturan perundang-undangan pidana yang 

bersifat khusus.4 

Tindak Pidana Khusus mengalami perkembangan yang sangat 

pesat sehingga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara 

khusus baik hukum materiilnya maupun hukum formilnya.Berkenaan 

dengan fenomena pembentukan berbagai peraturan perundang-

undangan tindak pidana khusus, Muladi mengakui bahwa 

perkembangan hukum pidana di luar kodifikasi KUHP, khususnya 

berupa Undang-Undang Tindak Pidana Khusus.Kedudukan Undang-

Undang Tindak Pidana Khusus dalam hukum pidana yaitu sebagai 

pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. 

Hakim yang memiliki  tugas pokok memeriksa dan memutus 

perkara melalui proses persidangan di pengadilan, juga harus senantiasa 

mengikuti perkembangan hukum pidana khusus sehingga putusan yang 

dihasilkan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan 

kepastian hukum. Hakim dituntut untuk mengembangkan kemampuan 

pengetahuan hukum termasuk hukum pidana khusus baik mulai dari 

norma hukum yang berlaku di warga , asas-asas hukum, kaidah-

kaidah hukum, peraturan perundangundangan, sampai dengan 

penerapan hukum yang dimanifestasikan dalam bentuk putusan 

pengadilan. 

Setelah mengetahui pengertian hukum pidana khusus 

sebagaimana telah dijelaskan sebelumya, ada  ruang lingkup tindak 

pidana khusus yang mengikuti sifat dan karakter hukum pidana khusus, 

yang dasar hukumnya diatur di luar KUHP.Sifat dan karakter hukum 

pidana khusus terletak pada kekhususan dan penyimpangan dari hukum 

pidana umum, mulai dari subjek hukumnya yang tidak hanya orang 

tetapi juga korporasi.5 

Selain itu, mengenai ketentuan sanksi yang umumnya lebih 

berat dan juga mengenai hukum acara yang biasanya dipakai , juga 

                                                            

hukum acara pidana khusus. Ruang lingkup hukum pidana khusus tidak 

bersifat tetap, tetapi dapat berubah tergantung dengan apa ada 

penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari undang-

undang pidana yang mengatur substansi tertentu.  

Azis syamsudin berpendapat bahwa substansi hukum pidana 

khusus menyangkut tiga permasalahan, yaitu tindak pidana, 

pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan.

Berikut Ruang lingkup tindak pidana khusus dalam buku Ruslan 

Renggong sebagai berikut:

1. Korupsi  

2. Pencucian Uang  

3. Terorisme  

4. Pengadilan Hak Asasi Manusia  

5. Narkotika  

6. Psikotropika  

7. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya  

8. Tindak Pidana Lingkungan Hidup  

9. Oerikanan  

10. Kehutanan  

11. Penataan Ruang  

12. Keimigrasian  

13. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan  

14. Kesehatan  

15. Praktik Kedokteran  

16. Sistem Pendidikan Nasional  

17. Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis  

18. Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga  

19. Perlindungan Anak  

20. Informasi dan Transaksi Elektronik  

21. Pornografi  

22. Kepabeanan  

23. Cukai  

24. Perlindungan Konsumen  

25. Pangan  

26. Paten  

                                                             

27. Merk  

28. Hak Cipta  

29. Pemilihan Umum (Pemilu)  

30. Kewarganegaraan  

31. Penerbangan 

 

Beberapa dan tindak pidana khusus yang diatur dalam Undang-

Undang tersendiri di luar KUHPidana dan memiliki ketentuan khusus 

acara pidana, yaitu:  

1. Tindak Pidana Ekonomi dalam UU No.7/Drt/1955 tentang 

Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana; 

2. Tindak Pidana Korupsi;  

3. Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 

2010;  

4. Tindak Pidana Terorisme;  

5. Tindak Pidana Psikotropika dalam UU No. 5 Tahun 1997 tentang 

Psikotropika;  

6. Tindak Pidana Narkotika dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang 

Narkotika; 7. Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik. 

 

D. Karakteristik Hukum Pidana Khusus 

Hukum pidana khusus yaitu  bagian dari hukum pidana 

vang tersebar dalam berbagai undang-undang yang dibentuk untuk 

mengatur materi hukum secara khusus. Dalam Undang-undang ini , 

selain memuat materi hukum pidana materiil juga memuat materi 

hukum pidana formil, atau dengan kata lain hukum pidana khusus 

memuat norma dan sanksi pidana yang tidak diatur dalam KUHP dan 

juga memuat aturan hukum acara yang menyimpang dari ketentuan 

yang ada dalam KUHAP. 

Secara umum, karakteristik atau kekhususan dan penyimpangan 

hukum pidana khusus terhadap hukum pidana materiil digambarkan 

oleh Teguh Prasetyo, sebagai berikut: 

1. Hukum pidana bersifat elastis (ketentuan khusus).  

2. Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam 

dengan hukuman (menyimpang)  

3. Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran 

(ketentuan khusus).  

4. Perluasan berlakunya asas teritorial (ekstrateritorial) 

(menyimpang/ketentuan khusus).  

5. Subjek hukum berhubungan/ditentukan berdasar kerugian 

keuangan dan perekonomian negara (ketentuan khusus).  

6. Pegawai negeri yaitu  subjek hukum tersendiri 

(ketentuankhusus).  

7. Memiliki sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk 

memasukkan tindak pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU 

lain itu menentukan menjadi tindak pidana (ketentuan khusus). 

8. Pidana denda ditambah sepertiga terhadap korporasi 

(menyimpang). 

9. Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ketentuan khusus)  

10. Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU 

itu(ketentuan khusus)  

11. Tindak pidana bersifat transnasional (ketentuan khusus)  

12. Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindk pidana 

yang terjadi (ketentuan khusus)  

13. Tindak pidananya dapat bersifat politik (ketentuan khusus). 

 

Selain aspek-aspek yang menggambarkan kekhususan dan 

penyimpangan dari hukum pidana materil, juga dapat pula berlaku asas 

retro active. Penyimpangan terhadap hukum pidana formil dapat 

ditemukan dalam hal-hal, sebagai berikut: 

1. Penyidikan dapat dilakukan oleh Jaksa, Penyidik Komisi 

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  

2. Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain.  

3. Adanya gugatan perdata terhadap tersangka/terdakwa tindak pidana 

korupsi.  

4. Penuntutan kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian 

negara.  

5. Perkara pidana khusus diadili di pengadilan khusus. 

6. Dianutnya peradilan in absentia.  

7. Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank.  

8. Dianut pembuktian terbalik.  

9. Larangan menyebutkan identitas pelapor.  

10. Perlunya pegawai penghubung 

berdasar pendapat Teguh Prasetyo ini , dapat 

disimpulkan bahwa hukum pidana khusus, memang memiliki 

karateristik tertentu sehingga berbeda dengan hukum pidana 

umum.Perbedaan itu terlihat baik pada substansi hukum pidana 

materiilnya maupun substansi hukum formilnya.Perbedaan itu terlihat 

pada insitusi penegak hukumnya, peradilan, dan subjek hukumnya. 

Dalam hukum tindak khusus, subjek hukumnya tidak hanya terbatas 

pada orang perseorangan, akan tetapi juga subjek hukum korporasi....

 

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi 

Ensiklopedia negara kita  disebut korupsi (dari bahasa Latin : 

corruptio = penyuapan; corruptore = merusak) gejala di mana para 

pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan 

terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya.8 

Secara harfiah korupsi yaitu  sesuatu yang busuk, jahat dan 

merusak. Hal ini disebabkan korupsi memang menyangkut segi moral, 

sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur 

pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan sebab 

pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau 

golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. 

Kartono menjelaskan : 

“Korupsi yaitu tingkah laku individu yang memakai  

wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, 

merugikan kepentingan umum dan negara.Jadi korupsi demi 

keuntungan pribadi, salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan 

pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara 

dengan memakai  wewenang dan kekuatan-kekuatan formal 

(misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk 

memperkaya diri sendiri”.

 

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana 

Korupsi, yang berlaku terhitung mulai tanggal 16 Agustus 1999 yang 

kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang 

Perubahan atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang 

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  

                                                             

Tujuan dengan diundangkannya Undang-Undang Korupsi ini 

sebagaimana dijelaskan dalam konsiderans menimbang diharapkan 

dapat memenuhi dan mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan 

hukum bagi warga  dalam rangka mencegah dan memberantas 

secara lebih efektif setiap tindak pidana korupsi yang sangat merugikan 

keuangan, perekonomian negara pada khususnya serta warga  pada 

umumnya. 

Pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi 

ada  3 istilah hukum yang perlu diperjelas, yaitu istilah tindak 

pidana korupsi, keuangan negara dan perekonomian negara. Yang 

dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi adalah:  

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan 

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang 

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 

2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau 

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, 

kesempatan atau sarana yang ada padanya sebab jabatan atau 

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau 

perekonomian negara (sesuai Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999). 

 

Selanjutnya Tindak pidana korupsi dalam undang-undang ini 

dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil, hal ini sangat 

penting untuk pembuktian.Dengan rumusan formil yang dianut dalam 

undang-undang ini berarti meskipun hasil korupsi telah dikembalikan 

kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke 

Pengadilan dan tetap di pidana sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999. 

Penjelasan dari pasal ini  yaitu dalam hal pelaku tindak 

pidana korupsi, melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur 

pasal dimaksud, dimana pengembalian kerugian negara atau 

perekonomian negara, yang telah dilakukan tidak menghapuskan pidana 

si pelaku tindak pidana ini . Pengembalian kerugian negara atau 

perekonomian negara, yang telah dilakukan tidak menghapuskan pidana 

si pelaku tindak pidana ini . Pengembalian kerugian negara atau 

perekonomian negara ini  hanya yaitu  salah satu faktor yang 

meringankan pidana bagi pelakunya. 

 

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi 

berdasar Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang 

Pemberantasan tindak pidana korupsi, maka ditemukan beberapa unsur 

sebagai berikut: 

1. Secara melawan hukum.  

2. Memperkara diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.  

3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

 

Penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 yang dimaksud 

dengan secara melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum 

dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan 

ini  tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun 

bila  perbuatan ini  dianggap tercela, sebab tidak sesuai dengan 

rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam warga , 

maka perbuatan ini  dapat dipidana. 

Memperhatikan perumusan ketentuan tentang tindak pidana 

korupsi seperti yang ada  dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 

2001, dapat diketahui bahwa unsur melawan hukum dari ketentuan 

tindak pidana korupsi ini  yaitu  sarana untuk melakukan 

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. 

Sedang  yang dimaksud dengan merugikan yaitu sama artinya 

dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan 

demikian yang dimaksudkan dengan unsur merugikan keuangan negara 

yaitu sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau 

berkurangnya keuangan negara. 

Sebagai akibat dari perumusan ketentuan ini , meskipun 

suatu perbuatan telah merugikan keuangan negara atau perekonomian 

negara, tetapi jika dilakukan tidak secara melawan hukum, perbuatan 

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ini  

bukan yaitu  tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam 

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. 

 

C. Sebab-Sebab Tindak Pidana Korupsi 

Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri.Perilaku 

korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks.Faktor-faktor 

                                                             

penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, juga berasal dari 

situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan 

korupsi. 

Menurut Sarlito W. Sarwono dalam berita yang ditulis oleh 

warga  Transparansi negara kita , tidak ada jawaban yang persis, 

tetapi ada dua hal yang jelas, yakni : 

1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan 

sebagainya),  

2. Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, 

kurang kontrol dan sebagainya.

 

Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan 

beberapa penyebab korupsi, yakni : 

1. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan 

yang makin meningkat; 

2. Latar belakang kebudayaan atau kultur negara kita  yang yaitu  

sumber atau sebab meluasnya korupsi;  

3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan 

efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi;  

4. Modernisasi pengembangbiakan korupsi.

 

Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi 

diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 

(BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi," 

antara lain: 

1. Aspek Individu Pelaku  

a. Sifat Tamak Manusia 

Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan sebab 

orangnya miskin atau penghasilan tak cukup.Kemungkinan orang 

ini  sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk 

memperkaya diri.Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam 

itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. 

b. Moral yang Kurang Kuat  

Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah 

tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari 

                                                            

atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang 

memberi kesempatan untuk itu.  

c. Penghasilan yang Kurang Mencukupi 

Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan 

selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu 

tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan 

berbagai cara. Tetapi bila segala usaha  dilakukan ternyata sulit 

didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang 

besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, 

tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk 

keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.  

d. Kebutuhan Hidup yang Mendesak  

Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang 

mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.Keterdesakan itu 

membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas 

diantaranya dengan melakukan korupsi. 

e. Gaya Hidup yang Konsumtif  

Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya 

hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila 

tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan 

membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan 

untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu 

yaitu dengan korupsi.  

f. Malas atau Tidak Mau Kerja  

Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah 

pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat 

semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan 

cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.  

g. Ajaran Agama yang Kurang Diterapkan  

negara kita  dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan 

melarang indak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di 

lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di 

tengah warga . Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran 

agama kurang diterapkan dalam kehidupan 

2. Aspek Organisasi  

a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan Posisi pemimpin 

dalam suatu lembaga formal maupun informal memiliki  

pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa 

memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, 

misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya 

akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.  

b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar Kultur organisasi 

biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. bila  

kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan 

berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. 

Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki 

peluang untuk terjadi.  

c. Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang 

kurang memadai Pada institusi pemerintahan umumnya belum 

merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan 

juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus 

dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi ini . 

Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian 

apakah instansi ini  berhasil mencapai sasaranya atau tidak. 

Akibat lebih lanjut yaitu kurangnya perhatian pada efisiensi 

pemakaian  sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini 

memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik 

korupsi.  

d. Kelemahan sistim pengendalian manajemen Pengendalian 

manajemen yaitu  salah satu syarat bagi tindak pelanggaran 

korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah 

pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka 

perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.  

e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi 

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak 

korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. 

Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan 

dengan berbagai bentuk.  

3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada  

a. Nilai-nilai di warga  kondusif untuk terjadinya korupsi. 

Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya warga . Misalnya, 

warga  menghargai seseorang sebab kekayaan yang 

dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat warga  tidak kritis 

pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.  

b. warga  kurang menyadari sebagai korban utama korupsi 

warga  masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan 

dalam korupsi itu warga . Anggapan warga  umum yang 

rugi oleh korupsi itu yaitu negara. Padahal bila negara rugi, yang 

rugi yaitu warga  juga sebab proses anggaran 

pembangunan bisa berkurang sebab dikorupsi.  

c. warga  kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap 

korupsi pasti melibatkan anggota warga . Hal ini kurang 

disadari oleh warga  sendiri. Bahkan seringkali warga  

sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan 

cara-cara terbuka namun tidak disadari.  

d. warga  kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah 

dan diberantas bila warga  ikut aktif Pada umumnya 

warga  berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab 

pemerintah. warga  kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa 

diberantas hanya bila warga  ikut melakukannya.  

e. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul 

sebab adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-

undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang 

monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, 

kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang 

disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi 

yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang 

evaluasi dan revisi peraturan perundangundangan.

 

Evi Hartanti menyebutkan faktor lainnya yang memicu  

terjadinya korupsi adalah: 

1. Lemahnya pendidikan agama dan etika.  

2. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan 

dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.  

3. Kurangnya pendidikan, namun kenyataannya sekarang kasus-kasus 

korupsi di negara kita  yang dilakukan oleh koruptor yang memiliki 

kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar dan terpandang 

sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat.  

4. Kemiskinan, pada kasus korupsi yang merebak di negara kita , para 

pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan, 

                                                            

5. Tidak adanya sanksi yang keras.  

6. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi.  

7. Struktur pemerintahan. 

 

D. Subjek Tindak Pidana Korupsi 

Selanjutnya, menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, 

subjek tindak pidana korupsi dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu: 

1. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri; 

2.Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh bukan pegawai negeri; 

3.Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri maupun 

oleh bukan pegawai negeri.

 

1. Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Pegawai Negeri 

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, pengertian 

pegawai negeri dapat dijabarkan sebagai berikut: 

a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang 

tentang kepegawaian.  

b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana;  

c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan dari negara atau 

daerah;  

d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang 

menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau  

e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang 

mempergunakan modal dan fasilitas dari negara atau warga  

 

Secara lebih rinci, Pasal 92 KUHP menegaskan pengertian 

pegawai negeri sebagai berikut : 

1. Orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan 

berdasar aturan-aturan umum.  

2. Orang-orang yang bukan sebab pilihan menjadi anggota badan 

pembuat undang-undang, badan pemerintahan atau badan perwakilan 

rakyat yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah. 

                                                             

3. Semua anggota dewan-dewan daerah.  

4. Semua kepala rakyat Bumiputera dan kepala Golongan Timur Asing 

yang menjalankan kekuasaan yang saja. 

 

Ketentuan pegawai negeri dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 

1961, sekarang yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 

1974, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 

1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya dalam Pasal 1 huruf (a) 

dari undang-undang ini dinyatakan bahwa pegawai negeri yaitu setiap 

warga negara Republik negara kita  yang telah memenuhi syarat yang 

ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas 

dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan 

digaji berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Mereka yang termasuk pegawai negeri menurut Undang-

Undang No. 43 Tahun 1999, yaitu ada  dalam Pasal 2 dari undang-

undang ini , yaitu :  

1. Pegawai negeri terdiri dari :  

a. Pegawai Negeri Sipil  

b. Anggota Tentara Nasional negara kita , dan  

c. Anggota Kepolisian Negara Republik negara kita .  

2. Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :  

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat 

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah  

c. Di samping pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 

pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.  

 

Dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan pegawai negeri 

yaitu seperti yang termasuk dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 20 

Tahun 2001. Oleh sebab Pasal-pasal 209, 210, 387, 415, 416, 517, 418, 

419, 420, 423, 425 dan 435 KUH Pidana ditarik masuk menjadi delik 

korupsi maka kalau ditilik perluasan pengertian pegawai negeri menurut 

Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001 di atas nyata ruang lingkupnya sangat 

luas. Dikatakan luas, sebab ada kata-kata …”meliputi juga orang-

orang”… yang demikian Pasal 92 KUHP tentang pengertian pegawai 

negeri tetap berlaku, hanya diperluas pengertiannya. 

Menurut penjelasan, Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001 ini 

yaitu  perluasan pengertian pegawai negeri menurut Pasal 92 

KUHP dan UndangUndang Pokok Kepegawaian No. 18 Tahun 1961. 

Oleh sebab undang-undang kepegawaian yang disebut itu sudah 

dicabut dan diganti dengan UU No. 8 Tahun 1974, maka penjelasan itu 

sudah dicabut dan diganti dengan UU No. 8 Tahun 1974, maka 

penjelasan ini harus dibaca sesuai dengan yang terakhir itu, yaitu UU 

No. 8 Tahun 1974. 

Dengan demikian pengertian Pegawai Negeri menurut UUPTK 

(UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) mengandung 

tiga pengertian, sebab diatur dalam tiga undang-undang, yaitu sebagai 

berikut: 

1. Pegawai Negeri menurut UU No. 8 Tahun 1974 yang diubah dengan 

UU No. 43 Tahun 1999.  

2. Pegawai Negeri menurut Pasal 92 KUHP  

3. Pegawai Negeri menurut Pasal 2 UUPTPK 

 

Jadi kalau perluasan pengertian pegawai negeri seperti 

ditentukan dalam Pasal 1 UUPTPK tidak berlaku lagi, maka ini berarti 

tidak memperluas delik korupsi yang ada dan hanya berlaku satu pasal 

atau perumusan saja, yaitu Pasal 1 ayat (2) sub d, dan disitupun tidak 

sebagai subjek melainkan sebagai salah satu unsur dari perumusan itu. 

Untuk jelasnya, perumusan Pasal 1 ayat (2) sub d yaitu demikian : 

“Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti 

dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu wewenang yang 

melekat pada jabatan dan kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah 

dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu”.16 

Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Pegawai Negeri 

seperti dimaksudkan dalam pembahasan ini (point 1 di atas).Pada 

umumnya kalau berbicara mengenai korupsi, maka asosiasi ini  

tertuju kepada pegawai negeri, sebab menurut pendapat umum hanya 

pegawai negerilah yang dapat melakukan Tindak Pidana Korupsi. 

Tetapi setelah diteliti perumusan Tindak Pidana Korupsi yang 

dilakukan oleh pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri dapat 

diketahui dari kata-kata : Barangsiapa dengan melawan hukum 

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau 

suatu badan, yang secara langsung, atau tidak langsung merugikan 

keuangan negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa 

                                                             

2. Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Bukan Pegawai 

Negeri 

Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh bukan pegawai negeri, 

dapat dilihat dari perumusan tindak pidana korupsi itu sendiri sebagaimana 

bunyi Pasal 2 UUPTPK “Setiap orang yang secara melawan hukum 

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu 

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian 

negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan 

denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling 

banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)”. 

Arti setiap orang di sini adalah, baik pegawai negeri maupun 

non pegawai negeri.Oleh sebab itu, seseorang yang tidak memiliki  

jabatan dalam hubungannya dengan negara juga dapat melakukan 

korupsi. 

Menurut pendapat penulis rumusan ini  terlalu luas 

sehingga sebagian besar tindak pidana dalam KUHP yang akibatnya 

langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau 

perekonomian negara, dikwalifikasikan menjadi tindak pidana korupsi. 

 

3. Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Pegawai Negeri 

Maupun oleh Bukan Pegawai Negeri 

R. Soesilo mengatakan bahwa : Turut melakukan dalam arti kata 

“bersama-sama melakukan” sedikitdikitnya harus ada dua orang ialah 

orang yang melakukan (pledger) dan orang yang turut melakukan 

(medpledger) peristiwa pidana itu. Di sini diminta bahwa kedua orang 

itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi, semuanya 

melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir dari peristiwa 

pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan 

saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong sebab jika demikian 

orang yang menolong itu tidak masuk turut melakukan akan tetapi 

dihukum sebagai membantu melakukan.

Pada bagian ini penulis menguraikan tindak pidana korupsi yang 

dilakukan bersama-sama oleh pegawai negeri atau dengan bukan 

pegawai negeri atau sesama pegawai negeri.Tindak pidana korupsi 

dikatakan dilakukan bersama-sama oleh pegawai negeri dan bukan 

pegawai negeri bila  masingmasing telah melakukan elemen daripada 

tindak pidana korupsi itu.Tindak pidana demikian dapat menimbulkan 

diadakannya peradilan koneksitas bilamana pegawai negeri yang 

terlibat yaitu anggota ABRI. Peradilan koneksitas ini dalam Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 diatur dalam Pasal 25 ayat 1 yang 

berbunyi: 

“Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seorang yang harus 

diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer 

bersama-sama dengan seorang yang harus diadili oleh 

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dengan 

kekecualian yang ditetapkan dalam Pasal 22 UndangUndang 

Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok 

Kekuasaan Kehakiman”. 

 

Adapun bunyi dari Pasal 22 ini  yaitu sebagai berikut : 

“Tindak pidana yang dilakukan bersama oleh mereka yang 

termasuk lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer 

diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan 

Peradilan Umum, kecuali jika menurut Menteri Kehakiman 

perkaraan itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam 

lingkungan Peradilan Milier”. 

 

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Tindak 

Pidana Korupsi 

Soerjono Soekanto (2004: 7-26).mengatakan bahwa penegakan 

hukum dapat berjalan dengan baik bila  terpenuhinya beberapa 

faktor, yaitu faktor hukum, penegak hukum, sarana, warga , dan 

faktor budaya: 

1. Faktor hukum (undang-undang). negara kita  saat ini sudah memiliki 

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan 

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 

dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas 

UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan 

Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Korupsi). Pembentukan 

undang-undang ini bertujuan untuk mencegah setiap orang untuk 

melakukan tindak pidana korupsi. UU Pemberantasan Korupsi telah 

memuat ancaman sanksi pidana yang berat bagi pelaku tindak pidana 

korupsi. Namun dengan masih terjadinya kasus korupsi seakan-akan 

menunjukkan bahwa sanksi pidana yang berat tidak menimbulkan 

efek jera bagi pelaku dan efek pencegahan bagi warga . 

2. Faktor penegak hukum. berdasar peraturan perundang-undangan, 

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh tiga 

lembaga, yaitu Penyidik Kepolisian, Penyidik Kejaksaan, dan 

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga institusi 

ini  memiliki sistem tersendiri yang diatur dalam undangundang 

yang terpisah. KPK berwenang melakukan penyelidikan dan 

penyidikan kasus korupsi serta melakukan penuntutan terhadap 

kasus ini  melalui Pengadilan Tipikor. Sedang  penyelidikan 

dan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian dan serta penyidikan 

oleh Kejaksaan akan menuju pada proses penuntutan kasus korupsi 

melalui peradilan umum di Pengadilan Negeri. Dalam praktek, 

adanya perbedaan sistem ini  menciptakan kecenderungan 

fragmentasi institusi sehingga mempengaruhi jalannya proses 

penanganan perkara tindak pidana korupsi. 

3. Faktor sarana prasarana. Dari tiga lembaga yang memiliki 

kewenangan dalam penyidikan kasus korupsi, di satu sisi Kepolisian 

dan Kejaksaan selain tidak memiliki kewenangan sebesar 

kewenangan KPK, juga belum memiliki sarana prasarana pendukung 

sebagaimana yang dimiliki KPK. Kepolisian dan Kejaksaan juga 

tidak mendapatkan dukungan warga  sebagaimana warga  

mendukung KPK. Namun di sisi lain, KPK memiliki keterbatasan 

personil dan belum ada perwakilan di setiap provinsi. Dari ketiga 

institusi yang memiliki kewenangan dalam pemberantasan korupsi, 

hanya KPK yang memiliki kewenangan sangat besar dibanding 

kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan. KPK tidak perlu memenuhi 

“prosedur khusus” seperti izin tertulis dari atasan tersangka yang 

sering menghambat Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan 

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi [Pasal 46 ayat (1) 

UU No. 30 Tahun 2002]. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, 

penyidikan, dan penuntutan, KPK juga tidak perlu meminta izin 

kepada Ketua Pengadilan bila  akan menyita barang bukti dan 

menyadap telepon seseorang. Perbedaan sarana prasarana yang 

dimiliki ketiga lembaga dalam pemberantasan korupsi ini  

tentunya akan mempengaruhi penegakan hukumnya. 

4. Faktor warga  yakni lingkungan di mana hukum ini  

berlaku atau diterapkan. Masih terjadinya korupsi terutama di 

lembaga yudikatif, tidak hanya yaitu  tanggung jawab 

Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK untuk penegakan hukumnya, 

namun juga memerlukan peran warga . Dalam pemberantasan 

korupsi diperlukan usaha  sungguh-sungguh dan dukungan semua 

pihak, termasuk warga . Peran warga  dibutuhkan sebab 

selain dapat menjadi korban, warga  dapat berperan melakukan 

pencegahan, termasuk melakukan pengawasan dan tidak terlibat 

dalam penyuapan. 

5. Faktor budaya sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan 

pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. Faktor budaya 

yaitu  salah satu faktor yang cukup penting dalam penegakan 

hukum kasus-kasus korupsi di negara kita . Saat ini, masih terjadinya 

atau bahkan meningkatnya kasus korupsi di lembaga yudikatif 

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain rendahnya moralitas 

pelaku, tidak adanya budaya malu, ketidaktaatan terhadap hukum, 

tidak amanah, dan tidakjujur. Oleh sebab itu diperlukan 

langkahlangkah perbaikan seperti penyadaran dan pembinaan 

moralitas bangsa, sehingga penyelenggaraan negara dapat berjalan 

dengan baik, yakni bersih dari tindakan Korupsi, Kolusi, dan 

Nepotisme (KKN). Langkah perbaikan juga dapat dilakukan melalui 

rekrutmen di lembaga yudikatif untuk mendapatkan hakim yang 

jujur dan amanah terhadap tugas dan wewenangnya. 

6. Kelima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum ini  saling 

mempengaruhi satu sama lain. Penegakan hukum dapat dilaksanakan 

dengan baik bila  kelima faktor ini  dapat berjalan 

sebagaimana mestinya. Faktor-faktor ini  harus saling 

mendukung satu sama lain dan tidak saling terpisahkan. Faktor 

peraturan perundang-undangan harus didukung oleh para penegak 

hukum yang dapat menjalankan dan melaksanakan peraturan 

perundang-undangan ini  dengan baik dan benar. Pelaksanaan 

penegakan hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum juga 

harus diikuti dengan sarana dan prasarana yang memadai dan 

canggih dari sisi teknologi, sehingga para penegak hukum dapat 

dengan cepat dan tepat mencegah dan memberantas tindak pidana 

korupsi. Ketiga faktor ini  juga perlu didukung oleh warga  

sehingga tercipta negara yang bebas dari korupsi. Menciptakan 

budaya untuk mematuhi peraturan perundangundangan juga menjadi 

penting dalam usaha  penegakan hukum tindak pidana korupsi. 

 

bahwa pencegahan 

dan pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan dengan cara 

konvensional, melainkan harus dilakukan dengan cara yang berbeda 

dan di luar kelaziman penanggulangan kejahatan lainnya. Oleh sebab 

itu, pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara 

ekstrem,khususnya di lingkungan lembaga peradilan.Salah satu usaha  

yang dapat dilakukan yaitu mendorong agar hukum mampu berperan 

dalam usaha  menciptakan kontrol guna mencegah hasil tindak pidana 

korupsi untuk dinikmati oleh para koruptor.usaha  ini yaitu  

bentuk dari asset recovery (pengamanan aset). 

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan harus ada 

reformasi hukum di Mahkamah Konstitusi yang dilakukan dengan 

ekstrem.ada  tiga hal yang dapat dilakukan untuk melakukan 

reformasi hukum, salah satunya yaitu mengganti semua hakim. Menurut 

Refly Harun hal ini  dimungkinkan, tetapi akan menuai pro dan 

kontra di kalangan warga , sehingga perlu dikaji dan dipikirkan 

secara matang. Hal kedua yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki 

sistem rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi. Proses rekrutmen 

Hakim Mahkamah Agung dan Hakim Konsitusi yang dilakukan oleh 

Presiden dan DPR RI harus dilakukan secara transparan dan selektif 

sehingga menggambarkan bahwa lembaga yudikatif bersifat terbuka 

dan bebas dari korupsi. Hal yang ketiga yaitu sistem anti korupsi juga 

diperbaiki dan diaudit kelemahannya.Sebagai contoh apakah misalnya 

gerak hakim dibatasi atau tidak, pergaulan hakim dibatasi atau tidak. 

Menurut Refly Harun, sistem di MK harus mampu dibangun untuk 

mencegah orang baik menjadi jahat atau orang jahat akan tetap menjadi 

jahat. Sistem yang dibangun oleh MK yaitu menjadikan orang baik 

tetap menjadi baik atau orang jahat menjadi baik. 

 

A. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang  

Tindak Pidana Pencucian uang yaitu  kejahatan yang 

memiliki  ciri khas yakni, kejahatan ini bukan yaitu  kejahatan 

tunggal akan tetapi kejahatan ganda. Kejahatan ini ditandai dengan 

bentuk pencucian uang yaitu  kejahatan yang bersifat follow up 

crime atau kejahatan lanjutan, Sedang  kejahatan utamanya atau 

kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime 

atau ada negara yang merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu 

kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan 

proses pencucian,

 money laundering yaitu serangkaian kegiatan yang yaitu  proses yang dilakukan oleh 

seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal 

dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan data dan 

menyamarkan asal-usul uang ini  dari pemerintah atau otoritas 

yang berwenang melakukan tindakan dengan memasukkan uang ke 

dalam sistem keuangan, baik memanfaatkan jasa bank maupun non 

bank. Lembaga-lembaga ini  termasuk di dalamnya bursa efek, 

asuransi dan perdagangan valuta asing sehingga uang ini  dapat 

dikeluarkan dari sistem keuangan sebagai uang halal. 

Tindakan ini  termasuk dalam lingkup kejahatan 

terorganisir, dalam kaitan pencucian uang yaitu  tindak pidana di 

bidang ekonomi yang pada intinya memberikan gambaran terhadap 

hubungan langsung bahwa kriminalitas yaitu  suatu kelanjutan 

dari kegiatan dan pertumbuhan ekonomi.Fenomena pencucian uang 

bukan permasalahan nasional lagi tetapi sudah internasional, sehingga 

                                                             

sangat penting ditempatkan pada sentral pengaturan hukum.Hampir 

semua kejahatan ekonomi dilakukan dengan motif keuntungan. Oleh 

sebab itu untuk membuat pelaku jera atau mengurangi tindak pidana 

itu dengan cara mencari fakta kejahatan susaha  pelaku tidak dapat 

menikmatinya dan kejahatan juga sirna. 

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 sebagai 

perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak 

Pidana Pencucian Uang, bahwa pencucian uang yaitu perbuatan 

menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, 

menghibahkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang 

diketahuinya atau patut diduga yaitu  hasil tindak pidana dengan 

maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta 

kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Dunia internasional melarang kejahatan yang berhubungan 

dengan narkotika dan pencucian uang. Kesepakatan ini dituangkan 

dalam sebuah konvensi Internasional tentang pencucian uang “Konvensi 

the United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotic, Drugs 

and Psycotropic Substances of 1998, yang biasa disebut dengan The 

Vienna Convention, disebut juga UN Drugs Convention 1998, yang 

mewajibkan para anggotanya untuk menyatakan pidana terhadap pelaku 

tindakan tertentu yang berhubungan dengan narkotika dan money 

laundering.

Perhatian dunia internasional ini  tidak mengherankan, 

sebab money laundering yaitu  kejahatan yang menimbulkan 

dampak negatif yang sangat luar biasa. Ada beberapa dampak negatif 

yang ditimbulkan oleh kegiatan money laundering terhadap warga  

sebagai konsekuensi yang ditimbulkan berupa : 

a. Money laundering memungkinkan para penjual dan pengedar 

narkoba, para penyelundup dan para penjahat lainnya untuk dapat 

memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan baiaya 

penegakan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta 

pengobatan kesehatan bagi para korban atau para pecandu narkoba. 

Memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyeludup 

dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan 

                                                             

operasinya. Hal ini akan meninggkatkan biaya penegakan hukum 

untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan 

kesehatan bagi para pecandu narkoba. 

b. Kegiatan money laundering memiliki  potensi merongrong 

keuangan warga , hal ini sebagai akibat dari besarnya jumlah 

uang yang terlibat dalam kegiatan ini . Potensi untuk melakukan 

korupsi meningkat bersama dengan peredaran jumlah uang haram 

yang sangat besar. 

c. Money laundering juga dapat mengurangi pendapatan pemerintah dari 

sektor pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak 

yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah. 

d. Mudahnya uang masuk ke negara-negara maju telah menarik unsur 

yang tidak diiginkan melalui perbatasan, menurunkan tingkat 

kualitas hidup dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan 

nasional. Sifat money laundering sudah menjadi universal dan 

bersifat international yakni melintasi batasan-batasan yuridis negara. 

Transaksi dari negara ke negara sekarang sudah sangat mudah, yaitu 

melaui system internet, pembayaran dilakukan melalui bank secara 

elektronik. Maka tidak heran jika money laundering sudah biasa 

disebut sebagi kejahatan transnasional, sebab praktik money 

laundering dapat dilakukan oleh seseorang tanpa harus berpergian 

keluar negeri. 

 

B. Tindak Pidana Money Laundering 

Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak perlu 

mempertimbangkan hasil yang diperoleh, dan besarnya uang yang 

dikeluarkan, sebab tujuan utamanya untuk menyamarkan atau 

menghilangkan asal usul uang.Sehingga pada akhirnya dapat dinikmati 

atau dipakai secara aman.Tujuan kriminalisasi pencucian uang 

yaitu untuk mencegah segala bentuk praktik penyamaran hasil 

kekayaan yang didapatkan dari hasil kejahatan.Kejahatan money 

laundering diancam dengan sanksi pidana. Pelaku dapat memakai  

hasil kejahatannya secara “aman” tanpa dicurigai oleh aparat penegak 

hukum, sehingga berkeinginan untuk melakukan kejahatan lagi, atau 

untuk melakukan kejahatan lain yang terorganisir.22 Unsur-unsur pidana 

                                                             

yang terkait dengan money laundering meliputi: (1) Unsur Act, (2) 

Unsur Knowledge, (3) Unsur Objektif. Ketiga unsur itu sudah direduksi 

dalam rumusan Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No. 

25 Tahun 2003. 

Dalam bukunya, John Mcdowell dan Gary Novis menyebutkan 

dampak dari pencucian uang di suatu negara antara lain:

 Merongrong Sektor Swasta yang Sah 

Praktik pencucian uang banyak dilakukan di sektor bisnis, 

selain di sektor perbankan sebagai usaha  menyamarkan asal-usul 

uang hasil kegiatan illegal. Kegiatan bisnis yang didanai oleh hasil 

kejahatan tentu akan masuk pasar dan bersaing dengan kegiatan 

bisnis yang berasal dari investasi modal yang legal. Tentu 

keberadaan bisnis yang berasal dari TPPU ini akan berpotensi 

menggangu kegiatan bisnis yang sah. 

 Merongrong Integritas Pasar-Pasar Keuangan  

Tidak jelasnya skema investasi keuangan atas harta yang 

berkaitan dengan kejahatan dalam satu lembaga keuangan tentu akan 

menjadikan stabilitas lembaga keuangan ini  tidak jelas. Sebagai 

contoh, seseorang yang menempatkan danahasil kejahatan dalam 

satu lembaga keuangan dalam jumlah besar guna menyamarkan asal-

usul hartanya dapat sewaktu-waktu menarik kembali dananya 

ini . Lembaga keuangan ini tentu dapat menghadapi 

masalah likuiditas serius akibat penarikan dana ini  seperti yang 

terjadi pada Bank-Bank di negara kita  saat krisis moneter.24 

 Hilangnya Kendali Pemerintah atas Kebijakan Ekonomi  

Besarnya jumlah uang yang diputar di berbagai negara tentu 

akan berdampak pula pada stabilitas ekonomi suatu negara. 

Sebagaimana yang disebutkan dalam riset UNODC pada tahun 2009, 

diperkirakan jumlah uang yang berkaitan dengan kejahatan yang 

diputar di dunia mencapai 2,7 % dari nilai Gross Domestic Product 

(GDP) saat itu. Meski nilai itu bisa jadi lebih besar lagi dikarenakan 

adanya potensi aset-aset yang berkaitan dengan kejahatan yang 

belum terpetakan.Besarnya nilai ini  tentu dapat mempengaruhi  

                                                             

kebijakan ekonomi suatu negara, apalagi negara-negara kecil dengan 

kemampuan ekonomi yang lemah. Pertimbangan semata-mata pada 

keamanan dana yang dicuci menjadikan pertimbangan kebijakan 

ekonomi bukan menjadi faktor penentu penempatan suatu dana 

pencucian uang. Karenanya sifat pencucian uang yang tidak dapat 

diduga menjadikan pemerintah tidak dapat mengontrol secara penuh 

atas kondisi pasar atau kebijakan ekonomi suatu Negara. 

 Hilangnya Pendapatan Negara dari Sektor Pajak  

Salah satu kejahatan asal dari TPPU yaitu kejahatan yang 

berkaitan dengan pajak, seperti tax evasion dan tax avoidance. 

Praktik ini menjadikan wajib pajak yang seharusnya membayar 

sekian jumlah pajak justru membayar dengan nilai yang lebih kecil, 

atau bahkan tidak membayar sama sekali. Modus ini terjadi dalam 

kasus Asian Agri Grup yang membuat transaksi palsu dalam 

kegiatan usahanya guna memperkecil jumlah pajak yang harus 

dibayarkannya. Meski dalam kasus ini  Asian Agri Grup tidak 

didakwa dengan Pasal TPPU, akan tetapi terbukti dari praktik 

ini  negara mengalami kerugian hingga 2,5 trilyun atas pajak 

yang tidak dibayarkan.38 Karenanya praktik TPPU ini secara 

langsung juga berdampak pada perolehan negara yang bersumber 

dari pajak.  

 Merusak Reputasi Negara  

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, negara yang belum 

menerapkan rezim AML sampai batasan tertentu, akan masuk dalam 

daftar NCCT. Dampak dari NCCT ini  dapat dirasakan bila  

negara ini  akan menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga 

keuangan global, di mana beberapa di antaranya sudah berkomitmen 

untuk mengadopsi penerapan Rezim AML sebagai bagian asesmen 

kerja sama dengan negara-negara terkait. Hal ini sebagai contoh 

dirasakan negara kita  ketika rezim Presiden Soeharto, di mana 

negara kita  masih masuk dalam daftar NCCT, sehingga berdampak 

pada hubungan kerja sama yang akan dijalin dengan IMF dan World 

Bank. 

 Menimbulkan Biaya Sosial yang Tinggi  

Ada kemungkinan bahwa uang hasil pencucian uang ini  

diputar kembali untuk melanjutkan dan memperluas kejahatan yang 

sebelumnya sudah mereka lakukan.Sebagai contoh terorisme atau 

32  

narkotika. Hal ini tentu akan berdampak pada munculnya biaya 

sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal 

menanggulangi kejahatan yang muncul ini  akibat adanya 

perputaran uang hasil TPPU. 

 

C. Tipologi Transaksi pada Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang 

Meski proses pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai 

cara dan metodologi, mulai dari yang sederhana hingga yang paling 

rumit melibatkan multi yurisdiksi, akan tetapi secara umum proses 

pencucian uang dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yakni:

a. Placement, yaitu  tahapan permulaan, di mana uang hasil atau 

yang berkaitan dengan kejahatan diubah ke dalam bentuk yang 

kurang atau tidak menimbuklan kerugian. Dalam hal ini contohnya 

yaitu memasukkan dalam deposito bank, polis asuransi, membeli 

aset seperti rumah, kapal, atau perhiasan.  

b. Layering, yaitu  tahap selanjutnya dari placement¸di mana 

pemilik uang melakukan transaksi berlapis secara anonim atas aset 

yang berasal dari peralihan uang ini . Misal dalam hal ini 

dipakai metode penjualan aset ini , dan dana hasil 

penjualannya ditransfer melalui “wire transfer” ke berbagai rekening 

di dalam satu negara, atau antar negara lain. Hal ini bertujuan 

mempersulit pelacakan asal mula dana ini .  

c. Integration, yaitu  tahap di mana dana yang sudah disamarkan 

ini  dimasukkan kembali ke dalam rekening pelaku melalui 

transaksi sah, sehingga tidak terlihat asal mula dana. 

 

D. usaha  Pencegahan Money Laundering di negara kita  

Kasus kejahatan money laundering sudah bersifat international, 

untuk itu diperlukan suatu standar pengaturan dan persepsi yang sama 

dan bersifat international untuk ditempatkan pada suatu sentral 

pengaturan. Dalam melakukan kriminalisasi ditentukan terlebih dahulu 

bentuk model low on money laundering mana yang akan di anut di 

negara kita  dan tentunya disesuaikan dengan sistem hukum serta kondisi 

keseluruhan di negara kita .  

                                                             

Untuk melihat faktor yang memicu  belum optimalnya 

penegakan hukum terhadap ketentuan anti pencucian uang di negara kita , 

perlu melihat kembali pemahaman untuk apa dilakukan kriminalisasi 

pencucian uang atau mengapa praktik pencucian uang harus diberantas. 

Terlepas dari kenyataan bahwa negara kita  membuat anti pencucian uang 

pada awalnya sebab desakan internasional bukan sebab kesadaran 

pentingnya pemberantasan pencucian uang bagi negara kita , praktik 

pencucian uang yaitu suatu jalan bagi para pelaku kejahatan ekonomi 

agar dengan leluasa dapat menikmati dan memanfaatkan hasil 

kejahatannya.Selain itu uang (hasil kejahatan) yaitu  nadi bagi 

kejahatan terorganisasi (organized crimes) dalam mengembangkan 

jaringan kejahatan mereka, maka penghalangan agar pelaku dapat 

menikmati hasil kejahatan menjadi sangat penting. 

Kejahatan teroganisasi yang paling berbahaya dan sangat 

berkepentingan untuk mencuci hasil kejahatan mereka pada awalnya 

hanya kejahatan perdagangan illegal narkotika dan substansi 

psichotropika. Maka kriminalisasi pencucian uang semula hanya 

diarahkan untuk memberantas perdagangan narkotika dan sejenisnya 

seperti yang tercantum dalam United Nation Convention Against Illicit 

Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances of 1988 (The 

Vienna Convention).  

Istilah money laundering dalam artian hukum dipakai 

pertama kali oleh Pengadilan Amerika berkaitan dengan putusan 

tentang penyitaan atas hasil kejahatan narkotika yang dilakukan oleh 

warga Columbia.Kekhawatiran internasional terhadap narkotika dan 

pencucian uang melahirkan suatu kesepakatan yang disebut sebagai 

International Legal Regime to Combat Money Laundering dan bahkan 

ada kecenderungan bahwa pencucian uang dilakukan dengan sangat 

rumit. Selanjutnya pencucian uang semakin berkembang dan bukan 

hanya berasal dari kejahatan obat bius saja tetapi juga berbagai 

kejahatan termasuk kejahatan terorganisasi (organized crimes). 

Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang pencuc